Peranan Pembinaan Dalam Meningkatkan Profesionalisme Kerja Pegawai Negeri Sipil

(1)

PERANAN PEMBINAAN DALAM MENINGKATKAN

PROFESIONALISME KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL

(Studi Pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI Disusun oleh

REFI PASARIBU (070921015)

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA EKSTENSION FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTAK

PERANAN PEMBINAAN DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL Studi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera utara (BKD

Pemprovsu)

Nama : Refi Pasaribu Nim : 070921015

Departemen : Ilmu Administrasi Negara/Ekstenion Fakultas : Ilmu Sosial Ilmu politik

Pembimbing : Dra. Beti Nasution, Msi

Pegawai negeri sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat mempunyai peran sangat penting dalam pembangunan untuk menciptakan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Untuk melaksanakan tugas tersebut diperlukan pegawai negeri yang mempunyai kemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Untuk lebih meningkatkan peran pegawai negeri agar lebih berdaya dan berhasil guna mengisi kemerdekaan dan pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, pegawai Republik Indonesia harus dibina sebaik-baiknya. Daya guna dan hasil guna artinya setiap pegawai negeri harus selalu berhasil melaksanakan tugas secara berdaya dan berhasil guna dengan mengedepankan pelayanan kepada masyarakat yang pada gilirannya meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraannya.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Pembinaan Dalam Meningkatkan Profesionalisme Kerja Pegawai Negeri Sipil pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara. Teknik analisa data adalah analisa data deskriptif. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai BKD yang berjumlah 116 orang, sedangkan sample adalah 15 % dari total populasi yaitu 17 responden. Terbatasnya jumlah responden di karenakan kesibukan pegawai dalam mengerjakan tugas mereka, sehingga peneliti memaksimalkan penelitian ini dengan observasi ddi lapangan dan juga mengadakan wawancara kepada beberapa orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peranan pembinaan dalam meningkatkan profesionalisme kerja pada Badan Kepegawaian Daerah dapt dikatakan sudah cukup baik, akan tetapi masih sangat perlu dilakukan pembinaan yang lebih baik untuk menata disiplin pegawai dan juga professional kerja mereka.


(3)

KATA PENGANTAR

Terpujilah Tuhan oleh karena Kasih SetiaNya kepada penulis, terkhusus dalam penyelesaian skripsi ini. Ada banyak pergumulan yang penulis rasakan pada masa-masa menyusun skripsi ini, namun penulis tetap bersyukur karena itu semua Tuhan izinkan untuk semakin membentukku menjadi pribadi yang lebih dewasa di hadapanNya.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis bersyukur buat setiap dukungan yang diberikan. Pada kesempatan ini penulis sangat berterimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Arif Nasution sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA, sebagai Ketua departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu, Dra. Beti Nasution. Msi, sebagai Sekretaris Departemen. Administrasi Negara dan selaku dosen pembimbing penulis. Trimakasih buat kesabaran ibu dalam membimbing saya selama kuliah bahkan dalam penulisan skripsi ini.

4. Buat kak Mega sama K’Dian, makasih buat pelayanan selama penyusunan Sripsi ini.

5. Kepada Dosen wali saya, Dra. Elita Dewi. Msp.

6. Kepada seluruh dosen yang mengajar di Departemen Administrasi Negara, yang telah memotivasi penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh staf Administrasi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada Bapak/Ibu pegawai Badan Kepegawaian Daerah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian di BKD Provsu.

9. Kepada temen-temen seperjuangan yang ada di Administrasi Negara USU, Evi Saragih, Milah Amin R, Santi EG, B’ Anung, B’Rail, B’Zilal, K’ Ayu, K’ Lia, K’ Ni Made, Dayat, Tohap/alias Martopar Hutapea.


(4)

Makasih ya temen2ku buat dukungan klen smua. Aku akan selalu mengenang kebersamaan kita. God bless you All.

10. Buat teman KTB “Kelompok Tumbuh Bersama” ku, K’Ance, Mery, Uya makasih banget dah ngedukung aku dalam segala hal. Thanks berat juga buat doa-doanya ya. Tuhan memberkati kita.

11. Buat Adek Kelompok aku “Jehowa Raah”: Ida, Mety, Rut, Elga, Dince, Yulis. Makasih ya dek atas dukungan dan doa-doanya. Tap semangat dalam study juga pelayanan di UKM-KMK USU.

12. Buat temen baruku, Paulus n Rhewind. Tap smangat dalam pelayanan n pekerjaannya. Senang boleh mengenal kalian. Tuhan memberkati.

13. Buat semua temen kost Dipanegara 19 “Mery alias Dorkas, Dede Ugun, Adek Jen, K’Ri2s.. thanks bangat buat persekutuan diantara kita semua,


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI……… i

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1

B. Perumusan Masalah ……….. 5

C. Tujuan Penelitian ……….. 6

D. Manfaat Penelitian ……… 6

E. Kerangka Teori 1. Pembinaan Pegawai Negeri……… 7

1. Manfaat Pembinaan Pegawai Negeri ……….. 7

2. Arah dan Tujuan Pembinaan Pegawai Negeri... 9

3. Jenis Model Pembinaan Pegawai Negeri ……… 10

2. Profesionalisme Kerja Pegawai 1. Defenisi profesionalisme pegawai……….. 32

2. Karakteristik dan Ciri Profesionalisme……….. 33

3. Faktor yang Mendukung sikap profesionalisme… 36 F. Defenisi Konsep……… 39

G. Defenisi Operasional……… 40

H. Sistematika Penulisan……… 42

BAB II: METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian ……… 44

B. Lokasi Penelitian……… 44

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi………. 44

2. Sampel ……… 45

D. Teknik Pengumpulan Data ……… 46


(6)

BAB III: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Badan Kepegawaian Daerah ……… 48

B. Badan Kepegawaian daerah Provinsi Sumatera Utara ……….. 49

1. Tugas dan Fungsi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara……… 50

C. Struktur Organisasi……… 56

D. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran, Strategi dan Kebijakan……… 59

BAB IV: PENYAJIAN DATA A. Deskripsi data Identitas Responden………. 66

B. Deskripsi data variabel penelitian ……… 71

BAB V: ANALISA DATA A. Pembinaan Pegawai Pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara……… 89

1. Pembinaan Disiplin Pegawai……… 90

2. Pembinaan Karir ………. 91

3. Pembinaan Etika Profesi……… 92

B. Profesionalisme Kerja Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara ………. 93

1. Keterampilan dalam mengerjakan tugas dan Bagian….,…. 93 2. Kecerdasan Dalam Menganalisa Masalah……….. 93

3. Respon terhadap Perubahan yang Terjadi……….... 94

4. Performance Pegawai……….. 94

BAB VI: PENUTUP A. Kesimpulan ……… 96

B. Saran……… 97

DAFTAR PUSTAKA ……… 99 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Distribusi Jawaban Responden Menurut Jenis Kelamin Tabel 2 : Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Usia

Tabel 3 : Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tabel 4 : Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Golongan

Tabel 5 : Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Lama Bekerja di BKD Tabel 6 : Distribusi Jawaban Responden Tentang Metode/upaya yang

dilakukan untuk meningkatkan Pembinaan Disiplin.

Tabel 7 : Distribusi Jawaban Responden Tentang Manfaat Pembinaan Disiplin

Tabel 8 : Distribusi Jawaban Responden Tentang Pelatihan dan Pendidikan di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara.

Tabel 9: Distribusi Jawaban Responden Tentang Sistem Promosi, Mutasi dan Demosi yang ada di BKD.

Tabel 10 : Distribusi Jawaban Responden Tentang Upaya Pembinaan Etika Profesi di BKD Provinsi Sumatera Utara

Tabel 11 : Distribusi Jawaban Responden Tentang Tanggapan terhadap Pemberian sanksi bagi pelanggar etika profesi.

Tabel 12: Distribusi Jawaban Responden Tentang Keterampilan dalam Bidangnya.

Tabel 13 : Distribusi Jawaban Responden Tentang Kecerdasan dalam

Menganalisa Masalah.

Tabel 14: Distribusi Jawaban Responden Tentang Kualitas kerja mereka. Tabel 15: Distribusi Jawaban Responden Tentang Kuantitas Kerja mereka


(8)

ABSTAK

PERANAN PEMBINAAN DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL Studi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera utara (BKD

Pemprovsu)

Nama : Refi Pasaribu Nim : 070921015

Departemen : Ilmu Administrasi Negara/Ekstenion Fakultas : Ilmu Sosial Ilmu politik

Pembimbing : Dra. Beti Nasution, Msi

Pegawai negeri sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat mempunyai peran sangat penting dalam pembangunan untuk menciptakan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Untuk melaksanakan tugas tersebut diperlukan pegawai negeri yang mempunyai kemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Untuk lebih meningkatkan peran pegawai negeri agar lebih berdaya dan berhasil guna mengisi kemerdekaan dan pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, pegawai Republik Indonesia harus dibina sebaik-baiknya. Daya guna dan hasil guna artinya setiap pegawai negeri harus selalu berhasil melaksanakan tugas secara berdaya dan berhasil guna dengan mengedepankan pelayanan kepada masyarakat yang pada gilirannya meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraannya.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Pembinaan Dalam Meningkatkan Profesionalisme Kerja Pegawai Negeri Sipil pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara. Teknik analisa data adalah analisa data deskriptif. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai BKD yang berjumlah 116 orang, sedangkan sample adalah 15 % dari total populasi yaitu 17 responden. Terbatasnya jumlah responden di karenakan kesibukan pegawai dalam mengerjakan tugas mereka, sehingga peneliti memaksimalkan penelitian ini dengan observasi ddi lapangan dan juga mengadakan wawancara kepada beberapa orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peranan pembinaan dalam meningkatkan profesionalisme kerja pada Badan Kepegawaian Daerah dapt dikatakan sudah cukup baik, akan tetapi masih sangat perlu dilakukan pembinaan yang lebih baik untuk menata disiplin pegawai dan juga professional kerja mereka.


(9)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Setiap organisasi baik swasta maupun instansi pemerintahan, memiliki visi untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan. Hal itu dapat diwujudnyatakan melalui peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa. Dalam pencapaian cita-cita tersebut di butuhkan beberapa strategi yang pada dasarnya di ejawantahkan dalam sasaran misi organisasi maupun Instansi pemerintahan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat, secara langsung disadari maupun tidak disadari pasti memiliki dampak yang luar biasa terhadap perkembangan organisasi. Perubahan tersebut selain memiliki dampak positif di sisi lain dapat berdampak negatif terhadap organisasi. Dengan demikian di butuhkan sumber daya manusia yang mampu menyikapi perubahan yang tidak pernah berhenti. Sumber daya manusia di harapkan dapat mengolah sumber-sumber lain yang dapat mendukung pencapaian visi organisasi.

Uraian-uraian di atas dapat di perhatikan di setiap bidang organisasi atau instansi. Dengan demikian di butuhkan beberapa usaha atau strategi yang dapat mengembangkan beraneka ragam pengetahuan setiap elemen yang ada di dalam organisasi tersebut. Negara kita memiliki jumlah organisasi yang sangat banyak, baik yang diolah oleh pihak swasta maupun milik Negara. Setiap instansi ataupun badan pemerintahan yang berdiri di bawah pimpinan Negara merupakan sarana pendukung demi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang merupakan cita-cita bangsa yang tertuang dalam UUD 1945. Salah satu badan yang berada di dalam


(10)

naungan pemerintahan Negara Kesatuan Repulik Indonesia adalah Badan Kepegawaian Negara. Badan inilah yang memiliki fungsi untuk memperhatikan kondisi kepegawaian Indonesia. Badan ini memiliki unit yang lain salah satunya adalah Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Pihak-pihak atau badan yang tersebut diatas memiliki peran yang besar dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Pegawai negeri sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat mempunyai peran sangat penting dalam pembangunan untuk menciptakan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Untuk melaksanakan tugas mulia itu diperlukan pegawai negeri yang mempunyai kemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dalam kedudukan dan tugasnya, pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam praktek, Pegawai Negeri Indonesia pada umumnya masih banyak kekurangan yaitu kurang mematuhi peraturan kedisiplinan pegawai, sehingga dapat menghambat kelancaran pemerintahan dan pembangunan nasional, antara lain adalah masih adanya jiwa kepegawaian dengan berfikir mengikuti kebiasaan bagian, bukan terletak pada kesatuan yang harmonis melainkan kesatuan pada bagian tersendiri, mempunyai bentuk dan corak yang berbeda serta kurang menghargai ketepatan


(11)

waktu. “.Jiwa kepegawaian yang mempunyai sifat seperti tersebut di atas akan berakibat negatif terhadap prestasi kerja pegawai negeri yang bersangkutan karena tidak adanya pengembangan pola pikir kerja sama

Untuk lebih meningkatkan peran pegawai negeri agar lebih efisien dan efektif mengisi kemerdekaan dan pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, pegawai Republik Indonesia harus dibina sebaik-baiknya. Efektifitas dan efisiensi setiap pegawai negeri harus selalu berhasil melaksanakan tugas secara berdaya dan berhasil guna dengan mengedepankan pelayanan kepada masyarakat yang pada gilirannya meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraannya. Maka, dibentuklah Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) pada 29 September 1971 sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 sebagai satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina seluruh pegawai Republik Indonesia di luar kedinasan, guna lebih meningkatkan pengabdian dalam mengisi kemerdekaan dan melaksanakan pembangunan. Anggota Korpri adalah pegawai negeri meliputi pegawai negeri sipil, pegawai BUMN, BUMD dan anak perusahaannya, serta petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan desa. Dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagai organisasi pegawai Republik Indonesia, Korpri mengalami perubahan-perubahan orientasi sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman.

Berdasarkan Rubrik yang ditulis pada 4 September 2008 oleh Syahrizal pulungan dalam www.rubrik., menyatakan bahwa Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) H Syamsul Arifin, SE kembali melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke unit kerja, Rabu (3/9). Kali ini Gubsu mengunjungi Badan Kepegawaian Daerah


(12)

(BKD) Provsu, yang berkantor masih di lingkungan Kantor Gubernur Jl Diponegoro Medan. Saat Sidak, bukan saja PNS BKD Provinsi Sumatera Utara yang terkejut karena tidak menyangka bahwa Gubsu akan melakukan inspeksi mendadak. Syamsul Arifin sendiri juga terperanjat karena mendapati kantor itu kosong melompong. Hanya ada beberapa PNS di instansi yang tugas utamanya melakukan pembinaan kepegawaian itu.

Gubsu menyatakan kecewa karena pegawai di lingkungan Badan Kepegawaian Daerah yang harusnya menjadi contoh dan teladan, malah tidak mengikuti disiplin jam masuk kerja. Ketika Gubernur menanyakan ketidakhadiran PNS yang lain kepada staf yang hadir, staf tersebut menyatakan sebagian pegawai ke lapangan. “Itu lagu lama. Lebih baik terus terang,” kata Gubsu yang merasa tidak puas mendengar jawaban staf tersebut. Gubernur Sumut meminta pembinaan dan disiplin bisa ditingkatkan. Dalam hal ini, BKD harus menjadi contoh dan teladan, mulai soal kehadiran, disiplin, cara berpakaian dan hal-hal lainnya yang menyangkut kepegawaian. “Lakukan pendataan dengan cermat, buat terobosan dalam memberikan aspek jera terhadap PNS supaya jangan bolos. Kita butuh PNS yang disiplin, karena dengan kedisiplinanlah kinerja yang profesional bisa ditegakkan,” kata Gubernur.

Selain masalah di atas peneliti juga memperhatikan bahwa para pegawai banyak yang keluar masuk kantor pada jam kerja bahkan ada yang hadir tidak tepat waktu. Melihat dan menimbang masalah yang tercantum di atas sangat di harapkan adanya perubahan yang semakin baik, supaya kualitas pelayanan publik bagi para pegawai di BKD Medan memberikan kualitas pelayanan yang baik.


(13)

Dengan demikian perlu di tegakkan dan ditingkatkan kualitas pembinaan di BKD Provinsi Sumatera Utara. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi, meningkatkan produktifitas dan kwalitas kerja dan lain sebagainya, Mangkunegara (2003:52)

Karena menyadari pentingnya di terapkan pembinaan dalam peningkatan kwalitas kinerja pegawai maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana“

PERANAN PEMBINAAN DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME KERJA PEGAWAI PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA.

B. Perumusan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, maka perlu adanya pembatasan masalah. Maka pembatasan masalah tersebut adalah:

1. Bagaimanakah Pembinaan pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara?

2. Bagaimanakah Profesionalisme kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara?

3. Bagaimana peranan pembinaan dalam meningkatkan Profesionalisme Kerja Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara?


(14)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui model pembinaan Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui bagaimana Profesionalisme kerja pegawai pada Badan Kepegawaian Provinsi Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui bagaimana peranan pembinaan dalam meningkatkan profesionalisme kerja Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penulisan adalah:

1. Bagi pihak BKD, diharapkan dapat menjadi masukan untuk meningkatkan profesionalisme kerja pegawai dengan diterapkannya model pembinaan yang akan dibahas.

2. Bagi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik diharapkan dapat memperkaya ragam penelitian Mahasiswa Jurusan Administrasi Negara.

3. Bagi Peneliti/penulis akan sangat bermanfaat untuk mengembangkan potensi yang ada selama maupun sesudah proses penelitian berlangsung, bahkan dapat mengaplikasikan Ilmu yang telah di peroleh selama perkuliahan pada tempat kerja mendatang.


(15)

E. Kerangka Teori

1. PEMBINAAN PEGAWAI NEGERI

Sumber daya manusia dalam setiap organisasi, meskipun sudah melalui tahap seleksi yang baik namun dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya masih selalu menghadapi persoalan yang tidak dapat di selesaikannya sendiri, Wibowo (2007:165). Pembinaan terhadap sumber daya manusia sangat dibutuhkan dalam peningkatan kwalitas kinerja, demikian halnya dengan para pegawai negeri sipil (PNS). Mereka memiliki peranan yang besar dalam pencapaian cita-cita bangsa. Selain bertujuan untuk meningkatkan kualitas kinerja, pembinaan terhadap pegawai juga bertujuan untuk meningkatkan disiplin, mengembangkan karir dan etika mereka. Pembinaan tersebut dapat dilakukan untuk berbagai tujuan dan juga arah yang berbeda-beda.

a. Manfaat Pembinaan Pegawai Negeri

Pembinaan terhadap setiap orang secara umum memiliki tujuan dan manfaat yang sama yaitu membentuk karakter dan kepribadian. Srijanti (2006:4) menjelaskan bahwa tipe kepribadian berpengaruh terhadap pergaulan, penyampaian informasi, pandangan orang lain, pengambilan keputusan, pertanggung jawaban, karir, pandangan masa depan, kehidupan pribadi. Sebagai mahluk sosial, setiap orang pasti merasakan hal itu. PNS adalah orang yang dekat dengan masyarakat, dengan demikian kepribadian mereka harus di bentuk sedemikian rupa agar dapat berkomunikasi dengan masyarakat di dalam pelaksanaan tugasnya. Pembinaan juga di perlukan supaya tercipta sumber daya


(16)

manusia yang disiplin, tanpa disiplin yang baik akan sulit bagi organisasi untuk mencapai hasil yang optimal, Fathoni (2006:172)

Pengawasan aparatur negara menuju kepada administrasi yang sempurna sangat tergantung pada kualitas dan profesionalisme pegawai negeri itu sendiri. Undang–Undang No. 43 tahun 1999 tentang Pokok–Pokok Kepegawaian memberikan jaminan kedudukan serta kepastian hukum bagi pegawai negeri untuk mengatur dan menyusun aparatur yang bersih dan berwibawa. Pembinaan dan penyempurnaan serta pendayagunaan aparatur pemerintahan, baik kelembagaan maupun ketatalaksanaan dari segi kepegawaian perlu terus ditingkatkan untuk mewujudkan pembangunan secara menyeluruh. Hal tersebut juga telah digariskan dalam Garis–Garis Besar Haluan Negara 1998 (GBHN) Bab IV mengenai bidang Aparatur Negara disebutkan antara lain, pembangunan aparatur pemerintah diarahkan pada peningkatan kualitas, efisien dan efektif dalam seluruh jajaran administrasi pemerintahan, termasuk peningkatan kedisiplinan dan profesionalisme pegawai negeri. Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara dalam menjalankan roda pemerintahan dituntut untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat harus bisa menjunjung tinggi martabat dan citra kepegawaian demi kepentingan masyarakat dan negara.

Untuk merealisasikan hal itu di butuhkan sarana yang dapat mendukung, salah satunya adalah melaksanakan dan meningkatkan kwalitas pembinaan. Adapun manfaat dari pembinaan pegawai Negeri adalah mewujudkan citra pegawai negeri yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah yang bersatu padu, bermental baik,


(17)

berwibawa, berdaya guna,berhasil guna, bersih, berkualitas tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat. Secara singkat tujuannya adalah menciptakan pegawai negeri yang sempurna, Wursanto (1997:12)

b. Arah dan Tujuan Pembinaan Pegawai Negeri

Pembinaan pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna. Maka pembinaan pegawai negeri diarahkan kepada:

1. Satuan organisasi lembaga pemerintah mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang rasional, sesuai dengan jenis, sifat dan beban kerja yang dibebankan kepadanya.

