Penerimaan Produk Perikanan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi dan Penerimaan

pertanian bukan merupakan peubah yang secara langsung dapat meningkatkan penerimaan pertanian tanpa adanya perubahan cara bercocok tanam dari setiap rumahtangga. Oleh karena itu untuk meningkatkan penerimaan rumahtangga dari kegiatan pertanian sangat diperlukan partisipasi aktif dari setiap rumahtangga untuk menerapkan pengetahuan yang diperoleh ketika mengikuti penyuluhan.

6.4.2. Penerimaan Produk Perikanan

Hasil pendugaan persamaan penerimaan perikanan mempunyai koefisien determinan R 2 sebesar 63.203 dan nilai F-hitung sebesar 15.03 pada taraf α = 1 persen, yang menunjukkan bahwa secara bersama-sama peubah bebas dalam persamaan tersebut dapat menjelaskan keragaman penerimaan perikanan sebesar 63.20 persen dan pada taraf kepercayaan α = 1 persen, peubah penjelas dalam persamaan tersebut dapat menjelaskan dengan sangat baik perilaku penerimaan perikanan rumahtangga. Ketiga peubah penjelas tersebut antara lain curahan kerja perikanan rumahtangga CKL, jumlah jaring JJ dan biaya variabel yang dikeluarkan untuk kegiatan tersebut BVI. Semua peubah penjelas yang ada dalam persamaan tersebut mempunyai tanda yang sesuai dengan hipotesis. Curahan kerja perikanan rumahtangga bertanda positif sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi curahan kerja yang dicurahkan untuk melaut maka ada kecenderungan hasil yang diperoleh juga semakin meningkat sehingga penerimaan rumahtangga juga meningkat. Hal ini juga menunjukkan bahwa keputusan untuk meningkatkan penerimaan rumahtangga, tergantung kepada seberapa besar alokasi tenaga kerja yang dapat dicurahkan untuk kegiatan tersebut. Bila dibandingkan dengan penerimaan yang diperoleh dari kegiatan pertanian perhari orang kerja yang dicurahkan, maka penerimaan dari kegiatan perikanan lebih tinggi Rp. 5 888.79. Hal ini menunjukkan produktifitas kerja pada kegiatan perikanan lebih tinggi dibandingkan di pertanian, sehingga tidak mengherankan bila rumahtangga lebih banyak mengalokasikan kerja mereka pada kegiatan perikanan. Sekalipun demikian bila dihubungkan dengan penerimaan per hari orang kerja pada kegiatan perikanan sebesar Rp. 31 513.60 dengan harga udang per kg sebesar Rp. 35 000 pada saat penelitian ini dilakukan, maka sebenarnya jumlah udang yang dapat diperoleh setiap hari orang kerja tidak mencapai satu kilogram. Bila dikaitkan dengan aktivitas perusahaan LNG Tangguh yang mengakibatkan berkurangnya akses penduduk setempat pada wilayah penangkapan yang sering mereka manfaatkan untuk melaut, maka hal tersebut berdampak langsung terhadap penurunan penerimaan perikanan. Berdasarkan perhitungan lebih lanjut diketahui bahwa penerimaan perikanan tidak respon terhadap alokasi kerja pada kegiatan tersebut. Peningkatan alokasi kerja sebesar satu persen hanya akan meningkatkan penerimaan dari kegiatan perikanan sebesar 0.5 persen. Alokasi kerja yang besar dan didukung oleh penggunaan jaring yang memadai berdampak positif terhadap peningkatan penerimaan dari kegiatan perikanan. Jumlah jaring bertanda positif sesuai dengan yang diharapkan dan berpengaruh nyata pada taraf α = 5 persen. Artinya bahwa semakin banyak jaring trammel net yang digunakan maka semakin tinggi produksi yang bisa dihasilkan sehingga penerimaan rumahtangga juga semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya penerimaan dari kegiatan penangkapan udang maupun ikan sangat tergantung dari jumlah jaring yang dimiliki oleh masing-masing rumahtangga atau dengan kata lain produktifitas jaring mempunyai peranan yang penting didalam meningkatkan penerimaan dari kegiatan perikanan. Rata-rata jumlah jaring yang dimiliki masing-masing rumahtangga adalah 5.73. Perhitungan selanjutnya menunjukkan bahwa penerimaan perikanan tidak respon terhadap jumlah jaring yang dimiliki. Setiap peningkatan satu persen jumlah jaring yang digunakan hanya meningkatkan penerimaan perikanan sebesar 0.50 persen. Hal ini mengindikasikan terbatasnya jumlah tangkapan yang diperoleh akibat terbatasnya wilayah penangkapan karena adanya larangan bagi penduduk setempat untuk melaut di sekitar lokasi pembangunan proyek. Biaya variabel pada kegiatan perikanan yang dikeluarkan umumnya adalah biaya untuk membeli bensin dan mata kail. Bagi rumahtangga yang menggunakan perahu bermotor sekali melaut bisa menghabiskan bensin berkisar lima hingga dua puluh liter. Harga per liter bensin murni pada saat penelitian ini dilakukan adalah Rp. 12 000, sehingga umumnya mereka hanya melaut pada saat musim udang, yaitu pada awal bulan dan tengah bulan. Semakin jauh mereka melaut maka semakin tinggi jumlah udang dan ikan yang dapat diperoleh dengan konsekuensi biaya variabel yang dikeluarkan juga semakin meningkat. Artinya bahwa biaya variabel berupa bahan bakar seperti bensin dan solar merupakan input yang sangat penting didalam meningkatkan penerimaan dari kegiatan perikanan. Harga bahan bakar yang tinggi tersebut membuat mereka sangat memperhitungkan penggunaan bensin yang mereka gunakan dengan penerimaan yang mereka peroleh untuk menghindari kerugian. Perhitungan selanjutnya menunjukkan bahwa penerimaan pada kegiatan perikanan tidak respon terhadap biaya variabel yang dikeluarkan, dimana satu persen peningkatan biaya variabel hanya akan meningkatkan penerimaan perikanan sebesar 0.23 persen. Hal ini juga mengindikasikan terbatasnya wilayah penangkapan. Tabel 26. Hasil Pendugaan Parameter Penerimaan Perikanan Rumahtangga Responden Peubah Parameter Dugaan t-hitung Taraf Nyata Elastisitas Intersep 3000371 0.89 0.3819 Curahan kerja perikanan 31513.60 2.01 0.0524 0.503445 Jumlah jaring 1001156 2.67 0.0114 0.502895 Biaya variabel perikanan 1.706231 2.47 0.0186 0.235044 R 2 0.63203 F hit 15.03 N 40

6.4.3. Penerimaan dari Kegiatan Mengambil Hasil Hutan