Dekomposisi Serasah Hutan Mangrove Indikator Biologi

18 Jensen 1974 serasah adalah lapisan dari organ tumbuh-tumbuhan yang banyak mengandung unsur-unsur mineral yang sangat memegang peranan penting di dalam suatu ekosistem hutan. Komponen-komponen yang dapat membentuk lapisan serasah pada permukaan tanah di lantai hutan berasal dari daun leaf litter dan komponen-komponen bukan daun non leaf litter yaitu berupa ranting, bunga, buah, biji, kulit batang dan bagian-bagian yang tak dapat diidentifikasikan. Hutan mangrove mempunyai produktivitas bahan organ yang sangat tinggi, tetapi hanya kurang lebih 10 dari produksinya langsung dimakan oleh herbivora. Sebagian besar dari produksi tersebut dimanfaatkan sebagai detritus atau bahan organik mati seperti daun-daun mangrove yang gugur sepanjang tahun dan dengan melalui aktivitas makan oleh mikroba dekomposer dan hewan-hewan pemangsa detritus diproses menjadi partikel-partikel halus Odum dan Held 1975. Detritus meruapakan suatu fraksi penting dari rantai makanan yang terdapat di hutan mangrove dan estuaria. Partikel-partikel organik tersebut menjadi tempat hidup bagi bakteri, jamur dan mikroorganisme lainnya yang merupakan sumber makanan utama bagi organisme omnivore seperti udang, kepiting, dan sejumlah ikan. Odum 1971 mengemukakan bahwa studi yang telah dilakukan di Florida Selatan menunjukkan bahwa pohon bakau Rhizopora spp. yang sebelumnya dianggap bernilai rendah, sebenarnya memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap rantai makanan, sehingga dapat menunjang bidang perikanan. Hara yang dihasilkan oleh serasah antara lain mengandung N dan P yang terlarut dalam air akan menunjang proses pertumbuhan fitoplankton. Sehingga terdapat hubungan antar total N dan P serasah, total N dan P air, produktivitas perairan dan jumlah individu fitoplankton, zooplankton dan makrozoobenthos.

2.6 Dekomposisi Serasah Hutan Mangrove

Dekomposisi merupakan suatu proses perombakan zat-zat organik yang secara fisik dipecah dan diubah menjadi zat kimia yang lebih sederhana terbentknya CO 2 , air dan pembebasan energi Mason 1976. Pengukuran laju dekomposisi serasah bertujuan untuk mengetahui besarnya penghacuran serasah selama penelitian dan juga untuk menduga banyaknya serasah yang dapat terurai selama selang waktu tertentu. Karena informasi mengenai kecepatan dekomposisi merupakan hal yang penting untuk mengetahui besarnya pengurangan jumlah 19 bahan organik yang dikandung dalam serasah serta kecepatan pengembalian hara mineral ke dalam tanah.

