Penerimaan Pendapatan ANALISIS USAHATANI TEBU DI KECAMATAN TRANGKIL

8. Biaya Tenaga Kerja Responden yang menggunakan tenaga kerja dalam keluarga hanya 8,8 persen. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga tersebut hanya 6,3 persen dari total biaya tenaga kerja. Karena itu biaya tenaga kerja digolongkan dalam biaya tunai. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga diperhitungkan sesuai tingkat upah pada saat aktivitas dilakukan. Rata-rata biaya tenaga kerja tanaman tebu baru Rp 8.743.161,00 per ha. Rata-rata biaya tenaga kerja tebu keprasan Rp 6.443.322,00 per ha.

6.2. Penerimaan

Pada usahatani tebu tidak ada hasil panen yang dikonsumsi sendiri. Bibit sebagian besar diperoleh dengan cara dibeli. Jika menanan sendiri tanaman yang dijadikan bibit pengusahaanya dipisahkan dari tanaman yang dipanen karena umurnya hanya 5 bulan. Karena itu dalam penelitian ini semua penerimaan adalah penerimaan tunai. Petani yang menggilingkan tebu di PG mendapat penerimaan dari hasil lelang gula, bagian tetes tebu, serta premi MBS. Petani yang menjual tebu secara langsung memperoleh penerimaan dari pembayaran atas tebu yang dijual tersebut. Penerimaan rata-rata responden petani mitra Rp 28.535.278,00 per ha dan non-mitra Rp 25.389.281,00 per ha.