2. Pembinaan seluruh pegawai negeri sipil terintegrasi artinya terhadap semua pegawai negeri sipil berlaku ketentuan yang sama.

3. Pembinaan pegawai negeri sipil dilaksanakan atas dasar sistem karir dan sistem prestasi

4. Pengembangan sistem penggajian diarahkan untuk menghargai prestasi kerja dan besarnya tanggung jawab.

5. Tindakan korektif terhadap pegawai yang benar-benar melanggar ketentuan yang berlaku dilaksanakan secara tegas.

6. Penyempurnaan sistem administrasi kepegawaian dan sistem pengawasannya dapat dilaksanakan.

7. Pembinaan dan kesetiaan dan ketaatan penuh terhadap pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah tetap terjamin.


(18)

c. Jenis Model Pembinaan Pegawai Negeri

Model pembinaan pegawai Negeri ada tiga jenis yaitu: Model pembinaan disiplin, karir dan etika profesi. Keseluruhan model tersebut di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004.

1. Pembinaan Disiplin

Moril atau semangat kerja yang tinngi memiliki hubungan yang sangat erat dengan disiplin, Moekijat (1999:138). Menurut Moekijat, apabila pegawai merasa berbahagia dalam pekerjaannya, pada umumnya hal itu di dorong oleh disiplin pribadi mereka sendiri, dan sebaliknya apabila moril atau semangat kerja mereka rendah, maka mereka tergolong orang yang dapat menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik, sebagai contoh menggunakan banyak waktu sekedar minum kopi, datang terlambat, atau mungkin menyetujui perintah atasan dengan hati yang tidak senang.

Pembinaan disiplin pegawai adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk meningkatkan disiplin pegawai. Pentingnya pembinaan atau pengembangan disiplin pegawai dalam konteks manajemen sumber daya manusia (MSDM), berangkat dari pandangan sebagai berikut:

1) Bahwa tidak ada manusia yang sempurna, terbebas dari kekhilafan dan kesalahan. Pendek kata, tidak ada manusia yang tidak pernah berbuat salah. Oleh sebab itu, setiap organisasi, termasuk instansi pemerintah perlu memiliki berbagai ketentuan yang harus ditaati oleh para anggota organisasi dan standar yang harus dipenuhi oleh setiap pegawai. Begitu pentingnya kedisiplinan, sehingga ada ahli yang berpendapat bahwa kedisiplinan merupakan fungsi


(19)

operatif MSDM yang terpenting, karena semakin baik disiplin pegawai, semakin tinggi prestasi yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin pegawai yang baik, sulit bagi suatu organisasi pemerintah mencapai hasil yang optimal. Jatman dalam tulisannya meminjam kata bijak Sun Tzu, bahwa segala kebijakan tidak mempunyai arti kalau tidak didukung oleh para pelaksananya. Hal yang demikian, berlaku pula bagi komunitas aparatur pemerintah, khususnya Pegawai Negeri Sipil (PNS).

2) Dalam tataran organisasi, manusia dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu:

a) Manusia ada yang mau bekerja dan tidak mau bekerja,

b) Manusia ada juga yang tidak mampu bekerja dan ada juga yang mampu bekerja.

Individu yang tidak mampu bekerja, artinya seseorang itu tidak mempunyai keahlian dan kemampuan untuk melaksanakan tugas pekerjaannya. Orang yang semacam ini bukan tidak disiplin, melainkan kurang kemampuannya. Solusinya adalah, bukan didisiplinkan, melainkan dilatih, dididik dan ditambah kemampuannya. Sedangkan orang yang tergolong tidak mau bekerja atau tidak melaksanakan pekerjaan yang seharusnya, maka orang semacam ini yang didisiplinkan supaya mau bekerja. Sebenarnya, orang dalam kategori ini mampu bekerja, tetapi tidak mempunyai kemauan untuk melaksanakan tugas pekerjaannya. Oleh karena itu, disinilah letak perlunya disiplin. Jadi, disiplin hanya diperuntukkan bagi orang yang


(20)

tidak mau bekerja, bukan diberikan kepada orang yang tidak mampu bekerja.

3) Sebagai bagian dari aparatur pemerintah, masalah disiplin PNS, di samping sebagai kewajiban moral dari konsekuensi keberadaannya selaku penyelenggara tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, juga merupakan tantangan logis yang tumbuh seirama dengan tuntutan perubahan dan perkembangan kemajuan masyarakat. Sebab, semakin majunya arus perkembangan dan tuntutan perubahan lingkungan, berimplikasi pula pada kemajuan pola pikir dan sikap kritis masyarakat, disertai tuntutan kebutuhan pelayanan yang semakin baik dari aparatur pemerintah. Dalam keadaan demikian, diperlukan suatu kondisi dan kapasitas aparatur yang bersih dan berwibawa. Aparatur yang bersih dan berwibawa akan terwujud, bila menempatkan nilai-nilai disiplin sebagai acuan hidupnya. Bersih artinya bahwa PNS sebagai pribadi memiliki ketaatan pada aturan yang berlaku dan menjadikan ketataan tersebut sebagai kebanggaan. Sedangkan berwibawa artinya, bahwa PNS sebagai pribadi memiliki kemauan dan kemampuan menjadikan pegawai atau masyarakat yang dipimpinnya untuk taat pada aturan yang berlaku.

4) Mengingat pentingnya kedudukan dan peranan PNS dalam menjalankan tugas-tugas ke depan yang semakin kompleks, maka PNS semakin dituntut untuk menunjukkan jati dirinya dalam menunaikan kewajiban, serta pengabdian pada bangsa, negara dan masyarakat. Sebab di satu sisi, beban negara dalam melaksanakan pembangunan nasional yang semakin kompleks menjadi tanggung jawab pegawai selaku abdi negara, di sisi lain, dalam


(21)

kapasitasnya sebagai abdi masyarakat, harus mampu memberikan pelayanan optimal pada masyarakat yang semakin berkembang, baik dalam wawasan berpikir maupun sikap dan perilaku yang semakin kritis dalam tuntutan kebutuhan dan pelayanan dari aparatur pemerintah.

5) Disiplin pegawai tidak muncul seketika, tetapi melalui proses pembinaan yang dilakukan secara terarah, sistematis dan berkesinambungan, sehingga tercapai sosok PNS yang diinginkan.

6) Selain itu, ada dua hal yang harus dipahami berkaitan dengan konsep disiplin. Pertama, adalah disiplin diartikan sebagai kontrak kesepakatan untuk melaksanakan tugas, dan kedua, disiplin diartikan sebagai bagian dari perwujudan moral. Suatu organisasi apapun, senantiasa memerlukan adanya disiplin bagi pegawainya. Bagi pegawai (aparatur), disiplin merupakan wujud terlaksananya kontrak kesepakatan bagi pegawai untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan oleh kontrak tersebut. Orang yang berdisiplin akan konsekuen terhadap kontrak atau janji yang sudah disepakati sebelumnya. Sebaliknya, orang yang tidak disiplin, moral yang diwujudkan dari sikap, perilaku dari orang tersebut perlu diluruskan.

7) Manusia dalam sebuah organisasi pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua, yaitu a) mereka yang bertindak sebagai pimpinan–atasan, dan b) mereka yang bertindak sebagai bawahan–staf. Pegawai yang bertindak selaku bawahan–staf ini hakikatnya adalah para pengikut pimpinan. Dengan demikian, dalam tataran pemahaman organisasi berlangsung proses kepemimpinan antara yang dipimpin (bawahan–staf) dengan yang memimpin(pimpinan–atasan). Efektivitas kepemimpinan seseorang, di antaranya ditentukan oleh seberapa


(22)

baik kematangan pengikut. Dalam kajian tentang kepemimpinan, kematangan (maturity=M) pengikut dapat digolongkan menjadi empat tingkatan, yaitu: M1 = rendah, M2 dan M3 = sedang, dan M4 = matang/dewasa

Berangkat dari pemahaman di atas, dapat disimpulkan bahwa disiplin pegawai tidak lahir begitu saja, akan tetapi membutuhkan suatu proses atau upaya. Moekijat menambahkan bahwa lazimnya kata discipline menunjukkan suatu ide “hukuman” akan tetapi hal itu bukanlah pengertian yang sesungguhnya. Disiplin berasal dari bahasa latin “disciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerokhanian serta pengembangan tabiat, Moekijat (1999:139). Hal ini menekankan pada bantuan kepada pegawai untuk mengembangkan sikap yang layak terhadap pekerjaannya.

Sedangkan menurut Maltis dalam bukunya MSDM, buku 2 (2000:283) menyatakan bahwa disiplin adalah merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-peraturan instansi atau perusahaan. Dalam perusahaan ada beberapa hal yang dilakukan untuk menegakkan disiplin pegawai yaitu:

a. Konseling: Konseling dapat menjadi hal penting dalam pendisiplinan pegawai karena memberikan kesempatan kepada pimpinan untuk mengidentifikasi gangguan prilaku kerja pegawainya serta mendiskusikan solusinya. Tujuan tahap ini adalah untuk meningkatkan kesadaran karyawan terhadap kebijakan dan peraturan.

b. Dokumentasi tertulis, jika perilaku karyawan tidak juga terkoreksi, maka pertemuan kedua dilakukan antara suvervisor dengan si


(23)

karyawan. Jika tahap pertama dilakukan hanya secara lisan, maka tahap ini didokumentasikan dalam formulir tertulis. Sebagai bagian dari tahap ini, si karyawan dan suvervisor menyusun solusi tertulis untuk mencegah munculnya persoalan yang lebih jauh.

c. Peringatan terakhir. Ketika pegawai tidak juga mengikuti solusi tertulis yang dilakukan, maka hal yang kemudian dilakukan adalah membuat pertemuan terakhir. Dalam hal ini diberikan kesempatan satu hari untuk pegawai mengoreksi tingkah lakunya dan juga membuat rencana kerja.

d. Pemberhentian: Jika si pegawai gagal mengikuti rencana kerja yang telah dibuat maka langkah terakhir adalah melakukan pemberhentian.

Sedangkan dalam lingkup pegawai negeri sipil, hal yang dilakukan dalam penegakan disiplin pegawai adalah:

a. Kegiatan Apel pagi dan Sore b. Pembinaan Kerohanian

c. Pemberian sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin

2. Pembinaan Karier PNS

Pegawai yang tidak disiplin, dapat juga dikarenakan lemahnya pembinaan karir pegawai. Pegawai yang karirnya tidak berkembang akhirnya tidak disiplin terhadap peraturan-peraturan yang ada, dalam hal ini dibutuhkan inisiatif dari pimpinan untuk memperhatikakondisi para bawahannya. Karir adalah urutan posisi yang terkait dengan pekerjaan yang diduduki seseorang sepanjang


(24)

hidupnya, Maltis( MSDM 2:62). Manusia mengejar karir adalah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu secara mendalam. Karir Pegawai perlu terus dipantau dan diperhatikan, karena hal tersebut dapat menunjukkan prilaku atau sikap mereka terhadap pekerjaan mereka. Seorang individu tentunya mengharapkan agar karirnya tetap dapat dikembangkan. Di bawah ini adalah beberapa pokok pikiran yang melandasi pentingnya pembinaan/pengembangan karier pegawai dalam suatu instansi pemerintah.

