Ruzardi. 2007. Analisis : Ketahanan Air Nasional. http:www.merauke.go.id. [24 November 2008].
Saaty, TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Terjemahan. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
Sarwan S. 2009. Menengok Sejarah Pembentukan Lembaga Pengelola Sumber Daya Air Wilayah Sungai atau River Basin Organization RBO. Media
informasi SDA: AIRedisi Agustus-September 2009. hal. 18 – 24.
Scott, R. 2008, Institutions and Organizations, Idea and Interest. Los Angeles: Sage Publications.
Senanayake R 1991. Sustainable Agriculture: Definition and Parameters for Measurement. Journal of Sustainable Agriculture: 1 1-4.
Senge P. 1990. The Fifth Discipline: The Art and Practice of the learning Organization. London: Century.
Sjarief R. 2010. Multi Leve Basin Management. Jakarta Soegandhy, A dan R. Hakim. 2007. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan
Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Sofyar, CF. 2004. Pengembangan Kebijakan Usaha Kecil yang Berbasis
Produksi Bersih [disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana., Institut Pertanian Bogor.
Srdjevic B, Medeiros YDP, Faria AS. 2003. An Objective Multi-Criteria Evaluation of Water Management Scenarios. Water Resources
Management 18: 35
–54, 2004. © 2004 Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands.
Stock. 1994. A Frame Work for Evaluating The Sustainability of Agricultural Production Systems. American Journal of Alternative Agriculture: 9, 10-
20. Tasrif. 2006. Analisis Kebijakan Menggunakan Model System Dynamic, 2006.
Thamrin. 2009. Model Pengembangan Kawasan Agropolitan Secara Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat
– Malaysia Studi Kasus Kecamatan Dekat Perbatasan di Kabupaten Bengkayang
[disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tisdell, C. 1986. Economic Indicators to Access The Sustainability of
Conservation Farming Projects: An Evaluation Agriculture. Ecosystems and Environments : 57, 1-7.
Tjondronegoro. 1984. Teori Kelembagaan. Penerbit Pustaka. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Undang-Undang Nomor 26Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Walker and Reuter. 1996. Challenges in The Development and Use of Ecological Indicators: 1, 1-5.
World Bank 1993. Water Resources Management: A World Bank Policy Papper. Washington, DC.
Wright, G dan Soendjaja, S. 2007. Diagnostic Report for Balai Besar Wilayah Sungai Citarum BBWS. Kementrian Pekerjaan Umum. Jakarta.
Xu ZX, Chen YN, Li JY. 2004. Impact of Climate Change on Water Resources in the Tarim River Basin. Water Resources Management 18: 439
–458, 2004.Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands.
Yusuf I. 2010. Fakta Lingkungan Keairan Sungai Citarum.[Laporan Teknis]. Pusat Litbang Sumber Daya Air. Bandung.
Zaag P van der. 2007. Asymmetry and Equity in Water Resources Management; Critical Institutional Issues for Southern Africa. Water Resources
Management 2007 21:1993 –2004. DOI 10.1007s11269-006-9124-1
DAFTAR SINGKATAN
AHP : Analytical Hierarchy Process
BBWS : Balai Besar Wilayah Sungai
BJ-PSDA : Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air BPDAS : Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
BPS : Badan Pusat Statistik
BPSDA : Balai Pengelolaan Sumber Daya AIr BUMN
: Kementrian Negara Badan Usaha Milik Negara BWS
: Balai Wilayah Sungai DAS
: Daerah Aliran Sungai EP
: Eksploitasi dan Pemeliharaan FDG
: Focus Group Discussion ISM
: Interpretative Structural Modelling OP
: Operasi dan Pemeliharaan PAD
: Pendapatan Asli Daerah Pemda
: Pemerintah Daerah Permen
: Peraturan Menteri PIAJB
: Proyek Irigasi Andalan Jawa Barat PIPWS
: Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai PJT
: Perum Jasa Tirta PLN
: Perusahaan Listrik Negara POJ
: Perum Otorita Jatiluhur PPTPA : Panitia Pelaksana Tata Pengaturan Air
PTPA : Panitia Tata Pengaturan Air
PU : Kementrian Pekerjaan Umum
RBO : River Basin Organization
SDA : Sumberdaya Air
SDAWS : Sumberdaya Air Wilayah Sungai SWS
: Satuan Wilayah Sungai UPT
: Unit Pelaksana Teknis WS
: Wilayah Sungai
DAFTAR ISTILAH
ISTILAH KETERANGAN
Sumber daya air air, sumber air, dan daya air yang terkandung didalamnya.
Air semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada
di darat.
Air permukaan semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
Air tanah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan
dibawah permukaan tanah. Sumber air
tempat atau wadah air alami danatau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan
tanah.
Daya air potensi yang terkandung dalam air danatau pada sumber
air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta
lingkungannya.
Pengelolaan sumber daya air
upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya
air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Pola pengelolaan sumber daya air
kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber
daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Rencana pengelolaan sumber daya air
hasil perencanaan secara menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pengelolaan sumber
daya air.
Wilayah sungai kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya airdalam satu
atau lebih daerah aliran sungai danatau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
Daerah aliran sungai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Cekungan air tanah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis,
tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah
berlangsung.
Hak guna air hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan
air untuk berbagai keperluan.
ISTILAH KETERANGAN
Hak guna pakai air hak untuk memperoleh dan memakai air.
Hak guna usaha air hak untuk memperoleh dan mengusahakan air.
Pemerintah daerah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain
sebagai badan eksekutif daerah. Pemerintah Pusat,
selanjutnya disebut Pemerintah
perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri.
Konservasi sumber daya air
upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada
waktu sekarang maupun yang akan datang.
Pendayagunaan sumber daya air
upaya penatagunaan,
penyediaan, penggunaan,
pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna.
Pengendalian daya rusak air
upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya
rusak air.
Daya rusak air daya air yang dapat merugikan kehidupan.
Perencanaan suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang
akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air.
Operasi kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta penyediaan air
dan sumber air untuk mengoptimalkan pemanfaatan prasarana sumber daya air.
Pemeliharaan kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana sumber
daya air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber air dan prasarana sumber daya air.
Prasarana sumber daya air
bangunan air beserta bangunan lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung
maupun tidak langsung.
