autolysis mudah diserap oleh pencernaan larva ikan, dan v keberadaannya tidak meberikan efek pencemaran terhadap perairan Sachlan 1982.
4.6.3. Periphyton
Peranan mangrove dalam ekosistem perairan juga sebagai penyedia substrat periphyton pada perakaran. Hasil analisa pakan alami yang menempel
pada perakaran mangrove periphyton disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Perifiton pada akar mangrove di lokasi penelitian
No Klas Genus
Kelimpahan indcm
2
1 Cyanophyceae
Oschillatoria 856
2 Bacillariophyceae Navicula
497 3
Skeletonema 247
4 Thallasiosira
17 217 5
Nitzchia 19 959
6 Pleurosigma
110 091 7
Coscinodiscus 8 362
8 Gyrosygma
110 077 9
Cylotella 2 735
10 Dinophyceae:
Peridinium 9 032
11 Chlorophyceae
Chlorella 9 435
Total 288 508
Tabel 10 menunjukkan bahwa perifiton didominasi oleh Bacillariophyceae yang didominasi oleh genus pleurosigma dengan indeks dominansi 0.3025, indeks
keanekaragaman 0.6469 dan indeks keseragaman 0.311. Perifiton dalam ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai sumber pakan alami produsen
primer dan penyedia oksigen bagi organisme yang hidup di ekosistem mangrove seperti ikan, udang dan kepiting. Menurut Fajariyanto 2008 manfaat lainnya dari
perifiton berkaitan dengan kondisi perairan yaitu sebagai indikator mutu kualitas air tingkat pencemaran dalam perairan serta menjaga kualitas air pada indikator
mutu tertentu bagi perairan perikanan yang terkendali mencakup parameter fisika, kimia dan biologi.
4.7. Deskripsi Pengelolaan Silvofishery
Keberadaan tambak tradisional milik masyarakat yang masih bisa didekati dengan pendekatan silvofishery ini, dikelola oleh perorangan. Dalam hal
pengelolaannya, pemilik tambak tersebut mendapatkan penyadaran dan informasi baik dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Perusahaan budidaya
perikanan yang ada di lokasi setempat PT. Central Pertiwi Bahari. Bibit mangrove yang ditanam di petakan tambak merupakan bibit hasil persemaian
yang dilakukan sendiri oleh pemilik tambak. Pengambilan biotaorganisme budidaya di petakan tambak silvo dilakukan tanpa jadwal pemanenan, akan tetapi
dilakukan menurut kebutuhan pemilik tambak. Hasil pemanenan dijual kepada pengepul yang biasanya datang menjemput ke lokasi atau biasanya dijual
langsung di pasar terdekat. Pada umumnya masyarakat lebih menyukai untuk melakukan kegiatan
budidaya di areal tambak dengan kondisi tanpa penanaman mangrove, sehingga kegiatan reboisasi di kawasan green belt sampai dengan saat ini masih susah
diwujudkan. Kegiatan penanaman mangrove yang rutin dilakukan hanya diinisisai oleh PT. CPB dan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah.
Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan tambak silvofishery, adanya banjir yang biasanya terjadi pada bulan Mei setiap tahunnya.
Hal ini disebabkan oleh hujan yang turun terus menerus dan juga disebabkan oleh pasang air laut. Banjir ini dapat menyebabkan organisme budidaya yang ada
dalam petakan tambak hilang terbawa oleh banjir. Permasalahan lainnya yaitu kurang terorganisasinya petambak tradisional yang mempunyai keinginan untuk
mengembangkan sebagian petakan tambaknya untuk kegiatan silvofishery, sebagai salah satu upaya pemulihan dan penyeimbang terhadap kualitas
lingkungan persisir yang mulai menurun. Tidak adanya kelembagaan yang terbentuk di kalangan petambak tradisional berkaitan dengan upaya pengamanan
areal tambak silvo, untuk menghindari upaya pencabutan mangrove yang baru atau akan ditanam. Kepemilikan lahan yang secara umum diakui oleh para
petambak tradisional adalah dimiliki oleh pemerintah yang dalam hal ini dikelola oleh PT. CPB. Namun persengketaan lahan tidak membuat mereka berhenti
bertambak. Petambak kawasan green belt dan lahan cadangan di sekitar PT. CPB, pada umumnya adalah pemilik lama dari kawasan tambak tradisional yang saat ini
menjadi bagian dari PT. CPB. Kurang optimalnya keterpaduan pengelolaan lahan oleh PT. CPB dengan masyarakat sekitar menjadikan para petambak membuka
tambak secara terus menerus, hingga terjadi kerusakan yang sangat parah di bagian green belt.
4.8. Analisis Manfaat Ekonomi