Cap go Kebudayaan Tionghoa dalam Novel Dimsum Terakhir
lingkungannya geomancy berasal dari Tiongkok dari masa sekitar abad ke-10 SM. Feng shui sampai kini masih umum dipraktikkan oleh orang Tionghoa untuk
mendatangkan keberuntungan serta mengusir pengaruh buruk, dengan cara menempatkan letak makam, bangunan-bangunan, dan perabot rumah tangga
dalam posisi yang sesuai harmoni dengan dunia alamiah dan dunia spiritual.
77
Para pakar feng shui mengembangkan prinsip-prinsip dengan mengkaji gerak planet-planet dan bintang-bintang, serta hubungannya dengan bumi,
magnetik bumi, serta letak topografi dan keseimbangan dari elemen-elemen yin dan yang. Gerak mengalir dari alam semesta dilambangkan dengan delapan
trigram pa kua, dan prinsip yin dan yang membentuk teks dasar klasik dari buku tentang perubahan Yijing atau I Ching.
78
Dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang Tionghoa selalu menggunakan feng shui. Membuat rumah pakai feng shui. Melaksanakan kegiatan apa pun harus
disesuaikan dengan feng shui, dihitung atau ditimbang baik buruknya. Jika ada keluarga yang ditimpa musibah, selalu dikaitkan dengan feng shui. Anak-anak
Nung Atasana masih memegang teguh soal feng shui terlihat dalam teks berikut. “Ini bukan budaya patriarki. Ini budaya Cina. Anak-anak keturunan
Cina diwajibkan menghormati ibu bapaknya. Artinya, aku harus membuat papaku tenang dan senang. Itu kewajibanku yang diajarkan mamaku. Aku
tidak boleh menyia-nyiakan papaku. Feng shui jelek, karma buruk.”
79
Nung Atasana
sebelum memiliki
anak juga
memperaktikkan kepercayaannya terhadap feng shui. Dengan menuruti feng shui, ia yakin akan ada
perubahan dalam hidupnya. Nung sangat menginginkan seorang anak, ia berusaha keras untuk itu. Ia menuruti nasihat feng shui yang mengatakan bahwa dengan
menggantung gambar anak-anak ia akan mendapat energi positif yang akan membuatnya memiliki keturunan. Feng shui melekat erat dalam nadi kehidupan
orang-orang Tionghoa. Hal ini terlihat pada teks berikut.
77
Danandjaja, Op. Cit h. 472.
78
Ibid. h. 472.
79
Clara Ng, Op. cit., h. 193.
Menurut feng shui, dia harus menggantung gambar anak-anak di rumahnya, agar energi positif mengalir di sana. Setelah mencari kesana
kemari, Nung berhasil menemukan gambar seratus anak-anak Cina yang sedang bermain. Dengan bangga dipajangnya gambar itu di ruang
makan.
80
Dalam teks tersebut, terlihat Nung yang menggantung gambar anak-anak di dinding rumahnya. Hal tersebut ia lakukan karena ingin memiliki keturunan.
Kegiatan menggantung gambar anak-anak di dinding rumah dilakukan berdasarkan feng shui. Agar ia mendapatkan keturunan, ia menuruti anjuran feng
shui tersebut. Fungsi feng shui dalam struktur novel adalah sebagai latar. Etnis Tionghoa
sangat memercayai budaya feng shui ini. Mereka menerapkan feng shui dalam setiap sendi kehidupan. Novel ini pun turut memasukkan kebudayaan ini, seperti
yang sudah dijelaskan pada uraian di atas. Wujud kebudayaan feng shui ini adalah sebagai berikut.
1 Tataran ide, feng shui merupakan ilmu yang menerapkan keseimbangan
antara yin dan yang. Hidup haruslah seimbang dan sejlan dengan alam, untuk itulah ilmu feng shui diciptakan.
2 Tataran aktivitas, etnis Tionghoa sangat memercayai feng shui. Ilmu ini
utamanya digunakan dalam membuat bangunan, seperti rumah, tempat usaha, dan kantor. Letak bangunan yang tidak sesuai dengan feng shui
diyakini dapat menimbulkan ketidakberuntungan dan kesialan bagi pemilik atau penghuninya.
3 Tataran artefak, ilmu feng shui ini telah dipelajari secara ilmiah dan yang
menerapkannya tidak hanya orang-orang Tionghoa saja, melainkan orang- orang di luar etnis ini pun menggunakan ilmu feng shui ketika membuat
sebuah bangunan.