Advokasi Draft UUPA

3.3.1. Advokasi Draft UUPA

  Salah satu bentuk kerja nyata OMS dalam relasinya dengan partai politik setelah ditanda tangani MoU antara Pemerintah RI dan Perwakilan GAM adalah mendorong terbentuknya Undang-Undang Otonomi Khusus untuk Aceh yang partisipatif dan sesuai dengan keinginan rakyat secara umum yaitu Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA). Dalam melakukan advokasi undang-undang ini, OMS Aceh membangun komunikasi intensif dengan partai politik, sebagai sebuah strategi untuk mengontrol dan mengawal proses legislasi UUPA tersebut di Parlemen.

  Proses advokasi ini dilakukan oleh beberapa LSM yang bergabung dalam Jaringan Demokrasi Aceh atau dikenal dengan JDA. Jaringan ini dibentuk dan diinisiasi oleh beberapa aktivis dan didukung oleh beberapa tokoh sipil lainnya. Beberapa LSM yang tergabung dalam JDA ini antara lain;, ACSTF, AJMI,

  Aceh Institute, KMPD, Kontras Aceh, Koalisi NGO HAM, Flower, Mispi, APF, Forum LSM Aceh, SoRAK Aceh, Lappeka, KKP Aceh, PDRM, Forum Akademisi Aceh, Katahati Institute, Yappika, Cetro, ELSAM, Kontras, Imparsial, Perkumpulan Demos, Aceh Kita, HRW, dan Konsorsium Aceh Baru (KAB).

  Menurut Juanda Djamal gerakan sipil yang tergabung dalam JDA ini adalah berupaya untuk melakukan advokasi terhadap lahirnya UUPA yang sesuai dengan butir-butir MoU Helsinki dan juga keinginan masyarakat Aceh secara umum. Sebagaimana diketahui bahwa draft UUPA dibahas oleh Panja DPR dan pemerintah untuk menurunkan kesepakatan damai dalam bentuk perundang-undangan di Indonesia, dan Aceh merupakan provinsi yang berstatus otonomi khusus.

  Beberapa point yang didorong oleh JDA kepada pemerintah RI, antara lain: (1) mengesahkan UUPA sesegera mungkin sebelum April 2006, (2) menyiapkan draft UUPA sesuai dengan aspirasi yang berkembang ditingkat masyarakat bawah (grassroots), dan juga disesuaikan dengan butir-butir MoU Helsinki, (3) melakukan upaya-upaya komunikasi dengan lintas partai agar mengesahkan draft UUPA tersebut sesuai dengan

  aspirasi dan butir-butir MoU Helsinki, (4) melakukan diskusi-diskusi dengan para stakeholders dan lintas komunitas serta elemen yang ada di Aceh, untuk meng- aspirasi dan butir-butir MoU Helsinki, (4) melakukan diskusi-diskusi dengan para stakeholders dan lintas komunitas serta elemen yang ada di Aceh, untuk meng-

  sekretariat gerakan sipil untuk pusat (Jakarta). 41

  Dalam gerakan bersama memperjuangkan UUPA, OMS di Aceh menjalin dan membina komunikasi intens dengan partai politik di Parlemen, hal ini seperti diungkapkan oleh Juanda Jamal, selaku Sekretaris Jendral ACSTF. Dalam advokasi UUPA ini, ACSTF sebagai salah satu bagian dari JDA, membentuk “Parliament Watch” yang bertujuan sebagai media mengontrol parlemen agar parlemen memenuhi aspirasi rakyat Aceh dalam UUPA:

  “....kita membangun komunikasi intensif dengan partai demokrat, guna mendorong mereka memperjuangkan aspirasi masyarakat Aceh ketingkatan pusat, ini tentu dalam kapasitas konteks kepentingan kita memantau proses penyusunan undang-undang tersebut. Relasi yang dibangun tersebut fokusnya ada yang ke partai lansung, dan ketika diparlemen kita juga berhubungan dengan individu-individu partai

