Studi Kelayakan Usaha Pembibitan Itik (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk peternakan meningkat setiap tahunnya. Peternakan sebagai penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral sangat dibutuhkan seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi guna meningkatkan kualitas hidup. Salah satu produk yang dihasilkan dari peternakan adalah daging. Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap daging secara umum meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1 yang menunjukkan peningkatan konsumsi daging per kapita per tahun dari tahun 2009-2010. Hasilnya mengindikasikan bahwa pengembangan agribisnis sektor ini masih dibutuhkan. Terkait dengan ide pengembangan, studi kelayakan juga dibutuhkan pada subsektor ini, untuk menjamin bahwa pengembangannya sejalan dengan pertimbangan logis aktivitas usaha.
Tabel 1. Konsumsi Daging Segar per Kapita per Tahun Produk Peternakan 2009-2010
No Komoditi
Tahun (kg) R (%)
2009 2010 Non
Unggas
Unggas
1 Sapi 0,334 0,367 10
9,9
2 Kerbau 0,014 0,017 21
3 Kambing 0,025 0,024 -4
4 Babi 0,188 0,211 12
5 Ayam ras 3,050 3,514 15
15,7 6 Ayam
kampung
0,501 0,602
20 7 Unggas
lainnya
0,043 0,048
12 8 Daging
Lainnya
0,043 0,032
-26
Total 4,199 4,816
Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (diolah)
Secara nasional, perkembangan konsumsi berbagai jenis ternak menunjukkan peningkatan yang besar, terutama untuk ternak unggas.Berdasarkan Tabel 1 terlihat peningkatan secara signifikan terjadi pada konsumsi hewan
(2)
unggas yaitu lebih dari satu setengah kali lipat dibandingkan dengan hewan bukan unggas.
Perkembangan industri perunggasan merupakan salah satu penggerak dalam sektor pertanian Indonesia. Komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik. Hal tersebut didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia dengan harga yang relatif murah. Selain itu, produk unggas juga mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik.
Salah satu ternak unggas yang cukup populer di masyarakat adalah itik (Simanjuntak 2005). Meskipun tidak sepopuler ternak ayam, itik semakin disukai masyarakat untuk diusahakan sehingga usaha ternak itik semakin berkembang. Perkembangan usaha ternak itik dapat dilihat dari jumlah populasi itik yang cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012
Gambar 1. Grafik ternak Unggas Tahun 2007-2011
Itik mempunyai keunggulan tersendiri sebagai unggas penghasil telur dibandingkan ayam. Kelebihan dari ternak ini adalah itik lebih tahan penyakit dibandingkan dengan ayam ras sehingga pemeliharaannya mudah dan tidak mengandung banyak resiko.
2007 2008 2009 2010 2011
Ayam Ras Pedaging
(.000 ekor) 891.659 902.052 1.026.379 986.872 1.041.968 Ayam Buras (.000 ekor) 272.251 243.432 249.963 257.544 274.893 Ayam Ras Petelur (.000
ekor) 111.489 107.955 111.418 105.201 110.300 Itik (.000 ekor) 35.867 39.840 40.676 44.302 49.392
-200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000
(3)
3 Telur dan daging masih menjadi produk utama dari usaha ternak itik. Sampai saat ini telur dan daging itik banyak dimanfaatkan sebagai salah satu sumber protein karena harganya murah. Bagi masyarakat menengah ke bawah, telur dan daging itik merupakan alternatif terbaik untuk memenuhi kebutuhan pangan. Permintaan akan itik juga mengalami peningkatan. Hal tersebut tentunya berpengaruh langsung terhadap peningkatan produksi itik. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa tingkat produksi daging dan telur itik mengalami peningkatan.
Tabel 2. Produksi Daging Itik Tahun 2008 – 2011
Provinsi tahun (ton)
2007 2008 2009 2010 2011
Jawa Barat 4,093 4,987 5,131 6,183 7,430
Jawa Tengah 3,096 3,029 3,180 3,081 3,434
Jawa Timur 1,423 1,443 2,098 1,906 1,914
Banten 21,155 3,746 3,358 3,490 3,627
DKI Jakarta 3,504 3,504 2,909 2,962 3,315
Indonesia 44,105 30,980 25,782 25,999 29,180
Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (diolah)
Tabel 3. Produksi Telur Itik Tahun 2008 – 20011
Provinsi tahun (ton)
2007 2008 2009 2010 2011
Jawa Barat 42,726 43,822 53,560 64,540 77,561
Jawa Tengah 29,601 25,051 40,474 34,846 35,194
Jawa Timur 17,302 17,542 25,502 25,892 26,515
Kalimantan Selatan
20,349 24,178 24,938 27,734 29,733
Sulawesi Selatan
10,186 13,261 15,129 16,610 18,945
Indonesia 207,535 200,969 236,427 245,038 265,789
(4)
Masih rendahnya produksi daging itik dan masih terfokusnya usaha ternak itik untuk menghasilkan telur sementara permintaan daging itik diperkirakan terus meningkat, dapat menjadi peluang bagi peternak untuk mengembangkan usaha ternak itik pedaging. Namun usaha ternak itik pedaging ini haruslah didahului dengan adanya usaha pemenuhan bahan baku dalam melakukan usaha pembesaran itik, yaitu berupa DOD (Day Old Duck). Pembibitan itik merupakan subsistem agribisnis hulu dalam usaha peternakan itik.
Tabel 4. Analisis Pemenuhan Kebutuhan Bibit Itik Tahun 2008 – 2010
No Uraian Tahun
2008 2009 2010
1 Populasi (juta ekor) 49.0 53.0 65.0
2 Daging itik lokal (ribu ton) Kebutuhan Pemenuhan 13.5 13.5 13.9 13.9 14.3 14.3 3 Telur itik lokal (ribu ton)
Kebutuhan Pemenuhan 174.0 174.0 184.0 184.0 193.0 193.0 4 DOD itik lokal (ribu ton)
Kekurangan kelebihan untuk daging
Kekurangan untuk telur Jumlah kekurangan
(7.0) (17.0) (24.0) (0.3) (7.0) (7.3) 3.1 (4.0) (0.9) 5 Jumlah Penduduk (juta jiwa) 226.8 229.4 232.0
Sumber: Ditjennak 2011
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4, terdapat kekurangan bibit itik pada tahun 2008, namun kekurangan bibit tersebut turun pada tahun 2009 dan 2010. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaturan penggunaan populasi itik untuk penyediaan bibit (DOD). Populasi itik ini bila diatur dengan baik menggunakan prinsip-prinsip pembibitan, maka diperkirakan permintaan daging dan telur itik terpenuhi dan populasi tumbuh sesuai dengan target.
(5)
5 Mengenai penyebarannya, usaha ternak itik di Indonesia tersebar di hampir seluruh provinsi dengan sentra itik terbesar nasional berada di Provinsi Jawa Barat. Populasi itik di Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai 11.862.599 ekor atau sekitar 24 persen dari populasi nasional. Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, dan Sulawesi Barat merupakan lima provinsi dengan populasi itik terbesar yang jumlahnya mencapai lebih dari 50 persen populasi nasional (Ditjennak 2012).
Tabel 5. Populasi Itik Tahun 2007-2011
Provinsi Tahun (ekor)
2007 2008 2009 2010 2011
Jawa Barat 6.534.753 7.962.095 8.191.708 9.871.091 11.862.599 Jawa tengah 4,541,807 4,530,868 4,848,263 5,006,163 5,551,814 Kalimantan
Selatan
3,771,176 4,137,949 4,158,452 4,354,121 4,605,310
Jawa Timur 2,464,623 4,344,838 3,632,813 3,688,275 3,746,676 Sulawesi
Barat
1,799,266 1,871,992 2,127,371 2,516,539 3,611,379
Indonesia 35,866,833 39,839,520 40,675,995 44,301,805 49,391,628 Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (diolah)
Kabupaten Bogor dapat dikatakan belum menjadikan itik sebagai komoditas ternak unggulan penghasil daging meskipun berada di Provinsi Jawa Barat yang merupakan sentra itik terbesar. Berdasarkan data Disnakan Kabupaten Bogor (2011), produksi daging itik di Kabupaten Bogor menunjukan angka yang masih rendah dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya. Produksi daging itik di Kabupaten Bogor yang rendah menyebabkan kontribusi daging itik terhadap produksi daging Kabupaten Bogor juga rendah. Pada tahun 2009 produksi daging itik di Kabupaten Bogor sebesar 83,721 ton dengan kontribusi sebesar 0,1 persen terhadap produksi daging di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 mengalami peningkatan produksi daging menjadi 85,462 ton namun kontribusi terhadap produksi daging Kabupaten Bogor justru turun menjadi hanya
(6)
0,09 persen. Jumlah produksi daging itik di Kabupaten Bogor jauh lebih rendah dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya seperti sapi, kambing, domba, dan ayam.
Tabel 6. Produksi dan Kontribusi Daging Ternak di Kabupaten Bogor Tahun 2009 – 2010
No Jenis
Daging
2009 (ton)
Kontribusi (%)
2010 (ton)
Kontribusi (%)
R (%) 1 Sapi 11.153.409 12,75 10.790.992 11,39 -3,25
2 Kerbau 238.800 0,27 262.268 0,28 9,83
3 Kambing 796.475 0,91 869.807 0,92 9,21
4 Domba 2.700.532 3,09 3.183.134 3,36 17,87
5 Ayam Ras 71.540.084 81,81 78.340.100 82,68 9,51 6 Ayam Buras 934.193 1,07 1.220.336 1,29 30,63
7 Itik 83.721 0,10 85.462 0,09 2,08
Jumlah 87.447.214 100,00 94.752.099 100,00 8,35 Sumber: Disnakan Kabupaten Bogor 2011 (diolah)
Produksi daging itik yang rendah dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya mengindikasikan peternak yang mengusahakan ternak itik pedaging di Kabupaten Bogor masih rendah. Namun kondisi ini dapat menjadi peluang bagi peternak untuk melakukan usaha mulai dari pembibitan hingga pembesaran itik. Pengembangan usaha ternak itik ini cukup terbuka, baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor.