Pengelola sumber daya air
institusi yang diberi wewenang untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya air.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kebijakan pengelolaan sumber daya air
Peraturan Perundangan Nomor
Tentang Undang-undang
41 Tahun 1999 Kehutanan
17 Tahun 2003 Keuangan Negara
1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara
7 Tahun 2004 Sumber Daya Air
32 Tahun 2004 Pemerintah Daerah
33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah 26 Tahun 2007
Penataan Ruang 32 Tahun 2009
Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup Peraturan Pemerintah
16 Tahun 2005 Pengembangan Sistem Penyediaan Air minum
55 Tahun 2005 Dana Perimbangan
20 Tahun 2006 Irigasi
26 Tahun 2007 Rencana Tata ruang Wilayah Nasional RTRWN
38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah daerah KabupatenKota
42 Tahun 2008 Pengelolaan SDA
43 Tahun 2008 Air tanah
37 Tahun 2010 Bendungan
38 Tahun 2011 Sungai
Peraturan Presiden 12 Tahun 2008
Dewan Sumber Daya Air 5 Tahun 2010
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional RPJMN Tahun 2010-2014
33 Tahun 2011 Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air
Keputusan Presiden 6 Tahun 2009
Pembentukan Dewan Sumber Daya Air Nasional 26 Tahun 2011
Penetapan Cekungan Air tanah Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum 11APRTM2006 Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai,membagi
Indonesia dibagi atas 133 wilayah sungai 18PRTM2007
Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
30PRTM2007 Pedoman Pengembangan dan Pengelolaan Sistem irigasi
31PRTM2007 Pedoman mengenai Komisi Irigasi
32PRTM2007 Pedoman Operasional dan Pemeliharaan Jaringa Irigasi
33PRTM2007 Pedoman Pemberdayaan P3AGP3AIP3A
11PRTM2008 Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Sumber
Daya Air Nasional 4PRTM2008
Pedoman Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA pada tingkat Provinsi, KabupatenKota dan
Wilayah Sungai 9PRTM2010
Pedoman Pengamanan Pantai 12PRTM2010
Pedoman Kerjasama Pengusahaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
21PRTM2010 Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Kementerian Pekerjaan Umum 6PRTM2011
Pedoman Penggunaan Sumber Daya Air
Peraturan Perundangan Nomor
Tentang Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum 390KPTSM2007 Penetapan Status Daerah Irigasi yang Pengelolaannya
Menjadi Wewenang dan Tanggungjawab Pemeerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah KabupatenKota
18KPTSM2009 Pedoman Pengalihan Alur Sungai danatau Pemanfaatan Ruas Bekas Sungai
Lampiran2 Prasarana pada DAS Citarum
BendunganSaguling
Ti pe UBI
Ti pe s e mi ba wa h ta na h
El e v. Punca k m 650,50
Di me ns i 32,5 x 104,4 x 42,5
Ja ga a n MAB m 5,50
Turbi n 4 bh, Francis vert
Ja ga a n MAN m 7,50
Ka pa s . Te rpa s a ng KW 4 x 178.800
Ti nggi terh. D. s unga i m 97,50
Ene r. Thn. 2,156 x 1000
Ti nggi terh. D. ga l . m 99,00
Ge ne ra tor 12 pa yung, AC 3 fa s e
Pa nj. Punca k m 301,40
Tra ns forma tor AC khus us di l ua r
Le ba r Punca k m 10,00
Vol. Tubuh m
3
27900000,00 Le re ng US
2,60 Le re ng DS
1,90
El e v. MAB m 645
El e v. MAN m 643
El e v. MAM m 623
Vol . -MAB 10
6
m
3
970 Vol . -MAN 10
6
m
3
875 Vol . - Ma ti 10
6
m
3
264 Vol -Eff 10
6
m
3
611 Da ta Be ndunga n
Da ta Pe mba ngki t Li s tri k
Da ta Wa duk
Potongan Melintang Bendungan Saguling
Lanjutan Lampiran2 Prasarana pada DAS Citarum
DenahBendunganSaguling
Lanjutan Lampiran2 Prasarana pada DAS Citarum
BendunganCirata
Ti pe UBM
El e v. MAB m + 223
El e v. Punca k m 225,00
El e v. MAN m + 220
Ja ga a n MAB m 2,00
El e v. MAM m + 205
Ja ga a n MAN m 5,00
Vol . -MAB 10
6
m
3
2.165.000 Ti nggi te rh. D. s unga i m 125,00
Vol . -MAN 10
6
m
3
2165 Ti nggi te rh. D. ga l . m
125,00 Vol . - Ma ti 10
6
m
3
177 Pa nj. Punca k m
453,00 Vol -Eff 10
6
m
3
796 Le ba r Punca k m
15,00 Vol . Tubuh m3
3900000,00 Le re ng US
1,60 Le re ng DS
1,60 Da ta Be ndunga n
Da ta Wa duk
TipikalPotonganMelintangBendunganCirata
Lanjutan Lampiran2 Prasarana pada DAS Citarum
DenahBendunganCirata
Lanjutan Lampiran2 Prasarana pada DAS Citarum
BendunganJatiluhur
Ti pe UBI
El e v. MAB m + 111,50
El e v. Punca k m 114,50
El e v. MAN m + 107,00
Ja ga a n MAB m 3,00
El e v. MAM m + 75,00
Ja ga a n MAN m 7,50
Vol . -MAB 10
6
m
3
2893,000 Ti nggi te rh. D. s unga i m 96,00
Vol . -MAN 10
6
m
3
2.556,00 Ti nggi te rh. D. ga l . m
105,00 Vol . - Ma ti 10
6
m
3
960,00 Pa nj. Punca k m
1,220,00 Vol -Eff 10
6
m
3
1.790,00 Le ba r Punca k m
10,00 Vol . Tubuh m3
9100000,00 Le re ng US
- Le re ng DS
- Da ta Be ndunga n
Da ta Wa duk
Salah Satu PenampangMelintangDenahBendunganJatiluhur
Lanjutan Lampiran 2 Prasarana pada DAS Citarum
Denah BendunganJatiluhur
Lampiran 3 Multi Dimensional Scaling MDS
Hasil Olahan Data Analisis Keberlanjutan Rap-Citarum
Lanjutan Lampiran 3 Multi Dimensional Scaling MDS
NO INDIKATOR 1
2 3
4 5
6 7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
MODUS DIMENSI KEBIJAKAN
1 PERATURAN SD AIR 1
