Sudut Pandang Kajian Struktural

struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra.

B. Hakikat Novel

Novel merupakan salah satu bentuk prosa selain cerpen cerita pendek. Berasal dari bahasa inggris novel dan berisi rangkaian cerita atau peristiwa imajinatif. Novel sebagai karya fiksi dibangun oleh unsur-unsur pembangun, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi tema, amanat, penokohan, latar, plot, dan sudut pandang. Unsur ekstrinsik berhubungan dengan sastra dan masyarakat, sastra dan psikologi, dan lain sebagainya. Novel umumnya terdiri dari sejumlah bab yang tiap babnya berisi cerita yang berbeda. Hubungan antarbab, kadang-kadang merupakan hubungan sebab akibat atau hubungan kronologis sehingga kita tidak akan mendapat gambaran secara utuh kalau hanya membaca satu bab saja secara acak. Dalam kesusastraan Indonesia, dikenal juga istilah roman. Wellek- Warren dalam bukunya yang berjudul Teori Kesusatraan menjelaskan bahwa dalam bahasa Inggris dua ragam fiksi naratif yang utama disebut romance romansa dan novel. Novel bersifat realis, sedang romansa puitis dan epik. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya berasal dari sumber yang berbeda. Novel berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi, misalnya surat, biografi, kronik atau sejarah. Jadi, novel berkembang dari dokumen-dokumen dan secara stilistik menekankan pentingnya detail dan bersifat mimesis. Novel lebih mendalam. Romansa yang merupakan kelanjutan epik, dan romansa abad pertengahan, mengabaikan kepatuhan pada detail. Clara Reeve dalam Wellek-Warren menjabarkan perbedaan kedua ragam tersebut, “The novel is a picture of real life and manners, and of time in wich is wriiten. The romance, the lofty and elevated language, describes what never happened nor likely is hapen. ” 18

a. Macam-Macam Novel

Ada beberapa jenis novel dalam sastra. Jenis novel mencerminkan 18 Wellek,Warren, Op. cit., h. 282 —283. keragaman tema dan kreativitas dari sastrawan yang tak lain adalah pengarang novel. Nurgiyantoro membedakan novel menjadi novel serius dan novel populer. 1 Novel Populer Kayam dalam Nurgiyatoro mengatakan bahwa sebutan novel populer, atau pop, mulai merebak sesudah suksesnya novel Karmila dan Cintaku di Kampus Biru pada tahun ‘70. Sesudah itu, setiap novel hiburan, tidak peduli mutunya, disebut juga sebagai “novel pop”. Kata ‗pop‘ erat diasosiasikan dengan kata ‗populer‘, mungkin karena novel-novel itu sengaja ditulis untuk “selera populer” yang kemudian dikemas dan dijajakan sebagai suatu “barang dagangan populer” dan jadilah istilah pop itu sebagai istilah baru dalam dunia sastra kita. 19 Selanjutnya Kayam dalam Nurgiyantoro menuturkan sastra dan musik “populer”—sebagai kelanjutan dari istilah “populer” yang sebelumnya telah dikenal dalam dunia sastra dan musik –adalah semacam sastra dan musik yang dikategorikan sebagai “hiburan dan komersial” ini menyangkut apa yang disebut “selera orang banyak” atau “selera populer”. Pop sastra di dunia barat condong pada sastra baru yang inovatif, eksperimental —yang tidak saja dalam hal gaya manipulasi bahasa, dan penjajahan tema yang sebebas mungkin —walau tidak menutup kemungkinan untuk komersial. Sebagai kebalikan sastra populer itu adalah sastra yang “sastra”, “sastra serius”, literatur. Sastra serius, walau dapat juga bersifat inovatif dan eksperimental, tidak akan dapat menjelajah sesuatu yang sudah mirip dengan “main-main”. 20 Kayam dalam Nurgiyantoro menambahkan sastra populer adalah perekam kehidupan, dan tidak banyak memperbincangkan kembali kehidupan, dalam serba kemungkinan. Ia menyajikan kembali rekaman-rekaman itu dengan harapan pembaca akan mengenal kembali pengalaman-pengalamannya sehingga merasa terhibur karena seseorang telah menceritakan pengalamannya itu. Sastra populer akan setia memantulkan kembali “emosi-emosi asli”, dan bukan 19 Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 17. 20 Ibid., h. 17 —18. penafsiran tentang emosi itu. Oleh karena itu, sastra populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya. 21 Nurgiyantoro mengatakan bahwa novel populer adalah novel yang pada masanya banyak penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Ia menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Sebab, jika demikian halnya, novel populer akan jadi berat, dan berubah menjadi novel serius dan boleh jadi akan ditinggakan pembacanya. Oleh karena itu, novel populer pada umumnya bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya, sekali lagi. Ia biasanya cepat dilupakan orang. Apalagi dengan munculnya novel-novel baru yang lebih populer. 22 Stanton dalam Nurgiyantoro mengatakan novel populer lebih mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati karena ia memang semata-mata menyampaikan cerita. Ia “tidak berpretensi” mengejar efek estetis, melainkan memberi hiburan langsung dari aksi ceritanya. Masalah yang diceritakan pun ringan-ringan saja, tetapi aktual dan menarik, yang terlihat pada masalah yang itu-itu saja. Cinta, asmara barangkali dengan sedikit berbau porno dengan model kehidupan yang berbau mewah. Kisah percintaan antara pria tampan dengan wanita cantik secara umum cukup menarik, mampu membuai pembaca remaja yang memang sedang mengalami masa peka untuk itu, dan barangkali, dapat untuk sejenak melupakan kepahitan hidup yang dialaminya secara nyata. 23 Bisa disimpulkan bahwa novel populer dapat dilihat dari berbagai sisi pemahaman. Dikatakan populer karena mengikuti tren atau selera pasar yang sedang diminati dan isinya tidak berat, berat di sini maksudnya tidak membahas secara mendalam hakikat kehidupan hanya pada permukaannya saja. Namun batasan-batasan antara populer dan serius agaknya memang sulit untuk dipisahkan bahkan didefinisikan. 21 Ibid., h. 18. 22 Ibid., h. 18. 23 Ibid., h. 19.