dan bisa dinikmati oleh pembaca. Dalam telaah sosiologi, kita bisa mengamati gejala-gejala yang timbul di
masyarakat dan meneliti penyebab timbulnya suatu konflik dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat. Tidak hanya itu, kita juga bisa mengamati pola-
pola dalam masayarakat seperti adat istiadat, kultur atau kebuadayaan dan bagaimana kebudayaan tersebut lekat dalam setiap sendi kehidupan masyarakat.
Tentang hubungan antara sosiologi dan sastra, Swingwood dalam Sapardi, mengetengahkan pandangan yang lebih positif. Ia tidak berpihak pada pandangan
yang menganggap sastra sebagai sekadar bahan sampingan saja. Diingatkannya bahwa dalam melakukan analisis sosiologi terhadap karya sastra, kritikus harus
berhati-hati mengartikan slogan “sastra adalah cerminan masyarakat”.
Selanjutnya diingatkan bahwa slogan itu melupakan pengarang, kesadaran, dan tujuannya. Swingwood menyadari bahwa sastra diciptakan pengarang
menggunakan seperangkat peralatan tertentu, dan seandainya sastra memang merupakan cerminan masyarakatnya, apakah pencerminan itu secara murni?
60
Swingwood agaknya ingin sedikit merevisi pernyataan “sastra adalah
cerminan masyarakat” mengingat banyak kepentingan dalam kemunculan sebuah
karya. Masyarakat yang ingin ditampilkan pengarang adalah masyarakat yang sejalan dengan ideologi pengarang. Kenyataan inilah yang coba dipertanyakan
kembali oleh Swingwood terlepas dari sastra yang tidak pernah sekali pun berasal dari kekosongan.
“Sastra merupakan cerminan masyarakat” dan “sastra tidak berasal dari kekosongan”, berlandaskan pernyataan inilah peneliti coba mengkaji sebuah
novel karya Clara ng yang berjudul Dimsum Terakhir dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.
F. Pembelajaran Sastra di Sekolah
Pembelajaran sastra di sekolah diharapkan bermanfaat untuk menafsirkan dan memahami masalah-masalah dunia nyata. Sastra memiliki relevansi dengan
dunia nyata. Untuk itu, pengajaran sastra di sekolah harus kita pandang sebagai
60
Sapardi Djoko Damono, Sosiologi Satsra, Ciputat. Editum, 2009, h. 19.
sesuatu yang penting dan patut memiliki kedudukan yang selayaknya. Jika pengajaran sastra dilakukan secara tepat, pengajaran sastra dapat juga
memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah dalam masyarakat. B. Rahmanto
61
menjelaskan empat manfaat pengajaran sastra di sekolah, yaitu sebagai berikut.
1. Membantu keterampilan berbahasa.
Keterampilan berbahasa meliputi empat aspek, yaitu 1 menyimak, 2 berbicara, 3 membaca, dan 4 menulis. Adanya
pembelajaran sastra di sekolah berfungsi melatih siswa dalam mengasah keterampilan berbahasa yang meliputi empat aspek tersebut. Dalam
pengajaran sastra, siswa dapat melatih keterampilan menyimak dengan mendengarkan suatu karya yang dibacakan oleh guru atau temannya.
Untuk keterampilan berbicara, siswa dapat melatihnya dengan bermain drama. Keterampilan membaca dapat diasah dengan membaca karya
sastra, baik prosa maupun puisi atau bahkan naskah drama. Siswa dapat melatih keterampilan menulis dengan menulis sebuah karya sastra yang
didasari oleh pengalaman pribadi atau pengamatan sekitar. 2.
