Pengaruh OMS terhadap Pembangunan

6.2. Pengaruh OMS terhadap Pembangunan

  Demokrasi

  Dalam satu dekade (2004-2013) terakhir, Provinsi Aceh sudah berhasil membangun proses politik melalui instrument sistem demokrasi. Mekanisme menjalankannya dengan pemilihan kepala Negara dan daerah serta pemilihan legislatif. Ukuran berhasil tentunya menjadi perdebatan dari kita dan para penggiat demokrasi. Sangat relatif melihat Dalam satu dekade (2004-2013) terakhir, Provinsi Aceh sudah berhasil membangun proses politik melalui instrument sistem demokrasi. Mekanisme menjalankannya dengan pemilihan kepala Negara dan daerah serta pemilihan legislatif. Ukuran berhasil tentunya menjadi perdebatan dari kita dan para penggiat demokrasi. Sangat relatif melihat

  Data Badan Pusat Statistik Indonesia tentang Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) tahun 2010, menunjukkan skor IDI keseluruhan Indonesia, posisi Provinsi Aceh secara umum memperoleh nilai 65,36. Berdasarkan aspek kebebasan sipil Aceh mendapatkan nilai 69,98, aspek hak- hak politik nilainya 62,63, dan aspek lembaga demokrasi nilainya 63,87. Berpedoman pada data tersebut maka posisi Demokrasi di Aceh berada di tengah-tengah (aman). Berkembang demokrasinya tapi tidak terlalu maju. Meskipun demikian data dari KIP tahun 2012 menunjukkan partisipasi pemilih dalam pemilukada mencapai 76 dari total penduduk yang berhak memilih. Artinya kesadaran berdemokrasi di Aceh paska damai cenderung baik.

  Keberadaan OMS Aceh berkontribusi besar mendorong dan mewujudkan pembangunan demokrasi dibuktikan tersebut, salah satunya adalah pembentukan

  Jaringan Demokrasi Aceh 96 . Salah satu tujuannya memperjuangkan Undang-undang Pemerintah Aceh sesuai

  96 Proses ini dilakukan oleh beberapa LSM yang bergabung

  dalam Jaringan Demokrasi untuk Aceh atau dikenal dengan istilah JDA. Jaringan ini dibentuk dan diinisiasi oleh beberapa aktivis dan didukung oleh beberapa tokoh sipil lainnya. LSM yang tergabung dalam JDA antara lain: The Aceh Institute, ACSTF, KMPD, Kontras Aceh, Koalisi NGO HAM, Flower, Mispi, APF, Forum LSM Aceh, SoRAK Aceh, Lappeka, KKP Aceh, PDRM, Forum Akademisi Aceh, Katahati Institute, Yappika, Cetro, LSAM, KontraS, Imparsial, Perkumpulan Demos, Aceh Kita, HRW, dan Konsorsium Aceh Baru (KAB) dalam Jaringan Demokrasi untuk Aceh atau dikenal dengan istilah JDA. Jaringan ini dibentuk dan diinisiasi oleh beberapa aktivis dan didukung oleh beberapa tokoh sipil lainnya. LSM yang tergabung dalam JDA antara lain: The Aceh Institute, ACSTF, KMPD, Kontras Aceh, Koalisi NGO HAM, Flower, Mispi, APF, Forum LSM Aceh, SoRAK Aceh, Lappeka, KKP Aceh, PDRM, Forum Akademisi Aceh, Katahati Institute, Yappika, Cetro, LSAM, KontraS, Imparsial, Perkumpulan Demos, Aceh Kita, HRW, dan Konsorsium Aceh Baru (KAB)

  

  Kesadaran masyarakat sipil dalam membangun dan

  mengkonsolidasikan demokrasi juga tidak terlepas dari pendidikan demokrasi yang dilakukan oleh berbagai lembaga demokrasi internasional dan nasional. Peran lembaga trans-nasional tersebut secara langsung telah membentuk karakter demokrasi secara lokal di Aceh. Bahkan pembentukan partai lokal di Aceh menjadi contoh proses demokrasi yang lebih maju dan otonom dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Hal ini menjadi peluang bagi publik untuk mengisi instrumen yang sudah terbentuk ini agar lebih terisi lagi dengan nilai-nilai good governance dan humanis.

  Selain itu kerja-kerja OMS untuk melahirkan system demokrasi yang baik dilakukan sejak Aceh masih dalam kondisi konflik, baik pada masa DOM, Darurat Militer, Darurat Sipil dan pada masa paska perjanjian perdamaian pada 15 Agustus 2005.

  Program pengawasan pemilu yang dilakukan oleh Forum LSM sejak tahun 1990 sampai sekarang, dan juga oleh beberapa LSM lainnya adalah bukti peran OMS dalam mewujudkan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, khususnya di Aceh.

  Disamping program pemilu legislatif dan pemilu presiden, namun dalam pelaksanaan pemilukada, OMS di Aceh juga turut serta dalam mengawasi proses

  pelaksanaannya, seperti dilakukan oleh The Aceh Institute dalam kegiatan pemantauan pemilukada tahun 2012. Dalam pemantauan tersebut ditemukan berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh para pendukung kandidat tertentu. Laporan ini kemudian disampaikan kepada Panwaslu, KIP dan media massa sebagai bentuk kontrol dan dukungan bagi penyelengara pemilu. Selain itu, The Aceh Institute juga secara berkelanjutan membangun demokrasi melalui penulisan artikel populer tentang perkembangan politik dan demokrasi di Aceh yang dipublikasikan diwebsitenya. Disamping juga berbagai penelitian terkait dengan pembangunan demokrasi di Aceh, seperti penelitian hasil kerjasama dengan ICLD Sweden dengan topic “Ruang Demokrasi di Aceh Selatan”.

  Pembangunan demokrasi di Aceh juga dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan pendidikan politik bagi warga, juga bagi calon legislatif. Salah satu OMS yang aktif melaksanakan pendidikan politik adalah Sekolah Demokrasi Aceh Utara (SDAU), di bawah dukungan Kemitraan AusAID, SDAU secara konsisten melaksanakan program pendidikan politik secara berkelanjutan.