Horoskop Cina shio Kebudayaan Tionghoa dalam Novel Dimsum Terakhir

tua itu sesuai dengan shio-nya mampu menarik dan memesona orang lain. Terlihat dalam kutipan berikut. Kenangan Antonius … Lalu kami berbicara banyak. Entah bagaimana percakapan ini dimulai, aku tidak mengerti. Kata-kata mengalir bagai air terjun. Aku mengamti lelaki tua itu lebih saksama dan menyadari betapa menyenangkan bercakap-cakap dengannya. Jiwaku sedang dahaga, terpuaskan oleh sentuhan istimewa pada saat itu. 141 Jika Nung ber-shio Monyet maka anak-anaknya ber-shio naga. Mereka lahir bersamaan dan memiliki shio yang sama. Terlihat dalam kutipan berikut. Empat bayi perempuan dilahirkan prematur tujuh bukan pada tahun naga. Bayi-bayi Naga. 142 Naga adalah binatang kelima dalam zodiak Cina. Ia melambangkan arah timur-tenggara dan mewakili bulan April. Musimnya adalah musim semi. Naga adalah lambang positif. 143 Orang yang lahir di tahun naga sering mencerminkan sifat temperamental, berenergi tinggi, sifat-sifat yang sering digunakan untuk menggambarkan naga. Mereka juga dianggap berani, kuat dan sombong. Di Cina, naga melambangkan kaisar, dan karena itu berkonotasi sebagai kekuatan dan gengsi; naga juga diangggap mahluk langit, satu-satunya binatang yang bisa terbang tanpa sayap. Naga dilukiskan dalam feng shui sebagai naga hijau, dan napasnya adalah ch’i kosmis yang penting Orang ber-shio naga diharapakan mendapat posisi yang tinggi dalam kekuasaan dan menikmati kekayaan dan kemakmuran. 144 Karakter yang paling sesuai dengan shio naga adalah karakter Siska. Siska mewakili karakter naga yang temperamental, kuat, dan orang-orang yang berada 141 Ibid., h. 333. 142 Ibid., h. 203. 143 Too, Op. cit., h. 141. 144 Too, Op. cit., h. 142. pada posisi dan kekuasaan yang tinggi. Ia cerdas juga mandiri. Sebagai seorang wanita karier Siska berkepribadian sesuai dengan shio-nya. Ia pemilik sebuah perusahaan di Singapura. Terlihat dalam teks berikut. Yang itu fotonya ketika lulus dari Universitas. Siska lah yang lulus lebih dulu diantara mereka berempat. Siska-lah satu-satunya yang lulus dari universitas non-lokal. Di luar negeri. Siska-lah yang mendapat beasiswa dari National University of Singapore dan nekat pergi merantau ke Singapura. Sendirian tanpa ada yang menemani. 145 Kutipan di atas menunjukkan karakter Siska yang cerdas, mandiri, dan berani sesuai dengan shio naga yang dimilikinya. Kutipan lain juga menjelaskan karakter naga pada diri Siska. “SIAPA BILANG DIA BUKAN ORANG INDONESIA?” DASAR BEGO OTAK UDANG” Siska berdiri gagah sambil mengayunkan tinju ke arah dua lelaki yang terlihat pendek daripada dirinya. Dua tonjokkan mendarat telak di kepala sehingga salah satu mereka terjungkir, mencium tanah dengan sempurna. Satunya lagi terhuyung-huyung ke belakang, nyaris roboh. “LAGIAN LU PADA NGERTI NGGAK ARTINYA AMOY? TOLOL LU SEMUA MAKANYA, JANGAN PANGGIL-PANGGIL NAMA ORANG KALAU KAGAK NGERTI ARTINYA” 146 Kutipan di atas menunjukkan karakter Siska yang temperamental, sedari usia sekolah ia sudah menunjukkan karakter “naga”nya. Dengan gagah berani, Siska melawan anak-anak yang mengejek Novera dengan sebutan amoy dan mengejek Novera bukan orang Indonesia. Siska yang berkarakter pemberani ini, membela saudarinya yang tengah terdiskriminasi oleh ejekan teman-temannya. Tidak seperti Novera yang hanya mampu menelan bulat-bulat segala ejekan teman-temannya, Siska dengan keberaniannya melawan segala macam perlakuan diskriminatif terhadap dirinya dan saudari-saudarinya yang lain meski harus berkelahi sekalipun. 145 Clara Ng., Op. cit., h. 114. 146 Ibid., h. 236. Seperti yang sudah dijelaskan, orang dengan shio naga diharapkan menempati posisi dan kekuasaan yang tinggi, begitu juga dengan Siska terlihat dalam kutipan berikut. “Ibu masih di Hong Kong?” Tanya Donna. “Urusan saya sebenarnya sudah selesai di Hong Kong. Tapi saya belum bisa kembali ke Singapura. Saya harus berada di Jakarta.” “Berapa lama Ibu tidak akan berada di kantor?” sekali lagi Donna bertanya takut-takut. Takut salah bertanya. Nanti bosnya yang super sensitif ini bakalan marah-marah lagi. 147 Kutipan di atas menunjukkan bahwa Siska adalah seorang bos di salah satu perusahaan di Singapura. Sesuai dengan karakter naga yang diharapkan menempati posisi dan kekuasaan yang tinggi. Fungsi shio dalam struktur novel adalah sebagi latar. shio bukanlah suatu penyebab konflik, hanya mempertegas tema Tionghoa dalam novel ini. Ada dua tokoh yang memiliki shio berkarakter kuat, yaitu Nung Atasana dan Siska. Nung ber-shio monyet, sedangkan Siska ber-shio naga. Konsep shio berada pada wujud kebudayaan dalam tataran ide. Untuk mengatur siklus tahun dan unsur-unsur bumi, yaitu logam, kayu, api, air, dan tanah, maka diciptakanlah shio ini.

j. Upacara Pasca-Kematian

Setelah seseorang meninggal ada banyak ritual yang harus dijalankan oleh anggota keluarga yang meninggal. Kematian dalam tradisi Tionghoa tidaklah berarti memutus hubungan antara si mati dan keluarganya. Orang Tionghoa masih memercayai leluhur mereka yang mati bisa diajak berkomunikasi. Untuk itulah di setiap rumah orang Tionghoa di pasang altar pemujaan untuk leluhur mereka. Di dalam rumah Nung Atasana, terdapat altar pemujaan di mana abu Anas disimpan di situ. Terlihat dalam kutipan berikut. 147 Ibid., h. 115. Meja sembahyang terlihat jelas. Abu jatuh dari hio yang sedikit lagi habis terbakar, membuat sebagian meja tampak kotor. Patung Dewi Kwam Im berdiri anggun di sana, dia apit dua api yang menyala oleh minyak. Seikat bunga krisan berwarna kuning yang diletakkan dalam vas tamak sedikit mengering. Di sampingnya, di sana lah tempat abuku berada. 148 Kutipan tersebut adalah monolog arwah Anas di permulaan novel. Terlihat bahwa di dalam rumah tersebut ada altar tempat pemujaan. Altar sembahyang ini sebagai penghubung antara yang mati dan yang hidup. Anggota keluarga secara rutin mengganti bunga dan sesajian yang diletakkan di meja sembahyang. Anggota keluarga juga akan membakar hio dan melakukan ritual sembahyang di depan altar ini. Setelah orang Tionghoa meninggal dunia ada dua cara yang biasa dilakukan kepada jenazahnya, yaitu dikremasi atau dikuburkan. Pilihan dikremasi atau dikuburkan akan disesuaikan dengan kesepakatan keluarga atau menurut wasiat orang yang meninggal sebelum ia meninggal. Nung Atasana sebelum meninggal berwasiat kepada anak-anaknya bahwa kelak jika meninggal, ia ingin jenazahnya dikremasi. Hal ini dapat kita lihat lewat teks berikut. Aku tahu, Nung ingin dikremasi jika dia meninggal nanti. Dia telah mengatakannya dengan jelas kepada Novera. Kremasi adalah tindakan terbaik. Banyak orang Cina yang melakukan kremasi. 149 Dorothy Perkins dalam Danandjaja menjelaskan bahwa pemakaman dalam bahasa Tionghoa adalah zangli atau tsangli; atau pintsang. Upacara pemakaman jenazah pada orang Tionghoa adalah dengan maksud menjamin agar kerabatnya yang wafat dapat menuju ke dunia arwah dengan lancar serta mendapatkan tempat yang pantas di dunia sana. 150 148 Ibid., h. 15. 149 Clara Ng, Op. cit., h. 323. 