16
2.3. Biaya
Lipsey et al. 1995, mendefinisikan biaya atau pengeluaran adalah nilai input yang dikeluarkan untuk memproduksi output. Biaya mencakup suatu
pengukuran nilai sumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas yang bertujuan mencari keuntungan. Berdasarkan volume
kegiatan, biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan
volume kegiatan Boediono 1998. Murtidjo 1999, menyatakan bahwa biaya-biaya dalam usaha ternak itik
antara lain: 1 biaya tetap, terdiri dari biaya tanah pajak usaha, pajak bumi dan bangunan, iuran koperasi, sewa, taksiran biaya penggunaan tanah milik sendiri,
biaya sarana produksi tahan lama kandang itik, peralatan kandang, kantor dan gudang, peralatan kantor dan gudang, ternak itik, biaya sarana produksi rutin
bulanan upah tenaga kerja, biaya listrik; dan 2 biaya tidak tetap, terdiri dari biaya jasa persentase upah jasa pemasaran produksi, biaya obat-obatan dan
vaksin, biaya makanan ternak dan biaya kerusakan produksi biaya kerusakan telur dan lain-lain.
2.4. Penerimaan
Samuelsen dan Nordhaus 1996, menyatakan bahwa penerimaan adalah harga dikalikan dengan kuantitas atau total hasil penjualan. Soekartawi et al.
1986, mendefinisikan penerimaan adalah : 1 penerimaan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk; dan 2 penerimaan kotor, yaitu produk total
usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual.
2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian mengenai studi kelayakan sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Namun jenis proyek yang diteliti berbeda. Andi
Crhistiawan 2002, melakukan penelitian mengenai analisis kemitraan dan kelayakan finansial usaha peternakan ayam potong peternak plasma PT. Mitra
Asih Abadi Purwokerto. Cakupan penelitian dalam analisis kelayakan usaha peternakan ayam potong secara finansial terbagi menjadi dua skala besar dan
skala kecil. Secara finansial usaha peternakan usaha ayam potong skala besar dan
17
skala kecil layak untuk diusahakan. Pada analisis finansial skala besar diperoleh nilai NPV sebesar 323.106 juta, Net BC 12,08 dan IRR 240,78 persen.
Sedangkan analisis finansial untuk skala kecil diperoleh NPV sebesar 38.079 juta, Net BC 3,49 dan IRR 75,03 persen. Hasil analisis payback period, usaha
peternakan ayam potong skala besar dapat mengembalikan biaya investasi dalam waktu lima bulan, sedangkan skala kecil dalam waktu dua tahun enam bulan.
Berdasarkan kriteria kelayakan tersebut, dimana NPV bernilai positif, Net BC lebih besar dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku 16,5
persen, maka secara finansial usaha peternakan ayam potong skala besar dan skala kecil layak untuk diusahakan.
Laeli Komalasari 2008, meneliti tentang Kelayakan Finansial Peternakan Ayam Broiler Terpadu. Penelitian ini adalah menganalisis kelayakan finansial
peternakan ayam broiler terpadu pada kapasitas 10.000 dan 25.000 ekor. Hasil analisis kelayakan finansial dan analisis switching value dapat disimpulkan bahwa
peternakan ayam broiler terpadu pada skala 10.000 ekor tidak layak diusahakan. Dengan meningkatkan skala usaha menjadi 25.000 ekor maka usaha menjadi
layak. Peningkatan nilai indikator kelayakan finansial dari 10.000 menjadi 25.000 ekor cukup besar. Artinya bila usaha peternakan ayam broiler dilakukan secara
integrasi dengan skala usaha yang relatif besar maka usaha semakin layak secara finansial dibandingkan bila usaha peternakan ayam broiler saja.
Hasil analisis kelayakan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 1.1481.498.164, Net BC lebih besar dari satu yaitu 1,59 dan IRR sebesar 30,60 persen. Jangka
waktu pengembalian investasi selama tiga tahun dua bulan 12 hari. Dari analisis kelayakan finansial maka peternakan ayam broiler terpadu merupakan model
terbaik untuk diterapkan, dan untuk usaha tersebut diperlukan modal awal sebesar Rp 2.854.611.767. Kombinasi usaha antara pabrik pakan dan peternakan ayam
broiler dengan kapasitas 25.000 ekor layak untuk diusahakan. Analisis switching value menunjukkan bahwa batas maksimum penurunan harga jual ayam broiler
yang dapat membuat usaha tetap layak sebesar 11,08 persen dan kenaikan harga DOC maksimal 62,73 persen.
Indriani Ikapertiwi Kusumawardani 2010, melakukan analisis kelayakan finansial usaha peternakan ayam broiler. Analisis data dilakukan dengan
18
menggunakan analisis kelayakan finansial Net Present Value, Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return dan Pay Back Periode serta analisis sensitivitas
terhadap perubahan tingkat harga, baik tingkat harga input maupun tingkat harga output. Hasil perhitungan kelayakan finansial pada peternakan X didapatkan
usaha peternakan X selama 10 tahun ke depan yaitu 2007 – 2017 menunjukkan
bahwa dengan menggunakan tingkat suku bunga deposito 7,00 persen maka didapatkan nilai NPV yang positif, yaitu sebesar Rp. 752.504.929,86. Nilai BCR
sebesar 1,04. Nilai IRR yang didapat dari hasil perhitungan adalah 27,58 persen dengan Pay Back Period tiga tahun delapan bulan. Berdasarkan kriteria
kelayakan, dimana NPV bernilai positif, BCR lebih dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka secara finansial usaha peternakan X
layak untuk dijalankan. Hasil sensitivitas menunjukkan bahwa usaha peternakan X rentan terhadap
perubahan harga. Hasil analisis switching value peningkatan harga DOC sampai dengan 28,71 persen masih dinyatakan layak dan akan menjadi tidak layak jika
kenaikan harga DOC lebih dari 28,71 persen, analisis switching value peningkatan harga pakan akan menjadikan usaha peternakan X tidak layak pada peningkatan
harga pakan lebih dari 10,31 persen dan analisis switching value penurunan harga jual ayam broiler lebih dari 4,40 persen akan menyebabkan usaha peternakan X
menjadi tidak layak dan mengalami kerugian. Mulatsih et al. 2010, melakukan penelitian mengenai intensifikasi usaha
peternakan itik petelur dalam rangka peningkatan pendapatan rumah tangga pinggir kota. Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
kelayakan usaha ternak itik secara intensif. Analisis keuntungan dilakukan pada dua kategori yaitu pemeliharaan mulai dari DOD kategori I dan pemeliharaan
mulai dari itik dara kategori II. Selama periode usaha 10 tahun dan dengan biaya investasi sebesar Rp 11.550.000,00 kategori I dan Rp 47.050.000,00 kategori
II, NPV yang diperoleh sebesar Rp 19.695.093,00 kategori I dan Rp 179.405.378,00 kategori II. Nilai Net BC pada kategori I sebesar 1,42 dan
kategori II sebesar 5,94. Nilai IRR pada periode yang sama kategori I sebesar 34,76 persen dan kategori II sebesar 159 persen. Nilai Payback period pada
kategori I selama dua tahun tujuh bulan dan kategori II selama 8 bulan. Secara
19
umum usaha peternakan itik tersebut layak untuk dilaksanakan dari aspek finansial. Penelitian Mulatsih et al. 2010 tidak meneliti mengenai aspek non
finansial dan analisis nilai pengganti. Penilitian yang dilakukan identik dengan penelitian yang dilakukan oleh
Indriani Ikapertiwi Kusumawardani 2010, mengenai analisis kelayakan finansial usaha peternakan ayam broiler. Namun peneliti juga meneliti tentang kelayakan
usaha dari aspek non finansial. Terdapat beberapa kesamaan dengan penelitian terdahulu dengan topik
kelayakan usaha ternak non itik misalnya ayam terutama dalam hal topik penelitian yakni kelayakan usaha ternak, mengambil kasus pada perusahaan
peternakan. Selain itu, persamaan penelitian analisis kelayakan usaha pembibitan itik Pada CV. Usaha Unggas dengan keempat penelitian sebelumnya adalah
adanya persamaan alat analisis untuk menentukan kelayakan non-finansial dan finansial. Alat analisis kelayakan finansial adalah NPV Net Present Value, IRR
Internal Rate of Return, Net BC Net Benefit-Cost Rasio dan PBP Payback Period. Untuk aspek nilai kelayakan non-finansial digunakan pembahasan dari
aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, serta aspek sosial dan lingkungan. Sedangkan perbedaan analisis kelayakan usaha pembibitan itik pada CV.
Usaha Unggas dengan kelima penelitian sebelumnya yaitu, pada penelitian ini, dianalisis mengenai kelayakan pembibitan itik yang bukan merupakan sebuah
proyek lagi, namun merupakan sebuah usaha yang telah dijalankan selama beberapa tahun yang berlokasi di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari,
Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jadi analisis kebekaan yang dilakukan pun dilakukan karena telah terdapat pengalanan akan perubahan harga
yang terjadi. Selain itu belum adanya penelitian terdahulu mengenai kelayakan usaha pada perusahaan ini. Dilihat dari waktu, tempat penelitian, dan
kompleksitas permasalahannya penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu.
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1.
Studi Kelayakan Bisnis
Bisnis adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu dan sekelompok orang organisasi yang menciptakan nilai create value melalui penciptaan
barang dan jasa create of good and service untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperoleh keuntungan melalui transaksi. Bisnis sebagai suatu
sistem yang memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan masyarakat bussinessis then simply a system that produces goods and service to
satisfy the needs of our society Huat 1990
4
. Menurut Brown dan Petrello 1976, bisnis ialah suatu lembaga yang
menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat
5
. Apabila kebutuhan masyarakat meningkat, maka lembaga bisnis pun akan meningkat pula
perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sambil memperoleh laba Business is an institution which produces goods and services demanded by
people. Griffin dan E bert 1996 mengatakan, “Business is an organization that
provides goods or services in order toearn provit ”
6
. Sejalan dengan definisi tersebut, aktifitas bisnis melalui penyediaan barang dan jasa bertujuan untuk
menghasilkan profit laba. Suatu perusahaan dikatakan menghasilkan laba apabila total penerimaan pada suatu periode Total Revenues lebih besar dari total
biaya Total Costs pada periode yang sama. Laba merupakan daya tarik utama untuk melakukan kegiatan bisnis, sehingga melalui laba pelaku bisnis dapat
mengembangkan skala usahanya untuk meningkatkan laba yang lebih besar. Setiap bisnis atau perusahaan berusaha mengolah bahan untuk dijadikan
produk yang diperlukan oleh konsumen produk dapat berupa barang atau jasa. Tujuan perusahaan membuat produk adalah untuk mendapatkan laba, yakni
imbalan yang diperoleh perusahaan dari penyediaan suatu produk bagi konsumen.
4
Novianto. 2009. Konsep dan Fungsi Bisnis. http:tris.staff.gunadarma.ac.id [Maret 2012]
5
Ahmad Buldani. 2010. Pengertian Bisnis. http:abuligious.blogspot.com [Februari 2012]
6
Novianto. 2009. Konsep dan Fungsi Bisnis. http:tris.staff.gunadarma.ac.id [Maret 2012]