Indonesia memiliki keanekaragaman itik lokal yang mempunyai keunggulan adaptasi dan produksi tinggi1. Berdasarkan argumen di atas bisa dimengerti bahwa banyak pelaku usaha yang melihat pengembangan usaha itik sebagai bidang yang perlu dimasuki.
1
(7)
7 Sejalan dengan ide pengembangan usaha analisis kelayakan finansial menjadi bagian yang penting. Analisis kelayakan adalah upaya penilaian atas proyek yang didasarkan pada apakah proyek tersebut nantinya secara finansial menguntungkan atau tidak. Dengan diketahui layak atau tidaknya usaha tersebut maka membantu pengembangan dan perencanaan usaha di masa mendatang. Studi kelayakan finansialnya agar dapat diteliti secara ilmiah dan detail mencakup kriteria Pay Back Period (PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Break Even Point (BEP).Selain itu diperlukan pula analisis kelayakan non finansial yang akan mengkaji kelayakan usaha dari berbagai aspek seperti asper pasar, aspek teknis, aspek menajemen, aspek hukum, dan aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta aspek lingkungan.
Adanya peluang bisnis usaha pembibitan itik di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor menjadikan daya tarik investor untuk berinvestasi. Pemilik CV. Usaha Unggas adalah salah seorang yang mampu membaca peluang bisnis tersebut dengan mendirikan peternakan yang khusus memelihara unggas, dengan salah satu bisnisnya di bidang pembibitan itik. Peternakan ini terletak di Kecamatan Rumpin yang merupakan salah satu daerah sentra peternakan unggas. Dengan hadirnya usaha CV. Usaha Unggas, diharapkan tidak hanya menguntungkan bagi peternaknya sendiri, tetapi juga memiliki manfaat bagi masyarakat sekitar dan sebagai pemasukan pendapatan pemerintah daerah setempat.
1.2. Perumusan Masalah
Salah satu produsen unggas di Jawa Barat adalah CV. Usaha Unggas. CV. Usaha Unggas ini memproduksi ayam arab (ayam kampung petelur), ayam arab siap telur, DOC ayam kampung jawa, DOC ayam broiler, DOD bebek jantan dan betina mojosari, DOD bebek peking, DOD tiktok, DOD entok, pakan ternak, telur ayam kampung merah, telur ayam kampung, dll. Khusus untuk peternakan itiknya sendiri, CV. Usaha Unggas berlokasi di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.
CV. Usaha Unggas merupakan salah satu perusahaan peternakan yang bergerak dalam bidang usaha pembibitan itik . Usaha pembibitan itik ini memulai prosesnya dengan pemeliharaan itik petelur. Lalu itik tersebut dikawinkan dan
(8)
telur yang diproduksi ditetaskan dengan menggunakan mesin tetas. Akhir dari kegiatan ini yaitu menghasilkan produk utama berupa DOD (Day Old Duck). Usaha dijalankan selama umur bisnis yang disesuaikan dengan umur ekonomis kandang yaitu selama enam tahun.
Sejarah dimulainya usaha dibidang pembibitan itik ini berawal dari adanya informasi mengenai permintaan itik yang tinggi. Permintaan daging itik di pasaran cukup tinggi, tetapi sumber pasokan daging saat ini sebagian besar merupakan itik afkir, sehingga pedagang kekurangan stok dan akhirnya memotong itik betina yang masih produktif. Belum terpenuhinya permintaan pasar untuk menyuplai itik adalah salah satu alasan pemilik memulai usaha itik. Selain peluang pasar yang besar, jumlah kompetitor juga tidak terlalu banyak pada daerah Jabodetabek.
Namun dari sisi peternakan pembesaran juga terdapat kekurangan pasokan bahan baku utama pembesaran itik, yaitu DOD. Pemilik pun mencoba merambah bisnis pembibitan DOD. Permintaan dari restoran di Jakarta mencapai 100 ekor itik per hari dari satu restoran. Dan untuk permintaan pasar, satu lapak membutuhkan 100 ekor per hari, sedangkan jumlah lapak di satu pasar jumlahnya mencapai 48 lapak. Hal ini menyebabkan pengusaha yang bergerak dibidang pembesaran itik mencari sumber bahan baku untuk itik yang akan dibesarkan. Adanya gap antara permintaan dan penawaran yang terdapat di pasar menjadikan usaha ini menjadi sebuah peluang usaha yang baik.
Sebagaimana suatu proyek atau bisnis yang dibangun dan telah menghabiskan biaya investasi yang cukup besar, CV. Usaha Unggas diharapkan dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkannya. Gambaran mengenai biaya dan manfaat dapat diketahui melalui cash flow perusahaan dari hasil studi kelayakan usaha.
Studi kelayakan usaha perlu dilakukan pada CV. Usaha Unggas baik dari aspek non finansial maupun finansial. Hal itu untuk memastikan bahwa usaha pembibitan itik layak untuk dijalankan dan mengetahui tingkat kelayakan dari usaha pembibitan itik pedaging tersebut.
Adanya permasalahan yang dihadapi seperti tidak selalu habisnya stok DOD yang ditawarkan pada saat-saat tertentu membuat CV. Usaha Unggas ini
(9)
9 juga merintis usaha pembesaran itik. Hal ini dilakukan karena jika sewaktu-waktu DOD tidak terjual, maka DOD itu akan dibesarkan sendiri.
CV. Usaha Unggas tidak terlepas dari lingkungan bisnis yang senantiasa berubah. Terdapat beberapa ketidakpastian yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang akan mempengaruhi kelayakan usaha pembesaran itik pedaging. Setidaknya peternakan dihadapkan pada adanya potensi peningkatan harga pakan pur, dan penurunan harga jual DOD. Adanya potensi perubahan dari variabel input dan output tersebut di atas dapat mempengaruhi kelayakan usaha dari aspek finansial. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis switching value untuk melihat kepekaan (sensitivitas) usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas dari adanya kemungkinan perubahan-perubahan pada variabel input dan output produksi. Analisis kepekaan (sensitivitas) tepat dilakukan pada CV. Usaha Unggas mengingat peternakan ini telah lumayan lama didirikan sehingga perusahaan telah mengalami adanya perubahan harga pakan pur, dan harga bibit.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana kelayakan usaha pembibitan itik yang dilakukan CV. Usaha Unggas dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial ekonomi dan budaya, serta aspek lingkungan?
2. Bagaimana kelayakan finansial usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas?
3. Bagaimana tingkat kepekaan kelayakan usaha apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis kelayakan usaha pembibitan itik yang dilakukan CV. Usaha Unggas dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek
(10)
manajemen, aspek hukum, aspek sosial ekonomi dan budaya, serta aspek lingkungan.
2. Menganalisis kelayakan finansial usaha pembibitan itik yang akan dilakukan CV. Usaha Unggas.
3. Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan usaha apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya dari usaha tersebut.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak investor, sebagai pemilik modal yang memiliki kepentingan langsung tentang keuntungan yang akan diperoleh serta jaminan keselamatan atas modal yang ditanamkannya; bagi pihak kreditor, dimana dari pihak ini dana bisa dipinjamkan yang pada akhirnya keputusan pemberian pinjaman dipertimbangkan setelah melakukan kajian ulang studi kelayakan bisnis yang telah dibuat sebelumnya; bagi pihak manajemen perusahaan, sebagai pihak yang memberikan kebijakan terhadap langkah perencanaan dari studi kelayakan bisnis tersebut sebagai bentuk realisasi dari ide proyek dalam rangka meningkatkan laba perusahaan; bagi pihak pemerintah dan masyarakat, ini disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah yang akan mempengaruhi kebijakan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung terkait prioritas pemerintah sebagai unsur pendukung rencana yang akan dijalankan. Bagi mahasiswa dan kalangan akademisi, diharapkan penelitian penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai pengembangan pembibitan itik dan kelayakannya, serta dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. Bagi pembaca, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi atau rujukan ketika terjun ke dunia usaha atau pemilihan bisnis dalam pengambilan keputusan.
(11)
II. TINJAUAN PUSTAKA
Studi kelayakan usaha adalah suatu penelitian tentang layak atau tidaknya suatu usaha dilakukan dengan menguntungkan secara terus menerus. Studi kelayakan sangat diperlukan oleh banyak kalangan, khususnya terutama bagi para investor yang selaku pemrakarsa, bank selaku pemberi kredit, dan pemerintah yang memberikan fasilitas tata peraturan hukum dan perundang-undangan, yang tentunya kepentingan semuanya itu berbeda satu sama lainya. Investor berkepentingan dalam rangka untuk mengetahui tingkat keuntungan dari investasi, bank berkepentingan untuk mengetahui tingkat keamanan kredit yang diberikan dan kelancaran pengembaliannya, pemerintah lebih menitik-beratkan manfaat dari investasi tersebut secara makro baik bagi perekonomian, pemerataan kesempatan kerja, dan lain lain.
Beberapa alasan yang mendasar bagi kegiatan studi kelayakan adalah alasan bahwa kondisi yang akan datang dipenuhi dengan ketidakpastian, maka diperlukan pertimbangan-pertimbangan tertentu karena di dalam studi kelayakan terdapat berbagai aspek yang harus dikaji dan diteliti kelayakannya sehingga hasil daripada studi tersebut digunakan untuk memutuskan apakah sebaiknya proyek atau bisnis layak dikerjakan atau ditunda atau bahkan dibatalkan. Hal ini menunjukan bahwa dalam studi kelayakan akan melibatkan banyak tim dari berbagai ahli yang sesuai dengan bidang atau aspek masing-masing seperti ekonom, hukum, psikolog, akuntan, perekayasa teknologi dan lain sebagainya.
Studi kelayakan biasanya digolongkan menjadi dua bagian yang berdasarkan pada orientasi yang diharapkan oleh suatu perusahaan yaitu berdasarkan orientasi laba, yang dimaksud adalah studi yang menitik-beratkan pada keuntungan yang secara ekonomis, dan orientasi tidak pada laba (social), yang dimaksud adalah studi yang menitik-beratkan suatu proyek tersebut bisa dijalankan dan dilaksanakan tanpa memikirkan nilai atau keuntungan ekonomis.