1 1
1 1
1 1 1
1 1
1 2
2 2
2 2
1
2 KUALITAS PERATURAN 1
1 1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
3 KESAMAAN PERSEPSI 0 0
1 1
1 1
1 1
4 SOSIALISASI PERATURAN 1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
2 1
5 PEDOMAN TEKNIS ADA 1
1 1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
2 1
6 KONSISTENSI RTRW 0 0
1 1
7 HARMONISASI PERATURAN 0 0
1 1
1 1
1 1
1 8 ASPIRASI SEMUA PIHAK
0 1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
9 KETERSEDIAAN AIR 1
1 1
1 1 1
1 1
1 1
2 2
2 2
2 1
10 MEMADAINYA INFRASTRUKTUR 1
1 1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
11 OPERASIONAL PENGELOLAAN 1
1 1
1 1 1
1 1
1 1
1 1
2 2
2 1
12 JARINGAN AIR BAKU IRIGASI 1
1 1
1 1 1
1 1
1 1
1 2
2 2
1
13 TEKNOLOGI SD AIR 0 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
14 MEKANISME PENGOPERASIAN 1
1 1
1 1 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
15 POLA RENCANA WADUK ADA 1
1 1
1 1
1 1 1
1 1
1 1
2 2
2 2
1
16 SISTEM TELEMETRI TERSEDIA 1
1 1 1
1 1
1 1
1 1
2 2
1
DIMENSI SOSIAL BUDAYA 17 DAMPAK SOSIAL
0 1 1
1 1
1 1
1 1
1 2
1
18 TK KESEHATAN MASYARAKAT 1
1 1 1
1 1
1 1
1 1
1 2
1
19 TK KEMISKINAN DI HULU 0 0
1 1
1 1
1 1
1 20 KONFLIK SOSIAL BUDAYA
1 1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
21 PAHAM PERATURAN 0 0
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
22 LAPANGAN PEKERJAAN 0 1
1 1
1 1
1 1
1 2
2 1
23 BUDAYA HEMAT AIR 1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
24 KESADARAN MASYARAKAT 0 0
1 1
1 DIMENSI LINGKUNGAN
25 RATIO QMAXQMIN 0 0
1 1
26 TURUNNYA MUKA AIR TANAH 0 0
1 1
1 1
2 27 ALIH FUNGSI LAHAN
0 0 1
1 1
1 28 FREKUENSI LAMANYA BANJIR
0 0 1
1 1
1 1
1 29 PENCEMARAN DI WDK SAGULING
0 0 1
2 30 KUALITAS AIR SUNGAI
0 0 2
2 31 KEKERINGAN DI KWSN IRIGASI
1 1
1 1
1 1 1
1 1
1 1
2 2
2 2
1
32 PROSENTASE HUTAN DI CITARUM 0 0
1 1
1 DIMENSI KELEMBAGAAN
33 KERJASAMA INSTANSI 1
1 1
1 1 1
1 1
1 1
1 2
2 2
2 1
34 INSTITUSI YG TERLIBAT 1
1 1
1 1
1 1
1 2
2 2
2 2
2 2
2 1
35 KEEFEKTIFAN LEMBAGA 1
1 1
1 1 1
1 1
1 1
1 2
2 2
2 1
36 TUMPANG TINDIH TG JAWAB 0 0
1 1
1 1
1 37 HUBUNGAN KERJA INSTANSI
1 1
1 1 1
1 1
1 1
1 2
2 2
2 1
38 MASTER PLAN YG DISEPAKATI 0 0
1 1
1 1
1 1
1 1
39 POLA OPERASI YG DISEPAKATI 1
1 1
1 1 1
1 2
2 2
2 2
2 2
1
40 SOSIALISASI KELEMBAGAAN 0 0
1 1
1 1
1 1
1 2
DIMENSI EKONOMI 41 TK KESEJAHTERAANUPAH
1 1 1
1 1
1 1
1 1
1 2
2 1
42 NILI MANFAAT EKONOMI 1
1 1
1 1 1
1 1
2 2
2 2
2 2
1
43 COST RECOVERY DANA OPERASI 1
1 1 1
1 1
2 2
2 2
2 2
2 1
44 KESESUAIAN HARGA AIR 0 0
1 1
1 2
45 DAMPAK FINANSIAL DARI BANJIR 0 0
1 46 BIAYA WATER TREATMENT
0 0 2
47 BIAYA OPERASI POMPA AIR TANAH 0 0
1 1
1 48 JUMLAH PRODUKSI PADI
1 1
1 1 1
1 1
1 1
1 2
2 2
2 1
diurutkan dari terkecil sd terbesar
DIMENSI TEKNIS
Lanjutan Lampiran 3 Multi Dimensional Scaling MDS
ANALISIS MONTE CARLO DIMENSI KEBIJAKAN RAP- CITARUM Median with Error Bars showing 95 Confidence
of Median
100
37.53
-60 -40
-20 20
40 60
80
20 40
60 80
100 120
INDEKS KEBERLANJUTAN DIMENSI KEBIJAKAN RAP-CITARUM
Ot he
r D ist
ing ishi
ng Fe
ature s
ANALISIS MONTE CARLO DIMENSI TEKNIS RAP-CITARUM Median with Error Bars showing 95 Confidence of Median
100
63.45
-60 -40
-20 20
40 60
80
20 40
60 80
100 120
INDEKS KEBERLANJUTAN DIMENSI TEKNIS RAP-CITARUM
Ot he
r D ist
ing ishi
ng Fe
ature s
ANALISIS M ONTE CARLO DIM ENSI SOSIAL BUDAYA RAP-CITARUM
Median with Error Bars showing 95 Confidence of Median
50.36
-80 -60
-40 -20
20 40
60 80
20 40
60 80
100 120
INDEKS KEBERLANJUTAN DIMENSI SOSIAL BUDAYA RAP-CITARUM
Ot he
r D is
ting is
hi ng
Fe at
ure s
ANALISIS MONTE CARLO DIMENSI LINGKUNGAN RAP- CITARUM Median with Error Bars showing 95 Confidence
of Median
9.87
-60 -40
-20 20
40 60
80
20 40
60 80
100 120
INDEKS KEBERLANJUTAN DIMENSI LINGKUNGAN RAP-CITARUM
Ot he
r D ist
ing ishi
ng Fe
ature s
ANALISIS M ONTECARLO DIM ENSI KELEM BAGAAN RAP-CITARUM M e dian with Error Bars showing 95Confide nce of M e dian
48.31
-60 -40
-20 20
40 60
80
20 40
60 80
100 120
INDEKS KEBERLANJUTAN DIMENSI KELEMBAGAAN RAP-CITARUM
Ot he
r D ist
ing ishi
ng Fe
ature s
ANALISIS MONTE CARLO DIMENSI EKONOMI RAP-CITARUM Median with Error Bars showing 95 Confidence of Median
28.87
-60 -40
-20 20
40 60
80
20 40
60 80
100 120
INDEKS KEBERLANUTAN DIMENSI EKONOMI RAP-CITARUM
Ot he
r D ist
ing ishi
ng Fe
ature s
Lampiran 4 Hasil Kuesioner AHP
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
NAMA PAKAR BPSDA
PU PUSAT PAKAR
PLN PEM
KAB. PEM
PROV BBWS PJT II PJT I
PERGURUAN TINGGI
PAKAR LSM
TUJUAN PENINGKATAN NILAI MANFAAT
EKONOMI 0,01
0,03 0,17
0,20 0,16
0,09 0,18
0,08 0,05
0,087 0,11
0,04 PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
0,06 0,50
0,38 0,20
0,42 0,55
0,59 0,30
0,33 0,477
0,18 0,09
PEMULIHAN EKOSISTEM 0,08
0,31 0,27
0,20 0,04
0,15 0,09
0,27 0,33
0,224 0,12
0,29 MINIMALISASI BENCANA
0,41 0,08
0,06 0,20
0,06 0,18
0,09 0,32
0,20 0,181
0,14 0,29
MINIMALISASI KONFLIK 0,34
0,08 0,13
0,20 0,32
0,04 0,06
0,04 0,08
0,030 0,45
0,29 FAKTOR
KABIJAKAN PEMERINTAH 0,08
0,08 0,12
0,12 0,21
0,15 0,16
0,13 0,12
0,077 0,09
