2.4.2 Mekanisme Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi dilakukan pada semua tahap dalam siklus pengelolaan sehingga dapat menjawab serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan 3 hal yaitu
kotak 4: 1. Rancangan isu meliputi 1 konteks, di mana saat ini kita berada, dan 2
perencanaan, yaitu dimana kita seharusnya berada. 2. Kesesuaian sistem dan proses-proses pengelolaan meliputi 1 masukan, apa
yang dibutuhkan, dan 2 proses, yaitu bagaimana kita mencapainya. 3. Pencapaian tujuan-tujuan kawasan konservasi meliputi 1 keluaran, apa yang
telah dilakukan dan produk dan jasa yang dikeluarkan, dan 2 hasil, yaitu apa yang sudah dicapai.
Evaluasi yang dilakukan berdasarkan pada pencapaian tujuan merupakan penilaian yang paling bermanfaat untuk menilai langsung tujuan-tujuan nyata
pengelolaan yang sudah ditetapkan dalam kebijakan ditingkat nasional, daerah, dan lokasi. Sebagai konsekuensinya, penilaian ini membutuhkan informasi jangka
panjang mengenai kondisi keanekaragaman hayati, budaya, sosial, dan dampak pengelolaan pada masyarakat setempat. Penilaian berdasarkan pencapaian
merupakan ujian yang sebenarnya dalam menilai efektivitas pengelolaan Hockings et.al. 2006. Hal yang sama juga dilakukan dalam penelitian ini dengan
memfokuskan penelitian pada penilaian pencapaian tanpa meninggalkan evaluasi terhadap aspek pengelolaan lainnya yang relevan dengan penelitian.
Sejak tahun 1990an beberapa studi telah dilakukan untuk mengetahui prosedur penilaian efektivitas pengelolaan. Studi-studi terakhir mengenai hal tersebut antara
lain adalah: 1
Ervin 2003 dari WWF menyusun sebuah pendekatan yang disebut Rapid Assesment and Prioritization Protected Area Management disingkat RAPPAM.
Pendekatan digunakan secara luas di seluruh dunia terutama karena sifatnya yang praktis. Indikator yang digunakan relatif mudah untuk diadaptasi pada setiap
kawasan konservasi meski dengan karakteristik yang berbeda-beda.
2 Pomeroy et. al 2004 dari MPA Management Effectivennes Initiative WCPA-
IUCN MPA-MEI mengembangkan metodologi untuk kawasan konservasi laut. Dibandingkan RAPPAM, pendekatan yang digunakan oleh MPA MEI lebih luas
dan menyeluruh sehingga cenderung sulit untuk diaplikasikan secara utuh. Studi menggunakan metoda dari MPA-MEI ini pernah dilakukan sebelumnya oleh
Abbot 2003, tapi hanya mengaplikasikan indikator tata laksana yang baik bagi pengelolaan kawasan konservasi laut untuk daerah perlindungan burung di
Northern Mariana Island, Pasifik 3
Staub dan Hatziolos 2004 dari World Bank mengembangkan metodologi yang lebih praktis dibandingkan metodologi MPA-MEI IUCN dan RAPPAM.
4 Belfiore et. al 2003, dari UNESCO mengembangkan metodologi untuk menilai
efektivitas pengelolaan pesisir. Aplikasi dan efektivitas metode ini tidak diketahui secara luas karena tidak ada lembaga khusus yang ”mengawal” studi
tersebut hingga tahap ujicoba. Berbagai pilihan pendekatan tersebut diatas memiliki kelemahan dan kekuatan
masing-masing sehingga penggunaannya pun tergantung pada kondisi yang ditemui dilapangan. Penelitian ini memilih untuk menggunakan RAPPAM karena dianggap
lebih mudah diaplikasikan untuk kawasan konservasi di Indonesia yang memiliki karakteristik sangat bervariasi.
2.4.3 Rapid Assesment and Prioritization of Protected Area Management