yang telah diterima dipekerjakan dengan status lajang dan menempati tempat tinggal yang telah ditetapkan bagi mereka oleh sub kontraktor. Mereka hanya
dapat meninggalkan lokasi konstruksi proyek pada saat cuti atau berkaitan dengan hal-hal penting lainnya di luar kendali perusahaan. Pada saat cuti para pekerja
tersebut dikirim ke daerah tempat mereka direkrut. Bila masa kontrak mereka telah habis atau bila terjadi pemutusan hubungan kerja karena hal-hal tertentu,
maka para pekerja tersebut dikembalikan ke daerah asal mereka daerah mereka sebelum bekerja di proyek.
5.5. Penerimaan Tunai Rumahtangga Responden
Rata-rata penerimaan tunai rumahtangga responden dari berbagai aktivitas produksi yang mereka lakukan dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Rata-rata Penerimaan Tunai Rumahtangga Responden Tahun 2008
No Mata Pencaharian
Utama LNG
Non LNG Penerimaan
Tunai Rp Persentase
Penerimaan Tunai Rp
Persentase 1
Petani 6 600 862.50
12.33 9 046 900.00
20.60 2
Nelayan 13 879 312.50
25.93 24 101 600.00
54.87 3.
Proyek LNG 27 131 925.00
50.70 0.00
0.00 4.
Berburu 365 625.00
0.68 1 130 200.00
2.57 5.
Menokok sagu 1 015 000.00
1.89 1 060 000.00
2.41 6.
Lain-lain 4 525 000.00
8.46 8 568 666.68
19.55 Total
53 517 725.00 100.00
43 925 366.68 100.00
Sumber : Data Penelitian diolah Tabel 15 menunjukkan bahwa penerimaan tunai rumahtangga yang
bekerja di LNG Tangguh lebih besar daripada rumahtangga yang anggota keluarganya tidak bekerja di LNG. Bagi rumahtangga yang bekerja di LNG
Tangguh, sumber utama penerimaan tunainya adalah penerimaan dari bekerja di LNG Tangguh, sedangkan yang tidak bekerja di LNG, sumber utama penerimaan
tunainya adalah kegiatan menangkap udang. Dimana kegiatan menangkap udang semenjak tahun 2000 merupakan kegiatan yang merupakan sumber utama
penerimaan uang tunai dari masyarakat setempat. Bila dibandingkan dengan data sensus yang dilakukan oleh BP Migas pada
tahun 2002 untuk Desa Saengga PERTAMINA dan BP memperkirakan penghasilan rumahtangga di Simuri Saengga adalah Rp.18 311 000 per tahun
per KK, dan bahwa 41 persen dari angka tersebut adalah hasil dari penangkapan udang. Sedangkan untuk Desa Tanah Merah penghasilan penduduk berkisar
antara Rp. 4 050 000 hingga Rp. 31 011 000 per tahun Pada saat sensus tersebut dilakukan harga udang Rp. 25 000 per kg, sedangkan pada saat penelitian
dilakukan, harga udang sudah mencapai Rp. 35 000 per kg. Jumlah tangkapan udang juga mengalami penurunan yang cukup besar. Berdasarkan sensus
tersebut, pada saat musim udang, rata-rata jumlah udang yang diperoleh sekali melaut adalah berkisar antara 10 kg hingga 30 kg atau rata-ratanya sekitar 20 kg,
sedangkan pada saat penelitian ini dilakukan, rata-rata udang yang dapat ditangkap oleh rumahtangga responden rata-ratanya 8.9 kg. Hal ini sesuai dengan
wawancara yang dilakukan terhadap keseluruhan responden, yang mengatakan bahwa sebelum adanya proyek, sekali melaut mereka biasa menangkap udang
berkisar antara 15 kg hingga 30 kg, tetapi setelah adanya proyek, jumlah tangkapan udang mengalami penurunan. Menurut mereka, hal ini disebabkan
karena daerah penangkapan udang yang selama ini mereka manfaatkan untuk melaut telah menjadi zona larangan yang ditetapkan oleh pihak proyek LNG
dengan alasan keamanan.
Harga sagu per tumang dengan ukuran diameter 30 cm pada saat sensus tersebut adalah Rp. 20 000 bila dijual di desa tersebut, sedangkan pada saat
penelitian ini dilakukan harga sagu dengan ukuran yang sama telah mencapai Rp 100 000. Tidak ada informasi dari sensus tersebut mengenai hasil buruan yang
diperoleh penduduk apakah dijual atau semuanya dikonsumsi sendiri pada saat itu, tetapi pada saat penelitian ini dilakukan hasil buruan berupa babi hutan, rusa, lao-
lao kangguru dan kasuari dijual dengan harga perikatnya yang diperkirakan mempunyai berat satu hingga satu setengah kilo sebesar Rp. 10 000.
Perbedaan harga maupun jumlah tangkapan udang, hasil buruan dan jumlah sagu yang dihasilkan diduga mengakibatkan perbedaan nilai penerimaan
yang diperoleh oleh penduduk di desa yang sama pada waktu yang berbeda. Atau dengan kata lain, peningkatan penerimaan tunai tersebut diakibatkan karena
peningkatan harga setiap komoditi.
VI. PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA RESPONDEN
6.1. Alokasi Curahan Kerja 6.1.1.
Alokasi Curahan Kerja Pada Kegiatan Pertanian
Rumahtangga responden umumnya mengusahakan tanaman pangan, tanaman jangka panjang dan tanaman perkebunan. Tanaman perkebunan yang
diusahakan adalah kelapa sawit yang berlokasi di Desa Tofoi. Curahan kerja yang mereka curahkan untuk kelapa sawit dibandingkan tanaman pangan dan tahunan
pada saat penelitian ini dilakukan relatif kecil karena mereka hanya melakukan pemeliharaan dan pemanenan, sedangkan aktivitas penanaman dan pemupukan
telah dilakukan perusahaan. Oleh karena itu dalam penelitian ini curahan kerja rumahtangga responden pada kegiatan usahatani tanaman pangan dan perkebunan
dijadikan satu. Tabel 16. Alokasi Curahan Kerja Rata-rata Anggota Rumahtangga Pada
Usahatani dan Perkebunan dalam Satu Tahun HOK
No Anggota
Rumahtangga LNG Non
LNG Curahan Kerja
Rata-rata Curahan Kerja
Rata-rata 1 Suami
26.01 36.27
2. Istri 31.42
29.31 3. Anak
anggota keluarga lain
7.65 4.68
Total 65.08
70.26 Sumber : Data Penelitian diolah
Tabel 16 menunjukkan bahwa alokasi curahan kerja suami rumahtangga responden non LNG untuk kegiatan usahatani dan perkebunan lebih tinggi
dibandingkan yang bekerja di LNG. Sebaliknya curahan kerja istri dan anak yang