Gerakan OMS Paska Gempa Tsunami
4.2. Gerakan OMS Paska Gempa Tsunami
Bencana tsunami yang terjadi di Aceh telah mengakibatkan kerusakan yang parah, korban jiwa dan kehancuran di beberapa kawasan Asia Selatan, bahkan hingga Afrika. Kerusakan dan kerugian akibat gempa dan tsunami yang diderita masyarakat di Indonesia sangat besar, melampaui negara-negara lainnya. Korban meninggal dilaporkan sebanyak 128.845 jiwa, dan yang hilang 94.682 jiwa. Sementara itu, jumlah orang yang menjadi pengungsi (IDP’s) sebanyak 513.278 jiwa di Aceh dan 19.620 di Sumatera Utara. Pada sisi lain,
53 Koalisi NGO HAM Aceh didirikan pada 7 Agustus 1998.
Sebagai lembaga advokasi hak asasi manusia, Koalisi NGO HAM Aceh bersifat nirlaba, non partisipan dan memiliki mandat membangun aliansi dengan organisasi masyarakat sipil di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional.
54 54 orang yang berasal dari komponen yang berbeda dalam
masyarakat sipil Aceh menghadiri “Brotherly Dialog among Acehnese for a Just Peace in Aceh” di Washington DC, 5 s.d. 8 Oktober 2001 membentuk ACSTF (Acehnese Civil Society Task Force). Konferensi ini diadakan oleh International Forum For Aceh (IFA) dan Global peace Centre of American University.
tsunami telah membuka beberapa peluang bagi kehidupan di Aceh.
Perkiraan terakhir total korban jiwa sekitar 230.000 jiwa. Sedangkan Badan Pusat Statistik NAD memperkirakan korban jiwa hampir setengah juta penduduk Aceh. Bencana yang cukup besar ini telah memicu kehadiran bantuan internasional, baik untuk mengatasi kondisi darurat (emegency) maupun program rehabilitasi dan rekonstruksi yang bersifat jangka panjang.
Sejak 26 Desember 2004, Aceh menjadi wilayah terbuka untuk dimasuki oleh sekitar 300 organisasi internasional yang memberikan bantuan kemanusiaan dan terlibat dalam proses-proses rekonstruksi. Selain itu, penandatangan MoU antara pemerintah Indonesia dengan GAM pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, telah menyebabkan situasi yang lebih kondusif bagi OMS untuk terlibat dalam proses rekonstruksi dan pembangunan di Aceh pada masa-masa mendatang.
Kehadiran lembaga internasional, baik negara asing maupun international NGO telah membentuk kesadaran masyarakat sipil dan OMS untuk bekerja mengatasi kondisi darurat (emegency) maupun program rehabilitasi dan rekonstruksi yang bersifat jangka panjang. OMS juga sudah bekerja secara praktis dalam kegiatan rekonstruksi seperti pembangunan perumahan, prasarana jalan dan pasar, serta mengembangkan struktur Kehadiran lembaga internasional, baik negara asing maupun international NGO telah membentuk kesadaran masyarakat sipil dan OMS untuk bekerja mengatasi kondisi darurat (emegency) maupun program rehabilitasi dan rekonstruksi yang bersifat jangka panjang. OMS juga sudah bekerja secara praktis dalam kegiatan rekonstruksi seperti pembangunan perumahan, prasarana jalan dan pasar, serta mengembangkan struktur
bencana tsunami seperti: 55 :
Adanya kesenjangan antara OMS yang ada
dengan kemampuan yang mereka miliki untuk memperkuat modal sosial di dalam komunitas (kelemahan dalam analisis sosial dan kapasitas pengorganisasian masyarakat)
Kesadaran mengenai pentingnya membangun
solid untuk
memperjuangkan kepentingan bersama sudah muncul, tetapi masih ada masalah dalam kapasitas membangun organisasi
Masyarakat pada umumnya sadar bahwa
pelayanan publik yang paling mendasar (seperti kesehatan dan pendidikan) tetapi kurang dorongan untuk menuntut tanggung jawab pemerintah menyangkut kebutuhan mereka
55 Sutoro Eko, dkk., Masyarakat Sipil Mendemokrasikan
Daerah, Program Acehnesse Civil Society Organization Strengthening –ANCORS, Jakarta: CIDA dan Yappika, 2009
Adanya kesenjangan pengetahuan masyarakat
mengenai proses penyusunan kebijakan dan saluran-saluran untuk menyampaikan aspirasi mereka, termasuk tidak mengetahui bagaimana cara berpartisipasi dalam proses penyusunan kebijakan
Ada peningkatan jumlah organisasi baru, tetapi
tidak memiliki visi yang jelas untuk pemberdayaan masyarakat dan lemah dalam membangun jaringan atau aliansi strategis
Pertumbuhan OMS pada fase ini juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya jumlah dana pembangunan untuk Aceh yang berlimpah baik dari dana APBN maupun dari lembaga dan negara asing. Faktor kedua Aceh sudah sangat terbuka paska bencana gempa dan tsunami, dikarenakan pemerintah pusat membuka seluas-luasnya bagi pihak asing memberikan bantuan bencana.
Table 2: On Budget (APBN) Dana yang dikelola oleh
BRR NAD-Nias
Bidang
Program Utama
Dalam Rupiah
Perumahan
Perumahan dan
dan
permukiman
Tata Ruang dan pertanahan
Perhungunan, ASDP dan
Jalan dan Jembatan
Air Bersih, Sampah dan
Irigasi Pendidikan
Kemasyarakata Peran Perempuan dan Anak
n
Sosial dan Budaya
Perekonomian
Pengembangan Ekonomi
Kelembagaan dan
dan Hukum
Hukum dan Keamanan
Biaya Manajemen
Sumber : http:www.e-aceh-nias.org, dan Gerak Aceh,
Desember 2006
Data GeRAK Aceh, mencatat pada tahun 2005- 2006 khususnya alokasi anggaran yang telah
dibelanjakan melalui bantuan off budget cukup tinggi, hal ini tercatat berdasarkan penulusuran data-data yang dikeluarkan sehingga perlu untuk diperjelas soal berapa alokasi anggaran yang sudah dibelanjakan sehingga menjadi aset bagi masyarakat Aceh.
Table 3: Off Budget (Bantuan NGO) Tahun Anggaran
2005-2006
Bidang
Program Utama
Dalam Rupiah
Perumahan dan
Perumahan dan
permukiman
permukiman Tata Ruang dan
pertanahan Jalan dan Jembatan
Air Bersih, Sampah dan
Irigasi Pendidikan
Peran Perempuan dan
Kemasyarakatan
Anak Sosial dan Budaya
Perekonomian
Pengembangan Ekonomi
Kelembagaan dan
Kelembagaan dan
Pemerintahan
Hukum
Hukum dan Keamanan
Biaya Manajemen
Sumber : BRR NAD-Nias dan GeRAK Aceh, 2011.
Salah satu dampak negatif dalam gerakan OMS paska program rehab-rekon dampak dari bencana gempa
dan tsunami adalah perubahan sebagian maindset di kalangan aktivis, dimana perubahan sifat kerelawanan dan tsunami adalah perubahan sebagian maindset di kalangan aktivis, dimana perubahan sifat kerelawanan
masing-masing lembaga. 56
Tumbuhnya OMS karena mendapat sokongan dari LSM internasional tidak mengherankan, karena kebutuhan terhadap mitra lokal akan mempermudah kerja-kerja LSM asing di Aceh. Kondisi ini digambarkan oleh Afrizal Tjoetra, bahwa kemunculan LSM pada fase rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh seperti jamur adalah sesuatu yang sifatnya alamiah, yang pada akhirnya juga
akan hilang seperti halnya kemarau dimusim hujan. 57
Selain itu, menurutnya, saat ini LSM atau OMS yang tersisa di Aceh adalah lembaga-lembaga yang dari awal berkomitmen tinggi melakukan kerja-kerja untuk mendorong perubahan paska gempa dan tsunami bagi Aceh. Jadi fenomena 8 tahun paska tsunami dan
56 Wawancara dengan Mulyadi Rusman (Peneliti Jaringan
Survey Inisiatif), pada 15 November 2013
57 Afrizal Tjoetra, Delapan tahun tsunami dan matinya
ratusan LSM di Aceh, http:www.bisnisaceh.com, Rabu, 26 Desember 2012 ratusan LSM di Aceh, http:www.bisnisaceh.com, Rabu, 26 Desember 2012
Menurut Gading Hamonangan, bentuk relasi OMS dengan partai politik paska gempa dan tsunami di Aceh sudah mulai terbuka, namun masih terjebak pada kepentingan urusan kepartaiannya sendiri, dimana fokus pemberdayaan hanya terhadap organisasi masyarakat di bawah partai alias underbow partai. Sebaliknya relasi yang dibangun secara kontinue antara OMS non- underbow dengan partai politik hanya sebatas personal orangnya dengan OMS. Tetapi tidak memiliki relasi dengan OMS melalui agenda bersama merespon dan
membantu advokasi hak-hak korban tsunami. 58