  41 Tim Salemba Tengha, Mengawal Demokrasi: Pengalaman Jaringan Demokrasi Aceh dan RUUPA, Jakarta: Yappika, 2007 41 Tim Salemba Tengha, Mengawal Demokrasi: Pengalaman Jaringan Demokrasi Aceh dan RUUPA, Jakarta: Yappika, 2007

  Terbangunnya relasi OMS dengan partai politik dalam advokasi UUPA ini sangat dipengaruhi oleh kedekatan individu anggota DPR Aceh dengan kalangan OMS sehingga memudahkan aktifis OMS membangun komunikasi dengan partai politik, seperti Amir Helmi anggota DPR Aceh dari Partai Demokrat, sehingga OMS mudah menjalin komunikasi dengan partai Demokrat, selain itu juga ada Azhari Basyar (Anggota DPR Aceh dari partai Golkar), Khairul Amal (Anggota DPR Aceh dari PKS) dan Abdullah Saleh (Anggota DPR Aceh dari

  PPP) 43 . Parliament Watch yang dibentuk ACSTF, disamping bagian dari pemantauan dan pengawalan

  proses-proses di parlemen untuk advokasi UUPA dan membangun komunikasi dengan partai politik, juga punya tujuan untuk penguatan perdamaian Aceh. Bentuk-bentuk kerja yang dilakukan ACSTF dengan “parliament watch” ini diantaranya mendatangi individu- indivu partai politik tersebut, untuk menyampaikan

  42 Wawancara dengan Juanda Jamal, 5 November 2013 43 Pada saat advokasi UUPA, Abdulah Saleh adalah anggota

  DPRA dari Partai Persatuan Pembangunan, pada pemilu parlemen 2009, Abdulah Saleh mencalonkan diri dari Partai Aceh dan saat ini adalah Anggota DPR Aceh dari Partai Aceh DPRA dari Partai Persatuan Pembangunan, pada pemilu parlemen 2009, Abdulah Saleh mencalonkan diri dari Partai Aceh dan saat ini adalah Anggota DPR Aceh dari Partai Aceh

  Dalam proses advokasi ini, ada beberapa poin dalam draft UUPA yang diperjuangkan antara lain: Pertama, tentang pembagian kewenangan, agar pemerintah Aceh diberi kewenangan dalam semua sektor publik, kecuali dalam hal wewenangan pemerintah pusat seperti politik luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, moneter, fiskal, kehakiman dan sebagian masalah agama. Kedua, masalah ekonomi, khususnya terkait dengan SDA yang ada di Aceh agar diberikan kewenangan yang luas kepada pemerintahan Aceh. Ketiga, terkait dengan keuangan, antara lain hak yang harus dimiliki oleh Aceh yaitu pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dana otsus, dana pembagian hasil migas, pinjaman pemerintahan Aceh, dan lainnya yang sah menurut perundang-undangan. Keempat, terkait dengan masalah calon independen. Kelima terkait dengan partai politik lokal. Keenam masalah pengadilan Hak Asasi Manusia. Ketujuh, masalah pendidikan dan kesehatan. dan kedelapan, terkait dengan kewenangan menjalankan syariat Islam secara kaffah

  Kegiatan advokasi ini menjadi “klimak” bagi gerakan sipil di Aceh yang mampu mempengaruhi Kegiatan advokasi ini menjadi “klimak” bagi gerakan sipil di Aceh yang mampu mempengaruhi

  Model relasi yang dibangun oleh OMS dalam upaya untuk mengesahkan UUPA, khususnya draft versi sipil adalah model relasi partisipatif, dimana masyarakat sipil membangun relasi dengan partai politik untuk mencapai visi dan misinya yang didasarkan kepada kepentingan publik secara luas. Disamping itu OMS tetap kritis, kreatif serta pro-aktif secara independen dalam mempengaruhi kebijakan fungsionaris partai politik diparlemen dalam pembahasan dan pengesahan draft UU tersebut.