e. Pengobatan Tradisional
Pengobatan  tradisional  Tiongkok  sangat  terkenal,  bahkan  hingga  ke seluruh dunia. Para ahli kesehatan barat sejak lama meneliti pengobatan Tiongkok
ini.  Di  Indonesia  sendiri  pengobatan  tradisional  Tiongkok  tidak  hanya  monopoli masyarakat  Tionghoa,  namun  warga  pribumi  pun  banyak  yang  mempercayakan
kesembuhannya  kepada  para  shinsey  atau  para  tabib  Tionghoa.  Selain  itu  bahan yang  digunakan  adalah  bahan  alami,  cenderung  tidak  memiliki  efek  samping
hingga aman digunakan. Masyarakat  Tionghoa  memercayai  pengobatan  tradisionalnya  seperti
sebuah  tradisi.  Mereka  jarang  berobat  ke  dokter  umum  kalau  tidak  mendesak. Sekalipun  harus  diobati  secara  medis  di  dokter  umum,  biasanya  mereka  tetap
menggunakan obat-obat Tiongkok ini sebagai pendamping. Tradisi  pengobatan  Tiongkok  memiliki  sejarah  lebih  dari  2000  tahun.
Menurut  Doroty  Perkins  dalam  Danandjaja,  penggunaan  tanaman  herbal  untuk menghasilkan  obat-obatan  adalah  satu-satunya  metode  tradisional  besar  yang
dipergunakan  oleh  tabib  Tao  untuk  menyembuhkan  penyakit,  bersama-sama dengan teknik-teknik pengobatan seperti tusuk jarum acupuncture.
86
Pandangan  tradisional  Taoisme  tentang  kesehatan  didasarkan  pada ketiadaan  keseimbangan  antara  tubuh  manusia  dengan  alam,  dan  antara
komponen-komponen  di  dalam  tubuh  sendiri.  Pandangan  ini  berdasarkan  pada ajaran Toisme, yang menganggap bahwa semua dalam dunia ini terdiri dari aspek-
aspek  universal  perempuan  yin  dan  laki-laki  yang.  Apabila  aspek-aspek tersebut tidak seimbang, maka akan timbul suatu penyakit.
Tradisi  pengobatan  Tiongkok  ini  juga  dipercayai  oleh  keluarga  Nung Atasana. Kebiasaan ini juga diturunkan kepada anak-anaknya. Meskipun keluarga
mereka  mempunyai  dokter  pribadi,  mereka  tetap  menggunakan  obat-obatan Tiongkok  untuk  mengobati  berbagai  penyakit.  Ketika  Nung  sakit,  anak  Nung
terpikir untuk membeli obat-obatan Tiongkok.
86
Danandjaja, Op. Cit., h. 360.
Pada saat ini, yang menjadi pikiran Rosi adalah mendapatkan obat untuk  ayahnya.  Mengapa  tidak  ada  orang  yang  berpikiran  seperti  ini
sebelumnya?  Obat  Cina,  betul  juga.  Mengapa  tidak?  Bertahun-tahun mereka  hidup  dengan  obat  Cina.  Sakit  tenggorokan.  Keseleo.  Sakit  perut
karena  keracunan.  Diare.  Sakit  kepala.  Pokoknya,  Anas  jarang  mengajak anak-anaknya mengunjungi dokter Marcel kalau tidak kepepet. Jika dapat
disembuhkan dengan obat Cina, pasti Anas akan melakukannya.
87
Kutipan  di  atas  menjelaskan  kebiasaan  keluarga  Nung  Atasana menggunakan  obat-obatan  Tiongkok  yang  disebut  obat  Cina.  Keluarga  ini  lebih
mengutamakan  menggunakan  obat-obatan  Tiongkok  ketimbang  harus  ke  dokter. Tradisi  pengobatan  ini  juga  termasuk  dalam  keanekaragaman  kebudayaan
Tionghoa. Obat-obatan  Cina  dalam  novel  ini  digunakan  oleh  tokoh-tokohnya  untuk
mengobati berbagai  jenis penyakit.  Fungsinya dalam struktur novel sebagai  latar yang menguatkan tema Tionghoa dalam novel ini.
Obat-obatan  Tiongkok  adalah  wujud  kebudayaan  dalam  tataran  artefak. Sejak  dahulu  masyarakat  Tionghoa  memercayai  kesembuhan  mereka  pada  obat-
obatan tradisional. Dalam tataran ide, gagasan untuk mencari pengobatan terhadap penyakit merupakan sebuah landasan pikir adanya kebudayaan ini. Dalam tataran
aktivitas, kebiasaan
masyarakat Tionghoa
menggunakan obat-obatan
tradisionalnya.  Meskipun  mereka  sedang  menjalani  pengobatan  secara  medis  di dokter  umum,  obat-obatan  tradisional  tetap  digunakan  sebagai  pendamping.  Hal
ini terlihat dalam kutipan berikut. “Aku  enggak  punya  usul  apa-apa.  Mending  kita  coba  ke  Petak
Sembilan  atau  Glodok,  cari  toko  obat.  Biasanya  mereka  punya  banyak obat-obatan Cina yang manjur dan cocok dengan obat-
obatan Eropa.”
88
Kutipan  di  atas  memperlihatkan  bahwa  obat-obatan  tradisional  sangat dipercayai  oleh  masyarakat  Tionghoa,  bahkan  dipercaya  mampu  berdampingan
dengan obat-obatan modern dari Eropa.
87
Clara Ng, Op. cit., h. 163.
