menimbulkan dampak negatif yang merugikan. Jika potensi sungai yang ada tidak dikelola dengan baik, dikhawatirkan Sungai Citarum akan menjadi sumber
bencana yang dampak negatifnya semakin meningkat di masa mendatang.
4.3.3 Potensi Air Tanah
DAS Citarum secara geografis melalui 2 Cekungan Air Tanah CAT yaitu CAT Bandung-Soreang pada DAS Citarum Hulu dan CAT Karawang-Bekasi
pada DAS Citarum Tengah-Hilir. Untuk di CAT Bandung-Soreang yang secara geografis mempunyai batas-batas berhimpit dengan DAS Citarum secara umum
mempunyai potensi air tanahnya sebagai berikut:
Kelompok Akuifer Dangkal 40 m. Sistem akuifer dangkal dapat
terlihat pada singkapan batuan dan sumur gali penduduk kedalaman 1,2 – 22,5 m
dan kedalaman sumur bor 30 m. Tebal akuifer 1,2 – 30 m, muka air tanah 0,5 –
20,8 m dibawah muka tanah setempat, semakin dangkal di dataran sekitar S. Citarum, dan semakin dalam di lereng Utara, Timur, dan Selatan. Fluktuasi muka
air tanah di daerah dataran rendah dan kemiringan tinggi relatif tinggi. Arah aliran mengarah ke dataran mengitari S. Citarum.
Kelompok Akuifer Tengah 40-150 m. Kedudukan kelompok akuifer ini
di 35 – 100 m dibawah muka tanah setempat mbmt, posisi saringan 34,5 dan
69,5 mbmt, MAT 1,1 – 30 mbmt dan 34,5 – 69,5 mbmt di daerah pengambilan
intensif dengan debit sumur 10 Ldetik.
Kelompok Akuifer Dalam 150 m. Kelompok akufer dalam
mempunyai kedalaman 100 – 200 mbmt, bersifat tertekan, dengan posisi saringan
57 – 192 mbmt.
Gambar 15 CAT Bandung-Soreang DAS Citarum Hulu
UTARA
Sedangkan untuk wilayah DAS Citarum Tengah-Hilir termasuk pada CAT Karawang-Bekasi yang mempunyai potensi air tanahnya sebagai berikut:
Kelompok Akuifer Dangkal 40 m. Kelompok akuifer ini tersusun oleh
konglomerat, breksi, dan batupasir yang merupakan Formasi Citalang. Kedudukan satuan ini hampir sulit dipisahkan dengan lapisan-lapisan yang berada di
permukaan, Ketebalan minimum ketiga satuan ini secara keseluruhan mencapai 50 meter. Lapisan-lapisan batupasir dan konglomerat pada ketiga satuan ini
merupakan penyusun akuifer tidak tertekan bebas dan akuifer semi tertekan semi confined aquifer.
Kelompok Akuifer Tengah 40 – 140 m. Kelompok akuifer tengah
tersusun oleh batupasir dan batulempung dengan ketebalan bervariasi yang meruapakan Formasi Kaliwungu antara 40
– 100 m. Lapisan batupasir diperkirakan berfungsi sebagai akuifer yang produktif dengan jenis media pori.
Lapisan-lapisan batupasir ini merupakan penyusun utama lapisan akuifer tertekan. Bentuk akuifer tertekan confined aquifer ini menjemari dengan lapisan
batulempung yang berfungsi sebagai lapisan penekannya. Kedalaman bagian atas lapisan akuifer semakin dalam ke arah utara dan mencapai kedalaman 80 m di
bawah muka tanah setempat.
Kelompok Akuifer Dalam 140 m.
Kelompok akuifer initersusun oleh batulempung, batupasir, dan batupasir gampingan, diendapkan pada laut dangkal.
Formasi yang secara regional berpotensi sebagai akuifer dengan produktifitas rendah
– sedang.
4.4 Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan di sekitar DAS Citarum sangat berpengaruh terhadap keadaan di Sungai Citarum. Lingkungan DAS yang baik akan membawa dampak
positif terhadap Sungai Citarum. Sebaliknya, semakin rusak kondisi lingkungan akan membawa dampak pada potensi bencana di sekitar Sungai Citarum.
Beberapa hal yang akan ditinjau dalam bahasan ini antara lain: kondisi lingkungan hidrologi di DAS Citarum, kondisi infrastruktur di sepanjang Sungai Citarum,
kejadian banjir, degradasi lingkungan air tanah dan land subsidence, dan pencemaran sungai.
4.4.1 Kondisi Lingkungan Hidrologi DAS
Secara umum sistem lingkungan hidrologi di DAS Citarum dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistem hidrologi bagian hulu dari Gunung Wayang sampai
Bendungan Saguling dan sistem hidrologi bagian hilir dari Bendungan Saguling sampai muara. Sebagai sistem hidrologi, DAS bagian hulu pada umumnya
memiliki fungsi perlindungan, dan DAS bagian hilir memiliki fungsi pemanfaatan. Selain sebagai sistem hidrologi, DAS yang terdiri dari komponen-
komponen vegetasi, tanah, air dan sumber air, topografi, dan manusia, adalah merupakan suatu sistem ekologi yang sifatnya sangat kompleks. Kerusakan
lingkungan hidrologi DAS bagian hulu akan menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.
Berdasarkan hasil studi 6 Ci menyatakan bahwa 38,7 dari Wilayah Sungai Citarum adalah dalam kondisi kritis, terutamalingkungan hidrologi DAS
Citarum hulu. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh rusaknya kawasan hutan akibat penebangan liar dan adanya kegiatan pertanian rakyat yang tidak sesuai
dengan kaidah konservasi, serta berkembangnya daerah-daerah permukiman tanpa perencanaan yang baik. Kondisi ini mengakibatkan tingginya runoff, tingginya
tingkat erosi lahan, dan rawan tanah longsor. Indikasi kerusakan DAS Citarum, terutama di bagian hulu, juga terlihat dari kecenderungan perubahan perubahan
perilaku aliran air yang masuk ke Bendungan Saguling. Tingkat fluktuasi debit yang masuk Bendungan Saguling berdasarkan hasil observasi telah mengalami
peningkatan dari 3,4 pada tahun 1992 meningkat menjadi 7,4 pada tahun 2003 ICWRMP, 2006. Sedangkan laju erosi berdasarkan survey batimetri yang
dilakukan Indonesia Power di waduk Saguling, telah mencapai 8 Juta m
3
per tahun atau sekitar 60 tonhatahun. Sedimentasi yang tinggi di waduk dapat
memperpendek umur ekonomi waduk.
4.4.2 Kejadian Banjir
Banjir dan kekeringan adalah salah satu konsekuensi dari rusaknya lingkungan hidrologi DAS. Bencana banjir Bandung Selatan terjadi hampir setiap
tahun, pada dasarnya adalah karena meluapnya sungai Citarum pada saat banjir ke daerah permukiman dan atau tertahannya air banjir lokal yang tidak dapat masuk
ke Sungai Citarum. Secara teknis hidrolis, meluapnya banjir Sungai Citarum