0,04 PENEGAKAN HUKUM
0,31 0,05
0,18 0,24
0,11 0,18
0,18 0,09
0,17 0,112
0,33 0,35
HUBUNGAN STAKEHOLDER 0,22
0,19 0,11
0,08 0,14
0,05 0,07
0,08 0,07
0,060 0,04
0,15 KETERSEDIAAN WADAH KOORDINASI
0,16 0,05
0,12 0,15
0,10 0,05
0,03 0,08
0,19 0,113
0,10 0,13
KELESTARIAN SUMBERDAYA AIR 0,12
0,18 0,19
0,21 0,22
0,31 0,29
0,38 0,24
0,156 0,30
0,16 PARTISIPASI MASYARAKAT
0,12 0,46
0,29 0,14
0,22 0,25
0,27 0,24
0,21 0,482
0,16 0,17
KINERJA KESESUAIAN MANDAT
0,16 0,04
0,12 0,15
0,33 0,25
0,26 0,08
0,08 0,058
0,10 0,28
EFEKTIFITAS 0,16
0,17 0,08
0,17 0,20
0,23 0,25
0,24 0,19
0,145 0,24
0,15 TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS
0,16 0,42
0,26 0,19
0,19 0,25
0,22 0,21
0,25 0,183
0,33 0,14
PENDANAAN 0,30
0,14 0,15
0,28 0,12
0,17 0,04
0,28 0,25
0,351 0,07
0,24 SDM
0,22 0,23
0,40 0,22
0,16 0,10
0,23 0,19
0,23 0,263
0,26 0,19
MODEL BBWS
0,36 0,15
0,20 0,27
0,47 0,32
0,31 0,14
0,15 0,373
0,10 0,20
PJT 0,28
0,74 0,60
0,66 0,39
0,58 0,47
0,72 0,75
0,438 0,46
0,57 BALAI PSDA
0,36 0,11
0,20 0,07
0,14 0,10
0,23 0,14
0,11 0,189
0,44 0,23
Lampiran 5 Diagram alir sistem dinamik
Lanjutan Lampiran 5 Diagram alir sistem dinamik
Lampiran 6 Persamaan model system dinamik pengelolaan SDA pada DAS Citarum
ABSTRACT
MOHAMAD HASAN. A Policy Model For Sustainable Water Resources Management Of Citarum River Basin.
Under the direction of ASEP SAPEI, M. YANUAR J. PURWANTO, AND SUKARDI.
The study is intended to analyze i the status of sustainability, ii prioritization on river basin organization and iii appropriate models for
sustainable development. The methods of the study are combination of soft and hard system methodology approach SSM and HSM. The SSM analysis was
based on questionaires of expert choice. For the goal i, the analysis was using descriptive analysis of secondary data on water quality, catchment area
degradation and land subsidence as well as Multi Dimensional Scaling MDS Model. For goal ii and iii, the analyze were using Analytical Herarchy Process
AHP and System Dynamic Model respectively. The results of the analyze indicate that the basin is not sustainable. The worst element is enviromental
condition. The result of AHP shows that the most prioritized institution to take the role of river basin organization is Perum Jasa Tirta model. The various
scenarios of coverage responsibility of PJT II was analyzed with an indicator on cost recovery. The most appropriate shape of PJT II seems to be scenario wherein
PJT II is responsible for only reservoir and conveyance infrastructure management. Finally, the recommendations of the study were focussed on three
models on institutions, management and financing to ensure the sustainability of the river basin development in the future. Strong recommendation is to establish
Coordination Body on Water Resources Management TK-PSDA at river basin level, as a central institution, having a vital role on coordination and integration
management.
Keyword : Water Resources, Integration, Policy, model, system.
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia yang terletak di daerah tropis merupakan negara dengan ketersediaan air yang cukup, namun secara alamiah Indonesia menghadapi krisis
dalam memenuhi kebutuhan air bersih karena distribusinya yang tidak merata sehingga air yang dapat disediakan tidak selalu sesuai dengan kebutuhan, baik
dalam jumlah maupun mutu. Menurut Bank Dunia 2006 dalam Ruzardi 2007 dari 230 juta penduduk Indonesia, hanya 108 juta penduduk atau sekitar 47 yang
memiliki akses air terhadap air bersih yang aman untuk dikonsumsi. Ini menunjukkan bahwa 53 penduduk Indonesia belum mendapatkan air bersih.
Padahal, menurut sumber yang sama 6 potensi air dunia atau 21 potensi air Asia terdapat di Indonesia Country Report, 2006. Sejalan dengan perkembangan
jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat terutama dalam dekade terakhir telah mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak
negatif terhadap kelestarian sumber daya air SDA dan meningkatnya daya rusak air. Krisis SDA telah terjadi pada beberapa wilayah di Indonesia. Pulau Jawa
misalnya, yang hanya memiliki ketersediaan air sebesar 6 dari total ketersediaan air Indonesia harus melayani penduduk lebih dari 55.
Sungai Citarum yang terletak di Propinsi Jawa Barat memiliki potensi SDA yang sangat strategis. Daerah irigasi Jatiluhur merupakan lahan sawah beririgasi
terluas di Indonesia dan lumbung padi nasional. Disamping itu, waduk Jatiluhur merupakan pemasok utama air baku untuk keperluan air minum DKI Jakarta.
Energi listrik yang dihasilkan melalui bendungan Saguling dan Cirata merupakan pembangkit listrik tenaga air PLTA yang paling penting di Indonesia. Namun
demikian, kelembagaan yang terlibat dalam pengelolaan SDA pada daerah aliran sungai DAS Citarum ini sangat rumit dengan ruang lingkup kewenangan yang
saling tumpang tindih dan tidak terkoordinasi. Akibatnya pengelolaan SDA yang seharusnya dilakukan secara terpadu pada kenyataannya menjadi fragmented.