1) Bahwa tujuan pokok manajemen sumber daya manusia adalah agar pegawai bisa bekerja sesuai dengan deskripsi tugasnya secara efektif dan efisien, agar pengembangan kariernya dijamin semaksimal mungkin, dan agar kesejahteraan hidup dirinya dan keluarganya dijamin dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan utama pembinaan/pengembangan karier agar terjamin pengembangan kariernya. Sebagai unsur pokok dalam organisasi pemerintah, maka salah satu hal yang diharapkan adalah agar pola pengembangan/pembinaan karier pegawai terjamin dengan baik. Artinya, begitu seseorang masuk menjadi PNS, maka sebaiknya diketahui secara jelas ke arah mana perkembangan kariernya. Sayangnya dalam praktik, bukan seperti itu yang dialami PNS, melainkan mereka umumnya tahu kapan masuk dan tahu kapan pensiunnya, tetapi tidak tahu bagaimana masa depan karier organisasinya.

2) Seharusnya menurut pandangan akademis, sistem karier dalam manajemen kepegawaian harus dilaksanakan berdasarkan pada prinsip merita (merit system), yakni sistem karier yang didasarkan pada prestasi kerja, dengan keten-tuan yang jelas untuk penilaian prestasinya.


(25)

3) Pembahasan tentang karier dalam rangka manajemen sumber daya manusia bertitik tolak dari asumsi dasar bahwa seseorang yang mulai bekerja setelah penempatan dalam suatu organisasi akan terus bekerja untuk organisasi tersebut selama masa aktifnya hingga seseorang memasuki usia pensiun. Adalah hal yang logis dan wajar apabila dalam kehidupan organisasi seseorang mengajukan berbagai pertanyaan yang menyangkut karier dan prospek perkembangannya di masa depan.

Langkah yang dilakukan oleh instansi supaya karir dapat berkembang adalah menyediakan sarana dan prasarana yang mampu mendukung peningkatan karir pegawai, hal-hal yang dilakukan adalah program pendidikan dan pelatihan yang meliputi:

1. Membuat program pendidikan dan pelatihan 2. Perumusan Pelaksanaan pelatihan

3. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan 4. Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan

Pembinaan karir menekankan kepada pentingnya peranan pegawai untuk tetap memperhatikan bahkan mempertanggung jawabkan kedudukan yang ia miliki. Pembinaan karir bertujuan untuk mengembangkan karir pegawai dengan demikian ada beberapa pilihan pengembangan karir, Usmara (2002: 278) yaitu:

1. Pengembangan dan peningkatan melalui pemberian tugas secara khusus. 2. Pengembangan ke arah samping sesuatu pekerjaan yang lain, yang

mungkin lebih cocok dengan keterampilannya dan memberi pengalaman yang lebih luas, tantangan baru serta memberikan kepercayaan dan


(26)

kepuasan yang lebih besar. Ini disebut dengan pengembangan karir

Lateral atau demosi.

3. Pengembangan ke arah atas pada posisi yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar di bidang keahlian khusus atau bahkan keahlian khusus yang baru. Ini disebut dengan Promosi.

4. Pergerakan ke arah bawah yang mungkin dapat merefleksikan sesuatu peralihan atau pertukaran prioritas pekerjaan bagi pegawai untuk mengurangi resiko atau tanggung jawab dan stress, menempatkan posisi karyawan tersebut kea rah yang lebi tepat sekaligus sebagai kesempatan atau peluang yang baru. Inilah yang di sebut dengan mutasi.

Sistem pembinaan karier pegawai harus disusun sedemikian rupa, sehingga menjamin terciptanya kondisi objektif yang dapat mendorong peningkatan prestasi pegawai. Hal tersebut dapat dimungkinkan apabila penempatan pegawai negeri sipil didasarkan atas tingkat keserasian antara persyaratan jabatan dengan kinerja pegawai yang bersangkutan. Sistem pembinan karier pegawai pada hakekatnya adalah suatu upaya sistematik, terencana yang mencangkup struktur dan proses yang menghasilkan keselarasan kompetensi pegawai dengan kebutuhan organisasi.

Komponen yang terkait dengan sistem pembinaan karier pegawai meliputi:

1. Misi, Sasaran dan Prosedur Organisasi, yang merupakan indikator umum kinerja, kebutuhan prasarana dan sarana termasuk kebutuhan kualitatif dan kuantitatif sumber daya manusia yang mengawalinya.

2. Peta jabatan, yang merupakan refleksi komposisi jabatan, yang secaravertikal menggambarkan struktur kewenangan tugas dan tanggung


(27)

jawabjabatan dan secara horisontal menggambarkan pengelompokan jenis dan spesifikasi tugas dalam organisasi.

3. Standar kompetensi, yaitu tingkat kebolehan, lingkup tugas dan syarat jabatan yang harus dipenuhi untuk menduduki suatu jabatan agar dapat tercapai sasaran organisasi yang menjadi tugas, hak, kewajiban dan tanggungjawab dari pemangku jabatan.

4. Alur karier, yaitu pola alternatif lintasan perkembangan dan kemajuan pegawai negari sepanjang pengabdiannya dalam organisasi. Sesuai dengan filosofi bahwa perkembangan karier pegawai harus mendorong peningkatan prestasi pegawai. Alur karier adalah pola gerakan posisi pegawai baik secara horisontal maupun vertikal selalu mengarah pada tingkat posisi yang lebih tinggi.

a. Standar penilaian kinerja pegawai, yaitu instrumen untuk mengukur tingkat kinerja pegawai di bandingkan dengan standar kompetensi jabatan yang sedang dan akan diduduki pegawai yang bersangkutan.

b. Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, yaitu upaya untuk menyelaraskan kinerja pegawai dan atau orang dari luar organisasi yang akan menduduki suatu jabatan dengan standar kompetensi yang ditetapkan. Upaya ini dilakukan melalui jalur pendidikan, pelatihan pra jabatan, dan atau pelatihan di dalam jabatan.

c. Rencana Suksesi (Seccession Plan), yaitu rencana mutasi jabatan yang disusun berdasarkan tingkat potensi pegawai, dikaitkan dengan pola jabatan dan standar kompetensi. Rencana suksesi


(28)

disusun dengan memperhatikan perkiraan kebutuhan organisasi mendatang dikaitkan dengan perencanaan pegawai dan hasil pengkajian potensi pegawai.

Untuk dapat menciptakan sistem pembinaan karier pegawai, perlu dirancang suatu pola karier pegawai yang sesuai dengan misi organisasi, budaya organisasi dan kondisi perangkat pendukung sistem kepegawaian yang berlaku bagi organisasi, sesuai dengan peraturan perundangan pegawai negeri sipil yang berlaku. Pola Karier Pegawai Negeri Sipil adalah pola pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang menggambarkan alur pengembangan karier yang menunjukan keterkaitan dan keserasian antara jabatan, pangkat, pendidikan dan pelatihan jabatan, kompetensi, serta masa jabatan seseorang Pegawai Negeri Sipil sejak pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun (PP No. 100 Tahun 2000 jo PP No. 13 Tahun 2002).

Memperhatikan definisi tersebut di atas, tampak bahwa bagaimanapun bentuknya pola karier cenderung disusun untuk kepentingan pegawai, walaupun harus tetap diarahkan agar pola karier tersebut dititik beratkan pada optimalisasi kontribusi pegawai kepada organisasi. Pola karier pada umumnya mempunyai satu atau lebih dari beberapa tujuan di bawah ini:

1. Untuk lebih mendayagunakan setiap jenis kemampuan profesional yang disesuaikan dengan kedudukan yang dibutuhkan dalam setiap unit organisasi

2. Pemanfaatan seoptimal mungkin sumber daya manusia pada setiap satuan organisasi sesuai dengan kompetensinya dan terarah pada misi organisasi;


(29)

3. Membina kemampuan, kecakapan.keterampilan secara efesien dan rasional, sehingga potensi, energi, bakat dan motivasi pegawai tersalur secara obyektif kearah tercapainya tujuan organisasi;

4. Dengan spesifikasi tugas yang jelas dan tegas serta tanggung jawab, hak dan wewenang yang telah terdistribusikan secara seimbang dari seluruh jenjang organisasi, diharapkan setiap pemangku jabatan dapat mencapai tingkat hasil yang maksimal;

5. Dengan tersusunnya Pola Karier Pegawai dan telah teraturnya pengembangan karier, maka setiap pegawai akan mendapatkan gambaran mengenai jabatan-jabatan, kedudukan dan jalur yang mungkin dapat dilalui dan dicapai, serta persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi guna mencapai jabatan dimaksud. Dengan tersusunnya pola karier pegawai setiap pegawai akan dapat diperhatikan perkembangannya demikian pula bagi mereka dimungkinkan peningkatan jabatan mulai dari jabatan yang paling rendah sampai ketingkat yang lebih tinggi secara obyektif dan adil;

6. Pola karier pegawai merupakan dasar bagi setiap pimpinan organisasi dalam rangka pengambilan keputusan yang berkait dengan sistem manajemen kepegawaian;

7. Bila terdapat perpaduan yang serasi antara kemampuan, kecakapan/keterampilan dan motivasi dengan jenjang penugasan, maka jabatan yang tersedia akan menghasilkan manfaat dan kapasitas kerja yang optimal. Dengan demikian Pegawai Negeri Sipil pada setiap satuan organisasi pemerintah diharapkan dapat lebih profesional dalam mengantisipasi tantangan yang dihadapi pada saat ini.


(30)

Oleh karena itu tahapan pembinaan karier sesuai makna Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksaann PP nomor 100 Tahun 2000 jo PP nomor 13 Tahun 2002 adalah sebagai berikut: a. Perpindahan dari jabatan struktural ke fungsional maupun dari jabatan

fungsional ke struktural baik secara horisontal, vertikal maupun diagonal serta perpindahan wilayah kerja;

b. Perpindahan jabatan secara horisontal adalah perpindahan jabatan pada tingkat eselon dan pangkat jabatan yang sama;

c. Perpindahan jabatan secara vertikal adalah perpindahan yang bersifat kenaikan jabatan (promosi);

d. Perpindahan jabatan secara diagonal adalah perpindahan jabatan dari jabatan struktural ke fungsional dan sebaliknya;

Dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan kepegawaian yang ada, pola karier bagi Pegawai Negeri Sipil dapat dijelaskan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Tahapan Pengadaan pegawai merupakan usaha mendapatkan pegawai dari pasar kerja masyarakat melalui sistem seleksi yang didasarkan atas persyaratan jabatan.

b. Tahapan orientasi merupakan usaha pelatihan dengan cara memberikan tugas khusus yang terprogram dalam waktu tertentu sehingga pegawai:

1. Mempunyai gambaran secara umum tentang kegiatan organisasi;

2. Mempunyai gambaran tentang upaya yang harus dilaksanakan untuk pengembangan kemampuan dasarnya menjelang tugas yang akan dipangkunya. Dalam tahap ini, tugas dan tanggung jawab pelaksana


(31)

pengembangan pegawai adalah memonitor bakat, minat dan potensi pegawai tersebut guna penetapan pegawai selanjutnya secara tepat. c. Pelatihan Pra Tugas merupakan suatu catatan mengenai prestasi kerja dan

potensi pegawai yang bersangkutan selanjutnya diidentifikasi pendidikan dan pelatihan teknis yang dibutuhkan, yang diikuti dengan penilaian dan seleksi guna penetapan pegawai yang sejauh mungkin sesuai dengan bakat dan minatnya.

d. Penetapan dalam rangka Pengembangan Potensi merupakan pengamatan bakat dan minat pegawai tersebut, pegawai diarahkan untuk ditugaskan dalam jabatan-jabatan yang memerlukan syarat kualifikasi teknis dan kemampuan pengenalan kegiatan manajemen. Penugasan pada tahap ini diatur sedenikian rupa, sehingga pegawai yang bersangkutan memperoleh serangkaian pembekalan melalui kursus dan pengalaman baik teknis operasional maupun manajerial.

e. Penugasan dalam rangka Pemantapan Profesi ditinjau secara selektif pegawai ditugasi :

1. Sebagai Pejabat Struktural sesuai dengan kemampuannya guna mendapatkan kemampuan manajerial yang bersangkutan agar dapat meniti jenjang jabatan yang lebih tinggi, atau

2. Sebagai Pejabat Fungsional untuk dapat menerapkan dan mengembangkan kemampuan sesuai bidang keahliannya.

f. Tahapan Pematangan Profesi ditinjau secara selektif pegawai ditugaskan pada jabatan yang lebih tinggi dengan spesifikasi sebagai berikut :


(32)

1. Untuk jabatan struktural, bagi mereka yang mempunyai kemampuan untuk mengarahkan dan menetapkan kebijakan dibidang tugas masing-masing, sejalan dengan misi organisasi dan arah kebijaksanaan pimpinan organisasi.

2. Untuk jabatan fungsional yang mempunyai tingkat pengetahuan, kemampuan menalar, menilai dan memecahkan masalah yang dihadapi secara ilmiah.

g. Pemantapan Sistem Pendidikan dan Latihan, meliputi:

1. Pengembangan standar pendidikan dan pelatihan sesuai dengan persyaratanjabatan yaitu: DIKLAT Manajemen Berjenjang terutama untuk Jabatan Struktural dan DIKLAT Teknis dan Fungsional terutama untuk Jabatan Fungsional.

2. Pengembangan Sistem Identifikasi Kebutuhan Akan DIKLAT (IKAD) dikaitkan dengan pemenuhan persyaratan Jabatan dari/atau pembinaan karier.

3. Pengembangan Sistem Evaluasi Pasca DIKLAT (EPAD) yang berkaitan dengan evaluasi: Kesesuaian DIKLAT dengan penempatan; Kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan pelaksanaan pekerjaan; Kemampuan pegawai dalam menyerap materi Diklat dikaitkan dengan pelaksanaan tugas.

4. Pegembangan Sistem Manajemen penyelenggaraan DIKLAT terpadu.


(33)

3. Pembinaan Etika Profesi PNS

Yang dimaksud dengan Pembinaan Etika Profesi PNS” menurut PP Nomor 24 Tahun 2004 dalam www.bkn.go.id.penelitian digunakan terminologi Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS), adalah semacam rancangan (design) yang menjelaskan tentang berbagai komponen yang perlu ada dalam pembinaan etika profesi PNS, sehingga dapat dipakai sebagai pola acuan/pedoman oleh pimpinan instansi pemerintah pada setiap jenjang dalam melakukan pembinaan kode etik PNS di lingkungan instansi/unit kerja masing-masing. Beberapa hal pokok yang melandasi pentingnya model/pola pembinaan etika profesi PNS ini adalah berikut:

1) PNS sebagai bagian dari birokrasi pemerintah merupakan suatu sistem yang mempunyai batas-batas yurisdiksi yang mengikat orang-orang yang berada di dalam sistem itu. Batas-batas itu yang disebut pedoman bisa berupa hukum, aturan, ataupun kebijakan untuk mengatur sistem itu efektif.

2) Beberapa karakteristik birokrasi antara lain: 1) individu pejabat/pegawai secara personal itu bebas, akan tetapi ketika menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individualnya dalam jabatannya, pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pri-badinya termasuk keluarganya. 2) setiap pejabat/pegawai mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan dengan baik. 3) untuk menduduki jabatannya itu seseorang harus melalui proses seleksi atas dasar profesionalitas dan kompetensinya. (4) setiap pejabat /pegawai berhak menerima gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan hirarki jabatannya.


(34)

3) Suatu pemerintahan dijalankan di atas aturan atau pedoman atau hukum. Aturan, pedoman dan hukum itu meru-pakan kode etik (code of conduct). Kode etika membatasi perilaku dari para pelaku pemerintahan untuk tidak menyimpang dari pedoman, aturan dan hukum yang su-dah disepakati bersama. Kode etik berkaitan dengan perilaku yang taat pada pedoman, aturan dan hukum.

4) Hukum, peraturan dan kebijakan yang sejalan dengan ketentuan/norma/ajaran agama akan membingkai garis edar kehidupan manusia agar supaya tetap dalam lingkungan yang baik. Manusia yang berada dalam suatu sistem birokrasi yang sedemikian itulah yang menjamin etika birokrasi bermakna dalam pemerintahan. Pemerintahan dan tata kepemerintahan yang baik itu selalu mempresentasikan aturan dan perilaku yang etis, bermoral, dan bersih, serta konsisten antara kode etika dan perilaku amaliah.

Adapun harapan dari model pembinaan etika profesi adalah untuk memperoleh Pegawai Negeri Sipil yang kuat, kompak dan bersatu padu, memiliki kepekaan, tanggap dan memiliki kesetiakawanan yang tinggi, berdisiplin, serta sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat diperlukan pembinaan jiwa korps dan kode etik Pegawai Negeri Sipil yang ditegakkan melalui pembinaan jiwa korps Pegawai. Pembinaan jiwa korps dimaksudkan untuk meningkatkan semangat juang, pengabdian, kesetiaan, dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Ichsan (2009, www.tunas63.wordpress). Pembinaan etika profesi meliputi:


(35)

a. Pembinaan Jiwa Korps Pegawai

Ichsan juga menjelaskan bahwa Pembinaan jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk:

1. Membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta meningkatkan kemampuan, dan keteladanan Pegawai Negeri Sipil.

2. Mendorong etos kerja Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat.

3. Menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan wawasan kebangsaan Pegawai Negeri Sipil sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ruang lingkup pembinaan jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil mencakup:

1) Peningkatan etos kerja dalam rangka mendukung produktivitas kerja dan profesionalitas Pegawai Negeri Sipil,

2) Partisipasi dalam penyusunan kebijakan Pemerintah terkait dengan Pegawai Negeri Sipil;

3) Peningkatan kerja sama antar Pegawai Negeri Sipil untuk memelihara dan memupuk kesetiakawanan dalam rangka meningkatkan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil,


(36)

4) Perlindungan terhadap hak-hak sipil atau kepentingan Pegawai Negeri Sipil sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.

Nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil meliputi:

1) Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;

2) Kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 3) Semangat nasionalisme;

4) Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;

5) Penghormatan terhadap hak asasi manusia; 6) Tidak diskriminatif;

7) Profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi; 8) Semangat jiwa korps.

b. Kode Etik Pegawai Negeri Sipil

Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara, dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam berorganisasi, dalam bermasyarakat, serta terhadap diri sendiri dan sesama Pegawai Negeri Sipil.

a. Etika bernegara meliputi:

1. Melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 2. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara;


(37)

3. Menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;

4. Menaati semua peraturan perundang-undang yang berlaku dalam melaksanakan tugas;

5. Akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan;

6. Tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap kebijakan program pemerintah;

7. Menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efisien dan efektif;

8. Tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.

b. Etika dalam berorganisasi adalah:

1. Melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku; 2. Menjaga informasi yang bersifat rahasia;

3. Melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwewenang

4. Membangun etos kerja dan meningkatkan kinerja organisasi;

5. Menjalin kerjasama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam rangka pencapaian tujuan;

6. Memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas;


(38)

8. Mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan kineri organisasi;

9. Berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja.

c. Etika dalam bermasyarakat meliputi:

1. Mewujudkan pola hidup sederhana;

2. Memberikan pelayanan dengan empati, hormat, dan santun tanpa pamrih dan tanpa unsur pemaksaan;

3. Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta tidak diskriminatif;

4. Tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat;

5. Berorientasi kepada peningkatan kesejahtera masyarakat dalam melaksanakan tugas.

d. Etika terhadap diri sendiri meliputi:

1. Jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar; 2. Bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan;

3. menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan; 4. Berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan,

keterampilan, dan sikap;

5. Memiliki daya juang yang tinggi;

6. Memelihara kesehatan jasmani dan rohani; 7. Menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga; 8. Berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan.


(39)

e. Etika terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil:

1. Saling menghormati sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan yang berlainan;

2. Memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama Pegawai Negeri Sipil; 3. Saling menghormati antara teman sejawat baik secara vertikal maupun

horisontal dalam suatu unit kerja, instansi, maupun di luar instansi; 4. Menghargai perbedaan pendapat

5. Menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil;

6. Menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama Pegawai Negeri Sipil;

7. Berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semua Pegawai Negeri Sipil dalam memperjuangkan hak-haknya.

Untuk mewujudkan pegawai yang meliputi etika terhadap Negara, masyarakat, organisasi, diri sendiri dan juga etika terhadap sesame pegawai negeri maka upaya yang dilakukan adalah (dokumentasi BKD)

1. Memberikan pemahaman kepada pegawai tentang kode etik pegawai negeri sipil/ sosialisasi kode etik PNS

2. Memahamkan kepada PNS bahwa tanggung jawab pegawai adalah memiliki ruang lingkup yang sangat luas.

3. Memperketat pengawasan terhadap pegawai

4. Memberikan motivasi kepada pegawai akan pentingnya tanggung jawab terhadap tugas dan pekerjaannya.


(40)

5. Sanksi terhadap pihak yang melanggar etika ataupun disiplin pegawai.

2. PROFESIONALISME KERJA PEGAWAI a. Defenisi Profesionalisme Pegawai

Profesionalisme sangat mencerminkan sikap seseorang terhadap pekerjaan maupun jenis pekerjaannya/ profesinya. Menurut Soemaryono dalam Royen (2007:8) profesi merupakan sebuah sebutan dimana orang yang menyandangnya mempunyai pengetahuan khusus melalui training dan pengembangan maupun pengetahuan lain. Sedangkan menurut Korten dan Alfonso, juga dalam Royen menyatakan bahwa Profesionalisme adalah kecocokan antara kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi dengan kebutuhan tugas.

