Model Pendanaan Aplikasi Model Kebijakan

adalah kesejahteraan masyarakat, berarti ada keinginan yang kuat bahwa pengelolaan SDA dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan faktor yang paling dominan adalah kelestarian sumber air dan ukuran utama untuk mengukur kinerja adalah akuntabilitas dan transparansi . Variabel-variabel tersebut menjadi pertimbangan utama dalam merumuskan model konseptual kebijakan dalam pengelolaan SDA. 5. Model konseptual kebijakan didasarkan pada prinsip water governance yang demokratis, transparan dan akuntabel dengan pemisahan fungsi ekonomi yang ditangani PJT II dengan kaidah perusahaan dan fungsi publik yang menjadi tugas pemerintah. Berdasarkan hasil analisis model dinamik, ruanglingkup tanggung jawab PJT II harus dibatasi hanya meliputi pengelolaan i waduk dan ii prasarana utama pengatur air skenario 3 agar secara finansial PJT II bisa tetap sehat. 6. Komponen publik menjadi beban pemerintah dengan pendanaan dari APBN, dengan pengaturan: i pengelolaan sungai orde dua dan tiga diserahkan kepada BalaiPSDA propinsi Jawa Barat melalui mekanisme tugas pembantuan TP, ii pengelolaan irigasi diserahkan kepada pemerintah pusat, yang kemudian dapat diserahkan kepada kabupaten melalui TP-OP, iii pengelolaan badan sungai dan pembangunan prasarana tetap menjadi tanggung jawab BBWS, dan iv reboisasi kawasan hulu tetap tanggung jawab BP-DAS dengan dukungan partisipasi masyarakat dan swasta. 7. Model pengelolaan sumber daya air yang diusulkan meliputi model kelembagaan, model manajemen dan model pendanaan. Wadah koordinasi TK-PSDA pada tingkat wilayah sungai atau DAS perlu dibentuk dengan keanggotaan yang seimbang antara unsur pemerintah dan non pemerintah.TK-PSDA memiliki peran sentral pada fungsi koordinasi dan kebijakan operasional strategis yang meliputi pola danrencana pengelolaan SDA, perijinan alokasi air dan rencana tanam. Pengelolaan waduk Saguling dan Cirata yang menjadi aset PLN ditangani oleh unit Operation Center dengan standard operation procedure SOP yang jelas. 8. Implikasi dari penerapan model kebijakan ini,menurut simulasi model dinamikmenunjukkan hasil yang positif pada ketiga indikator dan dapat i meningkatkan kemampuan penyediaan air baku untuk air minum, ii meningkatkan kesehatan lingkungan, serta iii memperbaiki kondisi finansial PJT II melalui peningkatan revenue.

7.2 Saran

Perlu pengkajian lebih lanjut tentang a proyeksi pengembangan lahan berdasarkantren pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk, serta korelasinya terhadap proyeksi kebutuhan air dan beban pencemaran; b analisis BJ-PSDA berdasarkan perhitungan full cost recovery, atas seluruh biaya untuk pengelolaan SDA, sebagai dasar untuk penetapan tarif; c kajian keseimbangan input – output sedimen pada badan sungai guna penetapan batas maksimun galian – C yang diijinkan pada badan sungai, dan d perencanaan IPAL untuk perkotaan dan kawasan industri, serta analisis biaya pengelolaan IPAL untuk penetapan pollution fee. Peraturan perundangan yang menjadi landasan hukum pembentukan PJT II, BBWS Citarum dan Balai PSDA harus ditinjau kembali dengan penyesuaian ruang lingkup kewenangan masing-masing sesuai fungsinya, secara jelas dan tidak tumpang tindih. Untuk meningkatkan revenue PJT II agar bisa memenuhi cost recovery atas kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya perlu dilakukan peninjauan kembali atas peraturan-peraturan yang ada atau perumusan peraturan baru sebagai berikut: Kepmen PU No. 56KPTSM2010 dan 72KPTSM2011 tentang tarif air baku PJT II ke DKI dan Jawa Barat perlu ditinjau kembali sesuai dengan kajian BJ-PSDA. Surat Menteri ESDM No. 258136KEM.L2004 tentang penetapan harga jual PLTA Ir. H. Juanda kepada PLN agar ditinjau lagi dan disesuaikan dengan dinamika perkembangan ekonomi dan industri saat ini, sejalan dengan Undang-undang No. 302009 tenaga ketenagalistrikan. Merumuskan peraturan baru tentang BJ-PSDA untuk penggunaan tenaga listrik yang selama ini belum diberlakukan pada Waduk Saguling, Cirata dan Jatilluhur. Peraturan Daerah yang terkait dengan retribusi ijin pembuangan limbah cair perlu ditinjau kembali, kemudian sesuai dengan kewenangannya perlu menerbitan keputusan baru yang mengatur a penunjukkan PJT II sebagai pengelola IPAL yang berwenang menarik pungutan pollution fee, b penetapan tarif pollution fee, dan c effluent IPAL yang diijinkan untuk sungai diturunkan sesuai dengan baku mutu air sungai 3 mg BODL. Peraturan tentang pengelolaan galian C agar ditinjau lagi, kewenangan dalam pemberian ijin galian C pada badan sungai agar dilimpahkan kepada institusi pengelolaan sungai sesuai dengan kewenangannya. Diperlukan upaya bersama untuk reboisasi kawasan hulu yang merupakan sumber air bagi DAS Citarum, baik melalui program pemerintah maupun bantuan swasta serta partisipasi masyarakat. Upaya ini harus terintegrasi dengan RTRW Propinsi Jawa Barat dengan sasaran meningkatkan kawasan hutan di hulu minimum 30. DAFTAR PUSTAKA Abidin, H.Z., Andreas, H., Gumilar I, Wangsaatmaja S., Hukuda Y., dan Deguchi, T., 2009. Landsubsidence and Groundwater Extraction in Bandung Basin Indonesia. Workshop Inception Report of Upper Citarum Flood Management.Pusat Litbang SDA-Asian Development Bank. Adiprasetyo T. 2010. Rancang Bangun Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional Secara Berkelanjutan di Era Otonomi Daerah. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Alaert G, Moigne G le. 2003. Water Week: Integrated Water Management at River Basin Level: An Institutional Development Focus on River Basin Organizations, World Bank . Anwar. 2006. Peranan Kelembagaan Dalam Pemanfaatan Sumber Daya Lokal. Makalah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Barbier EB. 1987. The Concept of Sustainable Economic Development. Environment Conservation: 14, 1-6. Berger T, Birner R, Jos´e D´ıaz, McCarthy N, Wittmer H. 2006. Capturing the complexity of water uses and water users within a multi-agent framework. Water Resources Management 2007 21:129 –148. DOI 10.1007s11269-006-9045-z Blomquist W, Dinar A, Kemper K. 2005. Comparison Of Institutional Arrangements For River Basin Management In Eight Basins. Barrutia JM, Aguado I, Echebarria C. 2007. Networking for Local Agenda 21 Implementation: Learning from Experiences with Udaltalde and Udalsarea in The Basque Autonomous Community. Faculty of Economics and Business Administration. University of The Basque Country. Spain. Geoforum: 38, 33-48. Budiharsono S. 2005. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Budiharsono S. 2007. Peningkatan Ketahanan Pangan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal. Bappeda Kabupaten Bogor. Burke J. 2006. Impulses For Water Resource Planning and Institutional Reform in Indonesia, Towards an Effective Institutional Framework. Senior Water Policy Officer, NRLW, Land and Water Division. FAO. Rome. Italy. BPS. 2010. DKI Jakarta Dalam Angka.