88
Clara Ng, Op. cit., h.164.
f. Makanan khas Tiongkok
Negeri  Tiongkok  kaya  akan  keanekaragaman  kulinernya.  Aneka  Kuliner ini  pun  merambah  ke  berbagai  negeri  di  seluruh  penjuru  dunia.  Aneka  kuliner
lezat  ini dengan mudah  bisa kita temukan di  warung-warung pinggir jalan, kios- kios pedagang di pasar sampai ke super market terkemuka di Indonesia.
Ada  beberapa  Kuliner  khas  Tiongkok  yang  disebutkan  dalam  novel  DT ini,  antara  lain  dimsum,  kue  bulan  atau  kue  keranjang,  bacang,  cakue,  pioh,
89
swike,
90
bakpao,  dan  daging  babi.  Makanan  yang  disebut  terakhir  tidak  hanya populer di  kalangan masyarakat  Tionghoa, namun  daging  yang haram  bagi  umat
muslim  ini  sangat  kental  dengan  tradisi  kuliner  Tionghoa.  Daging  babi  dimasak dalam  berbagai  jenis  olahan,  seperti  semur  babi,  babi  panggang,  atau  menjadi
isian  kue  bacang.  Makanan-makanan  tersebut  beberapa  hanya  sekali  disebutkan. Peneliti  memilih  tiga  makanan  yang  sering  muncul  dalam  novel,  yaitu  dimsum,
daging babi dan kue bulan. 1. Dimsum
Dorothy  Perkins  dalam  Danandjaja  mengatakan  bahwa  dimsum  adalah jamuan kecil informal yang dalam bahasa mandarinnya disebut dianxin atau tien-
hsin “menyenangkan  hati”.  Istilah  dimsum  berasal  dari  dialek  Guangzou
Cantonese kongfu yang berarti pesta makan kecil. terdiri dari berbagai makanan sedap,  seperti  bakpau,  lumpia,  babi  panggang,  bakmi,  kue  onde  yang  ditaburi
wijen, dan lain-lain.
91
Orang Tionghoa gemar makan dimsum, yang dalam dialek Hakka disebut yam  cah.
92
Kebiasan  makan  dimsum  ini  juga  dilakukan  oleh  keluarga  Nung Atasana.  Uniknya  keluarga  ini  merayakan  Imlek  dengan  memakan  dimsum  pagi
hari  sebelum  mereka  beraktivitas.  Kebiasaan  makan  dimsum  pada  pagi  Imlek bukan tanpa sebab, ide ini muncul ketika mereka ingin merayakan Imlek, namun
pemerintah  melarang  Imlek  dirayakan  secara  terbuka  dan  tidak  ada  libur  pada Hari  Raya  Imlek.  Bahkan  pemerintah  menginstruksikan  kepada  sekolah  untuk
89
Pioh daging kura-kura
90
Swike daging katak
91
Danandjaja, Op. Cit. h. 444 —456.
92
Ibid., h. 445.
menegur  dengan  keras  siswa  etnis  Tionghoa  yang  tidak  bersekolah  pada  Imlek. Jadilah tradisi  dimsum pada keluarga Nung  Atasana menjadi  sebuah tradisi  yang
selalu dijalankan ketika Imlek.
Jam  dinding  menunjukan  waktu  lima  lewat  sepuluh.  Dua  puluh menit  lagi  mereka  akan  merayakan  tahun  baru  Cina  dengan  makan  pagi
bersama-sama.  Menyantap  dimsum.  Tradisi  yang  sangat  aneh,  tapi  bagi keluarga  Nung  Atasana,  tradisi  itu  Nampak  normal-normal  saja.  Makan
dimsum  pada  pagi  Imlek  dirayakan  selama  satu  jam  kerena  setelahnya mereka harus berangkat ke sekolah pada pukul enam tiga puluh. Tidak ada
libur Imlek pada masa itu, masa pemerintahan Soeharto.
93
Dimsum ini pun dipilih pengarang sebagai judul novel. Pemilihan dimsum untuk  judul  merupakan  sebuah  simbol.  Simbol  tradisi  kehangatan  dan
kebersamaan  sebuah  keluarga.  Pemaknaan  dimsum  sebagai  jamuan  makan  kecil menunjukkan  keintiman  antar  kerabat.  Tidak  hanya  itu,  tradisi  dimsum  ini  pun
sebagai sebuah simbol keteguhan dalam keterbatasan. Maksudnya, keluarga yang berusaha menjalankan tradisi mereka walaupun dibatasi oleh pemerintah. Mereka
mencari jalan keluar agar tetap bisa merayakan Imlek dengan keluarga mereka. 2. Daging babi
Dorothy  Perkins  dalam  Danandjaja,  mengatakan  bahwa  salah  satu binatang ternak  yang paling penting dalam diet dan kebudayaan orang Tionghoa
adalah babi, yang dalam bahasa Tionghoa disebut zhu atau chu.
94
Huruf Tionghoa untuk keluarga adalah huruf babi di bawah atap rumah. Banyak tulang-tulang babi
ditemukan di situs-situs penggalian arkeologi dari kebuadayaan neolitik Yangshao 5000-3000  SM  dan  Longshan  3000-220  SM,  dan  di  semua  situs  yang  didata
dari  dinasti-dinasti  Shang  dan  Zhou.  Daging  babi  disajikan  dalam  kurban keagamaan sejak zaman purbakala.
95
Orang  Tionghoa  menyajikan  daging  babi  dalam  berbagai  jenis  olahan. Potongan-potongan kecil daging babi ditumis dengan saus asam manis. Gilingan
daging babi dimasak menjadi beberapa masakan, antara lain sebagai isian bakpao
93
Ibid., h. 59 —60.
94
Danandjaja., Op. cit., h. 433.
95
Ibid., h. 434.