Seperti halnya dalam siklus-siklus pengelolaan sebelumnya, Taman Nasional Bali Barat, Komodo, Wakatobi, dan Bunaken tetap merupakan kawasan konservasi
yang relatif lebih baik dalam proses pengelolaan sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 21. Sedangkan kawasan konservasi yang proses pengelolaannya masih lemah
antara lain Taman Nasional Lorentz, Gunung Palung, Kutai, Baluran, dan Sembilang. Secara umum kawasan konservasi kelompok terumbu karang memiliki nilai
proses pengelolaan yang lebih baik dibandingkan kelompok kawasan lainnya. Sebaliknya, kawasan konservasi kelompok rawamangrove memiliki nilai proses yang
lebih lemah dibanding kelompok lainnya. Hasil RAPPAM di tiga negara tropis yang sedang berkembang menunjukkan
kesamaan yang dialami di Indonesia. Kamboja, Brazil, maupun Kwazulu Natal memiliki kelemahan dalam penyusunan rencana detail pengelolaan, penelitian,
monitoring dan evaluasi pengelolaan. Sedangkan praktek-praktek pelaksanaan telah dijalankan dengan baik seperti keterbukaan, kolaborasi dengan masyarakat, dan
komunikasi yang efektif.
5.4 Keluaran
Penilaian terhadap keluaran dalam siklus pengelolaan kawasan konservasi ditujukan untuk mengetahui apakah selama dua tahun terakhir keluaran tersebut
konsisten untuk mencapai tujuan-tujuan umum pengelolaan, perencanaan kerja tahunan, dan kesesuaiannya dalam menghadapi tekanan dan ancaman yang dialami
kawasan konservasi. Terdapat 10 komponen keluaran dalam siklus pengelolaan mencakup isu-isu sosial, ekonomi, biologi, dan kelembagaan pengelola seperti
disajikan dalam Gambar 22.
- 1
2 3
Pe n
in g
k a
ta n
k epe
du lia
n P
e la
tiha n
s taf
Ma n
a je
me n
sta f
H as
il pe nel
iti an
d an m
o ni
to ri
ng P
er enc
an aan
da n
inv ent
ar is
as i
H a
b ita
t d a
n s
at w
a l iar
P en
c eg
ah a
n an
c a
m an
P e
ng em
ban gan
in fr
a s
tr u
k tu
r P
e ng
el ol
aan pe
ng unj
u ng
Up a
y a
re s
to ra
s i
N ila
i K e
lu a
ra n
Jenis-jenis Keluaran
Gambar 22. Grafik nilai keluaran dalam pengelolaan kawasan konservasi Hasil penilaian terhadap keluaran yang diperoleh dari pengelolaan kawasan
konservasi Indonesia menunjukkan bahwa hampir semua komponen keluaran masih jauh dari memuaskan nilai3, Gambar 22. Hasil yang paling lemah adalah upaya
restorasi, pengelolaan pengunjung, dan pengembangan infrastruktur. Sedangkan komponen keluaran yang relatif lebih baik adalah peningkatan kepedulian.
1 2
3 4
5
Be rb
a k
S e
m b
ila n
g
W a
y K a
m bas
Tan jung
Pu ti
n g
Ku ta
i G
un ung
P a
lung Ra
wa Ao
p a
W a
tum o
hai Wa
s u
r Lor
e nt
z U
jun g K
u lon
Ka ri
m u
n Ja
w a
Ba li Ba
ra t
Tel u
k Ce
n d
ra w
a s
ih K
epul a
uan Se
ri b
u Ko
m o
d o
B unak
en Tak
a Bo
n e
ra te
W ak
at obi
S iber
u t
Ba lu
ra n
Al a
s P
u rw
o M
e ru
B e
ti ri
M anu
peu Tanad
ar u
N ila
i K e
lu a
ra n
Rawa Pantai dan Mangrove Mangrove-
Terumbu Karang Terumbu Karang
Hutan Pantai
Gambar 23. Grafik nilai keluaran dalam pengelolaan 23 kawasan konservasi. Pengelolaan yang dilakukan oleh masing-masing kawasan konservasi memberikan
hasil yang bervariasi satu sama lain seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 23. Kawasan konservasi keluaran yang lebih baik dalam pengelolaanya adalah Taman
Nasional Bali Barat dan Komodo. Sedangkan nilai keluaran yang rendah dapat ditemukan pada Taman Nasional Lorentz dan Rawa Aopa, Gunung Palung, dan
Karimun Jawa. Penyebab perbedaan ini kompleks karena status masing-masing kawasan konservasi sangat berbeda demikian pula dengan tingkat masukan, proses,
dan monitoring pengelolaannya. Secara umum kawasan konservasi kelompok terumbu karang memiliki keluaran
yang lebih baik dibanding kelompok lainnya dan kelompok Rawa Pesisir dan mangrove memiliki nilai keluaran yang paling rendah. Hal ini sejalan dengan hasil
penilaian terhadap proses pengelolaan seperti disajikan dalam Gambar 21 dimana kelompok terumbu karang umumnya memiliki nilai lebih tinggi dibanding kelompok
lain dan kelompok Rawa Pesisir dan mangrove umumnya memiliki nilai rendah. Nilai keluaran yang diperoleh dari hasil RAPPAM di Kamboja, Brazil, dan
Kwazulu Natal juga masih jauh dari memuaskan. Laporan RAPPAM dari ketiga negara tropis sedang berkembang terus meyakini bahwa lemahnya input menyebabkan
keluaran yang diperoleh juga menjadi lebih rendah dari tujuan-tujuan pengelolaan Lacerda et.al. 2005; Forestry Institute and Forestry Foundation of Sao Paulo. 2005;
dan Goodman 2003.
5.5 Akumulasi Komponen Siklus Pengelolaan