Pengelolaan sungai dan prasarananya telah dikelola secara independen oleh berbagai lembaga pengelola baik oleh lembaga pemerintah Balai Pengelolaan
Sumber Daya Air dan Balai Besar Wilayah Sungai, semi pemerintah Perum Jasa
Tirta II, Perusahaan Listrik Negara dan Perusahaan Daerah Air Minum, swasta
Perusahaan Air Minum Palija dan Aerta dan persatuan petani pemakai air P3A.
Fragmentasi pengelolaan SDA telah menciptakan konflik kepentingan yang belum terselesaikan diantara berbagai stakeholders. Permasalahan kelembagaan
ini berakar dari berbedanya persepsi antara para stakeholders atas pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya air DAS Citarum. Undang-undang Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air beserta peraturan turunannya sebenarnya sudah menerapkan kaidah-kaidah pengelolaan SDA secara terpadu. Namun dalam
pelaksanaannya belum sepenuhnya difahami oleh seluruh stakeholders baik di tingkat pembuat kebijakan maupun ditingkat operasional. Kecenderungan
fragmentasi pengelolaan SDA semakin menguat dalam kerangka otonomi daerah. Pemda ingin mendapatkan kendali yang lebih kuat dalam pengelolaan SDA yang
berada dalam jurisdiksi wilayah administrasinya agar dapat memanfaatkan SDA yang lebih besar sebagai sumber pendapatan asli daerah PAD. Masing-masing
institusi merasa berhak melakukan pengelolaan sesuai dengan tujuan masing- masing. Akibatnya, terjadi tumpang tindih dalam tugas pokok, fungsi dan
kewenangan pengelolaannya. Dampak dari kerancuan kelembagaan ini secara langsung atau tidak
langsung dirasakan oleh masyarakat. Perubahan tata guna lahan akibat pertumbuhan penduduk telah menyebabkan menurunnya luas hutan dalam dua
dekade terakhir. Luas hutan pada awal dekade „90 masih diatas 30 telah turun dibawah 10 pada tahun 2010. Akibatnya, terjadi sedimentasi dan pendangkalan
pada badan sungai sehingga menurunnya kapasitas aliran sungai yang berdampak pada meningkatnya bencana banjir pada kawasan Bandung selatan. Prasarana di
sepanjang zona hulu dan tengah terdapat beberapa bangunan air dan tiga waduk besar Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Jumlah prasarana yang dimiliki dan
kapasitas waduk yang cukup besar mencapai tiga milyar meter kubik secara keseluruhan seharusnya pengelolaan sumber daya air dapat dikendalikan dengan
baik. Namun kenyataannya bencana banjir dan kekeringan di zona hilir masih sering terjadi. Kondisi kualitas air terus memburuk sejak 20 tahun terakhir. Akar
permasalahannya terutama disebabkan oleh beban pencemaran di zona hulu. Kadar BOD,COD serta koli tinja terus meningkat melewati standar baku mutu.
Kondisi air tanah pada DAS Citarum Hulu mengalami penurunan akibat pengambilan air tanah yang berlebihan over-pumping oleh industri. Penurunan
air tanah ini lebih lanjut menjadi penyebab terjadinya land subdidence yang cukup signifikan sehingga memperparah resiko genangan banjir.
Kondisi semacam ini akan dihadapi dalam praktek pengelolaan SDA pada sebagian besar daerah aliran sungai di Indonesia sehingga diperlukan penelitian
untuk merumuskan model kebijakan dalam pengelolaan SDA daerah aliran sungai DAS yang dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak secara
adil dan berkelanjutan. Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada pengelolaan sumber daya air permukaan, meskipun secara terbatas
menyinggung keterkaitannya dengan sumber daya lahan pada kawasan hulu khususnya dalam konteks tinjauan secara holistik.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian adalah merumuskan model kebijakan pengelolaan SDA pada DAS Citarum yang berkelanjutan dengan memperhatikan harmonisasi
aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Penelitian ini juga memiliki tujuan khusus untuk mendukung perumusan kebijakan, yaitu:
1. Menganalisis sejauh mana status keberlanjutan DAS Citarum ditinjau dari berbagai prespektif;
2. Menganalisis urutan prioritas dalam merumuskan sistem pengelolaan SDA pada DAS Citarum yang berkelanjutan berdasarkan tujuan, kinerja serta
alternatif lembaga pelaksananya; 3. Merumuskan model kebijakan pengelolaan SDA pada DAS Citarum yang
berkelanjutan dengan memperhatikan pemisahan fungsi publik – fungsi
ekonomi serta keseimbangan kewenangan pusat – daerah.
1.3 Kerangka Pemikiran
Saat ini pengelolaan SDA pada DAS Citarum sangat kompleks dengan banyaknya stakeholders yang terlibat di dalamnya Tabel 1. Selain itu, kerangka
otonomi daerah juga turut memperkuat berbagai masalah yang bisa menghambat pengelolaan alokasi SDA secara berkelanjutan. Permasalahan tersebut antara lain
adanya inkonsistensi perencanaan dan fragmentasi pengelolaan, yang juga
menyebabkan tidak terkelolanya unmanageable alokasi SDA pada DAS Citarum. Permasalahan ini menyebabkan makin kritisnya kondisi DAS Citarum
yang ditunjukkan antara lain dengan adanya bencana banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau, serta pencemaran limbah yang
semakin meningkat. Tabel 1 Instansi yang terlibat pada DAS Citarum
No Nama Lembaga
Jenis Lembaga Dasar Hukum
Peran Sumber
Dana
1 Perum Jasa Tirta PJT II
BUMN PP 0710
Operator Sendiri
Jasa Air 2
Balai Besar Wilayah Sungai BBWS
Pemerintah Pusat
PERMEN No. 26PRTM2006
Operator APBN
3 Balai Pendayagunaan
SDA BPSDA Pemda
Kabupaten PERDA No. 15
tahun 2000 Operator
APBD 4
PLN BUMN
PERMEN PLTA
Waduk Saguling dan Cirata
Sendiri Jasa
Listrik 5
BP - DAS Pemerintah
Pusat Konservasi
Wilayah Hulu Sungai APBN
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Secara global pengelolaan DAS telah mengalami perubahan paradigma dari
semula bersifat hydrocentric, yang memandang air sebagai sumber daya yang harus dieksploitasi secara maksimun, menjadi pengelolaan berwawasan
UU No. 072007 Sumber Daya Air
Fragmentasi Pengelolaan
Kondisi DAS Citarum
Stakeholders Tumpang Tindih
Kelembagaan Inkonsistensi
Perencanaan DAS
Pengelolaan SDA pada DAS Citarum Perubahan Paradigma
Pengelolaan SDA Global Kebijakan Otonomi
Daerah
Pembangunan Berkelanjutan
Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air
Kebijakan Kelembagaan Kebijakan Pendanaan
Kebijakan Manajemen
Model Pengelolaan SDA pada DAS Citarum
lingkungan. Dalam paradigm baru ini air dipandang sebagai bagian dari ekosistem, oleh karena itu pengelolaannya lebih mengedepankan pengelolaan
secara terpadu dan berkelanjutan. Keadaan ini telah mendorong ditetapkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang mendorong
pengelolaan SDA dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Namun demikian dalam operasionalisasi di lapangan masih terjadi kesenjangan.
