Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Informal ke Sektor Formal

2.5. Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Informal ke Sektor Formal

Pembangunan proyek LNG Tangguh pada masa konstruksi membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar, sekalipun pada masa operasional proyek jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Pemrakarsa proyek berusaha memaksimalkan jumlah pekerja asal Papua di lokasi konstruksi. Berbagai pelatihan dilakukan oleh pihak proyek untuk meningkatkan ketrampilan para pekerja di sekitar lokasi proyek. Selain itu pemrakarsa proyek mempunyai target rekrutmen jangka pendek, menengah dan jangka panjang seperti yang terlihat pada Tabel 7 yang memungkinkan pada tahap operasional tenaga kerja di sekitar proyek tetap digunakan. Tabel 7. Target Penerimaan Tenaga Kerja Pada Proyek Liquified Natural Gas Tangguh Tahun 2005-2026 Tingkat ketrampilan Total pekerja 2005 2007 2015 2026 L P L P L P L P Unskilled worker 42 42 - 42 - 42 - 42 - Low skilled worker 50 25 25 35 15 45 5 50 - Semi skilled worker 184 3 50 15 75 20 125 46 138 Skilled worker 183 - 15 - 25 2 75 18 125 Managersupervisor 60 - 2 - 4 - 10 - 20 Sumber : UNIPA, 2004 Keterangan: L = local area P = other Papua region Dengan adanya rekrutmen tenaga kerja pada proyek LNG Tangguh serta insentif upah yang tinggi di sektor tersebut dibandingkan upah di sektor pertanian maka rumahtangga di sekitar proyek cenderung akan memilih bekerja dan meluangkan waktu bekerjanya di proyek dibandingkan bekerja pada sumber matapencaharian mereka sebelumnya yaitu bertani, menangkap ikanudang, berburu dan meramu. Salah satu model dualisme pembangunan pertanian yang dikemukakan oleh Arthur Lewis dalam Ghatak dan Ingersent 1984 dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena ini. Dalam modelnya, Lewis mengemukakan bahwa ada perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Adapun asumsi yang mendasari model ini adalah: 1. Dalam pembangunan ekonomi ada dua sektor yaitu sektor subsisten yang cenderung miskin dan tertinggal yang umumnya berada di pedesaan dan sektor kapitalis yang cenderung lebih maju dan mempunyai mekanisme pasar yang telah berjalan dengan baik. 2. Sektor subsisten cenderung menggunakan modal yang tidak produktif dibandingkan yang digunakan oleh sektor kapitalis. Dimana sektor kapitalis menggunakan modal yang mampu melipatgandakan produksi yang mereka hasilkan. 3. Elastisitas penawaran tenaga kerja pada sektor subsisten di negara-negara yang sedang berkembang adalah tak terhingga. Hal ini disebabkan karena di negara berkembang jumlah tenaga kerja yang dominan umumnya adalah tenaga kerja dengan tingkat ketrampilan yang rendah sehingga mereka cenderung bersedia untuk bekerja dengan bayaran berapapun. Artinya bahwa produktivitas marginal dari tenaga kerja melebihi penawaran tenaga kerja yang ada dan cenderung mendekati nol. 4. Teknologi produksi pada sektor kapitalis lebih tinggi dari teknologi pada sektor subsisten sehingga output perkapita pada sektor kapitalis lebih tinggi. 5. Upah pada sektor subsisten tidak dipengaruhi oleh produktivitas marginal karena upah yang berlaku cenderung konstan. Sedangkan upah pada sektor kapitalis dipengaruhi oleh produktivitas marginalnya, sehingga sangat dipengaruhi oleh ketrampilan dari tenaga kerja yang ada. Hal ini menurut Lewis dapat diatasi melalui pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja yang merupakan suatu investasi sumberdaya manusia. Menurut Lewis, transfer tenaga kerja dari sektor subsisten ke sektor kapitalis akan bermanfaat atau menguntungkan kedua sektor