Terpenuhinya kecocokan antara kemampuan dengan kebutuhan tugas merupakan salah satu syarat terbentuknya pegawai yang professional. Profesionalisme juga dapat diartikan kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang cepat berubah dan menjalankan tugas dan fungsinya yang mengarah kepada pencapaian visi dan misi serta nilai-nilai organisasi.

Melalui penjelasan dan juga defenisi di atas dapat di simpulkan bahwa profesionalisme tidak hanya di dasarkan pada kemampuan dasar yang di miliki tetapi juga mencerminkan sikap dan respon terhadap perubahan yang terus terjadi dalam arti memiliki kemampuan untuk menyikapi perubahan yang terjadi demi tercapainya tujuan organisasi. Maka profesionalisme pegawai adalah keahlian atau kemampuan pegawai dalam mengerjakan tugasnya, serta mampu beradaptasi


(41)

terhadap perubahan lingkungan. Pegawai memiliki peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi maka dengan demikian mereka perlu antusias untuk terus belajar menambah ilmu dan pengetahuan agar mampu menyikapi setiap gerakan perubahan yang terjadi.

b. Karakteristik dan ciri profesionalisme

Dalam meningkatkan kualitas pelayanan, organisasi tidak hanya mengajarkan ataupun memfasilitasi para pegawai sesuai dengan jabatan dan kemampuan mereka yang ada sekarang. Akan tetapi perlu mengajarkan kepada mereka berbagai bidang pengetahuan yang sesuai dengan dorongan perubahan yang terus terjadi bahkan meningkatkan integritas dan profesionalisme kerja mereka.

Untuk mencapai hal itu di perlukan usaha-usaha ataupun karakter yang diharapkan mampu mendukung pencapaian peningkatan efektifitas pelayanan. Adapun usaha tersebut adalah (Royen, 2007:11):

1. Equality: perlakuan yang sama atas pelayanan yang di berikan. Hal ini didasarkan atas tipe perilaku birokrasi rasional yang secara konsisten memberikan pelayanan yang berkwalitas kepada semua pihak tanpa pandang buluh. Bagi mereka memberikan perlakuan yang sama identik dengan perbuatan jujur.

2. Equity: perlakuan yang sama terhadap masyarakat tidak cukup, selain hal tersebut di perlukan perlakuan yang adil.

3. Loyality adalah kesetiaan, dalam hal ini berarti setia terhadap pekerjaan dan segala peraturan yang ada.


(42)

4. Accountability: Setiap aparat pemerintahan harus siap menerima tanggung jawab atas apapun yang ia kerjakan dan harus menghindarkan diri dari sikap “saya hanya mengerjakan apa yang atasan saya katakan” Royen (2007:11), ciri dan sikap profesionalisme juga memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Punya keterampilan tinggi dalam suatu bidang, serta kemahiran dalam mempergunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas.

b. Memiliki ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisa suatu masalah dan peka terhadap kondisi yang terjadi, cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil suatu keputusan.

c. Memiliki sikap berorientasi ke masa depan, sehingga memiliki kapasitas untuk untuk mengantisipasi perkembangan.

d. Memiliki sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi, serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat memilih yang terbaik bagi diri serta perkembangan pribadinya.

e. Tanggap dan responsif terhadap perubahan yang terjadi.

f. Menujukkan hasil atau prestasi kerja yang baik (performance) yang dapat dilihat melalui efektifitas dan efisiensi kerja atau kualitas dan kuantitas kerja.

Selain itu menurut Jatman (2002:66), dalam suatu tulisan yang berjudul “Mengembangkan Budaya Kerja untuk Meningkatkan Citra Pegawai Negeri Sipil


(43)

dalam Masyarakat”, dalam www.tunas63.word press.com, Kriteria profesionalisme dapat di uraikan sebagai berikut:

1. Profesional itu dinyatakan dalam bentuk pekerjaan full-time yang merupakan sumber penghasilan baginya. Profesional memiliki motivasi yang kuat atas pekerjaan yang dinyatakan dengan satu komitmen seumur hidup.

2. Profesional memiliki “specialized body of knowledge” dan keterampilan yang didapatkan melalui pendidikan dan pelatihan formal dalam waktu yang cukup lama.

3. Profesional membuat keputusan atas nama klien atas dasar ketetapan yang jelas, berdasarkan pengetahuan teori yang luas dan keahlian didalam penerapan klinis.

4. Profesional memiliki satu orientasi pelayanan. Pelayanan ini dinyatakan secara tidak langsung dalam bentuk ketrampilan diagnostik, kemampuan menerapkan pengetahuan pada kebutuhan khusus dari klien dan tidak mementingkan diri sendiri atau menguntungkan diri sendiri.

5. Memberikan pelayanan berdasarkan pada kebutuhan obyektip dari klien dan tidak ada pamrih tertentu yang diharapkan oleh profesi dari klien. 6. Profesional memiliki otonomi dalam bertindak dan memutuskan.

Secara konsep teoritis, Jatman juga menambahkan pada tulisan yang sama bahwa profesionalisme itu sulit diukur dan hanya bisa diakui secara ekstrim pada standart sukses dan gagal. Adapun Elemen profesional secara umum adalah:


(44)

1. Altruisme yaitu berani berkorban, mementingkan orang lain/bukan diri sendiri: → sikap profesional: suka membantu, problem solver, membuat keputusan secara tepat, obyektif.

2. Komitmen terhadap kesempurnaan: → sikap profesional: efektif dan efisien, memberikan/mengerjakan yang terbaik.

3. Toleransi →sikap profesional: adaptable, suka bekerjasama, komunikatif, bijaksana, minta tolong jika memerlukan.

4. Integritas dan karakter → sikap profesional: jujur, teguh, tidak plin-plan, percaya diri, berjiwa pemimpin, memberi teladan.

5. Respek kepada semua orang → sikap profesional dalam hal menerima kritik, menepati janji, memegang rahasia, menghormati orang lain, tahu diri.

6. Sense of duty→ sikap profesional: disiplin, tepat waktu, taat aturan.

c. Faktor-faktor yang mendukung sikap Profesionalisme

Faktor-faktor yang mendukung sikap profesionalisme, dalam Royen (2007:13) adalah:

1. Performance

Performance dapat di artikan sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, penampilan kerja. Menurut Gibson, performance atau kehandalan serta prestasi kerja adalah hasil yang di inginkan dari prilaku, prestasi di hasilkan dalam urutan maupun kurun waktu tertentu. Sedangkan menurut Gomes prestasi kerja dapat di lihat dari:

1. Kuantitas kerja 2. Kualitas kerja


(45)

3. Pengetahuan tentang pekerjaan

4. Pendapat atau pernyataan yang disampaikan.

Berdasarkan defenisi-defenisi diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa performance adalah penghargaan yang di peroleh dari hasil pengetahuan yang di miliki dalam menghasilkan suatu kinerja pada satuan kurun waktu tertentu.

2. Akuntabilitas aparatur

Akuntabilitas merupakan suatu kebijakan strategis, hal ini harus dapat di implementasikan untuk menciptakan kepatuhan pelaksanaan tugas dan kinerja pegawai. Akuntabilitas juga merupakan kewajiban untuk memberikan tanggung jawab kinerja kepada pihak-pihak tertentu. Hal ini didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.

1. Adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel.

2. Menjamin penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten dan sesuai dengan peraturan-peraturan.

3. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah di tetapkan.

4. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang di peroleh.

5. Jujur, objektif, transparan dan inovatif.

Dengan demikian akuntabilitas merupakan pertanggung jawaban kinerja dari seseorang atau sekelompok, kepada pihak-pihak yang memiliki wewenang sesuai dengan aturan yang ada.


(46)

3. Loyalitas Pegawai

Loyalitas aparatur yang berkaitan dengan karakteristik sosok profesionalisme menurut Islami dalam Royen adalah kesetiaan di berikan kepada konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan dan rekan sekerja, berbagai jenis kesetiaan tersebut terkait satu sama lain dan tidak ada kesetiaan yang mutlak di berikan kepada satu jenis kesetiaan tertentu dengan mengabaikan yang lainnya.

Dengan demikian, maka para pegawai di harapkan supaya mampu menunjukkan loyalitas yang tinggi dalam seluruh aspek pekerjaannya. Loyalitas tidak memandang tingkatan artinya tidak membeda-bedakan pemberian pelayanan kepada setiap orang.

4. Kemampuan Aparatur/pegawai

Menurut Thoha, kemampuan merupakan salah satu unsur kematangan yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang di peroleh dari pendidikan dan pelatihan serta pengalaman. Profesionalisme pegawai sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan pegawai yang tercermin dalam perilaku sehari-hari. Istilah tersebut mengacu kepada potensi pegawai dalam mengerjakan tugas dan bagiannya. Adapun aspek-aspek profesionalisme menurut Oemar Hamalik dalam Royen (2007:7) dapat menambah pemahaman terhadap profesionalisme yaitu:

1. Aspek potensial. Setiap tenaga kerja tentunya memiliki potensi-potensi yang bersifat dinamis, yang dapat dikembangkan dan terus berkembang. 2. Aspek profesionalisme. Setiap pegawai memiliki keahlian yang berbeda


(47)

menyebabkan seseorang untuk terus meningkatkan keahliannya agar bisa bekerja lebih andal.

3. Aspek fungsional, para pegawai melaksanakan pekerjaannya yang di dasrkan pada hasil tepat guna artinya bekerja sesuai tugas dan fungsinya. 4. Aspek operasional, setiap pegawai dapat mendayagunakan kemampuan

dan keterampilannya dalam proses dan prosedur pelaksanaan kerja yang di tekuninya.

5. Aspek personal, setiap pegawai harus memiliki sifat kepribadian yang menunjang pekerjaannya.

6. Aspek produktifitas artinya setiap pegawai harus memiliki motif kerja dan prestasi baik kualitas maupun kuantitas.

F. Defenisi konsep

Konsep merupakan istilah yang di gunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Berdasarkan uraian yang ada di atas maka yang menjadi konsep dalam penelitian ini adalah:

a. Pembinaan adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan di dalam organisasi untuk meningkatkan profesionalisme kerja pegawai melalui pembinaan disiplin, karir dan juga etika pegawai agar tercapainya visi dan misi organisasi.

b. Profesionalisme pegawai adalah keahlian, kemampuan atau kapasitas yang dimiliki pegawai dalam mengerjakan tugas dan bagiannya serta mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.