6.3. Pendapatan

Pendapatan merupakan balas jasa terhadap penggunaan faktor-faktor produksi lahan, modal, TK dan pengelolaan. Pada penelitian ini pendapatan responden petani mitra dibandingkan dengan non-mitra. Agar dapat dibandingkan maka biaya, penerimaan, dan pendapatan dirata-rata per hektar. Dari data penerimaan dan biaya bisa dilihat rasio penerimaan atas biaya atau rasio RC. Rasio penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap biaya yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Dengan analisis ini dapat diketahui apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak. Pada usahatani seluruh tebu dijual sehingga penerimaan tunai sama dengan penerimaan total. Informasi-informasi tersebut disajikan pada Tabel 13. Tabel 12. Pendapatan Usahatani Uraian Petani Mitra Petani Non-mitra Penerimaan Tunai Rpha 28.535.278 25.389.281 Biaya Tunai Rpha 20.034.971 21.076.125 Biaya Total Rpha 20.797.425 21.853.189 Pendapatan atas Biaya Tunai Rpha 8.500.307 4.313.156 Pendapatan atas Biaya Total Rpha 7.737.853 3.531.189 RC atas Biaya Tunai 1,42 1,20 RC atas Biaya Total 1,37 1,16 Dari Tabel 12 terlihat bahwa RC baik petani mitra maupun non mitra lebih bernilai lebih besar dari 1 sehingga keduanya layak diusahakan. Dari Tabel 12 juga terlihat bahwa nilai RC atas biaya tunai dan biaya total petani mitra lebih besar dari non-mitra. Artinya setiap rupiah biaya tunai atau biaya total yang dikeluarkan oleh petani mitra akan memberikan penerimaan sebesar nilai RC tersebut, dimana nilainya lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh petani non-mitra dari setiap rupiah biaya tunai atau biaya total yang dikeluarkan. Karena itu dapat disimpulkan bahwa berdasarkan nilai RC, usahatani tebu petani mitra lebih menguntungkan daripada non-mitra. Pada tabel 12 juga terlihat bahwa nilai RC petani mitra lebih tinggi karena penerimaan lebih tinggi dan biaya lebih rendah. Penyebab penerimaan yang lebih tinggi tersebut karena produksi lebih tinggi. Produksi rata-rata petani mitra sebesar 780,55 kuintal per ha. Produksi rata-rata petani non-mitra 698,24 kuintal per ha. Harga tidak berpengaruh karena harga jual petani mitra dan non-mitra tidak dibedakan oleh pabrik gula. Penyebab nilai RC petani mitra lebih tinggi yaitu biaya petani mitra lebih rendah, baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan. Hal ini karena pengalokasian input produksi lebih efisien, misalnya petani mitra memiliki tenga kerja tetap sehingga upah tenaga kerja lebih rendah karena adanya keberlangsungan pekerjaan bagi tenaga kerja tersebut. Petani mitra juga memiliki kemudahan akses terhadap pupuk bersubsidi, sehingga biaya pupuk menjadi efektif karena mampu melakukan pemupukan sesuai rekomendasi dari pabrik gula. Rekomendasi tersebut meliputi dosis pemakaian pupuk, waktu pemupukan, dan cara pemupukan sehingga memberikan hasil yang maksimal. Perbedaan biaya tenaga kerja terlihat jelas pada tebu keprasan Tabel 15. Tabel 13. Biaya Usahatani Tananaman Tebu Keprasan Komponen Biaya Mitra Rp Non-mitra Rp Pupuk 1.813.857,83 1.558.149,00 Pestisida 246.608,00 21.596,24 Pengairan 372.072,63 737.051,79 Sewa 10.064.958,84 10.509.257,91 Pajak 109.014,87 171.955,24 Bunga 295.933,71 0,00 Biaya Tenaga Kerja  Persiapan dan Kepras 497.996,66 858.936,72  Gebros 352.524,16 639.017,01  Pengairan 265.868,35 283.957,76  Sulam 428.743,58 493.997,62  Pemupukan 1-3 251.638,95 338.662,33  Bumbun 1-2 702.999,15 1.376.730,27  Songkel 190.714,62 255.646,31  Pengendalian Gulma 326.430,87 279.720,28  Pengendalian Hama 163.605,63 347.115,38  Kletek 1-2 895.673,09 1.028.020,81  Gendel 117.826,42 408.333,33  Tebang Angkut 2.676.531,31 3.543.107,14 Total Biaya Tenaga Kerja 6.870.552,78 9.853.244,95 Total Biaya Keprasan 19.772.998,66 22.851.255,14 Perbedaan biaya terlihat jelas pada tebu keprasan, dimana sebagian besar usahatani tebu responden merupakan tebu keprasan 83,21 persen dari luas lahan total merupaka tebu keprasan. Responden petani mitra membayar 13 persen lebih murah dari non-mitra. Biaya tenaga kerja yang ditanggung responden petani mitra 30,3 persen lebih murah dari non-mitra. Biaya tenaga kerja berpengaruh karena berkontribusi sekitar 37 persen dari biaya total. Responden petani mitra meskipun lebih mudah mengakses pupuk bersubsidi namun biaya pupuk lebih tinggi daripada responden non-mitra karena responden non-mitra mengurangi dosis pupuk yang digunakan. Biaya pestisida responden mitra lebih tinggi karena responden non-mitra masih jarang yang menggunakan pestisida, dosis penggunaan pun lebih sedikit karena petani merasa khawatir akan efek samping pestisida tersebut pada tanaman tebu. Dari nilai RC masing-masing petani mitra dan non-mitra bisa didapatkan nilai varian kedua kelompok petani tersebut. Nilai varian dapat digunakan untuk melihat tingkat risiko yang ditanggung kedua kelompok tersebut. Nilai varian yang lebih besar mencerminkan tingkat risiko yang lebih besar karena rentang nilai RC lebih lebar, artinya bisa jadi relatif sangat tinggi atau relatif sangat rendah Gambar 14. Gambar 14. Varian Nilai RC Mitra dan Non-mitra Varian Mitra Non-mitra Varian RC atas Biaya Tunai 0,017 0,028 Varian RC atas Biaya Total 0,015 0,026 Baik nilai varian RC atas biaya total maupun varian RC atas biaya total petani mitra lebih rendah daripada non-mitra. Hal itu menggambarkan bahwa risiko yang ditanggung responden petani non-mitra lebih besar daripada mitra. Responden mitra menanggung risiko yang lebih kecil karena adanya jaminan modal serta bimbingan dalam pengelolaan usahataninya dari PG. Dengan demikian berdasarkan nilai varian RC, petani mitra menanggung risiko yang lebih kecil dibandingkan non-mitra. Pendapatan adalah balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Karena itu imbalan terhadap faktor- faktor produksi tersebut dapat dianalisis. Imbalan tersebut dapat dibandingkan antara usahatani mitra dan non-mitra sehinga diketahui mana yang lebih menguntungkan Tabel 14. Tabel 15. Imbalan kepada Seluruh Modal, Modal Petani, dan Tenaga Kerja Sendiri Imbalan kepada: Mitra Non-mitra Seluruh Modal 36,8 24,3 Modal Petani 32,3 24,3 Tenaga Kerja Sendiri Rp 226.133 95.133 Imbalan kepada seluruh modal return to capital pada responden mitra 36,8 persen per musim tanam sekitar satu tahun. Artinya seluruh modal yang ditanamkan untuk membiayai usahatani tebu pada responden mitra akan menghasilkan imbalan senilai 36,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani tersebut merupakan lahan investasi yang menarik karena mampu memberikan imbalan yang lebih tinggi dari tingkat suku bunga bank. Imbalan kepada seluruh modal pada responden non-mitra sebesar 24,3 persen, masih lebih tinggi dari suku bunga bank. Berdasarkan nilai imbalan kepada seluruh modal, mitra lebih menguntungkan dibanding non-mitra. Imbalan kepada modal petani return to farm equity capital pada responden mitra dan non-mitra masing-masing 32,3 persen dan 24,3 persen terhadap modal total. Hal ini mengindikasikan jika petani memiliki modal sebaiknya diinvestasikan pada usahatani tebu daripada ditabung atau didepositokan di bank karena imbalannya lebih tinggi daripada suku bunga bank. Imbalan kepada modal responden mitra masih lebih tinggi daipada non-mitra. Berdasarkan nilai imbalan kepada modal petani, mitra lebih menguntungkan dibanding non-mitra. Imbalan kepada tenaga kerja sendiri responden mitra Rp 226.133,00 per hari orang kerja. Nilai tersebut lebih tinggi 238 persen daripada imbalan kepada tenaga kerja sendiri responden non-mitra yang bernilai Rp 95.133,00 per hari orang kerja. Namun keduanya masih lebih tinggi dibanding upah rata-rata upah pekerja di daerah tersebut yakni Rp 22.100,00 per hari orang kerja. Hal ini sesuai dengan apa yang sudah dilakukan petani yaitu membayar tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan di usahataninya alih-alih mengerjakannya sendiri, petani berfungsi seperti manajer pada usahataninya. Berdasarkan imbalan kepada tenaga kerja sendiri, mitra lebih menguntungkan daripada non-mitra.

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI TEBU DI KECAMATAN TRANGKIL