Kawasan konservasi dan Fungsinya

pulau-pulau atau laut yang kedalamannya lebih dari enam meter pada surut terendah tetapi terletak di tengah lahan basah Keppres No 48, 1991. Beberapa produk kebijakan dan institusi yang bergerak dalam isu lahan basah sebagai kesatuan ekosistem masih belum menggunakan istilahdefinisi lahan basah sebagai mana mestinya. Meski demikian definisi yang paling luas digunakan terutama jika menyangkut kerjasama internasional adalah definisi Konvensi Ramsar Komite Nasional Pengelolaan Lahan Basah, 2004. Salah satu bagian dari lahan basah menurut definisi Konvensi Ramsar adalah lahan basah pesisir dan laut marinecoastal wetlands yang terdiri dari 12 jenis. Keduabelas jenis tersebut dapat ditemukan di Indonesia antara lain dataran lumpur atau pasir, terumbu karang, mangrove, padang lamun, dan laguna. Beberapa produk kebijakan dan kajian ilmiah mengenai lahan basah pesisir memberi batasan yang lebih luas yaitu mencakup semua jenis lahan basah yang terletak dipesisir, termasuk rawa gambut pesisir NWC for SCS, 2004. Istilah lahan basah pesisir juga digunakan dalam menjelaskan rawa gambut dan rawa air tawar disepanjang pesisir timur Sumatera dan Pesisir Kalimantan oleh Hisao Furukawa yang menulis buku mengenai “Coastal Wetlands of Indonesia” yang diterbitkan pada tahun 1994.

2.2 Kawasan konservasi dan Fungsinya

Terdapat lebih dari 140 kategori kawasan konservasi yang dipakai di berbagai negara sehingga terdapat kesulitan dalam mengkomunikasikannya dari satu negara ke negara lain IUCN, 1994. Oleh sebab itu IUCN menyusun pengelompokan kawasan konservasi menjadi enam kategori seperti berikut: 1. Strict Nature ReserveWildernes Area 2. National Park 3. Natural Monument 4. HabitatSpesies Management Area 5. Protected LandscapeSeascape 6. Managed Resource Protected Area Kategori kawasan konservasi yang dikembangkan IUCN ini merupakan hasil dari proses panjang sejak diperkenalkannya definisi Taman Nasional National Park pada tahun 1969. Sedikit berbeda dengan pengelompokan kawasan konservasi yang diterapkan dalam IUCN, istilah ”kawasan konservasi” yang digunakan dalam tulisan ini merujuk pada “kawasan pelestarian alam” yang tercantum dalam Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang- undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Berdasarkan UU tersebut dapat dibuat batasan bahwa kawasan konservasi adalah kawasan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk memelihara proses alami antara unsur hayati dan non hayati yang merupakan sistem penyangga kehidupan. Kawasan konservasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1 kawasan pelestarian alam dan 2 kawasan suaka alam. Secara detail pembagian tersebut berdasarkan UU No 5 tahun 1990 bisa dijelaskan sebagai berikut: 1. Kawasan Suaka Alam, merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan suaka alam ada dua macam yaitu 1 Cagar Alam dan 2 Suaka Margasatwa yang biasanya lebih ditujukan untuk perlindungan satwa. 2. Kawasan Pelestarian Alam, merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam ada tiga macam yaitu: 1 Taman Nasional; 2 Taman Hutan Raya; dan 3 Taman Wisata Alam. Ketentuan mengenai kawasan konservasi cukup detail dijelaskan dalam UU No 5 Tahun 1990, tetapi beberapa peraturan perundang-undangan lain membuat klasifikasi atau istilah yang berbeda. Undang-undang No 41 tahun 1999 menggunakan istilah ”kawasan hutan konservasi” yang dibagi dalam tiga jenis kawasan yaitu: hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru. Undang- undang no 24 Tahun 1994 mengenai Penataan Ruang membagi tiga jenis kawasan yaitu 1 Kawasan lindung; 2 Kawasan budidaya; dan 3 Kawasan dengan peruntukan khusus. Istilah yang juga sering digunakan adalah Keputusan Presiden No 32 Tahun 1990 yang menggunakan istilah ”kawasan lindung” dan membaginya dalam 4 jenis yaitu: 1. Kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya 2. Kawasan perlindungan setempat 3. Kawasan rawan bencana alam 4. Kawasan suaka alam dan cagar budaya. Perbedaan-perbedaan istilah dan definisi tersebut terkadang menjadi kendala tersendiri dalam pengelolaan sebab setiap istilah didukung oleh dasar argumen yang kuat dan implementasinya biasanya dilakukan oleh sektor yang berbeda. Beberapa upaya harmonisasi antar sektor terus dilakukan sehingga dalam beberapa level pemangku kepentingan misalnya di nasional, daerah, atau tingkat program dapat terjadi kompromi.

2.3 Pengelolaan Kawasan Konservasi yang Memiliki Lahan Basah Pesisir