(12)
2.1. Usaha Ternak Itik
Saragih (1998), berpendapat bahwa dilihat dari pengusahaan, kegiatan ekonomi berbasis peternakan dapat diselenggarakan oleh dua golongan kepengusahaan, yaitu: (1) peternakan rakyat; dan (2) perusahaan peternakan. Kemudian dari tingkat komersialisasinya usaha peternakan dikelompokkan menjadi empat pola usaha yaitu: (1) usaha sampingan; (2) cabang usaha; (3) usaha pokok; dan (4) industri peternakan.
Menurut Samosir (1983), dengan kebutuhan modal yang relatif kecil, adanya pendapatan setiap hari, dan tidak adanya hambatan sosial budaya dalam pemeliharaannya, merupakan beberapa hal yang menguntungkan ternak itik dibandingkan dengan ternak besar. Sebagai sumber penghasil daging, itik sebenarnya memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan hewan ternak lainnya. Menurut Williamson dan Payne (1993), itik memiliki sifat lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan karena tidak terpengaruh iklim, lebih mudah dalam perawatan karena tidak rentan terhadap penyakit, pemeliharaannya lebih organik, tidak memerlukan pakan khusus, dan modal yang diperlukan untuk membuka usaha peternakan itik pun relatif kecil.
Telur dan daging itik merupakan komoditi ekspor yang dapat memberikan keuntungan besar. Kebutuhan akan telur dan daging pasar internasional sangat besar dan masih tidak seimbang dari persediaan yang ada. Hal ini dapat dilihat bahwa baru dua negara Thailand dan Malaysia yang menjadi negara pengekspor terbesar. Hingga saat ini budidaya itik masih merupakan komoditi yang menjanji untuk dikembangkan secara intensif. Di Indonesia, ternak itik merupakan ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial disamping ayam.
2.1.1. Biologi Komoditi Itik
Menurut Suharno dan Amri (1995), itik menurut tipenya dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu: (1) itik petelur seperti Indian Runner, Khaki Campbell, Buff (Buff Orpington), dan CV 2000-INA; (2) itik pedaging seperti Peking, Rouen, Aylesbury, Muscovy, dan Cayuga; dan (3) itik ornamental (itik kesayangan/hobby) seperti East India, Call (Grey Call), Mandariun, Blue Swedish, Crested, Wood.
(13)
13 Jenis bibit unggul yang diternakkan, khususnya di Indonesia ialah jenis itik petelur seperti itik tegal, itik khaki campbell, itik alabio, itik mojosari, itik bali, itik CV 2000-INA, dan itik-itik petelur unggul lainnya yang merupakan produk dari BPT (Balai Penelitian Ternak) Ciawi, Bogor.
2.1.2. Output ternak itik
Menurut Yulidc (2011), terdapat beberapa bagian dari itik yang bisa dipasarkan, yaitu:
1. Telur Itik
Telur berwarna hijau kebiru-biruan merupakan produk utama dari peternak itik. Telur ini sebagian komoditas terbagi menjadi dua macam, yaitu telur konsumsi dan telur tetas. Sebagai barang yang dikonsumsi, telur itik banyak diperdagangkan baik dalam keadaan segar maupun olahan. Telur asin merupakan salah satu bentuk olahan dari telur itik. Sebagai telur tetas, peternak harus memelihara beberapa pejantan agar telur yang dihasilkan dapat ditetaskan.
2. Bibit Itik
Bisnis dalam peternakan itik ternyata tidak hanya terbatas pada telurnya saja. Dengan bermodalkan alat-alat penetasan (baik yang alami maupun buatan, kita dapat menjadi produsen bibit anak itik (DOD)). Harga jual bibit jauh lebih tinggi daripada harga telur itik, sekalipun itik tersebut baru saja memecahkan kulit telur penyelubung dirinya. Harga DOD bisa Rp 3.500,00 sampai Rp 6.500,00 per ekornya. Harga jual bibit umur 2 minggu menjadi lebih menggiurkan lagi karena bisa mencapai Rp 10.000,00 per ekornya.
3. Itik Dara
Menjadi produsen itik dara juga memberi suatu peluang bisnis yang menarik bagi peternak itik. Itik dara yang berumur 4-6 bulan yang siap bertelur paling banyak dicari peternak itik. Harga jual itik dara juga cukup tinggi, diawal tahun 2011 harganya mencapai Rp 35.000,00 per ekor.
(14)
4. Itik Pedaging
Daging itik merupakan makanan yang lezat cita rasanya jika yang memasak cukup berpengalaman. Selain itu, kandungan gizinya juga setara dengan daging ayam dan ternak lainnya. Pada penetasan itik, selalu ditemukan 50 persen jantan. Oleh karena itu, bila itik jantan yang 50 persen ini dimanfaatkan secara optimal sebagai penghasil daging, tentu akan lebih menguntungkan lagi.
5. Bulu Itik
Bulu itik yang halus bisa menjadi salah satu mata dagang ekspor yang dapat menghasilkan devisa yang cukup baik. Bulu itik juga dibutuhkan untuk campuran pakan ternak. Selain itu, bulu itik biasanya dimanfaatkan sebagai pengisi mainan anak, bantal, mantel, dan lain-lain. 6. Faeces (Kotoran)
Kotoran itik dapat mendatangkan keuntungan karena dapat digunakan sebagai pupuk. Berdasarkan analisa kimia, setiap ton kotoran itik memberi hasil 22 lbs (9,99 kg) Nitrogen (N), 29 lbs (13,17 kg) Asam Fasfat, dan 10 lbs (4,54 kg) Potash (K).2
2.2. Teknis Budidaya
Kunci keberhasilan usaha produksi ternak itik terletak pada pelaksanaan program tata laksana pemeliharaan itik sampai umur 22 minggu. Kesalahan nutrisi pada masa pertumbuhan ini bisa menyebabkan itik terlambat mencapai kedewasaan kelamin sehingga itik tidak bisa berproduksi pada umur yang diharapkan. Dalam usaha ternak itik secara intensif, ada tiga evaluasi pokok yang memiliki andil keberhasilan yakni : (1) bibit itik; karakteristik ekonominya dalam menunjang keberhasilan usaha adalah 20 persen; (2) makanan itik; dalam menunjang keberhasilan usaha mempunyai andil sebesar 30 persen; dan (3) tata laksana pemeliharaan, termasuk kandang, cara pemeliharaan dan keterampilan, memegang peranan paling besar yakni 50 persen.3
2
Yulidc. 2011. Budidaya Ternak Itik Tanpa Air. http://www.perpuskita.com [Februari 2012] 3
Eniza Saleh.2004. Pengelolaan Ternak Itik di Pekarangan Rumah. http://librari.usu.ac.id [Februari 2012]
(15)
15 2.2.1. Pembibitan
Ternak itik yang dipelihara harus benar-benar merupakan ternak unggul yang telah diuji keunggulannya dalam memproduksi hasil ternak yang diharapkan. Menurut Suharno dan Amri (1995), dalam pemilihan bibit terdapat tiga cara untuk memperoleh bibit itik yang baik adalah sebagai berikut : (1) membeli telur tetas dari induk itik yang dijamin keunggulannya; (2) memelihara induk itik yaitu pejantan ditambah betina itik unggul untuk mendapatkan telur tetas kemudian meletakannya pada mentok, ayam atau mesin tetas, (3) membeli DOD (Day Old Duck) dari pembibitan yang sudah dikenal mutunya maupun yang telah mendapat rekomendasi dari dinas peternakan setempat. Ciri DOD yang baik adalah tidak cacat (tidak sakit) dengan warna bulu kuning mengkilap.
2.2.2. Pemeliharaan
Menurut Suharno dan Amri (1995), dalam pemeliharaan itik ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: (1) sanitasi dan tindakan preventif, sanitasi kandang mutlak diperlukan dalam pemeliharaan itik dan tindakan preventif (pencegahan penyakit) perlu diperhatikan sejak dini untuk mewaspadai timbulnya penyakit; (2) pengontrol penyakit, dilakukan setiap saat dan secara hati-hati serta menyeluruh. Cacat dan tangani secara serius bila ada tanda-tanda kurang sehat pada itik; dan (3) pemberian pakan, pemberian pakan itik tersebut dalam tiga fase, yaitu fase stater (umur 0–8 minggu), fase grower (umur 8–18 minggu), dan fase layar (umur 18–27 minggu). Pakan ketiga fase tersebut berupa pakan jadi dari pabrik (secara praktisnya) dengan kode masing-masing fase.
2.2.3. Pakan
Pakan alternatif yang diberikan dapat terdiri dari bahan baku yang ditambah konsentrat (campuran bahan-bahan yang berkadar protein tinggi, tetapi berenergi rendah). Bahan pakan yang dapat dipilih antara lain dedak/bekatul, jagung tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil kelapa, ampas tahu, daging kelapa/kopra, sargum, dan menir.
(16)
2.3. Biaya
Lipsey et al. (1995), mendefinisikan biaya atau pengeluaran adalah nilai input yang dikeluarkan untuk memproduksi output. Biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas yang bertujuan mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan, biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan (Boediono 1998).
Murtidjo (1999), menyatakan bahwa biaya-biaya dalam usaha ternak itik antara lain: (1) biaya tetap, terdiri dari biaya tanah (pajak usaha, pajak bumi dan bangunan, iuran koperasi, sewa, taksiran biaya penggunaan tanah milik sendiri), biaya sarana produksi tahan lama (kandang itik, peralatan kandang, kantor dan gudang, peralatan kantor dan gudang, ternak itik), biaya sarana produksi rutin bulanan (upah tenaga kerja, biaya listrik); dan (2) biaya tidak tetap, terdiri dari biaya jasa (persentase upah jasa pemasaran produksi), biaya obat-obatan dan vaksin, biaya makanan ternak dan biaya kerusakan produksi (biaya kerusakan telur dan lain-lain).
2.4. Penerimaan
Samuelsen dan Nordhaus (1996), menyatakan bahwa penerimaan adalah harga dikalikan dengan kuantitas atau total hasil penjualan. Soekartawi et al. (1986), mendefinisikan penerimaan adalah : (1) penerimaan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk; dan (2) penerimaan kotor, yaitu produk total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual.
2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian mengenai studi kelayakan sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Namun jenis proyek yang diteliti berbeda. Andi Crhistiawan (2002), melakukan penelitian mengenai analisis kemitraan dan kelayakan finansial usaha peternakan ayam potong peternak plasma PT. Mitra Asih Abadi Purwokerto. Cakupan penelitian dalam analisis kelayakan usaha peternakan ayam potong secara finansial terbagi menjadi dua skala besar dan skala kecil. Secara finansial usaha peternakan usaha ayam potong skala besar dan
(17)
17 skala kecil layak untuk diusahakan. Pada analisis finansial skala besar diperoleh nilai NPV sebesar 323.106 juta, Net B/C 12,08 dan IRR 240,78 persen. Sedangkan analisis finansial untuk skala kecil diperoleh NPV sebesar 38.079 juta, Net B/C 3,49 dan IRR 75,03 persen. Hasil analisis payback period, usaha peternakan ayam potong skala besar dapat mengembalikan biaya investasi dalam waktu lima bulan, sedangkan skala kecil dalam waktu dua tahun enam bulan. Berdasarkan kriteria kelayakan tersebut, dimana NPV bernilai positif, Net B/C lebih besar dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku (16,5 persen), maka secara finansial usaha peternakan ayam potong skala besar dan skala kecil layak untuk diusahakan.
Laeli Komalasari (2008), meneliti tentang Kelayakan Finansial Peternakan Ayam Broiler Terpadu. Penelitian ini adalah menganalisis kelayakan finansial peternakan ayam broiler terpadu pada kapasitas 10.000 dan 25.000 ekor. Hasil analisis kelayakan finansial dan analisis switching value dapat disimpulkan bahwa peternakan ayam broiler terpadu pada skala 10.000 ekor tidak layak diusahakan. Dengan meningkatkan skala usaha menjadi 25.000 ekor maka usaha menjadi layak. Peningkatan nilai indikator kelayakan finansial dari 10.000 menjadi 25.000 ekor cukup besar. Artinya bila usaha peternakan ayam broiler dilakukan secara integrasi dengan skala usaha yang relatif besar maka usaha semakin layak secara finansial dibandingkan bila usaha peternakan ayam broiler saja.
Hasil analisis kelayakan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 1.1481.498.164, Net B/C lebih besar dari satu yaitu 1,59 dan IRR sebesar 30,60 persen. Jangka waktu pengembalian investasi selama tiga tahun dua bulan 12 hari. Dari analisis kelayakan finansial maka peternakan ayam broiler terpadu merupakan model terbaik untuk diterapkan, dan untuk usaha tersebut diperlukan modal awal sebesar Rp 2.854.611.767. Kombinasi usaha antara pabrik pakan dan peternakan ayam broiler dengan kapasitas 25.000 ekor layak untuk diusahakan. Analisis switching value menunjukkan bahwa batas maksimum penurunan harga jual ayam broiler yang dapat membuat usaha tetap layak sebesar 11,08 persen dan kenaikan harga DOC maksimal 62,73 persen.
Indriani Ikapertiwi Kusumawardani (2010), melakukan analisis kelayakan finansial usaha peternakan ayam broiler. Analisis data dilakukan dengan
(18)
menggunakan analisis kelayakan finansial (Net Present Value), Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return dan Pay Back Periode serta analisis sensitivitas terhadap perubahan tingkat harga, baik tingkat harga input maupun tingkat harga output. Hasil perhitungan kelayakan finansial pada peternakan X didapatkan usaha peternakan X selama 10 tahun ke depan yaitu 2007 – 2017 menunjukkan bahwa dengan menggunakan tingkat suku bunga deposito 7,00 persen maka didapatkan nilai NPV yang positif, yaitu sebesar Rp. 752.504.929,86. Nilai BCR sebesar 1,04. Nilai IRR yang didapat dari hasil perhitungan adalah 27,58 persen dengan Pay Back Period tiga tahun delapan bulan. Berdasarkan kriteria kelayakan, dimana NPV bernilai positif, BCR lebih dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka secara finansial usaha peternakan X layak untuk dijalankan.
Hasil sensitivitas menunjukkan bahwa usaha peternakan X rentan terhadap perubahan harga. Hasil analisis switching value peningkatan harga DOC sampai dengan 28,71 persen masih dinyatakan layak dan akan menjadi tidak layak jika kenaikan harga DOC lebih dari 28,71 persen, analisis switching value peningkatan harga pakan akan menjadikan usaha peternakan X tidak layak pada peningkatan harga pakan lebih dari 10,31 persen dan analisis switching value penurunan harga jual ayam broiler lebih dari 4,40 persen akan menyebabkan usaha peternakan X menjadi tidak layak dan mengalami kerugian.
Mulatsih et al. (2010), melakukan penelitian mengenai intensifikasi usaha peternakan itik petelur dalam rangka peningkatan pendapatan rumah tangga pinggir kota. Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha ternak itik secara intensif. Analisis keuntungan dilakukan pada dua kategori yaitu pemeliharaan mulai dari DOD (kategori I) dan pemeliharaan mulai dari itik dara (kategori II). Selama periode usaha 10 tahun dan dengan biaya investasi sebesar Rp 11.550.000,00 (kategori I) dan Rp 47.050.000,00 (kategori II), NPV yang diperoleh sebesar Rp 19.695.093,00 (kategori I) dan Rp 179.405.378,00 (kategori II). Nilai Net B/C pada kategori I sebesar 1,42 dan kategori II sebesar 5,94. Nilai IRR pada periode yang sama kategori I sebesar 34,76 persen dan kategori II sebesar 159 persen. Nilai Payback period pada kategori I selama dua tahun tujuh bulan dan kategori II selama 8 bulan. Secara
(19)
19 umum usaha peternakan itik tersebut layak untuk dilaksanakan dari aspek finansial. Penelitian Mulatsih et al. (2010) tidak meneliti mengenai aspek non finansial dan analisis nilai pengganti.
Penilitian yang dilakukan identik dengan penelitian yang dilakukan oleh Indriani Ikapertiwi Kusumawardani (2010), mengenai analisis kelayakan finansial usaha peternakan ayam broiler. Namun peneliti juga meneliti tentang kelayakan usaha dari aspek non finansial.
Terdapat beberapa kesamaan dengan penelitian terdahulu dengan topik kelayakan usaha ternak non itik misalnya ayam terutama dalam hal topik penelitian yakni kelayakan usaha ternak, mengambil kasus pada perusahaan peternakan. Selain itu, persamaan penelitian analisis kelayakan usaha pembibitan itik Pada CV. Usaha Unggas dengan keempat penelitian sebelumnya adalah adanya persamaan alat analisis untuk menentukan kelayakan non-finansial dan finansial. Alat analisis kelayakan finansial adalah NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit-Cost Rasio) dan PBP (Payback Period). Untuk aspek nilai kelayakan non-finansial digunakan pembahasan dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, serta aspek sosial dan lingkungan.
Sedangkan perbedaan analisis kelayakan usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas dengan kelima penelitian sebelumnya yaitu, pada penelitian ini, dianalisis mengenai kelayakan pembibitan itik yang bukan merupakan sebuah proyek lagi, namun merupakan sebuah usaha yang telah dijalankan selama beberapa tahun yang berlokasi di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jadi analisis kebekaan yang dilakukan pun dilakukan karena telah terdapat pengalanan akan perubahan harga yang terjadi. Selain itu belum adanya penelitian terdahulu mengenai kelayakan usaha pada perusahaan ini. Dilihat dari waktu, tempat penelitian, dan kompleksitas permasalahannya penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu.
(20)
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual
3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis
Bisnis adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu dan sekelompok orang (organisasi) yang menciptakan nilai (create value) melalui penciptaan barang dan jasa (create of good and service) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperoleh keuntungan melalui transaksi. Bisnis sebagai suatu sistem yang memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan masyarakat (bussinessis then simply a system that produces goods and service to satisfy the needs of our society) (Huat 1990)4.
Menurut Brown dan Petrello (1976), bisnis ialah suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat5. Apabila kebutuhan masyarakat meningkat, maka lembaga bisnis pun akan meningkat pula perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sambil memperoleh laba (Business is an institution which produces goods and services demanded by people). Griffin dan Ebert (1996) mengatakan, “Business is an organization that provides goods or services in order toearn provit”6. Sejalan dengan definisi tersebut, aktifitas bisnis melalui penyediaan barang dan jasa bertujuan untuk menghasilkan profit (laba). Suatu perusahaan dikatakan menghasilkan laba apabila total penerimaan pada suatu periode (Total Revenues) lebih besar dari total biaya (Total Costs) pada periode yang sama. Laba merupakan daya tarik utama untuk melakukan kegiatan bisnis, sehingga melalui laba pelaku bisnis dapat mengembangkan skala usahanya untuk meningkatkan laba yang lebih besar.
Setiap bisnis atau perusahaan berusaha mengolah bahan untuk dijadikan produk yang diperlukan oleh konsumen produk dapat berupa barang atau jasa. Tujuan perusahaan membuat produk adalah untuk mendapatkan laba, yakni imbalan yang diperoleh perusahaan dari penyediaan suatu produk bagi konsumen.