Meningkatkan pengetahuan budaya Sastra bukanlah sebuah ilmu yang menyuguhkan pengetahuan
dalam bentuk jadi seperti halnya ilmu sains. Sastra berkaitan sangat erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Setiap
karya sastra selalu menyajikan hal-hal yang jika dihayati akan menambah ilmu pengetahuan. Hal yang dimaksud sebagai ilmu pengetahuan di sini
memiliki makna yang luas. Dengan berbagai cara kita bisa menguraikan dan menyerap pengetahuan yang terdapat dalam karya sastra. Sebagai
contoh, banyak fakta yang diungkapkan dalam karya sastra, tetapi ada banyak fakta lain yang harus kita gali dari sumber-sumber lain untuk
memahami situasi problematika khusus yang dihadirkan dalam suatu karya sastra.
61
Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra.Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 1992 h. 16.
Jika kita dapat merangsang siswa-siswa untuk memahami fakta- fakta dalam karya sastra, lama-kelamaan siswa akan memahami realitas
kehidupan. Siswa akan memahami fakta-fakta tentang kehidupan dan akan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam diri siswa mengenai hakikat
kehidupan. Suatu bentuk pengetahuan khusus yang harus selalu dipupuk
dalam masyarakat adalah pengetahuan tentang kebudayaan. Kita menggunakan istilah budaya untuk menunjuk ciri-ciri khusus khusus
dalam masyarakat tertentu dengan totalitasnya yang meliputi, organisasi, lembaga, hukum, etos kerja, seni, drama, agama, dan sebagainya. Setiap
sistem pendidikan kiranya perlu disertai usaha untuk menanamkan wawasan pemahaman budaya bagi setiap siswa. Pemahaman budaya
dapat menumbuhkan rasa bangga dan memiliki juga empati terhadap lingkungan sekitar. Pengetahuan tersebut dapat digali lewat menelaah
karya sastra. Dalam karya sastra banyak terdapat unsur kebudayaan yang menarik untuk diteliti dan dipahami.
3. Mengembangkan cipta dan rasa
Setiap guru hendaknya menyadari bahwa siswa adalah seorang individu dengan kepribadiannya yang khas. Kemampuan dan kadar
perkembangannya masing-masing berbeda satu sama lain. Untuk itu, sangat penting memandang pengajaran sebagai proses pengembangan
individu secara keseluruhan. Dalam hal pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan
adalah kecakapan yang bersifat indra, penalaran, afektif, religius, dan sosial. Karya sastra dapat memberikan peluang-peluang untuk
mengemabngkan kecakapan-kecakapan semacam itu. Untuk itu, jika sastra diajarkan dengan benar dan sesuai, dapat mengembangkan
kecakapan-kecakapan tersebut lebih dari mata pelajaran lainnya. 4.
Menunjang pembentukan watak Tidak ada satu pun jenis pendidikan yang mampu menentukan
watak manusia. Bagaimana pun pendidikan hanya dapat berusaha
membina dan membentuk, tetapi tidak dapat menjamin secara mutlak bagaimana watak manusia yang didiknya.
Meski demikian, dalam nilai pengajaran sastra ada dua tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan watak ini. Pertama,
pengajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam. Dibandingkan pelajaran-pelajaran lainnya, sastra memunyai keungkinn
lebih banyak untuk mengantar kita mengenal seluruh rangkaian kemungkinan hidup manusia seperti kebahagiaan, kesetiaan, kebanggaan
diri sampai pada kelemahan, kekalahan, keputusasaan, kebencian, perceraian, dan kematian. Seseorang yang telah banyak mendalami
berbagai karya sastra biasanya memunyai perasaan yang lebih peka untuk menunjuk hal mana yang bernilai dan mana yang tidak bernilai.
Tuntutan kedua sehubungan dengan pembinaan watak ini adalah bahwa pengajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam
usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa yang antara lain meliputi kepandaian, ketekunan, pengimajian, dan penciptaan.
Seperti yang kita ketahui, sastra sanggup memuat berbagai medan pengalaman yang sangat luas. Dalam pengajaran sastra dengan berbagai
ciri khasnya, siswa dipertemukan dengan berbagai kesempatan untuk menelusuri semacam arus pengalaman segar yang terus mengalir.
Pengalaman itu merupakan persiapan yang baik bagi kehidupan siswa di masa mendatang.