Efek Pendapatan Terhadap Perilaku Kerja Rumahtangga

Implikasi dari model Chayanov adalah bahwa keputusan rumahtangga akan dipengaruhi oleh setiap kebijakan yang mempengaruhi beban konsumsi rumahtangga. Semakin kuat hubungan antara produksi dan konsumsi ditunjukkan oleh semakin kuatnya ciri demografi mempengaruhi keputusan produksi rumahtangga. Terbukanya pasar barang konsumsi di suatu daerah mengakibatkan kebutuhan konsumsi rumahtangga meningkat sehingga meningkatkan marjinal utilitas pendapatan yang mendorong peningkatan alokasi kerja di usahatani. Sebaliknya bila barang-barang kebutuhan konsumsi kurang tersedia di daerah tersebut maka akan terjadi penurunan marjinal utilitas pendapatan sehingga rumahtangga cenderung memilih leisure dibandingkan bekerja karena marjinal utilitas leisure meningkat Kusnadi, 2005.

3.2. Efek Pendapatan Terhadap Perilaku Kerja Rumahtangga

Bryant 1990 menyatakan bahwa sumber pendapatan suatu rumahtangga terdiri dari pendapatan karena bekerja dan pendapatan yang diperoleh sekalipun rumahtangga tersebut tidak bekerja untuk menghasilkan suatu cash income. Pendapatan karena bekerja ditentukan oleh seberapa besar upah yang diperoleh per satuan unit waktu di pasar tenaga kerja. Perubahan upah maupun jam kerja suatu rumahtangga berdampak kepada perubahan equilibrium suatu rumahtangga. Peningkatan pendapatan karena tidak bekerja V meningkatkan sumberdaya yang tersedia bagi suatu rumahtangga. Hal ini mengakibatkan kombinasi barang baik yang dibeli di pasar maupun yang dihasilkan serta leisure yang tersedia juga meningkat. Namun perubahan tersebut tidak dapat diharapkan untuk merubah upah yang diterima oleh masing-masing anggota rumahtangga pada pasar tenaga kerja, harga barang-barang yang dibeli di pasar, dan fungsi produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh rumahtangga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan pendapatan karena tidak bekerja non labor income meningkatkan sumberdaya yang tersedia pada rumahtangga tetapi tidak merubah keadaan pasar barang dan leisure maupun kondisi produksi suatu rumahtangga. Peningkatan non labor income hanya akan menggeser budgetline ke atas sehingga mengakibatkan permintaan terhadap barang dan leisure dari masing-masing anggota rumahtangga meningkat, sepanjang barang tersebut adalah barang normal. Peningkatan permintaan terhadap leisure akan mengurangi jam bekerja dari masing-masing anggota rumahtangga tetapi tidak mengurangi waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas rumahtangga pada rumahtangga yang memasuki pasar tenaga kerja. Gambar 5 dapat menjelaskan fenomena tersebut. Total anggaran rumahtangga ditunjukkan oleh DEBT. Masing-masing rumahtangga S dan R memperoleh non labor income V per minggu dan masing-masing anggota rumahtangga memperoleh upah sebesar w jam dari alokasi waktu kerja mereka di pasar tenaga kerja yang ditunjukkan oleh slope DE. Kurva indiferen U or dan U 1r menunjukkan preferensi rumahtangga R sementara U os dan U 1s menunjukkan preferensi rumahtangga S. Pada kondisi awal, rumahtangga S mengalami keseimbangan pada titik P, sedangkan rumahtangga R pada titik Q. Pada titik P, masing-masing anggota rumahtangga pada S menghabiskan jam bekerja untuk aktivitas rumahtangga setiap minggu sebesar TH e dan jam bekerja di pasar tenaga kerja sebesar H e L p dan 0L p untuk leisure. Sedangkan pada rumahtangga R, anggota rumahtangga yang ada tidak bekerja di pasar tenaga kerja dan menghabiskan waktunya untuk melakukan pekerjaan rumahtangga sebesar TH q per minggu dan 0H q perminggu untuk leisure. Bila diasumsikan masing-masing rumahtangga memperoleh tambahan non labor income sebesar VV’ perminggu maka total anggaran masing- masing rumahtangga bergeser ke D’E’B’T’ secara paralel dan vertikal karena peningkatan non labor income tidak mempengaruhi tingkat upah yang diperoleh baik oleh rumahtangga R maupun S pada pasar tenaga kerja, dimana pemberi kerja atau perusahaan tidak akan meningkatkan upah kepada S maupun R karena mereka sudah bertambah kaya. Selain itu, peningkatan non labor income mengakibatkan terjadi peningkatan pembelanjaan barang-barang pasar dari 0V ke 0V’. Pada rumahtangga S, setelah menerima non labor income sebesar VV’, equilibriumnya meningkat ke P’. Pada titik tersebut rumahtangga tersebut menghabiskan sebesar TH e setiap minggu untuk aktivitas rumahtangga sama seperti kondisi awal, H e L’ p perminggu untuk bekerja mendapatkan upah lebih rendah dari sebelumnya dan 0L’ p perminggu untuk leisure lebih banyak dari sebelumnya. Bila rumahtangga meningkatkan leisure mengakibatkan penurunan jam untuk bekerja pada pasar kerja. Jumlah jam kerja untuk kegiatan rumahtangga tidak mengalami perubahan karena dengan g h = wp tetap tidak berubah sekalipun terjadi peningkatan non labor income. Aktivitas rumahtangga hanya akan berubah dengan adanya peningkatan non labor income bila pasar dan barang-barang yang dihasilkan oleh rumahtangga tidak tersubtitusi sempurna atau jika peningkatan non labor income sangat besar sehingga menyebabkan setiap orang berhenti bekerja secara bersamaan. U 0s P E U 0R Q’ E Q Sumber: Bryant 1990 Gambar 5. Efek Peningkatan Non Labor Income Pada Perilaku Kerja Rumahtangga Pada rumahtangga R yang tidak bekerja sebelum dan sesudah adanya non labor income menghabiskan TH’ q perminggu untuk pekerjaan rumahtangga lebih kecil dari sebelumnya dan 0H’ q untuk leisure setiap minggunya lebih besar dari B Goods C+G L p L p’ H e H q H q’ V B’ V’ A A’ D D’ U 1s T T P’ U 1R sebelumnya. Bila diasumsikan leisure adalah barang normal maka rumahtangga R hanya akan mengkonsumsi leisure lebih banyak dengan mengurangi sejumlah aktivitas rumahtangga yang selama ini sudah dilakukan.

3.3. Efek Upah Pada Alokasi Waktu Rumahtangga