(48)

G. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur variabel, dengan kata lain defenisi operasional adalah semacam petunjuk bagaimana caranya mengukur suatu variabel, Singarimbun (1987:46). Adapun yang menjadi indikator dalam penelitian ini adalah:

A. Pembinaan dengan indikator sebagai berikut: 1. Pembinaan disiplin

a. Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan disiplin pegawai.

 Konseling yaitu pemimpin mengidentifikasi gangguan prilaku dan kinerja pegawai sehingga mencari solusi untuk mengatasinya.

 Dokumentasi tertulis yaitu pegawai dan pimpinan membuat dokumen tertulis untuk mencegah munculnya persoalan lebih jauh.

 Peringatan terakhir, yaitu memberikan satu kesempatan terakhir kepada pegawai untuk mengoreksi sikap dan tingkah lakunya.

 Pemberhentian yaitu menghentikan pegawai dari pekerjaannya karena pelanggaran tidak dapat di tolerir lagi.

 Mengikuti apel sore dan apel pagi


(49)

 Pemberian sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin. 2. Pembinaan karir

a. Konsultasi kinerja Pegawai

b. Upaya yang dilakukan untuk membina karir pegawai/pendidikan dan pelatihan

c. Promosi yaitu memberikan kesempatan kepada pegawai pada suatu tugas yang lebih baik.

d. Mutasi yaitu perubahan jabatan secara horizontal, artinya pegawai di pindahkan ke jabatan yang tidak lebih tingi dantidak lebih rendah.

e. Demosi yaitu penurunan jabatan dalam suatu kelas yang lebih rendah, dan juga dalam hal penurunan gaji.

3. Pembinaan etika profesi

a. Upaya yang dilakukan supaya kode etik pegawai dapat terealisasi.

 Sosialisasi kode etik pegawai

 Memahamkan betapa besarnya tanggung jawab PNS

 Memperketat pengawasan terhadap pegawai

 Memotivasi pegawai.

 Adanya Sanksi terhadap Pelanggaran kode etik Pegawai

B. Profesionalisme Kerja Pegawai

1. Keahlian atau kapasitas yang dimiliki pegawai dalam mengerjakan tugas dan bagiannya.


(50)

a. Memiliki keterampilan tinggi dalam bidangnya. b. Kecerdasan dalam menganalisa suatu masalah

2. Kemampuan untuk beradaptasi dan dapat menyikapi perubahan. a. Respon terhadap perubahan yang terjadi

b. Sikap orientasi masa depan 3. Performance Pegawai

a. Kuantitas Kerja b. Kualitas Kerja

1.9.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari 6 (enam) bab dan masing-masing bab dibagi lagi menjdi beberapa sub bab. Sistematika tersebut digambarkan sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, hipotesa, sistematika penulisan.

BABII: METODE PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan bentuk penelitian,lokasi penelitian,populasi dan sampel, pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB III: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat gambaran umum kantor BKD Medan, Sejarah berdirinya BKD Medan , tugas dan fungsi bagian-bagian di dalam organisasi.


(51)

Bab ini berisikan seluruh rangkaian hasil penelitian yang dirangkum dan memuat hasil penelitian serta distribusi jawaban responden.

BAB V: ANALISIS DATA

Bab ini berisikan analisa dan implementasi data yang diperoleh peneliti selama penelitian

BAB VI: PENUTUP

Penutup adalah Bab terakhir yang memuat kesimpulan serta saran yang dianggap penting.


(52)

BAB II

METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang di gunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif, dengan menggunakan analisis kuantitatif yaitu menguji perbandingan hubungan antara variable yang satu dengan variabel lain.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada kantor Badan Kepegawaian Daerah Medan yang beralamat di Jalan Diponegoro No 30 Medan.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulan Sugiyono (2005:90) maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai negeri dalam kantor BKD Medan sebanyak 116 orang yaitu:

Pimpinan BKD : 1 orang

Sekretaris : 24 orang

Bidang Program : 20 orang Bidang Mutasi : 24 orang Bidang Informasi dan data : 28 0rang Pengembangan : 19 orang


(53)

2. Sampel

Sampel merupakan wakil dari populasi yang ada yang dianggap mampu memberikan data yang relevan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam penarikan sampel adalah metode random sampling atau sampel acak. Maka penulis menggunakan pendapat Arikunto suharsini yaitu apabila jumlah populasi lebih besar dari 100 maka dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih.

Berdasarkan jumlah populasi sebesar 116 orang, maka peneliti menentukan jumlah sampel untuk diteliti sebanyak 15 % dari jumlah keseluruhan, dan sampel yang diteliti adalah kurang lebih 15% dari setiap bagian kecuali kepala bagian. Dengan demikian maka di peroleh hasil sebagai berikut:

15 X 116 = 17 orang 100

Maka jumlah yang akan di teliti adalah 17 orang yang terdiri dari:

Sekretaris : 5 orang

Bidang Program : 3 orang Bidang Mutasi : 3 orang Bidang Informasi dan data : 4 orang

Pengembangan : 2 orang

Total : 17 orang

Dalam penelitian ini, peneliti memegang beberapa informan kunci yang di anggap sangat berpengaruh di instansi tempat penelitian. Berdasarkan jumlah populasi yang ada, sesungguhnya sampel dalam penelitian ini disadari masih sangat kurang. Hal ini disebabkan para pegawai yang sibuk bekerja bahkan sangat


(54)

susah untuk membagi waktu, apalagi untuk mengisi kuesioner yang jelas bukan bagian dari tanggung jawab mereka. Dengan demikian peneliti akan memantau lebih dalam melalui penelitian observasi lapangan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data dan informasi penulis mempergunakan teknik sebagai berikut:

1. Data primer yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke tempat penelitian (field research) untuk mencari dan mengetahui dat yang lengkap serta data yang berkaitan dengan masalah yang sedang di teliti. Teknik ini dilakukan dalam bentuk:

a. Pengamatan atau observasi yaitu mengadakan pengamatan secara langsung pada objek penelitian yaitu Pegawai yang ada di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara.

b. Kuesioner yaitu dengan cara memberikan angket pertanyaan kepada responden. Dalam hal ini disajikan alternative jawaban sesuai dengan pertanyaan yang ada.

c. Wawancara nonstrutur yaitu memberikan beberapa pertanyaan kepada pihak yang terkait, minimal perwakilan dari pegawai.

2. Pengumpulan data sekunder yaitu pengambilan data melalui studi kepustakaan, hal ini dilakukan dengan cara mengumpulkan beberapa buku referensi, perundang undangan maupun dokumentasi yang di peroleh dari BKD Provinsi Sumatera Utara.


(55)

E. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa deskriftif yaitu data yang diperoleh akan disusun kemudian di interpretasikan sehingga memberikan keterangan terhadap permasalahan yang di teliti dengan menggunakan tabel tunggal. Analisa ini diharapkan dapat memperinci data-data sekaligus menyajikan persentase dari masing-masing jawaban responden, sehingga dapat diketahui data yang paling dominan.


(56)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Badan Kepegawaian Daerah

Badan kepegawaian daerah (BKD) dibentuk setelah pelaksanaan otonomi daerah Tahun 1999. Badan ini adalah badan yang mengurusi administrasi kepegawaian pemerintah daerah baik di pemerintah daerah kabupaten/ kota maupun pemerintah daerah provinsi. Hampir sebagian besar BKD hanya berada di tingkat kabupaten/kota sedangkan di tingkat provinsi masih banyak yang menggunakan biro yang di sebut dengan Biro Kepegawaian. Sesuai dengan undang-undang tentang pemerintah daerah, kewenangan mengatur kepegawaian mulai dari rekruitmen sampai dengan pensiun. Pembentukan BKD pada umumnya di dasarkan pada Peraturan Daerah masing-masing. Sebelum adanya otonomi daerah, semua urusan kepegawaian berada di pemerintah pusat, jikapun ada yang di daerah itu hanya merupakanpelaksanaan administrasi dari kebijakan pemerintah pusat, Thoha (2005:18)

undang no 32 Tahun 2004 merupakan perubahan atas Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah yaitu daerah di berikan wewenang untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar hal yang menjadi urusan pemerintah pusat. Badan Kepegawaian Daerah memiliki sistem dan prosedur yang diatur dalam perundang-undangan yang meliputi:

1. Perencanaan 2. Pengangkatan 3. Penempatan


(57)

5. Penggajian 6. Pembinaan 7. Kedudukan

8. Hak dan tanggungjawab 9. Kewajiban dan larangan sanksi 10. Penghargaan

11. Pemberhentian, dan 12. Pensiun

Semua hal tersebut di atas merupakan sub system dari kepegawaian Nasional (BKN). Dengan demikian kepegawaian Daerah merupakan suatu kesatuan jaringan birokrasi dalam kepegawaian Nasional.

B. Badan Kepegawaian Provinsi Sumatera Utara

Badan Kepegawaian Daerah provinsi Sumatera Utara adalah unit pelaksana teknis bidang kepegawaian di lingkungan pemerintah daerah provinsi Sumatera Utara dan bertanggung jawab kepada Gubernur Sumatera Utara melalui sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara. Sejarah berdirinya Badan ini belum di ketahui secara jelas, hal itu di karenakan kurangnya komunikasi antara para pejabat struktural yang pertama dengan yang berikutnya.

Rencana Strategik (RENSTRA) Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara, disusun bersifat adaptif terhadap perubahan-perubahan yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal organisasi.


(58)

1. Tugas Dan Fungsi

Sesuai dengan keputusan Gubernur Sumatera Utara No 061.1445K/Tahun 2002 maka ditetapkan tugas dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut:

a. Kepala Badan

Kepala badan kepegawaian daerah mempunyai tugas membantu Gubernur dalam perencanaan, pengadaan, pengembangan, kwalitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, kepala badan mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Penyiapan konsep ketentuan, standart dan kebijakan teknis tentang perencanaan, pengadaan, pengembangan kwalitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian PNS Daerah. 2. Perencanaan dan Pelaksanaan kebijakan teknis pengembangan

Kepegawaian Daerah.

3. Penyiapan dan pelaksanaan pengangkatan kenaikan pangkat, pemindahan dan pemberhentian PNS Daerah sesuai dengan norma standart dan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang– undangan.

4. Pelayanan administrasi kepegawaian dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam jabatan struktural atau fungsional sesuai dengan norma standart dan prosedur yang ditetapkan dalam perundang-undangan.


