Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kawasan Teluk Bintuni

Lebih lanjut PERTAMINA dan BP 2002 dalam laporan AMDAL mencatat bahwa di Kecamatan Babo, pemerintah daerah telah melaporkan bahwa terdapat rencana pengembangan perkebunan kelapa sawit sebagai berikut: 1. PT Varita Maju Utama Kelapa Sawit – 60 000 atau 90 000 ha untuk perkebunan dan100 ha untuk pabrik. 2. PT Yapen Mitra Agricultura Kelapa Sawit – 36 000 ha. 3. PT Kasuari Aria Kencana Kelapa Sawit – 36 000 ha. 4. PT Intsia Palembanica Lestari Kelapa Sawit – 3000 ha. Selain itu jumlah perusahaan yang bergerak di sub sektor perikanan pada tahun 2002 di kawasan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perusahaan Penangkapan Ikan yang Bermarkas di Wimbro Tahun 2002 Nama Perusahaan Kegiatan Wilayah Operasi PT Mina Raya Wimro – Babo dan ke sembilan anak perusahaannya: a. PT Irian Marine Product Development IPMD b. PT West Irian Fishing Industry WIFI c. PT Alfa Kurnia d. PT Dwi Bina Utama e. PT Nusantara Fishing f. PT Mina Indo Kencana g. PT Timika Jaya Nusantara h. PT Tunggal Jaya Utama i. PT Daya Guna Samudera Eksploitasi Udang Wilayah operasinya adalah seluruh Teluk BerauBintuni pada 3 Distrik: 1. Distrik Babo 2. Distrik Bintuni 3. Distrik Aranday Sumber: PERTAMINA BP, 2002.

2.2. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kawasan Teluk Bintuni

Penduduk asli Kawasan Teluk Bintuni terdiri dari tujuh suku, yaitu suku Sough, Wamesa, Irarutu, Sebyar, Kuri, Simuri dan Moskona. Sebaran populasi penduduk asli di Kecamatan Babo terdiri dari lima buah suku yang besar, yaitu Suku Kuri, Wamesa, Irarutu, Simuri, dan Sough. Di Distrik Aranday populasi suku yang terbanyak adalah suku Sebyar sedangkan di Distrik Bintuni pemilik hak ulayat adalah suku Wamesa dan Sough. Masing-masing suku ini dipimpin oleh kepala suku yang disebut ondoafi yang tergabung dalam Pilar Lembaga Masyarakat Adat Teluk Bintuni LMATB. Bila timbul masalah yang berkaitan dengan kepentingan umum disampaikan dalam forum ini yang merupakan sarana penyambung lidah kepada pemerintah setempat. Mata pencaharian utama penduduk di kawasan ini adalah petani dan nelayan, kegiatan sampingan mereka umumnya adalah menokok sagu dan berburu. Menurut PERTAMINA dan BP 2002, rata-rata jumlah pendapatan penduduk yang terkena dampak langsung pembangunan proyek LNG Tangguh adalah berkisar antara Rp. 504 000 hingga Rp. 1 305 000 per bulan, sedangkan desa yang terkena dampak tidak langsung yang terletak dekat proyek berkisar Rp. 324 000 hingga Rp. 2 881 000. Di desa yang terkena dampak tidak langsung yang terletak jauh dari proyek rata-rata pendapatan penduduknya Rp. 549 000 hingga Rp. 1 554 000 per bulannya. Pendapatan tersebut cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sebagai akibat adanya peningkatan harga. Sebagai contoh, berdasarkan survei yang dilakukan di 6 desa pada bulan Maret 1991 diperkirakan bahwa penghasilan total rata-rata dari barang yang diperdagangkan adalah Rp. 1 400 000 per tahun per KK. Bila hasil produksi rumahtangga tidak dijual juga dimasukkan dalam komponen pendapatan, maka nilai total penghasilan rata-rata menjadi Rp. 9 000 000 per KK per tahun. Survei pada bulan April 2001 yang dilakukan oleh tim survei AMDAL memperkirakan bahwa di Simuri Saengga penghasilan rata-rata adalah Rp. 840 000 per bulan per KK dengan kisaran antara Rp. 550 000 per bulan hingga Rp. 1 817 000 per bulan. Dimana sumber penghasilan utama penduduk adalah dari penjualan udang sebesar 56 persen atau sekitar Rp. 473 000 per bulan. Kemudian pada bulan Maret 2002 sensus yang dilakukan oleh PERTAMINA dan BP memperkirakan penghasilan rumahtangga di Simuri Saengga adalah Rp. 18 311 000 per tahun per KK, dimana 41 persen dari penghasilan tersebut merupakan hasil dari penangkapan udang.

2.3. Tugas dan Wewenang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak