Kekritisan Kualitas Air Analisis Data Sekunder

644,37 m dpl, di Cirata + 221,36 m dpl dan bila di Jatiluhur mengeluarkan debit 400 m 3 detik, maka TMA maksimum di Juanda +108,34 m dpl. d. Simulasi coba dilakukan juga dengan memanfaatkan tampungan banjir diwaduk Cirata, TMA di Cirata akan mencapai elevasi + 222,44 m dpl, sehingga waduk Jatiluhur cukup mengeluarkan debit 200 m 3 detik sehingga TMA maksimum di Jatiluhur hanya mencapai + 108,70 m dpl yang berarti masih berjarak 1,3 m dari spillway Ubrug. Hal ini dapat menurunkan beban banjir di hilir waduk Jatiluhur. Hasil simulasi untuk berbagai skenario yang dilakukan untuk berbagai pola pengeluaran outflow dari ketiga waduk dapat dilihat pada Gambar 40 sd Gambar 42 ini adalah kondisi inflow, outflow dan fluktuasi muka air di ketiga waduk pada saat kondisi muka air banjir dimana kondisi muka air di ketiga waduk sangat berfluktuasi untuk suatu periode waktu yang relatif singkat . Gambar 40 TMA maksimum di waduk Saguling dengan menahan TMA + 644 m dpl Gambar 41 TMA maksimum di waduk Cirata dengan menahan TMA + 222 m dpl Operasi Waduk Saguling pd Bulan Maret 100 200 300 400 500 600 700 26 27 28 29 30 31 1 2 3 4 Ta ngga l Q m 3s 642,00 642,50 643,00 643,50 644,00 644,50

T. M.

A m Inflow Outflow T.M.A MAN Operasi Waduk Cirata pd Bulan Maret 100 200 300 400 500 600 700 800 26 27 28 29 30 31 1 2 3 4 Ta ngga l Q m 3 s 218,00 218,50 219,00 219,50 220,00 220,50 221,00 221,50 222,00 222,50 223,00

T. M

.A m m Inflow Outflow T.M.A MAN Gambar 42 TMA maksimum di waduk Jatiluhur dengan outflow debit 200 m 3 detik Kondisi ketiga waduk yang sangat berfluktuasi seperti ini sulit dapat dihindari jika tidak tersedia kerjasama dan koordinasi diantara para operator serta keinginan bersama mengamankan kepentingan masyarakat. Untuk mengurangi kegagalan karena kesalahan dalam pengoperasian maka sistem informasi tepat waktu dan terintegrasi antara ketiga waduk serta informasi kondisi muka air dimasing-masing waduk secara tepat waktu perlu disiapkan. Perencanaan Jaringan telemetri pada DAS di Citarum hulu dan di waduk Cirata serta di hilir waduk Jatiluhur sangat diperlukan untuk menunjang optimalisasi pola operasi waduk. Skenario Kekurangan Pasokan Air Periode Januari – April 2011 Sesuai dengan standard operation procedure SOP yang ada, telah disepakati pola operasi dan perencanaan cadangan air yang dilakukan secara berkala tiap tahun oleh para operator tiga waduk PT. Indonesia Power, PT. Pembangkit Jawa Bali, dan Perum Jasa Tirta II. Pada tahun 2011 telah disepakati pola operasi ketiga bendungan mulai dari bulan Januari sampai Desember. Namun, kondisi inflow yang terjadi pada ketiga waduk berbeda dengan inflow prediksi maka fluktuasi muka air waduk tidak sesuai dengan yang diharapkan. Operator ketiga waduk perlu melakukan kaji ulang pola pengeluaran outflownya untuk bulan Februari, Maret dan April. Dengan perubahan pola outflow ini terlihat fluktuasi muka air waduk Saguling dan Cirata kembali ke elevasi sesuai pola operasi. Namun pada waduk Jatiluhur pola outflow tetap melebihi dari inflow yang masuk ke waduk sehingga muka air waduk jatiluhur tetap mengalami penurunan dan belum kembali ke elevasi pola operasi rencana. Kekurangan pasokan air yang Operasi Waduk Jatiluhur pd Bulan Maret 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1.000 26 27 28 29 30 1 2 3 4 5 Ta ngga l Q m 3s 106,00 106,50 107,00 107,50 108,00 108,50 109,00 T.M .A m Inflow Outflow T.M.A MAN terjadi di ketiga bendungan yang ada merupakan pelajaran yang cukup baik dalam upaya perbaikan sistem pengelolaan pada masa-masa yang akan datang. Selain evaluasi karena kurangnya curah hujan yang terjadi yang berakibat pada kurangnya inflow ke waduk, dilakukan juga evaluasi terhadap sistem pengaturan air di masing-masing bendungan, mulai bulan Januari sampai April 2011. Dari analisis yang telah dilakukan dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Pada bulan Januari waduk Saguling dan Cirata mengeluarkan air lebih besar dari rencana pengeluaran, sementara air yang masuk lebih kecil dari prediksi inflow. Besarnya debit yang dikeluarkan oleh waduk Cirata membuat air yang masuk ke waduk Jatiluhur menjadi lebih besar dari debit rencana, sehingga waduk Jatiluhur juga harus mengeluarkan debit yang lebih besar untuk menjaga sistem operasi sesuai rencana. Akibat dari pengeluaran debit yang melebihi debit rencana di waduk Saguling dan Cirata, maka elevasi muka air pada kedua waduk tersebut pada akhir bulan Januari mengalami kekurangan air yang cukup besar. 2. Mulai bulan Februari sampai April, dua waduk di hulu melakukan penahanan air dengan memperkecil debit air yang dikeluarkan. Hal ini dilakukan untuk mengisi kekurangan air akibat pemakaian pada bulan Januari. Dengan pola pengeluaran tersebut waduk Saguling dan Cirata berhasil menambah cadangan air mendekati pola operasi perencanaan awal, namun akibat penahanan tersebut, debit yang masuk ke waduk Jatiluhur menjadi lebih kecil sementara pengeluaran air Jatiluhur tetap besar sesuai kebutuhan hilir. Maka sampai dengan bulan April elevasi muka air pada waduk Jatiluhur masih belum dapat kembali ke pola operasi rencana. Kajian ini dapat dilihat pada Gambar 43, Gambar 44 dan Gambar 45.