4
Novianto. 2009. Konsep dan Fungsi Bisnis. http://tris.staff.gunadarma.ac.id [Maret 2012] 5
Ahmad Buldani. 2010. Pengertian Bisnis. http://abuligious.blogspot.com [Februari 2012] 6
(21)
21 Analisis bisnis adalah suatu metode untuk menentukan pilihan berbagai penggunaan yang kompetitif dari sumberdaya-sumberdaya dengan cara sederhana. Pada dasarnya analisis bisnis adalah menaksir manfaat dan biaya suatu usaha serta merumuskannya menjadi alat ukur yang berlaku umum. Menurut Kasmir dan Jakfar (2007), Studi Kelayakan Bisnis merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidaknya usaha tersebut dijalankan. Kelayakan artinya penelitian yang dilakukan secara mendalam tersebut dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang sedang atau akan dijalankan tersebut dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang sedang atau akan dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Menurut Kadariah et al (1978), adapun tujuan analisis kegiatan usaha adalah: (1) menghindari keuntungan yang dicapai dari investasi suatu usaha; (2) menghindari pemborosan sumberdaya dengan tidak melaksanakan usaha yang tidak menguntungkan; (3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada, sehingga dapat dipilih alternatif usaha yang paling menguntungkan; dan (4) menentukan prioritas usaha.
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), suatu usaha dapat berhasil apabila memenuhi kriteria manfaat investasi sebagai berikut: (1) manfaat ekonomis terhadap usaha itu sendiri; (2) manfaat bagi negara tempat usaha itu dilaksanakan; dan (3) manfaat sosial tersebut bagi masyarakat di sekitar tempat usaha.
Dalam melakukan studi kelayakan perlu memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan secara seksama untuk menentukan bagaimana manfaat yang akan diperoleh dari suatu investasi tertentu dan harus dipertimbangkan pada setiap tahap dalam perencanaan usaha dan siklus pelaksanaan. Secara umum aspek-aspek yang diteliti dalam studi kelayakan bisnis meliputi aspek-aspek pasar, aspek-aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek soial ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek finansial.
(22)
1. Aspek Pasar
Berkaitan dengan adanya peluang pasar untuk suatu produk yang akan di tawarkan oleh suatu proyek tersebut. Mencakup potensi pasar (jumlah konsumen potensial, konsumen yang mempunyai keinginan atau hasrat untuk membeli) dan perkembangan/ pertumbuhan penduduk (daya beli dan pemasaran yang menyangkut tentang strategi yang digunakan untuk meraih sebagian pasar potensial atau peluang pasar atau seberapa besar pengaruh strategi tersebut dalam meraih besarnya market share) 2. Aspek Teknis
Aspek teknis yaitu analisa yang berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Aspek teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya usaha. Evaluasi ini mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis proyek, seperti karakteristik produk yang diusahakan, lokasi di mana proyek akan didirikan dan sarana pendukungnya, serta layout bangunan yang dipilih (Husnan dan Suwarsono 2000).
Dalam suatu usaha, hubungan aspek-aspek teknis sangat menentukan keberhasilan usaha terutama keberhasilan proses produksi. Masing-masing komponen dalam aspek teknis ini saling terkait satu sama lain dan ketidaklayakan salah satu komponen akan mengganggu proses produksi secara keseluruhan.
3. Aspek Manajemen
Aspek ini berhubungan dengan penetapan institusi atau lembaga proyek yang harus mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola sosial dan budaya yang ada pada suatu daerah atau negara setempat. Aspek ini meneliti sistem manajerial suatu usaha antara lain kesanggupan dan keahlian staf dalam menangani masalah proyek. Evaluasi aspek manajemen operasional bertujuan untuk menentukan secara efektif dan efisien mengenai bentuk badan usaha yang dipilih, struktur organisasi yang akan digunakan, jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan agar usaha tersebut dapat berjalan dengan lancar serta kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga kerja (Umar 2005).
(23)
23 4. Aspek Hukum
Berkaitan dengan keberadaan secara legal dimana proyek akan dibangun yang meliputi ketentuan hukum yang berlaku termasuk sertifikat, akte pendirian perusahaan dari notaris setempat PT/ CV atau berbentuk badan hukum lainnya, NPWP, dan izin lainnya yang diperlukan dalam menjalankan usaha. Suatu perusahaan yang layak, perlu memenuhi persyaratan legalitas agar mempermudah hubungan ke luar perusahaan, memiliki kekuatan hukum, diakui serta terikat kebijakan hukum yang berlaku. 5. Aspek Ekonomi dan Sosial
Berkaitan dengan dampak yang diberikan kepada masyarakat karena adanya suatu proyek tersebut. Dari sudut ekonomi, apakah proyek dapat mengubah atau justru mengurangi income per capita panduduk setempat. Seperti seberapa besar tingkat pendapatan per kapita penduduk, pendapatan nasional atau upah rata-rata tenaga kerja setempat atau UMR, dll. Dari segi sosial, apakah dengan keberadaan proyek wilayah menjadi semakin ramai, lalulintas semakin lancar, adanya jalur komunikasi, penerangan listrik dan lainnya, pendidikan masyarakat setempat.
6. Aspek Finansial
Berkaitan dengan sumber dana yang akan diperoleh dan proyeksi pengembaliannya dengan tingkat biaya modal dan sumber dana yang bersangkutan. Menurut Gittinger (1986), aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis usaha menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu usaha yang diusulkan terhadap para peserta.
3.1.2. Manfaat Studi Kelayakan Bisnis
Manfaatnya dalam studi adalah sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, baik persetujuan ataupun penolakan terhadap kelayakan suatu rencana bisnis yang akan direalisasikan sesuai dengan kepentingan pihak yang terkait didalamnya.
Adapun pihak-pihak yang membutuhkan laporan studi kelayakan bisnis adalah sebagai berikut: (1) pihak investor, investor adalah pemilik modal yang memiliki kepentingan langsung tentang keuntungan yang akan diperoleh serta
(24)
jaminan keselamatan atas modal yang ditanamkannya; (2) pihak kreditor, dari pihak ini dana bisa dipinjamkan yang pada akhirnya keputusan pemberian pinjaman dipertimbangkan setelah melakukan kajian ulang studi kelayakan bisnis yang telah dibuat sebelumnya; (3) pihak manajemen perusahaan, sebagai pihak yang memberikan kebijakan terhadap langkah perencanaan dari studi kelayakan bisnis tersebut sebagai bentuk realisasi dari ide proyek dalam rangka meningkatkan laba perusahaan; (4) pihak pemerintah dan masyarakat, ini disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah yang akan mempengaruhi kebijakan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung terkait prioritas pemerintah sebagai unsur pendukung rencana yang akan dijalankan; dan (5) bagi tujuan pembangunan ekonomi, sebagai analisis manfaat yang akan didapat dan biaya yang akan ditimbulkan oleh proyek terhadap perekonomian nasional. Aspek-aspek yang perlu dianalisis untuk mengetahui biaya dan manfaat tersebut antar lain ditinjau dari aspek kebijakan pemerintah, distribusi nilai tambah pada seluruh masyarakat, nilai investasi per tenaga kerja, pengaruh sosial, serta analisis kemanfaatan dan beban sosial.
3.1.3. Teori Biaya dan Manfaat
Dalam menganalisis suatu usaha tujuan analisis harus disretai dengan defenisi biaya dan manfaat. Menurut Mulyadi (2001), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Biaya dapat dibedakan sebagai berikut: (1) biaya modal, yaitu pengeluaran yang akan memberikan manfaat/benefit pada periode akuntansi atau pengeluaran yang akan dapat memberikan manfaat pada periode akuntansi yang akan datang; (2) biaya operasional, yaitu kebutuhan dana yang diperlukan pada saat usaha mulai dilaksanakan; dan (3) biaya lainnya seperti pajak, bunga, dan pinjaman
Manfaat adalah sesuatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap suatu bisnis. Manfaat (benefit) dapat dibedakan menjadi: (1) manfaat langsung (direct benefit) yaitu manfaat yang diperoleh dari adanya kenaikan fisik dan atau dari penurunan biaya; (2) manfaat tidak langsung (indirect benefit) yaitu manfaat yang disebabkan adanya usaha tersebut dan biasanya dirasakan oleh orang-orang tertentu dan masyarakat berupa adanya effect multiplier, skala ekonomi yang lebih
(25)
25 besar dan adanya perubahan produktifitas tenaga kerja disebabkan keahlian; dan (3) manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang (intangible benefit) misalnya perbaikan pendapatan, peningkatan ketahanan nasional, dan lain-lain.
3.1.4. Analisis Finansial
Menurut Husnan dan Sarwono (2000), analisis finansial adalah analisis yang digunakan untuk membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu usaha akan menguntungkan selama umur usaha. Analisis finansial terdiri dari:
1. Net Present Value (NPV)
Keuntungan netto suatu usaha adalah pendapatan bruto dikurangi jumlah biaya. Maka, NPV suatu proyek adalah selisih present value arus benefit dengan present value arus biaya. Suatu proyek dapat dinyatakan bermanfaat untuk dilaksanakan apabila NPV proyek tersebut sama atau lebih besar dari nol. Jika NPV samadengan nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar social opportunity cost faktor produksi modal. Jika NPV lebih kecil dari nol, proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan dan oleh sebab itu pelaksanaannya harus ditolak (Gray, Clive, dkk. 1992).
2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio)
Rasio manfaat dan biaya atau net benefit cost (B/C ratio) adalah nilai nilai perbandingan antara jumlah present value yang bernilai positif (pembilang) dengan present value yang bemilai negatif (penyebut). Nilai net B/C ratio menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah (Husan dan Suwarsono 2000).
3. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return adalah discount rate yang menyamakan nilai sekarang (present value) dari arus kas masuk dan nilai investasi usaha atau dapat didefenisikan sebagai tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang (present value) dari arus kas yang diharapkan di masa datang. Dengan kata lain, IRR adalah discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Jika biaya modal suatu usaha lebih besar dari IRR, maka NPV
(26)
menjadi negatif, sehingga usaha tersebut tidak layak untuk diambil (Kasmir dan Jakfar, 2007).
4. Payback Period (PBP)
Payback period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara pengeluaran investasi dengan cash inflow yang hasilnya merupakan satuan waktu (Umar, 2005). Selama proyek dapat mengembalikan modal/ investasi sebelum berakhirnya umur proyek, berarti proyek masih dapat dilaksanakan.
3.1.5. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas merupakan suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Tujuan analisis sensitivitas yaitu: (1) menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan didalam perhitungan biaya atau manfaat; (2) analisis kelayakan suatu usaha ataupun bisnis perhitungan umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung ketidakpastian tentang apa yg akan terjadi di waktu yang akan datang; dan (3) analisis pascainvestasi yang digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan kondisi ekonomi dan hasil analisa bisnis jika terjadi perubahan atau ketidaktepatan dalam perhitungan biaya atau manfaat.
Bisnis sangat sensitif atau peka terhadap perubahan akibat beberapa hal, yaitu : (1) perubahan harga (terutama harga output), (2) keterlambatan, (3) kenaikan biaya ("cast over run"), (4) ketidaktepatan dan perkiraan hasil (produksi). Terutama bila cara produksi baru yang sedang diusulkan yang dipakai sebagai ukuran atau informasi agronomis terutama didasarkan pada hasil penelitian. Analisis sentivitas dilihat terhadap kelayakan bisnis terhadap perbedaan dari perkiraan hasil bisnis dengan hasil yang betul-betul dihasilkan di lokasi bisnis.
(27)
27 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Peluang pengembangan usaha peternakan itik cukup prospektif dengan pasar domestik yang cukup potensial. Usaha pembibitan itik memiliki prospek yang berkembang di masa yang akan datang. Pembibitan itik merupakan mata rantai penting dalam suplai itik nasional yang dituntut dapat memberikan kontribusi besar dalam penyediaan bahan baku maupun bahan jadi bagi industri ternak nasional.
Dalam usaha pembibitan itik, setiap biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi baik biaya tetap maupun biaya variabel perlu diperhitungkan. Hal ini agar beberapa tarif yang ditetapkan dalam proses pembibitan serta harga jual produk. Biaya-biaya yang dikeluarkan adalah biaya tetap dan variabel atau disebut biaya produksi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha dari pembibitan itik. Usaha pembibitan itik memiliki produktivitas yang berbeda-beda. Untuk itu diperlukan analisis kelayakan untuk menghasilkan keuntungan optimal. Dalam penilaian kelayakan usaha maka ada beberapa komponen yang harus dilihat yaitu biaya produksi, pendapatan, serta analisis finansial (NPV, IRR, Net B/C, Discount PP). Dengan menganalisa beberapa komponen ini, maka dapat diketahui bahwa secara finansial apakah usaha pembibitan itik di tempat penelitian layak untuk dikembangkan. Kerangka pemikiran operasional yang digunakan dapat dilihat pada gambar 2.
(28)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Layak Tidak Layak
Usaha terus dilanjutkan dan dapat menjadi bahan masukan bagi pemilik CV. Usaha
Unggas maupun pengusaha baru.
Dilakukan perbaikan dan pengembangan usaha atau diinvestasikan ke usaha lain
Skenario II (usaha pembibitan +
pembesaran itik)
Usaha pembibitan itik
Adanya tren permintaan terhadap itik, namun terkendala pada pemenuhan jumlah kebutuhan pasar
Adanya prospek dan peluang bisnis itik
Apakah usaha pembibitan itik CV. Usaha Unggas layak dijalankan
Skenario I (usaha pembibitan
itik)
Pengusahaan pembibitan itik
Aspek Finansial :
Analisis Kriteria Investasi (NPV, IRR, Net B/C, PBP)
Analisis Sensitivitas Aspek non Finansial:
Aspek pasar Aspek teknis Aspek manajemen Aspek sosial,
ekonomi dan budaya
(29)
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di CV Usaha Unggas, yaitu unit usaha peternakan yang terletak di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan April sampai Mei 2012.
4.2. Data dan Instrumentasi
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara peternak dengan panduan kuisioner yang telah dipersiapkan.
Data sekunder yang digunakan adalah data yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Data sekunder diperoleh dari lembaga dan instansi terkait yang relevan dengan penelitian.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) Interview, yaitu pengumpulan data yang berasal dari wawancara secara langsung dengan responden, dalam hal ini adalah konsumen yaitu peternak pembesaran itik untuk mengetahui jumlah produk yang diterima dan siklus penerimaan produk tersebut dan pada produsen yaitu pihak manajemen perusahaan dan karyawan untuk mengetahui informasi internal perusahaan; (2) Observasi, yaitu dengan cara pengamatan langsung secara sistematis terhadap aktivitas perusahaan. disini dilakukan pengamatan secara langsung terhadap kegiatan pada perusahaan tersebut; (3) Dokumentasi, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan mempelajari catatan-catatan yang ada pada perusahaan yang dianggap perlu; (4) Studi pustaka, yaitu guna menunjang pengumpulan data di lapangan, diperlukan studi kepustakaan dimana digunakan literature yang berhubungan dengan judul penelitian. Selain itu juga digunakan data praktis yang didapat dari surat kabar, majalah, dan buletin.
(30)
4.4. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diolah secara deskriptif. Analisis data meliputi analisis kelayakan usaha dan analisis sensitifitas. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan komputer (program Microsoft Excel).
4.5. Analisis Kelayakan Non Finansial
Pada penelitian ini, analisis kelayakan non finansial akan mengkaji kelayakan usaha dari berbagai aspek seperti asper pasar, aspek teknis, aspek menajemen, aspek hukum, dan aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan.
1. Aspek Pasar
Ibrahim (2003) menjelaskan bahwa analisis pasar dilakukan dengan tujuan untuk menguji serta menilai sejauh mana pemasaran dari produk yang dihasilkan dapat mendukung pengembangan usaha atau proyek yang dilaksanakan. Husnan dan Suwarsono (2000) menyatakan aspek pasar mempelajari tentang permintaan, penawaran, program pemasaran, dan pangsa pasar (market share) perusahaan. 2. Aspek Teknis
Aspek teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya usaha. Menurut Ibrahim (2003) aspek teknis merupakan kelanjutan dari aspek pemasaran, kegiatan ini timbul apabila sebuah gagasan usaha atau proyek yang direncanakan telah menunjukan peluang yang cukup cerah dilihat dari segi pemasaran. Aspek pokok yang perlu dibahas dalam aspek teknis produksi antara lain masalah lokasi, luas produksi, proses produksi, peralatan yang digunakan, serta lingkungan yang berhubungan dengan proses produksi.
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) aspek teknis merupakan suatu aspek berkenaan dengan proses pembangunan usaha secara teknis dan pengorganisasiannya setelah usaha tersebut selesai dibangun. Penilaian terhadap aspek ini penting dilakukan sebelum suatu usaha dijalankan. Penentuan aspek teknis perusahaan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan teknis dan operasi. Sedangkan menurut Nurmalina et al. (2009) aspek teknis meliputi pembahasan menganai lokasi bisnis, luas produksi, proses produksi, layout, dan pemilihan jenis teknologi dan equipment.
(31)
31 Berdasarkan beberapa pendapat menganai aspek teknis maka terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan terkait aspek teknis antara lain:
a) Lokasi usaha
Lokasi usaha untuk perusahaan industri mencakup dua pengertian, yaitu lokasi lahan pabrik dan lokasi bukan pabrik. Lokasi bukan pabrik mengacu pada lokasi untuk kegiatan yang secara langsung tidak berkaitan dengan proses produksi, yaitu lokasi pembangunan administrasi perkantoran dan pemasaran. Terdapat beberapa variabel yang dapat diperhatikan dalam pemilihan lokasi usaha. Variabel tersebut di dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu variabel utama (primer) dan variabel bukan utama (sekunder). Variabel utama meliputi ketersediaan bahan mentah, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, supply tenaga kerja, dan fasilitas transportrasi. Sedangkan variabelvariabel sekunder terdiri dari hukum dan peraturan yang berlaku, iklim dan keadaan tanah, sikap dari masyarakat setempat (adat istiadat) dan perencanaan masa depan perusahaan.
b) Skala Operasional atau Luas Produksi
Skala operasional atau luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai keuntungan optimal. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan luas produksi yaitu batasan permintaan, persediaan kapasitas mesin, jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelola proses produksi, kemampuan finansial dan manajemen, serta kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi di masa yang akan datang.
c) Layout atau Tata Letak Alur Produksi
Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu perusahaan. Dengan demikian pengertian layout mencakup layout site (layout lokasi usaha), layout pabrik, layout bangunan bukan pabrik dan fasilitas-fasilitasnya.
(32)
d) Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan
Prinsip-prinsip yang dipegang dalam penentuan jenis teknologi dan peralatan antara lain seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan, manfaat ekonomi yang diharapkan, ketepatan teknologi dengan bahan mentah yang digunakan, keberhasilan penggunaan jenis teknologi tersebut di tempat lain yang memiliki ciri-ciri mendekati lokasi usaha, kemampuan pengetahuan penduduk (tenaga kerja setempat), dan kemungkinan pengembangannya serta pertimbangan kemungkinan adanya teknologi lanjutan.
e) Proses Produksi
Menurut Nurmalina et al. (2009) terdapat tiga jenis proses produksi yaitu proses produksi yang terputus-putus, kontinu, dan kombinasi. Pada proses produksi perlu mempertimbangakan risiko produksi yang mungkin terjadi dari usaha agar analisis tidak over estimate. Menurut Kadarsan (1992) risiko dan ketidakpastian menjelaskan suatu keadaan yang meumungkinkan adanya berbagai macam hasil usaha atau berbagai macam akibat dari usaha-usaha tertentu. Harwood et al. (1999) menyatakan bahwa sumber risiko pada kegiatan pertanian meliputi: 1) risiko produksi; 2) risiko harga atau pasar; 3) risiko institusi; serta 4) risiko finansial.
3. Aspek Manajemen
Menurut Ibrahim (2003) aspek manajemen berhubungan dengan institusi atau lembaga proyek yang harus mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola sosial dan budaya yang ada pada suatu daerah atau negara setempat. Pengkajian aspek manajemen pada dasarnya menilai para pengelola usaha dan struktur organisasi yang ada (Husnan & Suwarsono 2000). Usaha yang dijalankan akan berhasil apabila dijalankan oleh orang-orang yang profesional mulai dari merencanakan, melaksanakan, sampai dengan mengendalikan agar tidak terjadi penyimpangan. Demikian pula dengan struktur organisasi yang dipilih harus sesuai dengan bentuk dan tujuan usahanya.