tersebut, dimana setelah adanya transfer tenaga kerja sektor subsisten akan melakukan perbaikan, sedangkan sektor kapitalis memperoleh input tenaga kerja murah yang dibutuhkan untuk meningkatkan outputnya. Besar kecilnya tenaga kerja yang berpindah dari sektor subsisten ke sektor kapitalis sangat tergantung kepada seberapa besar stok modal yang dimiliki oleh sektor kapitalis melalui investasi yang mereka lakukan dan surplus tenaga kerja yang ada pada sektor subsisten. Fenomena yang terjadi pada pembangunan proyek LNG Tangguh di lokasi yang berada dekat dengan proyek dapat dilihat pada Gambar 3. Sumbu horisontal pada kuadran I dan III menunjukkan sejumlah tenaga kerja pada sektor informal sedangkan kuadran II dan IV menunjukkan sejumlah tenaga kerja pada proyek LNG Tangguh sektor formal. Sumbu vertikal pada kuadran I dan II menunjukkan produk total pada sektor informal dan proyek LNG Tangguh sedangkan pada kuadran III dan IV menunjukkan produktivitas marginal dan tingkat upah yang berlaku di sektor informal dan pada proyek LNG Tangguh. Upah yang cenderung konstan sebesar 0W pada sektor informal dapat dilihat pada kuadran III. Pada kuadran ini terlihat bahwa sekalipun produktivitas marginal tenaga kerja mendekati atau sama dengan 0, upah yang diterima pekerja di sektor ini tetap sama. Hal ini menunjukkan bahwa upah di sektor informal tidak dipengaruhi oleh produktivitas marginal tenaga kerjanya. Upah pada proyek LNG Tangguh adalah 0W’ yang lebih tinggi dari upah di sektor pertanian 0W yang merangsang tenaga kerja di sektor pertanian untuk lebih memilih bekerja pada proyek. Upah yang diberikan sesuai dengan produktivitas marginal dari tenaga kerja tersebut. Profit yang diterima oleh proyek awalnya adalah sebesar daerah A. Bila diasumsikan bahwa kaum kapitalis menginvestasikan kembali semua profit yang diperoleh maka produktivitas marginal tenaga kerja semakin meningkat ke M 1 dan jumlah tenaga kerja yang diserap akan lebih banyak sebesar L 1 dengan tingkat upah yang sama. Hal ini mengakibatkan profit proyek meningkat sebesar luasan daerah A ditambah dengan daerah B. Proses tersebut akan terus berlanjut hingga surplus tenaga kerja di sektor informal terserap habis oleh proyek sehingga upah akan mulai meningkat yang ditunjukkan oleh garis putus-putus. Kasus pada rekrutmen tenaga kerja di proyek LNG Tangguh, pengurangan profit diakibatkan oleh upah yang cenderung meningkat karena pihak proyek menerapkan kebijakan pelatihan dan pendidikan bagi tenaga kerja lokal serta strategi penyerapan tenaga kerja dalam jangka pendek, menengah dan panjang yang kecenderungannya akan meningkatkan ketrampilan penduduk lokal. Pada fase ini menurut Lewis sektor informal dan formal akan bersaing untuk mendapatkan tenaga kerja yang lebih banyak. Implementasi teori Lewis tersebut pada rekrutmen tenaga kerja di proyek LNG Tangguh pada jangka pendek hingga jangka panjang hanyalah relevan pada penduduk yang berada di sekitar lokasi proyek, sedangkan yang berada di luar atau jauh dari lokasi proyek kurang relevan karena secara bertahap proyek mengurangi jumlah tenaga kerja yang berasal dari luar lokasi proyek seperti yang terlihat pada Tabel 7. Pada tahap operasional, diperkirakan jumlah tenaga kerja yang digunakan hanyalah sekitar 500 tenaga kerja yang mempunyai tingkat ketrampilan yang tinggi. L 2 L 1 L L L’ L L’ L 2 L 1 L 0 L L 1 L 2 Gambar 3. Transfer Tenaga Kerja dari Sektor Informal ke Proyek Liquified Natural Gas Tangguh L’ VMP Upah III W W’ M M 1 A B C Q I TP II TP IV L pertanian Proyek LNG Tangguh TP 1 TP 2

2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu