untuk mengambil hasil hutan seperti kain untuk menapis sagu, parang, kapak, dan tombak untuk berburu dan menokok sagu. Peralatan-peralatan tersebut
merupakan peralatan yang sangat sederhana sehingga tidak mempengaruhi besar kecilnya penerimaan pada kegiatan tersebut secara signifikan.
Frekuensi mengambil hasil hutan mempunyai tanda yang sesuai dengan yang diharapkan dan berpengaruh nyata pada taraf
α = 1 persen. Artinya semakin tinggi frekuensi mengambil hasil hutan yang dilakukan oleh
rumahtangga, maka penerimaan dari kegiatan tersebut juga akan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan rumahtangga untuk meningkatkan penerimaan
dari kegiatan mengambil hasil hutan sangat dipengaruhi oleh frekuensi kegiatan tersebut sepanjang tahun. Perhitungan lebih lanjut menunjukkan bahwa
penerimaan dari kegiatan mengambil hasil hutan tidak respon terhadap frekuensi mengambil hasil hutan. Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun frekuensi
mengambil hasil hutan tinggi tetapi dengan semakin terbatasnya wilayah berburu dan menokok sagu maka jumlah sagu dan buruan yang dihasilkan juga tidak
besar.
6.4.4. Curahan Kerja Pertanian
Dari hasil pendugaan yang dilakukan, persamaan penerimaan dari curahan kerja pertanian mempunyai koefisien determinan sebesar 0.50185
dan mempunyai nilai uji F-hitung 4.61
yang perpengaruh nyata pada taraf α = 1
persen. Artinya bahwa keragaman curahan kerja pertanian dapat dijelaskan oleh peubah bebas yang ada sebesar 50.18 persen dan peubah-peubah tersebut dapat
menjelaskan dengan sangat baik perilaku curahan kerja pertanian rumahtangga. Peubah-peubah bebas tersebut adalah Proporsi Cash Income dari Proyek PCIP,
Jumlah Komoditi Pertanian JKU, Total Waktu yang Dicurahkan Rumahtangga TWR, Luas Areal LA, curahan kerja pada kegiatan perikanan CKL, curahan
kerja di proyek CKP dan curahan kerja pada kegiatan rumahtangga CKR. Tabel 28 menunjukkan bahwa seluruh peubah bebas yang terdapat di
dalam persamaan tersebut mempunyai tanda sesuai dengan yang diharapkan. Proporsi cash income dari proyek LNG Tangguh yang semakin tinggi mendorong
rumahtangga mengurangi aktivitas produksi mereka pada kegiatan pertanian. Artinya bahwa perilaku rumahtangga didalam mengalokasikan kerjanya pada
kegiatan pertanian secara langsung dipengaruhi oleh seberapa besar proporsi cash income
dari proyek di dalam keseluruhan pendapatan tunai yang dimiliki rumahtangga. Hal ini terjadi karena perhari orang kerja di proyek memberikan
kontribusi yang lebih besar daripada kegiatan pertanian yaitu rata-rata sebesar Rp. 79 799.78, sehingga merupakan pilihan rasional bila mereka beralih ke
proyek, sayangnya secara statistik peubah bebas ini tidak mempengaruhi alokasi kerja di pertanian secara signifikan. Penerimaan tunai tersebut digunakan untuk
membeli kebutuhan keluarga berupa bahan pangan maupun non pangan. Kemampuan mereka untuk membeli bahan pangan pokok seperti beras cenderung
membuat mereka beralih dari mengkonsumsi ubi-ubian maupun sagu ke mengkonsumsi nasi. Hal ini mengakibatkan alokasi kerja mereka untuk kegiatan
menanam ubi-ubian menjadi berkurang dan dialihkan pada kegiatan mengelola kelapa sawit. Sekalipun demikian, setiap rumahtangga tetap mengalokasikan
kerjanya untuk kegiatan pertanian, karena merupakan sumber pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan keluarga.
Penurunan alokasi kerja pada kegiatan pertanian akibat peningkatan pendapatan tunai di proyek secara tidak langsung mengakibatkan penerimaan
pada kegiatan pertanian juga menurun. Perhitungan selanjutnya menunjukkan bahwa alokasi kerja pada kegiatan pertanian tidak respon terhadap proporsi
pendapatan tunai dari proyek. Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun alokasi kerja rumahtangga menurun pada kegiatan pertanian akibat adanya pendapatan
tunai dari proyek tetapi rumahtangga tetap bercocok tanam karena merupakan sumber pemenuhan kebutuhan pangan mereka.