(33)
33 Pada proyek pertanian, perusahaan harus mempertimbangkan kemampuan manajerial para petani yang akan ikut serta dalam proyek. Jika petani memiliki pengalaman terbatas pada masalah produksi, maka mereka harus diberikan waktu yang cukup agar dapat meningkatkan kemampuan mereka (Gittinger 1986). Menurut Husnan dan Suwartono (1994) hal yang perlu diperhatikan dalam aspek manajemen ini adalah bentuk badan usaha yang digunakan, jenis pekerjaan yang diperlukan agar usaha dapat berjalan dengan lancar, persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan tersebut, struktur organisasi yang digunakan, dan penyediaan tenaga kerja yang dibutuhkan.
4. Aspek Hukum
Aspek hukum berkaitan dengan legalitas perusahaan. Analisis aspek hukum terdiri dari bentuk badan usaha yang digunakan, jaminan-jaminan yang dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta, sertifikat, dan izin yang diperlukan dalam menjalankan usaha (Nurmalina et al. 2009).
5. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Dalam aspek sosial, ekonomi, dan budaya yang akan dinilai adalah seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial, ekonomi, dan budaya terhadap masyarakat keseluruhan. Pada aspek sosial yang dipelajari diantaranya penambahan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran, semakin ramainya daerah lokasi bisnis, memperlancar lalu lintas, adanya penerangan listrik, telepon, dan sarana lainnya. Aspek sosial memperhatikan manfaat dan pengorbanan sosial yang mungkin dialami oleh masyarakat di sekitar lokasi bisnis. Pada aspek ekonomi suatu bisnis diantaranya dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), pendpatan dari pajak, dan dapat menambah aktivitas ekonomi. Dari aspek sosial sejauhmana bisnis dapat secara budaya mengubah jenis kebudayaan pada masyarakat (Nurmalina et al. 2009). 6. Aspek Lingkungan
Aspek ini mempelajari bagaimana pengaruh bisnis tersebut terhadap lingkungan apakah dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak. Mereka yang merancang
(34)
atau menganalisis kegiatan investasi harus mempertimbangkan masalah dampak lingkungan yang merugikan.
4.6. Analisis Kelayakan Investasi
Analisis yang digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha dapat diukur melalui perhitungan Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PBP). Analisis kelayakan investasi dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun aliran tunai diskontokan (discounted cashflow) karena adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang atau semua biaya dan manfaat yang akan datang harus diperhitungkan.
1. Net Present Value (NPV),
Net Present Value digunakan untuk menilai manfaat investasi dengan ukuran nilai kini (present value) dari keuntungan bersih proyek. NPV menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu. Perumusannya sebagai berikut (Kadariah et al. 1999):
Dimana:
Bt = Penerimaan (Benefit) tahun ke-t (Rupiah) Ct = Biaya (cost) tahun ke-t (Rupiah)
n = Umur ekonomis proyek (Tahun)
i = Tingkat suku bunga/ discount rate (persen) t = periode (Tahun)
Kriterianya adalah:
Jika NPV > 0, maka secara finansial usaha layak untuk dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya. Jika NPV = 0, maka manfaat investasi sama dengan tingkat social opportunity cost of capital, secara finansial proyek sulit dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan. Jika
(35)
35 NPV < 0, maka investasi tidak layak untuk dilaksanakan, hal ini dikarenakan manfaat yang diperoleh lebih kecil dari biaya/tidak cukup untuk menutup biaya yang dikeluarkan.
2. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return merupakan suku bunga maksimal (discount rate) untuk sampai pada NPV bernilai sama dengan nol (seimbang), dengan kata lain Internal Rate of Return adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan dinyatakan dalam satuan persen. Jika diperoleh dari IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku, maka proyek layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Perumusannya adalah sebagai berikut (Kadariah et al. 1999):
Dimana:
NPV1 = NPV yang bernilai positif NPV2 = NPV yang bernilai negatif
i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif
Gambar 3. Grafik hubungan NPV dan IRR 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C),
Net B/C ratio merupakan perbandingan antara nilai sekarang dari keuntungan bersih yang positif dengan nilai sekarang dari keuntungan bersih yang negatif. Angka tersebut menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan uang.
IRR
i1 i2
NPV1
(36)
Kriteria yang digunakan untuk pemilihan ukuran Net B/C ratio dari manfaat proyek adalah memilih semua proyek yang nilai B/C rasionya sebesar satu atau lebih jika manfaat didiskontokan pada tingkat biaya opportunitis capital (Gittinger, 1986), tetapi jika nilai Net B/C < 1, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus yang digunakan adalah (Kadariah et al. 1999):
Dimana:
Net B/C = Nilai Benefit-cost ratio
Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t n = Umur ekonomis proyek
i = discount rate (persen) t = periode
untuk pembilang yaitu Bt-Ct > 0 dan penyebut yaitu Bt-Ct < 0 4. Payback of Period (PBP)
Payback of Period (PBP) dilakukan untuk mengetahui jangka waktu pengembalian investasi. Payback Period merupakan jangka waktu periode yang dibutuhkan untuk membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam investasi suatu proyek. Semakin cepat waktu pengembalian, semakin baik proyek tersebut untuk diusahakan. PP
Dimana:
PP = Waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal/investasi (Tahun/bulan)
I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan (Rupiah) Ab = Manfaat bersih rata-rata per tahun (Rupiah)
(37)
37 Selama proyek dapat mengembalikan modal/investasi sebelum berakirnya umur proyek, berarti proyek masih dapat dilaksanakan.
5. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas merupakan suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Bisnis sangat sensitif atau peka terhadap perubahan akibat beberapa hal, yaitu : (1) perubahan harga (terutama harga output), (2) keterlambatan, (3) kenaikan biaya ("cast over run"), (4) ketidaktepatan dan perkiraan hasil (produksi). Terutama bila cara produksi baru yang sedang diusulkan yang dipakai sebagai ukuran atau informasi agronomis terutama didasarkan pada hasil penelitian. Analisis sentivitas dilihat terhadap kelayakan bisnis terhadap perbedaan dari perkiraan hasil bisnis dengan hasil yang betul-betul dihasilkan di lokasi bisnis.
4.7. Asumsi Dasar yang Digunakan
1. Lahan yang digunakan adalah lahan milik sendiri, luasan lahan yang ada seluas 500 m2.
2. Umur proyek adalah enam tahun berdasarkan pada umur kelayakan kandang. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kandang dan peralatan investasi lainnya yang merupakan aset penting dalam usaha jika dijumlahkan merupakan biaya investasi terbesar. Sumber modal yang digunakan berdasarkan pada dua skenario, skenario I merupakan usaha yang usahanya 100 % pembibitan itik, sedangkan skenario II merupakan usaha pembibitan itik ditambah usaha pembesaran itik; dalam hal ini terdapat sewaktu-waktu stok DOD yang tidak terserap oleh pasar.
3. Jumlah hari dalam satu bulan adalah 30 hari dan kapasitas kandang besar menampung 500 ekor itik petelur (400 ekor indukan betina dan 100 ekor indukan jantan) dan 500 ekor itik dewasa lainnya jika ada pembesaran dan tiap unit kandang kecil dapat menampung 100 ekor DOD.
4. Setiap masa produksi DOD maupun pembesaran diasumsikan produk yang dihasilkan habis terjual.
5. Kegiatan penjualan produk dilakukan satu kali dalam seminggu. Total kemampuan menghasilkan DOD sebanyak 1.325 ekor per minggu.
(38)
Perhitungan ini didasarkan dari rataan produksi telur itik hibrida yang mencapai 265 butir per tahun. Maka dari 400 indukan betina jumlah yang dihasilkan perminggu adalah sekitar 2.200 butir, dan yang berhasil ditetaskan adalah 60 persen yaitu sekitar 1.325 ekor DOD.
6. Harga jual DOD adalah Rp 6.000,00 per ekor, itik dewasa Rp 22.000,00 per ekor dan nilai ternak afkir Rp 35.000,00 per ekor. Harga ini ditetapkan berdasarkan harga rata-rata di lapang yang berlaku pada saat penelitian. 7. Nilai penerimaan/penjualan usaha pada skenario I pada tahun pertama
belum mencapai 100 persen, dikarenakan pada tahun tersebut, sembilan bulan pertama digunakan untuk pembangunan proyek dan persiapan lainnya.
8. Biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dan operasional dikeluarkan pada tahun pertama dan biaya reinvestasi yang dikeluarkan untuk peralatan-peralatan yang sudah habis umur ekonomisnnya. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan variabel.
9. Harga input dan output yang digunakan adalah konstan hal ini untuk mempermudah perhitungan cash flow.
10. Nilai sisa dihitung berdasarkan perhitungan metode garis lurus dimana harga beli dibagi umur ekonomis. Sedangkan untuk harga tanah dasumsikan sama harga beli dengan harga jual pada akhir umur proyek. 11. Tipe lahan adalah kelas A3, mengingat lokasi peternakan jauh dari
keramaian dan jalan yang dilewati merupakan jalan desa.
12. Setiap kelahiran DOD sebanyak satu ekor, dari total anak yang dilahirkan tingkat kematian sebesar lima persen.
13. Setiap itik yang dibesarkan ataupun itik petelur, tingkat kematian sebesar 15 persen.
14. Tingkat suku bunga yang digunakan untuk modal sendiri adalah tingkat suku bunga deposito BI bulan April-Mei 2012 sebesar 5,75 persen. Pemakaian suku bunga deposito BI dikarenakan BI merupakan bank sentral Indonesia.
(39)
39 15. Nilai sisa pada akhir umur proyek diasumsikan bernilai nol, kecuali
barang-barang yang masih memiliki umur ekonomis lebih dari enam tahun.
16. Besarnya pajak yang digunakan berdasarkan undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008 tentang pajak yang ditetapkan tarif pajak penghasilan sebesar 25 persen.
(1)
Lanjutan Lampiran 14.
Proyeksi Arus Kas (
Cash Flow
) Skenario II
No
Uraian
Tahun ke-
1
2
3
4
5
6
17
Biaya kemanusiaan
300.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
Total Biaya Tetap
37.904.750
139.772.000
141.756.250
141.740.500
141.724.750
141.709.000
Total Biaya Operasional
61.438.850
333.504.940
335.489.190
335.473.440
335.457.690
335.441.940
Total Outflow
127.593.850
333.504.940
361.534.190
335.483.440
361.502.690
335.441.940
Manfaat bersih sebelum pajak
(46.503.850)
74.583.660
29.929.410
72.605.160
29.960.910
86.486.660
Pajak 25 %
562.163
14.295.290
9.642.978
13.803.165
9.650.853
13.811.040
Net Benefit
(47.066.013)
60.288.370
20.286.433
58.801.995
20.310.058
72.675.620
DF (DR= 5,75 %)
0,946
0,894
0,846
0,800
0,756
0,715
PV net benefit
(44.506.868)
53.910.429
17.153.966
47.018.693
15.357.102
51.964.468
PV benefit/tahun
76.680.851
364.916.676
331.016.969
326.311.935
295.998.497
301.687.078
PV cost/tahun
120.656.123
298.223.264
305.709.015
268.256.086
273.344.068
239.847.450
NPV
Rp106.989.779,57
PV +
185.404.660
PV -
(44.506.868)
Net B/C
4,16575395
IRR
97,61%
Rata-rata penerimaan bersih
30.882.744
(2)
Lampiran 15.
Proyeksi Laba Rugi dan
Cash Flow
Nilai Sensitivitas Peningkatan Harga Pakan Pur sebesar 39 Persen
PROYEKSI LABA RUGINo Uraian Tahun ke-
1 2 3 4 5 6
A. PENERIMAAN
1 DOD 81.090.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 297.330.000 2 Produk Lainnya - 110.758.600 94.133.600 110.758.600 94.133.600 110.758.600 Total penerimaan 81.090.000 408.088.600 391.463.600 408.088.600 391.463.600 408.088.600
B. PENGELUARAN
a. Biaya Variabel
1 Pakan Pur 27.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 2 Biaya Variabel Lainnya 4.454.100 117.412.940 117.412.940 117.412.940 117.412.940 117.412.940 Total Biaya Variabel 31.454.100 225.412.940 225.412.940 225.412.940 225.412.940 225.412.940 Laba Kotor 49.635.900 182.675.660 166.050.660 182.675.660 166.050.660 182.675.660 b. Total Biaya Tetap 55.307.250 157.174.500 159.158.750 159.143.000 159.127.250 159.111.500 EBIT (5.671.350) 25.501.160 6.891.910 23.532.660 6.923.410 23.564.160 Pajak (25 %) - 6.375.290 1.722.978 5.883.165 1.730.853 5.891.040 EAT (5.671.350) 19.125.870 5.168.933 17.649.495 5.192.558 17.673.120
CASH FLOW
No Uraian Tahun ke-
1 2 3 4 5 6
A. TOTAL INFLOW 81.090.000 408.088.600 391.463.600 408.088.600 391.463.600 421.928.600
B. OUTFLOW
a. Total Biaya Investasi 66.155.000 - 26.045.000 10.000 26.045.000 -
b. Biaya Variabel
1 Pakan Pur 27.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 2 Biaya Variabel Lainnya 4.454.100 117.412.940 117.412.940 117.412.940 117.412.940 117.412.940 Total Biaya Variabel 31.454.100 225.412.940 225.412.940 225.412.940 225.412.940 225.412.940 c. Total Biaya Tetap 37.904.750 139.772.000 141.756.250 141.740.500 141.724.750 141.709.000 TOTAL OUTFLOW 135.513.850 365.184.940 393.214.190 367.163.440 393.182.690 367.121.940 Net Benefit (54.423.850) 42.903.660 (1.750.590) 40.925.160 (1.719.090) 54.806.660 Pajak - 6.375.290 1.722.978 5.883.165 1.730.853 5.891.040 Net Benefit After tax (54.423.850) 36.528.370 (3.473.568) 35.041.995 (3.449.943) 48.915.620
DF (DR=5,75%) 0,946 0,894 0,846 0,800 0,756 0,715
PV Net Benefit (51.464.634) 32.664.013 (2.937.207) 28.019.948 (2.608.615) 34.975.611
NPV Rp23.499.301,5
Net B/C 1,75
IRR 30%
(3)
Lampiran 16.
Proyeksi Laba Rugi dan
Cash Flow
Nilai Sensitivitas Penurunan Harga Jual DOD sebesar 8,3 Persen
PROYEKSI LABA RUGINo Uraian Tahun ke-
1 2 3 4 5 6
A. PENERIMAAN
1 DOD 74.332.500 272.552.500 272.552.500 272.552.500 272.552.500 272.552.500 2 Produk Lainnya - 110.758.600 94.133.600 110.758.600 94.133.600 110.758.600 Total penerimaan 74.332.500 383.311.100 366.686.100 383.311.100 366.686.100 383.311.100
B. PENGELUARAN
a. Total Biaya Variabel 23.534.100 193.732.940 193.732.940 193.732.940 193.732.940 193.732.940 Laba Kotor 50.798.400 189.578.160 172.953.160 189.578.160 172.953.160 189.578.160 b. Total Biaya Tetap 55.307.250 157.174.500 159.158.750 159.143.000 159.127.250 159.111.500 Laba Bersih Sebelum Pajak (4.508.850) 32.403.660 13.794.410 30.435.160 13.825.910 30.466.660 Pajak (25 %) - 8.100.915 3.448.603 7.608.790 3.456.478 7.616.665 Laba Bersih (4.508.850) 24.302.745 10.345.808 22.826.370 10.369.433 22.849.995
CASH FLOW
No Uraian Tahun ke-
1 2 3 4 5 6
A. INFLOW
1 DOD 74.332.500 272.552.500 272.552.500 272.552.500 272.552.500 272.552.500 2 Produk Lainnya - 110.758.600 94.133.600 110.758.600 94.133.600 124.598.600 TOTAL INFLOW 74.332.500 383.311.100 366.686.100 383.311.100 366.686.100 397.151.100
B. OUTFLOW
a. Total Biaya Investasi 66.155.000 - 26.045.000 10.000 26.045.000 - b. Total Biaya Variabel 23.534.100 193.732.940 193.732.940 193.732.940 193.732.940 193.732.940 c. Total Biaya Tetap 37.904.750 139.772.000 141.756.250 141.740.500 141.724.750 141.709.000 TOTAL OUTFLOW 127.593.850 333.504.940 361.534.190 335.483.440 361.502.690 335.441.940 Net Benefit (53.261.350) 49.806.160 5.151.910 47.827.660 5.183.410 61.709.160 Pajak - 8.100.915 3.448.603 7.608.790 3.456.478 7.616.665 Net Benefit After tax (53.261.350) 41.705.245 1.703.308 40.218.870 1.726.933 54.092.495
DF (DR=5,75%) 0,946 0,894 0,846 0,800 0,756 0,715
PV Net Benefit (50.365.343) 37.293.224 1.440.297 32.159.431 1.305.790 38.677.176
NPV Rp41.296.344,8
Net B/C 2,20
IRR 43%
(4)
118
Lampiran 17.
Dokumentasi CV Usaha Unggas
Logo CV. Usaha Unggas
Tampak Luar CV. Usaha Unggas
Kandang Pembesaran
Kolam dan Tempat bermain itik
Kandang DOD
DOD itik hibrida
(5)
RINGKASAN
AFRISYA MEIZI
. Studi Kelayakan Usaha Pembibitan Itik (Kasus: CV.
Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan
SUHARNO
)
.
Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan.
Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan
masyarakat akan produk-produk peternakan meningkat setiap tahunnya.
Peternakan sebagai penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral sangat
dibutuhkan seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi guna
meningkatkan kualitas hidup. Salah satu produk yang dihasilkan dari peternakan
yaitu daging. Unggas merupakan salah satu hewan penghasil daging.
Perkembangan industri perunggasan merupakan salah satu penggerak dalam
sektor pertanian Indonesia. Salah satu jenis unggas yang terlihat perkembangan
produksinya adalah itik. Itik mempunyai keunggulan tersendiri sebagai unggas
penghasil telur dibandingkan ayam. Salah satu produsen unggas di Jawa Barat
adalah CV. Usaha Unggas yang terletak di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari,
Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Walaupun CV. Usaha Unggas memiliki
lahan peternakan dan jumlah stok yang tergolong besar, namun perusahaan ini
belum dapat memenuhi jumlah permintaan pasar itik khususnya, Adanya
permasalahan yang dihadapi seperti tidak selalu habisnya stok DOD yang
ditawarkan pada saat-saat tertentu membuat CV. Usaha Unggas ini juga merintis
usaha pembesaran itik. Hal ini dilakukan karena jika sewaktu-waktu DOD tidak
terjual, maka DOD itu akan dibesarkan sendiri.. Perlu dilakukan kajian ulang
dalam rencana ini untuk menghindari resiko yang tidak bisa dihindari.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini
bertujuan untuk: 1) Menganalisis kelayakan usaha pembibitan itik yang dilakukan
CV. Usaha Unggas dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek
hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta aspek lingkungan; 2)
Menganalisis kelayakan finansial usaha pembibitan itik pada dilakukan CV.
Usaha Unggas; dan 3) Menganalisis sensitivitas kelayakan usaha apabila terjadi
perubahan pada variabel usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas.
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang
aspek-aspek pembibitan itik secara umum meliputi analisis aspek pasar, aspek
teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan budaya,
serta aspek lingkungan. Analisis kuantitatif meliputi analisis kelayakan finansial
usaha pembibitan itik. Analisis kelayakan finansial ini menggunakan perhitungan
kriteria-kriteria investasi yaitu,
Net Present Value
(NPV),
Internal Rate of Return
(IRR),
Net Benefit Cost Ratio
(Net B/C),
Payback Period
(PBP), dan analisis
switching value
. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan
program komputer
Microsoft Excel.
(6)