Implementasi paradigma baru dilapangan bisa dilakukan dalam pengelolaan SDA pada DAS Citarum melalui penguatan berbagai aspek, terutama pada aspek
kelembagaan, manajemen dan pendanaan. Penguatan pada aspek kelembagaan diharapkan mampu meningkatkan
sinkronisasi dan memperjelas fungsi masing-masing instansi, serta membangun wadah dan mekanisme koordinasi yang efektif. Penguatan pada aspek manajemen
diharapkan mampu meningkatkan fokus pengelolaan pada tiga pilar utama yaitu berwawasan
lingkungan, berkeadilan
sosial dan
pendanaan yang
berkesinambungan. Penguatan pada aspek pendanaan diharapkan mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber pendanaan secara transparan dan akuntabel
sebagai pendukung pengelolaan SDA pada DAS Citarum secara terpadu dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan sistemik guna memperbaiki pengelolaan SDA pada DAS Citarum secara lebih holistik, terpadu dan efektif
agar mampu mendukung pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut dapat dilaksanakan bilamana kebijakan yang menjadi landasan operasional dalam
pengelolaan SDA ditata kembali dalam bentuk model kebijakan, yang mengatur aspek kelembagaan, manajemen dan pendanaan.
1.4 Perumusan Masalah
Perkembangan kawasan pada DAS Citarum dalam dua dekade terakhir tumbuh sangat pesat yang dimotori oleh pembangunan sektor industri 60
terhadap PDRB serta pembangunan permukiman dan pusat-pusat perniagaan. Pertumbuhan tersebut membutuhkan peningkatan pelayanan penyediaan yang
lebih layak dan terjamin. Namun penyediaan pelayanan sumber daya air oleh pemerintah tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan tersebut, sehingga
akibatnya telah terjadi kesenjangan gap antara kemampuan pelayanan dengan
harapan masyarakat. Kondisi ini terjadi pada penyediaan air baku untuk berbagai keperluan air minum, perkotaan dan industri. Akibatnya, para pengusaha
industri memilih memompa air tanah, sehingga pemanfaatan air tanah yang berlebihan over pumping sulit untuk dikendalikan. Permukaan air tanah
groundwater table menurun dengan cepat, tidak dapat diimbangi oleh proses imbuhan kembali secara alami natural recharge. Bahkan di beberapa tempat
terjadi penurunan permukaan tanah land subsidence yang sangat mengganggu lingkungan. Pembangunan yang tidak taat asas, dan pelaksanaan yang kurang
peduli rencana tata ruang, berdampak negatif pada kemampuan daya dukung lingkungan. Kondisi ini terutama terjadi di cekungan Bandung yang merupakan
bagian hulu sungai Citarum. Kondisi lain yang juga sangat mencemaskan adalah menurunnya kualitas air
dan sumber air. Sumber beban pencemar pada sungai Citarum berasal dari permukiman, industri dan pertanianpeternakanperikanan. Limbah padat maupun
cair dari permukiman merupakan pencemar utama. Kesadaran masyarakat yang belum tinggi menyebabkan mereka memanfaatkan potensi DAS Citarum sebagai
tempat membuang limbah rumah tangganya. Pada kota-kota besar seperti Bandung yang penduduknya sangat padat, banyak masyarakat yang bertempat
tinggal di tepi sungai. Hampir semua bantaran sungai telah menjadi permukiman yang sangat padat. Demikian pula industri di Citarum Hulu, belum semua
pengusaha mentaati standar limbah yang boleh dibuang ke badan air effluent standard. Pada saat ini, kecuali untuk beberapa industri, tidak ada instalasi
pengolahan air limbah IPAL di daerah tersebut. Kualitas air permukaan sangat rendah, sehingga terjadi peningkatan penyakit dan lain-lain.
Berubahnya tataguna lahan dalam dua dekade terakhir telah menyebabkan fungsi resapan daerah tangkapan menurun sehingga aliran permukaan run off
menjadi sangat besar. Dengan kapasitas daya tampung sungai yang tetap bahkan menurun akibat penyempitan maka dapat dipastikan dampaknya adalah bencana
banjir. Sebaliknya pada musim kemarau aliran dasar base flow menjadi sangat kecil yang menimbulkan kekeringan. Hal ini terjadi terutama akibat ulah manusia
human interference, antara lain masyarakat memanfaatkan kawasan hulu
menjadi lahan budidaya. Perlindungan terhadap daerah resapan dan upaya penegakan hukum yang tegas belum dapat dilaksanakan.
Dilain pihak, dalam dekade terakhir telah pula terjadi pergeseran cara pandang masyarakat, antara lain: 1 air tidak hanya mempunyai nilai sosial tetapi
juga memiliki nilai ekonomi; 2 pemerintah tidak lagi berperan sebagai penyedia provider tetapi menjadi pemberdaya enabler; 3 pembangunan prasarana tidak
hanya dilaksanakan oleh pemerintah tetapi dituntut peran serta masyarakat dan sektor swasta secara aktif; 4 kewenangan dan tanggung jawab pemerintahan
berubah dari sentralistrik ke arah desentralistik; dan 5 petani tidak hanya pemakai air tetapi menjadi pengelola air. Perubahan ini semakin memperbesar gap
antara tuntutan masyarakat dengan kinerja pelayanan dalam pengelolaan SDA. Dorongan ekonomi dari masyarakat kadangkala bertentangan dengan kebijakan
pemerintah untuk menciptakan lingkungan sungai yang bersih, sehingga seringkali menimbulkan bentrokan. Oleh karena itu permasalahan di DAS
Citarum menjadi lebih kompleks dan memerlukan perhatian yang khusus. Diperlukan usaha dan kerja keras dari setiap instansi untuk mewujudkan hal ini.
Beberapa instansi yang terlibat dalam pengelolaan SDA pada DAS Citarum berdasarkan hierarkinya dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Keterangan : : Garis Komando
: Garis Koordinasi
Gambar 2 Hierarki pengelolaan sumber daya air DAS Citarum
Kem. PU Ditjen SDA
BBWS Citarum PJT II
KemNeg. BUMN
Pem. Prov. Jabar
BPSDA Citarum
Wilayah Sungai Citarum Presiden
Kem. Dalam Negeri Dewan SDA
Nasional Kem. Kehutanan
BPDAS PLN
T in
g k
a t
D A
S T
in g
k a
t Pusa
t
Beberapa instansi dalam pengelolaan sumber daya air yang memiliki fungsi dan kepentingan sektoral sebagai kepanjangan tangan dari kementerian terkait.
Namun demikian, pada kenyataannya terdapat instansi yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang sama. Kondisi ini menimbulkan permasalahan pengelolaan yang
terfragmentasi, sektoral dan terjadinya konflik kepentingan. Terlebih-lebih, lemahnya koordinasi antar lembaga dan belum adanya master plan pengembangan
DAS Citarum menyebabkan pengelolaan SDA menjadi tidak efektif. Pada perspektif ini, ketidak-efektifan tersebut dapat diukur dari masih seringnya
kejadian bencana banjir, kekeringan, belum terpenuhinya kepentingan masyarakat dalam mengakses air untuk kebutuhan hidupnya serta menurunnya kondisi
lingkungan keairan. Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa permasalahan DAS Citarum
demikian kompleks sehingga perlu penanganan yang komprehensif dan holistik. Faktor kebijakan merupakan faktor kunci dalam memecahkan masalah ini.
Konsep kebijakan baru perlu dirumuskan, kebijakan tersebut harus fleksibel dan mampu menjawab terjadinya perubahan yang dinamis terhadap proses
pengambilan keputusan, proyeksi peningkatan jumlah penduduk, tata guna lahan
dan perubahan tingkat kebutuhan sosial masyarakat. 1.5
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengelolaan SDA dimasa yang akan datang. Manfaat penelitian secara lebih rinci adalah:
1. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pertimbangan dalam penataan kelembagaan pada pengelolaan SDA pada DAS Citarum yang meliputi: i
pemisahan fungsi yang jelas antar masing-masing instansi serta mekanisme kerja dan tata cara koordinasinya, ii prosedur operasionalisasi pengelolaan
SDA, iii skema pendanaan untuk setiap kegiatan. 2. Hasil penelitian dapat digunakan untuk memahami pentingnya pengelolaan
SDA secara holistik sehingga dapat memberikan peluang pada: i meningkatkan pelayanan ketersediaan air minum dan irigasi, ii memperbaiki
kesehatan lingkungan dan iii menurunkan resiko bencana banjir dan kekeringan.
3. Penelitian akan melengkapi kajian pengelolaan sumber daya air dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang menekankan pada pendekatan
kelembagaan yang berimbang antara pusat – daerah serta pemisahan fungsi
publik dan fungsi ekonomi atas air.
1.6 Kebaruan Novelty
Berkaitan dengan segi metode penelitian, kebaruan dalam penelitian ini adalah pendekatan kesisteman dengan memadukan beberapa teknik analisis, yaitu:
1 Pendekatan teknik multy dimensional scalling dengan Rap-Citarum Rapid Appraisal for Citarum yang mengintegrasikan dimensi kebijakan, kelembagaan,
teknik, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan; 2 Pendekatan proses hirarki analisis atau AHP analytical hierarchy process untuk menentukan prioritas
tujuan, kinerja serta kelembagaan pada pengelolaan SDA; serta 3 Penggunaan sistem dinamik untuk pemisahan fungsi publik dan fungsi ekonomi, kemudian
penggabungan atas ketiga teknik analisis tersebut dalam proses perumusan model kebijakan dalam pengelolaan SDA pada DAS Citarum yang terpadu dan
berkelanjutan.
Kebaruan dari segi hasil adalah dirumuskannya model kebijakan pengelolaan SDA pada DAS yang berbasis kelembagaan terpadu dengan
memperhatikan keseimbangan kewenangan Pusat – Daerah dan pemisahan
fungsi ekonomi dan fungsi publik yang jelas.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelolaan Sumber Daya Air
Air merupakan sumber daya alam yang strategis dan vital bagi kehidupan manusia dan pembangunan serta keberadaannya tidak dapat digantikan oleh
materi lainnya Dinar et al., 2005. Air dibutuhkan untuk menunjang berbagai sistem kehidupan, baik dalam lingkup atmosfir, litosfir dan biosfir. Hampir semua
kebutuhan hidup manusia membutuhkan air, baik untuk kebutuhan rumah tangga domestik, pertanian, industri dan kegiatan ekonomi lainnya Nittu, 2005. Air
sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami keberadaannya bersifat dinamis mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah
administrasi. Aliran air selain dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat lokal, juga dimanfaatkan oleh penduduk yang berada di wilayah hilirnya yang secara
administratif dan atau politik berbeda. Interaksi antara kawasan hulu sebagai zona resapan sumber air dan kawasan hilirnya dalam pemanfaatan air sangat erat,
sehingga upaya untuk mewujudkan pengelolaan air berkelanjutan menjadi tanggung-jawab semua wilayah di sepanjang daerah aliran sungai DAS tersebut
Karyana, 2007. Upaya perlindungan ekosistem kawasan sumber air yang umumnya berada
di bagian hulu DAS merupakan salah satu pilar penting dalam pengelolaan air berkelanjutan Edwarsyah, 2008. Kondisi ideal tersebut tidak mudah diwujudkan
karena adanya masalah-masalah dalam manajemen sumber daya air SDA. Masalah kelangkaan dan alokasi air lintas wilayah yang tidak merata telah
menjadikan air yang awalnya merupakan barang publik public goods bergeser menjadi komoditas ekonomi, alat politik dan bahkan sumber konflik lintas
wilayah Saiki, 2004. Sumber daya air SDA mempunyai sifat mengalir dan dinamis serta berinteraksi dengan sumber daya lain sehingga membentuk suatu
sistem Nuddin, 2007. Dengan demikian, pengelolaan SDA akan berdampak pada kondisi sumber daya lainnya dan sebaliknya. Pengelolaan SDA Terpadu
mengisyaratkan pengelolaan SDA yang utuh dari hulu sampai hilir dengan basis daerah aliran sungai dalam satu pola pengelolaan SDA tanpa dipengaruhi oleh
batas-batas wilayah administrasi yang dilaluinya Sjarief, 2009. Oleh karena itu,
agar pengelolaan berbagai sumber daya tersebut dapat menghasilkan manfaat bagi masyarakat secara optimal, maka diperlukan suatu acuan pengelolaan terpadu
antar lembaga dan antar wilayah serta berkelanjutan. Kompleksitas dan banyaknya pihak yang terlibat dan berkepntingan dalam
pengelolaan SDA dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah.
Gambar 3 Kompeksitas pengelolaan SDA Sumber daya air alamiah berada di dalam wilayah hidrologis yang disebut
daerah aliran sungai DAS. Ketersediaan SDA dalam setiap DAS sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan hidrogeologi setempat sehingga
mengakibatkan adanya DAS dengan ketersediaan air yang melimpah dan DAS yang sangat kekurangan air. Sumber daya air memiliki tiga fungsi yaitu fungsi
sosial, lingkungan hidup dan ekonomi. Mereka tidak berdiri sendiri-sendiri akan tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya
sehingga dapat dirumuskan bahwa SDA mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi. Hal ini konsisten dengan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan. Dimensi ekonomi antara lain berkaitan dengan upaya peningkatan
pertumbuhan ekonomi khususnya sektor industri yang memerlukan ketersediaan air baku, mengurangi kemiskinan serta mengubah pola produksi dan konsumsi
kearah yang seimbang. Dimensi sosial bersangkutan dengan upaya pemenuhan
kebutuhan air minum masyarakat, peningkatan kualitas hidup dan kesehatan
lingkungan keairan. Dimensi lingkungan meliputi upaya pengurangan dan
Departemen PU
Departemen Kehutanan
Swasta dan Masyarakat
Stakeholders lain Pemerintah Daerah
dan Pusat Departemen ESDM
SUMBERDAYA AIR
PERMUKAAN : SUNGAI
SUMBERDAYA LAHAN: Hutan
Catchement Area, Sawah
dan Industri IRIGASI
Kebutuhan Pertanian Lain
PLTA Kebutuhan industri
Kebutuhan Air Baku SUMBER AIR
MINUM
Eksploitasi Alih fungsi Lahn untuk investasi
dan peningkatan PAD
K ete
rh ub
un ga
n
su m
be rd
ay a
ai r
da n
la ha
n
Departemen PU
Departemen Kehutanan
Swasta dan Masyarakat
Stakeholders lain Pemerintah Daerah
dan Pusat Departemen ESDM
SUMBERDAYA AIR
PERMUKAAN : SUNGAI
SUMBERDAYA LAHAN: Hutan
Catchement Area, Sawah
dan Industri IRIGASI
Kebutuhan Pertanian Lain
PLTA Kebutuhan industri
Kebutuhan Air Baku SUMBER AIR
MINUM
Eksploitasi Alih fungsi Lahn untuk investasi
dan peningkatan PAD
K ete
rh ub
un ga
n
su m
be rd
ay a
ai r
da n
la ha
n
pencegahan terhadap polusi, pengolahan limbah serta konservasi. Pembangunan dalam pengelolaan SDA yang ditopang oleh ketiga aspek tersebut harus bersinergi
satu sama lain. Guna mencapai ketiga aspek diatas maka strategi pembangunan harus memenuhi persyaratan diantaranya sistem politik yang menjamin secara
efektif partisipasi masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan. Sistem ekonomi dan inovasi teknologi yang mampu menghasilkan manfaat secara
berkesinambungan. Sistem sosial yang menyediakan cara pemecahan secara efektif terhadap permasalahan yang timbul karena ketidakharmonisan dalam
pelaksanaan pembangunan. Sistem pengelolaan sumber daya air berkelanjutan sustainable water
resources management systems merupakan sistem pengelolaan SDA yang didesain dan dikelola serta berkontribusi penuh terhadap tujuan masyarakat sosial
dan ekonomi saat ini dan masa yang akan datang, dengan tetap mempertahankan kelestarian aspek ekologisnya Pasandaran, Zuliasri dan Sugiharto, 2002.
Pembangunan di bidang SDA pada dasarnya adalah upaya untuk memberikan akses secara adil kepada seluruh masyarakat untuk mendapatkan air agar mampu
berkehidupan yang sehat, bersih dan produktif Burke, 2006. Pasokan air untuk mendukung berjalannya pembangunan dan berbagai kebutuhan manusia perlu
dijamin kesinambungannya, terutama yang berkaitan dengan kuantitas dan kualitasnya sesuai dengan yang dibutuhkan Katiandagho, 2007.
Pola pengelolaan SDA merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi SDA,
pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai. Pengelolaannya disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan
sumber daya air pada wilayah administrasi yang bersangkutan. Pola pengelolaan SDA memuat tujuan dan dasar pertimbangannya, skenario kondisi wilayah sungai
pada masa yang akan datang, strategi pengelolaannya dan kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan SDA Sjarief, 2009. Penyusunan pola
pengelolaan perlu melibatkan seluas-luasnya peran masyarakat dan dunia usaha, baik koperasi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah maupun badan
usaha swasta. Sejalan dengan prinsip demokratis, masyarakat tidak hanya diberi peran dalam penyusunan pola pengelolaan SDA, tetapi berperan juga dalam proses
perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, pemantauan serta pengawasan atas pengelolaan SDA.
Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan rencana induk yang menjadi dasar bagi penyusunan program dan pelaksanaan kegiatan konservasi
sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air oleh setiap sektor dan wilayah administrasi. Rencana induk tersebut memuat
pokok-pokok program tersebut yang meliputi upaya fisik dan nonfisik, termasuk prakiraan kelayakan serta desain dasar upaya fisik. Rencana pengelolaan sumber
daya air merupakan salah satu unsur dalam penyusunan, peninjauan kembali dan atau penyempurnaan rencana tata ruang wilayah Sjarief, 2009.
Upaya mewujudkan asas keseimbangan dan asas keadilan dalam pengelolaan SDA, dapat dilakukan dengan menyatukan beberapa DAS dalam
satu wilayah pengelolaan yang disebut wilayah sungai. Hal ini dilakukan agar wilayah tersebut mampu mencukupi kebutuhan SDA bagi wilayahnya. Penyatuan
beberapa DAS kedalam wilayah sungai tetap mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi pengelolaannya. Namun demikian dalam perkembangannya pengelolaan
wilayah sungai semakin rumit dengan semakin banyaknya institusi yang terlibat dalam
dalam segmen-segmen
yang terpisah
mengikuti kewenangan
kementerianlembaga yang membentuknya. Secara umum, pengelolaan SDA pada daerah aliran sungai dapat
dikelompokan pada tiga pendekatan yang menekankan pada: 1 Konservasi; 2 Pengelolaan secara hidrologis; dan 3 Pengelolaan dalam perspektif otonomi
daerah. Menurut pendekatan yang pertama, pengelolaan sumber daya air
khususnya catchment area merupakan konservasi sumber daya hutan yang bertujuan menciptakan kondisi hidrologis tangkapan, pengaliran dan penggunaan
air sungai yang optimal. Pengelolaan menurut sistem pertama ini melibatkan berbagai kepentingan dan lintas pemerintahan, baik secara horizontal antar
pemerintahan setingkat maupun vertikal antar tingkatan pemerintahan. Menurut
pendekatan kedua, pengelolaan DAS harus dikelola melalui pendekatan
hidrologis. Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa sistem sumber daya air merupakan suatu sistem yang mencakup subsistem daerah tangkapan air
catchment area, subsistem jaringan sarana-prasarana dan subsistem penggunaan