Tabel 28. Hasil Pendugaan Parameter dari Curahan Kerja Pertanian Rumahtangga Responden
Peubah Parameter
Dugaan t-hitung Taraf
Nyata Elastisitas Intersep
-28.2214 -0.36
0.7190 Proporsi cash income
proyek -0.03210 -0.03
0.9736 -0.028397
Jumlah komoditi pertanian
15.35306 2.13 0.0410
0.635543 Total waktu yang
dicurahkan 0.261376 1.68
0.1035 3.949292
Luas areal 24.44893 1.04
0.3067 0.154243
Curahan kerja perikanan
-0.53777 -2.41 0.0217
-0.971861 Curahan kerja proyek -0.23298 -1.03
0.3105 -1.213657
Curahan kerja rumahtangga
-0.18498 -1.06 0.2979
-1.088184 R
2
0.50185 F
hit
4.61 N 40
Jumlah komoditi pertanian berpengaruh nyata pada taraf α = 5 persen.
Semakin bervariasi komoditi pertanian yang diusahakan, secara langsung semakin meningkatkan curahan kerja rumahtangga pada kegiatan pertanian dan secara
tidak langsung meningkatkan penerimaan pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku curahan kerja rumahtangga untuk kegiatan pertanian dipengaruhi oleh
keputusan rumahtangga untuk mengusahakan seberapa banyak komoditi pada lahan pertanian mereka. Perhitungan lebih lanjut menunjukkan bahwa alokasi
kerja pada kegiatan pertanian tidak respon terhadap jumlah komoditi pertanian yang diusahakan. Hal ini disebabkan dalam satu luasan lahan yang diusahakan
terdiri dari banyak komoditi yang diusahakan secara campuran oleh sebagian besar rumahtangga sehingga tidak membutuhkan alokasi kerja yang tinggi.
Total waktu yang dialokasikan rumahtangga untuk kegiatan produktif mempengaruhi distribusi kerja pada masing-masing kegiatan produksi termasuk
pada kegiatan pertanian. Semakin tinggi waktu yang dialokasikan oleh setiap anggota rumahtangga, maka ada kecenderungan semakin tinggi pula alokasi kerja
untuk kegiatan pertanian. Perhitungan selanjutnya menunjukkan bahwa alokasi kerja pada kegiatan pertanian respon terhadap total waktu yang dicurahkan untuk
masing-masing kegiatan di dalam rumahtangga. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan waktu yang dapat dialokasikan oleh setiap anggota rumahtangga
yang merupakan tenaga kerja potensial memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan alokasi kerja pada kegiatan pertanian.
Luas areal mempunyai tanda positif sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini memberikan gambaran bahwa semakin luas areal pertanian yang diusahakan
suatu rumahtangga secara langsung meningkatkan curahan kerja rumahtangga pada kegiatan tersebut, sehingga keputusan rumhtangga untuk mengalokasikan
curahan kerjanya cenderung dipengaruhi oleh besar kecilnya kepemilikan lahan. Setelah adanya pembebasan lahan yang dilakukan oleh pihak proyek LNG
Tangguh untuk kontruksi proyek, maka lahan pertanian yang produktif yang dimiliki masyarakat menjadi berkurang. Masing-masing keluarga yang tidak
mempunyai hak ulayat di daerah tersebut hanya memiliki lahan milik sendiri untuk tanaman jangka pendek sebesar 300 m
2
dan lahan jangka panjang sebesar 2000 m
2
setelah pembangunan proyek tersebut. Hanya saja biasanya mereka meminjam tanah hak ulayat milik pemegang hak ulayat terbesar di desa tersebut
untuk mengusahakan komoditi pertanian yang ingin mereka usahakan. Selain itu umumnya mereka memiliki areal kelapa sawit yang berlokasi di Desa Tofoi yang
mempunyai luasan berkisar satu hektar hingga dua hektar sehingga rata-rata kepemilikan lahan bisa mencapai 0.4 hektar. Dalam penelitian ini, lahan
pertanian yang jauh dari pemukiman penduduk adalah lahan kelapa sawit. Bagi rumahtangga yang belum mengelola sendiri lahan kelapa sawitnya, mereka hanya