(59)

5. Penyiapan dan penetapan pensiun Pegawai Negeri Sipil Daerah sesuai dengan norma standart dan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

6. Penyiapan penetapan gaji, tunjangan dan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil Daerah, sesuai dengan norma standart dan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

7. Penyelenggaraan administrasi Pegawai Negeri Sipil Daerah sesuai ketentuan dan standart yang ditetapkan.

8. Pengelolaan system informasi kepegawaian Daerah.

9. Penyampaian informasi kepegawaian Daerah kepada Badan Kepegawaian Negara sesuai dengan standart dan ketentuan yang ditetapkan.

10. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur Sumatera Utara dan sekretaris daerah sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.

11. Pemberian masukan yang perlu kepada Gubernur dan sekretaris daerah sesuai bidang tugas dan fungsinya.

12. Pelaporan dan pertanggung jawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada Gubernur melalui sekretaris daerah sesuai standart yang ditetapkan.

2. Sekretaris Badan

Sekretaris Badan Kepegawaian daerah mempunyai tugas membantu Kepala badan di bidang umum/kerumahtanggaan, perlengkapan, Administrasi


(60)

kepegawaian dan registrasi, keuangan, pembinaan, penataan kelembagaan organisasi dan hukum.

Untuk melaksanakan tugasnya, sekretaris badan kepegawaian daerah menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

a. Penyusunan dan penyempurnaan konsep standart pelaksanaan administrasi keuangan/kepegawaian, umum/kerumahtanggaan, perencanaan, organisasi dan ketatalaksanaan serta evaluasi dan pelaporan.

b. Penyelenggaraan administrasi umum, kepegawaian, keuangan, penataan, organisasi dan ketatalaksanaan, perencanaan serta evaluasi dan pelaporan sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.

c. Pengkoordinasian penysunan badan/data penatausahaan kepegawaian sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala badan sesuai tugas dan fungsinya.

e. Pemberian masukan yang perlu kepada kepala badan sesuai bidang tugas dan fungsinya.

f. Pelaporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada kepala badan sesuai dengan standart yang ditetapkan.

3. Kepala Bidang Program Kepegawaian

Kepala bidang program kepegawaian mempunyai tugas untuk membantu kepala badan di bidang perencanaan program kepegawaian, pembinaan, kesejahteraan pegawai, pengadaan pegawai dan penyiapan serta pengendalian


(61)

peraturan disiplin pegawai. Untuk melaksanakan tugasnya maka badan ini menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan dan penyempurnaan standart pelaksanaan perencanaan kepegawaian, pembinaan kesejahteraan pegawai, pengadaan pegawai dan disiplin pegwai.

b. Pengkoordinasian perumusan rencana pembangunan jangka menengah dan tahunan.

c. Penyelenggaraan usaha pembinaan kesejahteraan pegawai, sesuai ketentuan dan standart yang ditetapkan.

d. Penyusunan rencana pelaksanaan pengadaan pegawai, sesuai ketentuan yang ditetapkan.

e. Pelaksanaan tugas lain dan penegakan disiplin pegawai.

f. Pemberian masukan yang perlu kepada kepala badan, sesuai bidang dan fungsinya.

g. Pelaporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada kepala badan.

4. Kepala Bidang Pengembangan dan Pemberdayaan Pegawai.

Adapun tugas dari badan ini adalah membantu kepala badan dalam pengisian jabatan struktural, jabata fungsional dan perencanaan pendidikan dan pelatihan. Untuk melaksanakan tugasnya tersebut, badan ini menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:


(1)

(petunjuk pengisian:Berilah tanda silang (X) untuk jawaban dari setiap pertanyaan dan isilah setiap titik yang tersedia)

1. No. Responden : ……….(di isi oleh peneliti) 2. Jenis Kelamin : a. Laki-laki

b. Perempuan

3. Usia : ………..Tahun

4. Pendidikan terakhir : a. SD b. SLTP c. SLTA d. Diploma e. Sarjana (S1) f. Pasca Sarjana

5. Golongan : a. I b. II c. III d.IV

6. Lama Bekerja :

a. 1-5 Tahun b. 6-10 Tahun c. 11-15 tahun d. 16-20 Tahun e. 20 Tahun ke atas

II. Pertanyaan Pembinaan dengan indikator: A. Pembinaan Disiplin

1. Bagaimaimana tanggapan Bapak/Ibu terhadap metode/upaya pembinaan Disiplin yang dilaksanakan di BKD Provinsi Sumatera Utara?

a. Sangat baik, karena pimpinan selalu memperhatikan kondisi pegawai, melakukan konseling bahkan mengingatkan


(2)

pegawai apabila tidak mengikuti apel, dan tidak hadir tepat waktu di kantor.

b. Baik karena upaya tersebut sebagian besar dapat dilaksanakan dan bermanfaat untuk meningkatkan kinerja pegawai.

c. Cukup baik, karena kadang-kadang dapat membangun kinerja pegawai.

d. Buruk karena upaya tersebut justru tidak dilaksanakan dengan baik dan pegawai yang tidak menuruti peraturan tidak mendapat sanksi sesuai dengan peraturan yang ada. e. Sangat Buruk, karena arahannya tidak jelas, tidak dapat

direalisasikan dan tidak membangun kinerja pegawai

2. Bagaimanakah manfaat Pembinaan Disiplin terhadap peningkatan kinerja Bapak/Ibu?

a. Sangat baik, karena dapat meningkatkan semangat kerja bahkan profesionalisme kerja pegawai.

b. Baik, karena pembinaan tersebut bermanfaat untuk meningkatkan kerjasama dan juga semangat pegawai dalam mengerjakan tugas masing-masing

c. Cukup baik, karena bisa memacu semangat kerja pegawai d. Buruk, karena pembinaan yang dilakukan tidak sesuai

dengan apa yang di jadwalkan sehingga kurang bermanfaat bagi peningkatan kerja pegawai.

e. Pembinaan yang dilakukan tidak bermanfaat karena tidak membangun kinerja pegawai, hal itu dilakukan seolah-olaah buang-buang waktu saja.

B. Pembinaan Karir

1. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelatihan dan pendidikan yang dilaksanakan dalam upaya peningkatan kwalitas kinerja pada BKD Provinsi Sumatera Utara?


(3)

a. Sangat baik, karena pendidikan dan pelatihan di BKD mengikuti prosedur yang ada, pendidikan dan pelatihan dirumuskan, dan dievaluasi dengan baik

b. Baik, karena mengikuti prosedur yang ada, dirumuskan dengan baik meskipun pengevaluasiannya masih kurang maksimal

c. Kurang baik karena tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang ada, perumusan dan pengevaluasiannya juga kurang ddipantau dengan baik.

d. Buruk, karena tidak terealisasi dengan baik

1. Bagaimana Pandangan Bapak/Ibu terhadap sistem promosi, mutasi dan demosi yang ada di BKD Provinsi Sumatera Utara?

a. Sangat baik, karena sesuai dengan prosedur dan masih mementingkan penilaian kinerja pegawai.

b. Baik, karena hal tersebut didasarkan kepada penilaian kinerja pegawai.

c. Cukup baik, dilaksanakan berdasarkan penilaian kinerja akan tetapi pelaksanaannya tidak adil kepada setiap pegawai. d. Buruk karena tidak sesuai dengan prosedur, penilaian kinerja

belum dilaksanakan dengan baik,

Pembinaan Etika Profesi

2. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu terhadap upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pembinaan etika profesi yang ada di BKD Provinsi Sumatera Utara?

a. Sangat baik, karena sosialisasi dan pemahaman etika di bagikan dengan baik kepada pegawai, pegawai juga di motivasi untuk tetap setia kepada kode etik PNS,


(4)

pengawasan dan sanksi terhadap pegawai juga dilaksanakan dengan baik.

b. Baik, karena upaya tersebut di sosialisasikan dengan baik, dan pengerjaannya tetap diperjuangkan supaya maksimal. c. Cukup baik karena teorinya memang sesuai dengan

kebutuhan pegawai, akan tetapi dalam pelaksanaannya belum memadai.

d. Buruk, karena sosialisasinya sama sekali tidak baiksehingga tidak dapat direalisasikan dengan baik.

3. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu terhadap sanksi yang diberikan atas pelanggaran etika profesi yang diberikan oleh pimpinan kepada pihak yang melanggar etika profesi?

a. Setuju karena semua pihak yang melanggar etika profesi mendapat hukuman yang setimpal.

b. Baik, karena pimpinan selalu mengingatkan pegawai dan memberikan hukuman akan tetapi kadang tidak adil.

c. Kurang baik karena pegawai tidak selalu dipantau, dan pegawai pun tidak dihukum/di beri sanksi sesuai dengan pelanggaran mereka.

d. Buruk, karena pegawai sama sekali tidak diperhatikan, dan pegawai yang melanggar etika juga sangat jarang di hukum/di beri sanksi.

II. PROFESIONALISME KERJA PEGAWAI

1. Apakah bapak/Ibu terampil dalam bidang pekerjaan yang di percayakan kepada bapak/Ibu?

a. Sangat terampil, dan sangat memahami bidang saya demikian halnya dalam menggunakan peralatan yang ada.


(5)

c. Sedang karena kadang-kadang harus meminta bantuan kepada pegawai lain, khususnya dalam menggunakan peralatan yang ada. d. Tidak terampil karena tidak paham sama sekali mengerjakan

tugas yang di berikan, demikian halnya dalam mengunakan peralatan yang ada

2. Apakah Bapak/Ibu selalu cerdas dalam menganalisa masalah yang terjadi didalam kantor, khususnya yang berkaitan dalam pekerjaan bapak/Ibu?

a. Selalu cerdas karena selalu memeperhatikan hal-hal yang menjadi tantangan bagi organisasi

b. Cerdas, dan mampu menyaring hal yang baik untuk perkembangan organisasi.

c. Kadang-kadang, dan tidak terlalu memperhatikan masalah yang tengah terjadi

d. Tidak cerdas dan sama sekali tidak perduli dengan masalah yang ada.

1) Bagaimana kapasitas yang bapak/Ibu miliki dalam menyelesaikan pekerjaan dan bagaimana kualitasnya?

a) Selalu menyelesaikan pekerjaan dengan baik. b) Sering menyelesaikan pekerjaan dengan baik. c) Kadang-kadang, pekerjaan diselesaikan dengan baik

d) Tidak pernah sama sekali meyelesaikan pekerjaan dengan baik.


(6)

2) Bagaimana kapasitas yang Bapak/Ibu miliki dalam menyelesaikan kuantitas pekerjaan yang diberikan kepada Bapak/Ibu?

a) Selalu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan standart kuantitas yang di tentukan.

b) Sering menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan standart kuantitas yang ditentukan.

c) Sangat jarang menyeleseikan pekerjaan sesuai dengan standart kuantitas yang telah ditentukan.

d) Tidak pernah menyelesaikan pekerjaansesuai dengan standart kuantitas yang ditentukan.