2.7 Kualitas Fisika Kimia Perairan Pesisir

Kualitas lingkungan perairan utamanya di kawasan pesisir merupakan faktor biofisika-kimia yang dapat mempengaruhi kehidupan organisme perairan dalam ekosistemnya. Perairan ideal adalah perairan yang dapat mendukung kehidupan organisme dalam menyelesaikan daur hidupnya Wardoyo 1987. Menurut Boyd 1982 kualitas lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu. Berdasarkan sumbernya, bahan pencemar dapat dikategorikan menjadi dua golongan yaitu dari alam dan dari kegiatan manusia. Pencemaran yang berasal dari alam, seperti sedimentasi merupakan akibat dari terjadinya abrasi pantai. Sedangkan pencemaran yang disebabkan oleh kegiatan manusia diantaranya adalah penggalian dan pengelolaan sumberdaya melalui pertambangan, perindustrian dan pertanian termasuk perikanan Sutamihardja 1992. Menurut Soutwich 1976 sumber pencemaran dapat diidentifikasi menjadi 2 golongan yaitu: 1 pencemaran bahan organik yang berupa pengkayaan hara yang relative tinggi, sehingga terbentuk komunitas biotik yang berlebih blooming, 2 zat-zat kimia toksik yang dapat menurunkan kelimpahan biota perairan dan mematikan kehidupannya. Masuknya bahan pencemaran ke dalam perairan dapat mempengaruhi kualitas perairan, apabila bahan yang masuk ke perairan melebihi kapasitas asimilasinya, maka daya dukung lingkungan akan menurun. Apabila daya dukung lingkungan menurun maka nilai guna dan fungsi dari suatu perairan bagi peruntukan lainnya akan turun pula Dahuri dan Arumsyah 1994. Nilai kisaran parameter yang terukur dari lingkungan perairan pantai secara langsung dipengaruhi oleh proses hidrodinamika suatu perairan, misalnya pasang surut, gerakan ombak, pengenceran oleh air tawar dan sebagainya. Besar kecilnya nilai kisaran dari parameter terukur tergantung dari beberapa faktor antara lain volume air pengencer, toksisitasintensitas bahan pencemar, iklim, kedalaman, arus, dan topografi, sehingga terjadi proses perubahan sifat 20 fisik, kimia, dan biologi yang saling berinteraksi. Apabila salah satu faktor terganggu atau mengalami perubahan akan berdampak pada sistem ekologi perairan Pariwono et al. 1989 in Sulardiono 1997.

2.7.1 Suhu Perairan

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang latitude ketinggian dan permukaan laut altitude waktu dalam suatu hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman dari bahan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi perairan. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatisasi. Selaian itu peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kalarutan gas dalam air seperti gas-gas O 2 , CO 2 , N 2 , CH 4 Menurut Nybakken 1998 suhu perairan di daerah pesisir mempunyai perbedaan nyata di bagian permukaan dan dasar, dimana suhu dibagian permukaan lebih tinggi dari pada di dasar perairan. Dengan berpengaruhnya suhu terhadap kehidupan organisme, maka Kinne 1972 menyatakan bahwa suhu air yang berkisar antara 35-40 dan sebagainya Haslam 1995 in Effendi 2000. o

2.7.2 Salinitas

C, merupakan suhu kritis bagi kehidupan organisme air, yang dapat menyebabkan kematian. Salinitas menggambarkan kandungan garam dalam air suatu perairan. Garam yang dimaksud di sini adalah berbagai ion yang terlarut dalam air termasuk garam dapur NaCl. Pada umumnya ssalinitas disebabkan oleh tujuh ion utama yaitu natrium Na, kalium K, kalsium Ca, magnesium Mg, klorit Cl, sulfat SO 4 dan bikarbonat HCO 3 . Salinitas dinyatakan dalam satuan garamkg atau promil o Salinitas perairan sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh dan sistem osmoregulasi organisme perairan. Menurut Nybakken 1992 salinitas di berbagai tempat pada laut terbuka yang jauh dari pantai memiliki variasi yang sempit yaitu 34-37 ppt dengan rata-rata 35 ppt, perbedaan salinitas terjadi karena perbedaan evaporasi dan presipitasi. oo Effendi 2000. 21

2.7.3 Kecerahan, Kekeruhan dan Padatan Tersuspensi TSS

Kecerahan merupakan jarak yang dapat ditembus cahaya matahari ke dalam kolam air. Semakin jauh jarak tembus cahaya matahari, semakin luas daerah yang memungkinkan terjadinya fotosintesa. Kecerahan ini berbanding terbalik dengan kekeruhan. Perairan yang kekeruhannya tinggi akan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari dalam kolam air, sehingga membatasi proses fotosintesa. Kekeruhan yang tinggi akan menyebabkan perairan mempunyai kecerahan yang rendah Nybakken 1998. Menurut Jeffries dan Milis 1996 in Effendi 2000 kecerahan adalah ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk atau lebih dikenal dengan sebutan kecerahan secchi disk. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhannya disebabkan oleh organik dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, bahan anorganik dan bahan organik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya Davis dan Cornwell 1991 in Effendi 2000 Padatan tersuspensi total Total Suspended SolidTSS adalah bahan-bahan tersuspensi diameter 1µm yang tertahan pada saringan milipore dengan diameter pori 0.45 µ m. TSS yang utama adalah kikisan tanah dan erosi tanah yang terbawa ke badan air. Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksik, tetapi jika jumlahnya berlebih dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh pada proses fotosintesis di perairan. Sastrawijaya 1991 menyatakan perairan dapat mengandung larutan yang berupa zat organik dan anorganik. Padatan tersuspensi dan kekeruhan memiliki korelasi posistif yaitu semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka semakin tinggi nilai kekeruhan. Akan tetapi tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Air laut memilki nilai padatan terlarut tinggi, tetapi tidak berarti kekeruhannya tinggi juga Effendi 2000. 22

2.7.4 Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut atau dikenal denga istilah DO dissolved oxygen adalah salah satu gas yang ditemukan terlarut dalam perairan. Kadar oksigen terlarut di perairan alami bervariasi bergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggianaltitude dan berkurangnya tekanan atmosfer Jeffries dan Mills 1996 in Effendi 2000. Peningkatan suhu 1 o Welch 1952 in Sulardiono 1977 menyatakan bahwa oksigen terlarut dalam air umunya berasal dari fotosintesis, disfungsi oksigen, dan arus atau aliran air melalui air hujan. Sedangkan oksigen terlarut dapat berkurang disebabkan karena naiknya suhu air, meningkatnya salinitas, proses respirasi organisme perairan dan proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. C meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10. Sedangkan semakin tinggi suatu tempat dari permukaan air, semakin rendah tekanan atmosfer, sehingga kelarutan oksigen semakin berkurang. Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek langsung yang berakibat pada kematian organisme perairan, sedangkan pengaruh yang tidak langsung adalah meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang pada akhirnya dapat membahayakan organisme itu sendiri. Hal ini disebabkan karena oksigen terlarut dipergunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak Rahayu 1991. Pada perairan yang menerima limbah organik, proses dekomposisi bahan buangan yang dilakukan oleh bakteri memerlukan oksigen yang cukup. Bila jumlah bahan organik melimpah, aktivitas perombakan bakteri memerlukan oksigen yang sangat banyak, sehingga konsentrasi oksigen diperairan menjadi berkurang, bahkan dalam kondisi tertentu perairan dapat dalam keadaan tanpa oksigen unaerob, konsentrasi oksigen kurang dari 1 ppm dapat mematikan organisme perairan hanya dalam selang beberapa Swingle 1965 in Sulardiono 1997.

2.7.5 Derajat Keasaman pH

Derajat keasamaan atau pH merupakan gambaran jumlah atau lebih tepatnya aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa asam atau basa suatu perairan. Di perairan pesisir atau laut pH relaif 23 lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antar 7.7-8.4 Nybakken 1992. Perubahan nilai pH perairan pesisir yang kecil saja dari nilai alaminya menunjukkan sistem penyangga perairan tersebut terganggu, sebab air laut sebenarnya mempunyai kemampuan untuk mencegah perubahan pH. Di dalam air, pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga buffer, yaitu adanya garam- garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya Boyd 1982.

2.7.6 Kebutuhan Oksigen Biokimiawi BOD

BOD Biological Oxygen Demand yang merupakan gambaran secara tak langsung kadar bahan organik adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbodioksida dan air Davis dan Cornwell 1991 in Effendi 2000. Menurut Boyd 1982 nilai OD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat pada botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 20 o BOD juga memberikan gambaran seberapa besar oksigen yang diperlukan dalam proses dekomposisi secara biologis biodegradable di perairan. dengan demikian semakin tinggi nilai BOD memberikan gambaran semakin besarnya bahan organik yang terdekomposisi dengan menggunakan sejumlah oksigen di perairan. Tingginya aktivitas dekomposisi akibat banyaknya jumlah bahan organik juga dapat berakibat lebih lanjut pada timbulnya bahan-bahan beracun dan berbau sebagai hasil samping proses dekomposisi, seperti ammonia dan hidrogen sulfida. C selama 5 hari dalam keadaan tanpa cahaya.

2.7.7 Kebutuhan Oksigen Kimiawi COD

Nilai COD Chemical Oxygen Demand menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimia bahan organik, baik yang bisa didegradasi secara biologis biodegradable maupun yang sukar didegradasi biologi non-biodegradable, menjadi CO 2 dan H 2 S. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam mengkonsumsi air sampel Boyd 1982. Nilai COD juga dapat memberikan indikasi kemungkinan adanya pencemaran limbah industri di dalam perairan, Bila nilai COD jauh lebih besar dari nilai BOD Alaerst dan Santika 1987. 24

2.7.8 Nitrogen Ammonia, Nitrit, Nitrat dan Fosfat

Nitrogen dalam perairan dapat berbentuk senyawa ammonia, nitrit, nitrat dan senyawa bentuk lain. Senyawa tersebut berasal dari limbah pertanian, pemukiman dan industri Alaerst dan Santika 1987. Sedangkan alami senyawa ammonia di perairan berasal dari hasil metabolise hewan dan hasil proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri. Jika kadar ammonia di perairan terdapat dalam jumlah yang terlalau tinggi, lebih besar dari 1.1 ppm pada suhu 25 o Ammonia NH C dan pH 7.5 dapat diduga adanya pencemaran. 3 dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Sumber ammonia di perairan adalah hasil pencemaran nitrogen organik protein dan urea dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, berasal dari dekomposisi bahan organik tumbuhan dan bita akuatik yang telah mati yang dilakukan oleh mikroba dan jamur yang dikenal dengan istilah amonifikasi Effendi 2000. Ammonia yang terukur di perairan berupa ammonia total NH 3 dan NH 4 + Kadar ammonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0.1 mgl dan kadar ammonia bebas yang tidak terionisasi NH . Nilai ammonia bebas meningkat dengan meningkatnya nilai pH dan suhu perairan. Toksisitas ammonia terhadap organisme akuatik meningkat dengan penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu. 3 Nitrit NO pada perairan tawar sebaiknya tidak melebihi 0.02 mgl. Kadar ammonia bebas melebihi 0.2 mgl bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan Sawyer dan Mc Carty 1978 in Effendi 2000. Kadar ammonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri dan limpasan run-off pupuk pada pertanian. 2 biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih kecil dari pada nitrat bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan intermediate antara ammonia dan nitrat nitrifikasi dan antara nitrat dan gas oksigen denitrifikasi Effendi 2000. Kadar nitrit di perairan alami sekitar 0.001 mgl dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mgl. kadar nitrit melebihi 0.05 mgl dapat bersifat toksik bagi organisme yang sensitif Moore 1991 in Effendi 2000 25 Nitrat NO 3 Fosfat merupakan komponen yang penting bagi kesuburan perairan. Fosfat dalam air dapat berupa bahan padat atau bahan terlarut. Fosfat padat dapat terbentuk sebagai suspensi garam-garam yang tidak larut Sastrawijaya 1991. Fosfat yang diserap oleh organisme nabati dalam bentuk ortophosphat yang merepresentasikan nutrient fosfor P terlarut dan merupakan bioavailable phosphorus. Ketersediaan ortophosphat dan bioavailable phosphorus merupakan gambaran singkat perairan, dan merupakan faktor paling penting bila perairan hendak dimanfaatkan untuk keperluan perikanan. Konsentrasi fosfat dalam perairan alami pada umunya tidak melebihi 0.1 ppm. Menurut Wardoyo 1987 kandungan fosfat yang melebihi kebutuhan normal akan meningkatkan kesuburan perairan dan merangsang pertumbuhan fitoplankton. adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat merupakan salah satu nutrient senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme fitoplankton, tumbuhan air, Apabila didukung oleh nutrient nitrat nitrogen terlarut Alaerst dan Santika 1987.

2.8 Indikator Biologi

Indikator biologi merupakan gambaran dari ketersediaan pakan alami yang ada di suatu perairan. Pakan alami yang ada di perairan terdiri dari plankton, perifiton dan benthos. Perifiton adalah komunitas organisme yang hidup di atas atau di sekitar substrat yang tenggelam. Substrat tersebut dapat berupa batu- batuan, kayu, tumbuhan air yang tenggelam dan kadangkala hewan air Odum 1971. Sedangkan menurut Wetzel 1979, perifiton tediri dari mikroflora yang tumbuh pada substrat yang tenggelam. Pada umumnya komunitas perifiton terdiri dari dari algae mikroskopis yang bersifat sessil, satu sel maupun filament terutama jenis diatome, cojugales, cyanophyceae, xanthophyceae dan chrysophyceae. Struktur komunitas perifiton dari setiap perairan dapat beragam. Produktifitas perifiton di perairan tenang hanya terbatas pada daerah litoral yang dangkal dimana matahari masih mampu menembus ke dasar. Sedangkan pada kondisi adanya pengaruh arus, maka perifiton menjadi lebih berperan daripada plankton. Menurut Welch 1980, menyebutkan komposisi perifiton 26 diperairan mengalir dapat berupa satu atau beberapa jenis diatom, algae biru berfilamen, algae hijau berfilamen, bakteri atau jamur berfilamen, protozoa dan rotifer tidak banyak pada perairan tak tercemar dan beberapa jenis serangga. Faktor yang mempengaruhi perkembangan perifiton adalah tipe air, intensitas cahaya matahari, kecerahan, kekeruhan, tipe substrat, kondisi lokasi, kedalaman, arus, pH, alkalinitas dan nutrient Wetzel 1979. Pada daerah yang terlindung dari cahaya dan kolonisasi perifiton menurun. Proses kolonisasi merupakan pembentukan koloni perifiton pada substrat yang berlangsung segera seketika setelah pengkoloni menempel pada substrat. Perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya sangat ditentukan oleh kemantapan keberadaan substrat. Substrat benda hidup sering bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian. Setelah tumbuh cepat kemudian menetap selanjutnya mengalami kematian dan pembusukan. Selain itu substrat hidup akan mengalami perubahan sebagai akibat dari respirasi dan asimilasi, sehingga memepengaruhi komunitas perifiton. Pada substrat benda mati akan lebih menetap permanen, meskipun pembentukan komunitas lambat namun lebih mantap, tidak mengalami perubahan, rusak atau mati Ruttner 1974. Berdasarkan cara tumbuhnya, perifiton dibedakan menjadi epi-, bila perifiton menempel pada permukaan substrat dan endo- bila perifiton tersebut tumbuh menembus substrat. Berdasarkan substart penempelannya, perifiton dapat dibedakan atas Wetzel 1982: a. Epifelik, mikroorganisme yang menempel pada permukaan sedimen b. Epilitik, yang menempel pada permukaan batuan c. Epizoik, yang menempel pada permukaan hewan d. Epifitik, yang menempel pada permukaan tumbuhan e. Episamik, yang hidup dan bergerak diantara butiran-butiran pasir Kemampuan perifiton menempel pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian oleh arus atau gelombang yang dapat memusnakannya Ruttner 1974. Beberapa jenis alat untuk menempel pada subtrat dapat dibedakan yaitu: 27 1. Rhizoid, seperti pada Oedogonium dan ulothrix 2. Tangkai bergelatin panjang atau pendek seperti Cymbella, Gomphomena, dan Achnanthes. 3. Bentuk piringan sel basal terutama pada alga filamen, dan 4. Bantalan gelatin berbentuk setengah bulatan sphaerical yang diperkuat dengan kapur atau tidak, seperti Rivularia, Chaetophora dan Ophirydium Hynes 1972; Rutter 1974.

2.9 Valuasi Ekonomi untuk Menilai Sumberdaya Mangrove melalui Pendekatan