ke Desa Tofoi untuk mengambil uang hasil panen sebesar kurang lebih Rp. 500 000 hingga Rp. 600 000, tetapi bagi rumahtangga yang telah mengelola
kelapa sawitnya sendiri, tiap bulan mereka ke Desa Tofoi bisa satu hingga dua kali untuk memanen hasil kelapa sawit mereka. Umumnya mereka bekerja setiap
satu kali panen adalah selama 3 hari di desa tersebut, setelah itu mereka kembali ke desa asal mereka. Adapun aktivitas yang mereka lakukan di sana hanyalah
membersihkan rumput, memanen kelapa sawit dan menjualnya ke perusahaan
kelapa sawit yang ada di desa tersebut. Perhitungan selanjutnya menunjukkan bahwa alokasi kerja pada kegiatan pertanian tidak respon terhadap luas areal yang
diusahakan. Hal sangat terkait dengan tingkat kesuburan lahan di daerah tersebut dan terbatasnya akses terhadap input-input pertanian, sehingga rumahtangga
dalam mengusahakan usahataninya cenderung lebih diarahkan untuk tujuan konsumsi sendiri sehingga alokasi kerjanya juga tidak terlalu besar.
Semakin tinggi alokasi kerja yang dicurahkan oleh rumahtangga pada kegiatan perikanan secara langsung akan mengurangi alokasi kerja untuk kegiatan
pertanian dan secara tidak langsung menurunkan penerimaan dari pertanian. Kegiatan perikanan merupakan sumber penerimaan uang tunai terbesar kedua
setelah upah dari proyek sehingga ada kecenderungan rumahtangga lebih memilih mengalokasikan kerja mereka lebih banyak pada kegiatan tersebut. Perhitungan
selanjutnya menunjukkan bahwa alokasi kerja pada kegiatan pertanian tidak respon terhadap curahan kerja perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun
alokasi kerja pada kegiatan pertanian menurun akibat peningkatan alokasi kerja pada kgiatan perikanan, tetapi perubahan tersebut tidak terlalu besar karena dalam
aktivitas melaut tidak dilakukan secara terus menerus selama satu bulan. Curahan kerja pada proyek LNG Tangguh secara langsung mengakibatkan
alokasi kerja untuk kegiatan pertanian juga cenderung menurun sehingga secara tidak langsung menurunkan penerimaan pada kegiatan pertanian. Keterbatasan
tenaga kerja produktif didalam keluarga dan keterbatasan waktu yang dimiliki masing-masing rumahtangga mendorong rumahtangga untuk cenderung
mengalokasikan kerja mereka pada kegiatan yang menghasilkan uang tunai lebih
besar. Perhitungan lebih lanjut menunjukkan bahwa alokasi kerja pada kegiatan pertanian respon terhadap curahan kerja di proyek. Hal ini menunjukkan bahwa
keputusan bekerja di proyek mempunyai dampak yang besar terhadap penurunan alokasi kerja pada kegiatan pertanian sehingga penerimaannya juga secara tidak
langsung mengalami penurunan. Peranan istri cukup besar didalam kegiatan pertanian secara keseluruhan,
dimana rata-rata curahan kerja pertahunnya adalah 31.48 HOK dan suami 26.13 HOK. Di sisi lain, peran istri pada kegiatan rumahtangga juga sangat tinggi,
sehingga peningkatan alokasi kerja di rumahtangga akan menurunkan alokasi kerja di pertanian dan secara tidak langsung akan menurunkan penerimaan di
pertanian. Perhitungan lebih lanjut menunjukkan bahwa alokasi kerja pada kegiatan pertanian mempunyai respon yang negatif terhadap curahan kerja
rumahtangga. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan istri untuk lebih banyak mengalokasikan kerjanya pada kegiatan rumahtangga berdampak terhadap
penurunan alokasi kerja pada kegiatan pertanian. Keputusan tersebut umumnya sangat dipengaruhi oleh jumlah balita di dalam setiap rumahtangga.
6.4.5. Curahan Kerja Perikanan