Kemitraan Tinjauan Empirik TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemitraan

Definisi kemitraan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997 yaitu kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan memperhatian prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Hafsah 2000 mendefinisikan kemitraan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Harjanto 2000 mendefinisikan kemitraan sebagai rangkaian kerjasama yang melibatkan perusahaan, universitas, dan badan-badan pemerintah dan laboratorium2 dalam berbagai kombinasi untuk menggabungkan sumber daya dalam rangka mencapai tujuan penelitian dan pengembangan RD bersama. Noorjaya 2001 mengemukakan kemitraan usaha sebagai hubungan kerjasama antar-pengusaha yang dalam pengertian umum mengacu pada hubungan antara usaha kecil UK dengan usaha besar UB ataupun usaha menengah UM. Prinsip-prinsip kemitraan menjadi penting untuk dipahami bersama mengingat hal ini akan menjadi fondasi yang menentukan kekuatan bangunan kemitraan yang akan dijalankan. Fahrudda et al 2005 menyebutkan bahwa kemitraan dibangun atas dasar tiga prinsip yitu persamaan atau equality, keterbukaan atau transparancy, dan saling menguntungkan atau mutual benefit.

2.2. Tinjauan Empirik

Nuryanti 2007, yang mengkaji aspek finansial usahatani tebu mandiri di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Aspek finansial yang dikaji yaitu biaya dan pendapatan usahatani tebu dengan variasi jenis lahan, luas garapan, dan pola tanam. Analisa komparatif dilakukan terhadap biaya dan pendapatan usahatani tebu antara sawah dan tegalan, luas garapan kurang dari satu dan lebih dari satu hektar, serta pola tanam tanam awal dan keprasan. Alat analisis yang digunakan ialah Studi Kelayakan Finansial yaitu BC Ratio. Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu usahatani tebu di lahan sawah secara umum lebih menguntungkan daripada tegalan. Berdasarkan pola tanam, tanaman keprasan lebih menguntungkan diusahakan baik di lahan sawah maupun tegalan. Berdasarkan skala usahatani, secara umum peningkatan skala usaha pada lahan sawah lebih menguntungkan dibandingkan tegalan dan dapat meningkatan kelayakan finansial lebih dari 50 persen. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan beberapa gambaran yaitu petani diduga akan cenderung memitrakan lahan tegalan untuk menigkatakan keuntungannya yang kalah dari lahan sawah. Tanaman keprasan yang lebih menguntungkan diduga menghambat upaya peningkatan produktivitas melalui introduksi varietas baru. Dari penelitian tersebut diperoleh informasi bahwa semakin luas lahan semakin menguntungkan sehingga diduga kemitraan akan menguntungkan petani karena memberi kesempatan untuk melakukan perluasan lahan, melalui kredit dan bantuan sarana produksi. Inayya 2003 juga menganalisis perbedaan total biaya, penerimaan, dan pendapatan petani tebu dengan dan tanpa menggunakan pupuk anorganik cair, serta perbedaan tingkat efisiensi RC ratio petani tebu dengan dan tanpa menggunakan pupuk anorganik cair. Penelitian dilakukan pada usahatani tebu mandiri. Penelitian dilakukan di Desa Sumbersuko Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang. Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa diskriptif dan analisa inferensia berupa, analisa biaya, penerimaan, pendapatan dan efisiensi serta uji beda rata-rata t test. Hasil analisa biaya menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata total penggunaan biaya produksi pada usaha tani tebu dengan dan tanpa menggunakan pupuk anorganik cair. Sedangkan pada penerimaan rata-rata terdapat perbedaan antara usahatani tebu yang menggunakan dan tanpa menggunakan pupuk an organik cair. Akan tetapi tingkat efisiensi RC ratio pada kedua usahatani tersebut baik dengan maupun tanpa menggunakan pupuk an organik cair, diperoleh hasil kurang dari 1 yang berarti kedua usahatani tersebut sama-sama tidak menguntungkan. Dari kesimpulan tersebut usahatani tebu dengan teknologi pupuk anorganik cair meskipun belum menguntungkan ada peluang untuk dilakukan kemitraan utuk perbaikan teknologi agar menguntungkan petani. Penelitian tentang pengaruh kemitraan memberikan hasil yang beragam. Fitriani 2003 melakukan analisis kemitraan dan efisiensi ekonomi usaha tenak ayam broiler di Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RC ratio atas biaya total mitra 1,21 sedangkan mandiri 1,02 sehingga usahatani mitra lebih efisien karena penerimaan relatif stabil dibanding mandiri yang tergantung harga pasar. Dengan demikian kemitraan berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan petani. Witasari 1996 meneliliti dampak pola kemitraan contract farming terhadap pendapatan petani dan eksportir kopi di kecamatan Sumber Jaya, Lampung Barat. Hasilnya petani mitra memperoleh pendapatan yang lebih besar. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kemitraan berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan petani. Deshinta 2006 melakukan penelitian tentang peranan kemitraan terhadap peningkatan pendapatan peternak broiler di Kabupaten Sukabumi. Hasilnya menunjukkan bahwa RC ratio atas biaya total mitra 1,06 sedangkan non mitra 1,079 serta uji t terhadap total pendapatan bersih menunjukkan pendapatan tidak berbeda nyata tidak signifikan. Kesimpulan hasil penelitian tersebut yaitu kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak Iftauddin 2005 melakukan penelitian pada kemitraan antara PT Atina selaku perusahaan pengekspor udang dengan petani di Desa Banjar Panji, Sidoarjo. Hasilnya rasio RC atas biaya total petani mitra sebesar 1,69 sedangkan petani non mitra sebesar 1,73. Artinya kegiatan usahatani non mitra lebih efisien sebab peningkatan biaya usahatani mitra jauh lebih besar daripada peningkatan penerimaannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemitraan berpengaruh negatif terhadap peningkatan pendapatan petani. Perbedaan pengaruh kemitraan terhadap pendapatan usahatani disebabkan antara lain oleh perbedaan komoditas dan karakteristik usahatani. Komoditas usahatani yang untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya dibutuhkan biaya yang melebihi peningkatan penerimaannya akan berpengaruh negatif. Penelitian ini mengambil objek penelitian yang sama dengan Nuryanti 2007 yaitu usahatani tebu. Perbedaannya yaitu Nuryanti membandingkan usahatani di lahan sawah dan tegalan, sementara penelitian ini membandingkan antara petani mitra dan non-mitra. Alat analisis yang digunakan oleh Nuryanti yaitu BC ratio sedangkan penelitian ini menggunakan RC ratio. Penelitian ini mengambil ide perbandingan yang sama dengan Iftauddin 2005 yaitu membandingkan usahatani petani mitra dan non-mitra. Alat analisis yang digunakan sama yaitu RC ratio. Perbedaannya yaitu objek yang diteliti pada penelitian tersebut adalah petani udang sedangkan penelitian ini petani petani tebu.

III. KERANGKA PENELITIAN