150 Danadjaja, Op. cit., h. 347. Lebih jauh dijelaskan dalam buku tersebut bahwa upacara pemakaman tradisional Tionghoa sangat rumit, berisikan kegiatan-kegiatan simbolik yang bertujuan untuk melindungi anggota kerabat yang masih hidup agar tidak terkontaminasi oleh pengaruh jahat. Pada upacara pasca kematian, anggota keluarga diharuskan memakai pakaian yang terbuat dari kain blacu atau karung goni, dan meratap atau menangis dengan suara keras. Hal ini menunjukkan suasana berduka dan kesedihan yang mendalam para anggota keluarga yang ditinggalkan. Pada upacara pasca kematian Nung Atasana, anak-anaknya diharuskan mempersiapkan upacara yang panjang dan lengkap. Terlihat dalam teks berikut. Kematian bagi orang Cina merupakan acara yang tidak dapat begitu saja dilewati secara sederhana. Upacara super lengkap harus diadakan untuk menghormati orang yang meninggal. Apalagi orang yang meninggal itu orang yang dituakan dalam posisi keluarga. Dituakan berarti dihormati. 151 Kutipan tersebut menunjukkan akan adanya upacara kematian yang lengkap yang akan dilaksanakan oleh anak-anak Nung Atasana. Posisi Nung Atasana sebagai kepala keluarga sekaligus orang yang dituakan pada kematiannya harus diadakan upacara yang semestinya. Upacara ini tidak main-main, dilakukan selama beberapa hari dengan beragam ritual yang melelahkan. Perhatikan kutipan berikut. Ternyata mempersiapkan upacara kematian itu sama repotnya dengan membangun gedung bertingkat. 152 … Tanggal baik untuk menentukan upacara pembakaran segera dicari. Berdasarkan kalender Cina. Masih ada enam hari menuju hari itu. Enam hari yang akan diisi dengan deretan doa, penghormatan, dan pantangan untuk melakukan hal duniawi. 153 151 Clara Ng, Op. cit., h. 340. 152 Ibid.,h. 342. 153 Ibid., h. 343. Selama masa berkabung, anggota keluarga benar-benar terkuras tenaganya untuk melaksanankan beragam ritual upacara kematian ini. Ada konflik yang terjadi manakala Rosi diposisikan sebagai anak lelaki keluarga ini. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Rosi adalah seorang transgender. Pada salah satu ritual yang dijalankan ketika upacara kematian disebutkan bahwa yang harus membawa bendera adalah anak laki-laki, namun seperti kita ketahui bahwa Nung Atasana tidak memiliki anak laki-laki maka Rosi yang transgender itu diusulkan oleh Siska untuk membawa bendera, terlihat dalam teks berikut. “Pertanyaannya siapa yang akan membawa bendera?” “Roni,” jawab Siska singkat. Dia sudah mempersiapkan jawaban itu sejak lama. Indah dan Novera terdiam. Mereka tahu mengapa Siska menjawab seperti itu. “Aku tidak keberatan.” Novera memandang kedua saudarinya bergantian. Tatapan menjadi ragu. “Tapi memangnya boleh?” aku khawatir nanti akan membuat heboh keluarga. Belum lagi komentar pedas tentang karma yang buruk atau feng shui sic yang tidak menguntungkan. Gimana kalau benar- benar terjadi?” “Terjadi apa?” “Karma yang buruk.” 154 Berdasarkan kutipan tersebut, kita bisa melihat adanya perdebatan antara mereka berempat. Siska mengusulkan agar Roni Rosi lah yang membawa bendera karena Siska sudah mengakui eksistensi Roni sebagai anak laki-laki Nung Atasana. akan tetapi Novera dan Indah masih ragu-ragu, mereka takut pandangan buruk kerabat mereka dan karma yang mungkin saja terjadi. Namun, keputusan sudah bulat, Roni Rosi lah yang akhirnya membawa bendera. Perhatikan teks berikut. Demikianlah, Roni yang mengarak bendera di tengah serbuan pertanyaan dari pihak keluarga. Berdiri di samping Siska, dia menggenggam bilah bambu erat-erat. Pada sembahyang pertama, napasnya nyaris tercekat. Punggungnya pasti ditatap heran oleh puluhan 154 Ibid., h. 346.