Biaya Usahatani Tebu ANALISIS USAHATANI TEBU DI KECAMATAN TRANGKIL

VI. ANALISIS USAHATANI TEBU DI KECAMATAN TRANGKIL

Komponen analisis usahatani terdiri dari tiga variabel yaitu penerimaan, biaya, dan pendapatan. Hal ini juga berlaku pada usahatani tebu sehingga dilakukan variabel penerimaan, biaya, dan pendapatan tersebut dapat diukur. Pengukuran dilakukan dengan menghitung berapa rupiah yang diterimadikeluarkan petani tebu melalui wawancara dengan petani dan manajemen PG.

6.1. Biaya Usahatani Tebu

Biaya usahatani adalah korbanan yang dicurahkan selama proses produksi. Biaya usahatani adalah korbanan yang dicurahkan selama proses produksi yang semula berbentuk fisik kemudian diberikan nilai rupiah Hernanto, 1989. Suharjo dan Patong 1973 membagi biaya usahatani menjadi tiga menurut sifatnya yaitu biaya tetap dan variabel, biaya yang dibayarkan tunai dan yang tidak dibayarkan diperhitungkan, serta biaya langsung dan tidak langsung. Dalam penelitian ini, biaya dikelompokan menurut jenis yang kedua yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Dalam penelitian ini biaya-biaya berikut hanya muncul biaya tunai karena sebagian besar petani tebu yang melakukan penanaman tebu baru menggunakan traktor dengan cara sewa 89,5 persen responden, alat-alat yang kecil misalnya cangkul, sabit, dan lempak dimiliki oleh pekerja, bibit diperoleh dengan dibeli 68,4 persen responden, dan hampir seluruh responden 91,2 persen tidak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Biaya usahatani tebu dalam penelitian yaitu biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat tanaman, biaya pengairan, biaya sewa lahan, biaya pajak lahan, biaya bunga pinjaman, dan biaya tenaga kerja. Biaya bibit dan pupuk sudah termasuk ongkos angkut. Biaya yang diperhitungkan yaitu penggunaan biaya tenaga kerja sendiri, yaitu pengawasan yang dilakukan petani terhadap perawatan tebu. Gambaran biaya diuraikan sebagai berikut: 1. Biaya Bibit Dalam penelitian ini biaya bibit digolongkan menjadi biaya tunai karena 68,4 persen responden petani yang menanam tanaman tebu membeli bibit tersebut. Bibit dibeli dari PG atau dari petani lain. Petani yang tidak membeli bibit biayanya dihitung dengan harga jual bibit yang digunakan pada saat tanam. Rata- rata penggunaan bibit sekitar 126,4 ku per ha dengan kisaran nilai terendah 70 ku per ha hingga nilai tertinggi 150 ku per ha. Harga bibit rata-rata Rp 29.447,36 per ku dengan harga terendah Rp 22.000,00 per ku dan harga tertinggi Rp 40.000,00 per ku. 2. Biaya Pupuk Pupuk utama yang digunakan responden yaitu campuran pupuk ZA dan Phonska. Seluruh pupuk ZA dan Phonska tersebut diperoleh dengan pembelian sehingga biaya pupuk digolongkan dalam biaya tunai. Rata-rata penggunaan pupuk oleh responden petani mitra yaitu ZA sekitar 6 ku dan Phonska sekitar 5,5 ku. Petani tebu mitra memperoleh ZA dan Phonska bersubsidi melalui APTRI dengan harga ZA Rp 105.000,00 per ku dan Phonska Rp 175.000,00 per ku. Responden petani non-mitra mendapatkan pupuk ZA dan Phonska melalui toko- toko pertanian atau membeli kelebihan pupuk dari petani mitra dengan rata-rata harga ZA Rp 148.750,00 per ku dan Phonska 186.000,00 per ku. Karena itu responden petani non-mitra memperbanyak penggunaan ZA hingga penggunaan ZA rata-rata 7,1 ku per ha serta mengurangi penggunaan Phonska hingga rata-rata penggunaan Phonska 2,5 ku per ha. Pupuk alami digunakan pada tanaman baru. Responden petani yang menanam tebu baru 47 persen diantaranya menggunakan pupuk alami. Pupuk alami diaplikasikan pada lahan milik atau lahan sewa yang durasinya dua tahun atau lebih karena pupuk alami dampaknya tidak terlihat secara langsung tetapi dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah sehingga sayang jika digunakan pada lahan sewa setahun. Pupuk alami yang digunakan responden yaitu kompos, pupuk kandang, dan blotong sisa kotoran nira tebu berupa abu hitam. Di daerah penelitian pupuk kandang tidak diperjualbelikan sehingga biayanya dihitung dari ongkos angkut dan bongkar muatnya. Sedangkan kompos dan blotong dibeli dengan harga sekitar Rp 20.000 per ku. Penggunaan pupuk alami rata-rata 21 ku per ha 3. Biaya Obat Tanaman Obat tanaman terdiri dari herbisida dan pestisida. herbisida yang digunakan responden antara lain amigras dan gramason. Pestisida yang digunakan antara lain roundup dan decis. Obat tanaman dibeli dari PG atau toko pertanian sehingga tergolong biaya tunai. Rata-rata biaya obat tanaman Rp 336.230,97 per ha. 4. Biaya Pengairan Selain mengandalkan air hujan, responden juga mengeluarkan biaya untuk mengairi lahan dengan memompa air dari sumur bor serta membayar iuran irigasi bagi yang lahannya memiliki saluran irigasi. Karena itu biaya pengairan termasuk biaya tunai. Biaya pengairan dengan pompa air dihitung dari biaya sewa pompa dan penggunanaan bahan bakar. Rata-rata biaya pengairan pada responden petani mitra Rp 264.226,71 per ha. Rata-rata biaya pengairan responden non-mitra Rp 268.268,45 per ha. 5. Biaya Sewa Lahan Sebagian besar lahan responden yaitu 72,1 persen merupakan lahan sewa. Karena itu biaya sewa lahan digolongkan menjadi biaya tunai. Biaya sewa lahan milik dihitung dengan menanyakan berapa harga sewa lahan tersebut jika disewakan pada musim tanam 2008-2009. Biaya sewa rata-rata Rp 10.063.715,00 per ha per tahun. 6. Biaya Pajak Lahan Pajak lahan tergolong biaya tunai karena 94,1 persen responden membayar pajak lahan. Sisanya 5,9 persen dibayarkan oleh pemilik yang menyewakan lahan. Biaya pajak lahan rata-rata Rp 115.540,56 per ha per tahun. 7. Biaya Bunga Pinjaman Petani mitra mengeluarkan uang untuk membayar bunga pinjaman sehingga biaya bunga tergolong biaya tunai. Rata-rata biaya bunga yang ditanggung responden petani mitra Rp 282.129,37 per ha. Petani non-mitra tidak ada yang mengakses kredit sehingga tidak menanggung biaya bunga. 8. Biaya Tenaga Kerja Responden yang menggunakan tenaga kerja dalam keluarga hanya 8,8 persen. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga tersebut hanya 6,3 persen dari total biaya tenaga kerja. Karena itu biaya tenaga kerja digolongkan dalam biaya tunai. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga diperhitungkan sesuai tingkat upah pada saat aktivitas dilakukan. Rata-rata biaya tenaga kerja tanaman tebu baru Rp 8.743.161,00 per ha. Rata-rata biaya tenaga kerja tebu keprasan Rp 6.443.322,00 per ha.

6.2. Penerimaan