Advokasi Qanun KKR

3.3.2. Advokasi Qanun KKR

  Selain itu, paska disahkannya UUPA, gerakan sipil tidak berhenti dengan UU itu saja. Melainkan berlanjut dalam memperjuangkan berbagai turunan dari

  UU tersebut, atau yang lebih dikenal dengan qanun. 44

  44 Qanun adalah bentuk dari peraturan daerah, baik peraturan daerah tingkat provinsi maupun tingkat kabupatenkota.

  Beberapa qanun yang strategis menjadi agenda dari gerakan sipil. Salah satunya adalah mendorong lahirnya Qanun KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) di Aceh. Pembentukan KKR di Aceh merupakan amanah dari pasal 229 UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

  Proses ini dilakukan dengan membangun komunikasi secara aktif dan progressif dengan berbagai pihak di parlemen Aceh. Kegiatan yang diinisiasi oleh mitra CAFOD, terdiri dari AJMI, ACSTF, KontraS Aceh, The Aceh Institute, dan LBH Banda Aceh mendesak agar qanun tersebut segera disahkan.

  Namun demikian, upaya ini mendapat tantangan, khususnya oleh Pemerintah Aceh dan juga sebagian DPRA. Pemerintah Aceh beralasan bahwa pembentukan qanun KKR di Aceh tidak dapat ditindaklanjuti karena UU No.27 tahun 2004 tentang KKR nasional telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. Pencabutan UU KKR Nasional ini dianggap menghilangkan payung hukum qanun yang merupakan produk hukum yang lebih rendah dari UU. Selain itu, pemerintah Aceh dan legislatif beralasan bahwa pembentukan KKR dengan Namun demikian, upaya ini mendapat tantangan, khususnya oleh Pemerintah Aceh dan juga sebagian DPRA. Pemerintah Aceh beralasan bahwa pembentukan qanun KKR di Aceh tidak dapat ditindaklanjuti karena UU No.27 tahun 2004 tentang KKR nasional telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. Pencabutan UU KKR Nasional ini dianggap menghilangkan payung hukum qanun yang merupakan produk hukum yang lebih rendah dari UU. Selain itu, pemerintah Aceh dan legislatif beralasan bahwa pembentukan KKR dengan

  Sementara pendapat ini dibantah oleh Mawardi Ismail, pakar hukum tata negara Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, bahwa pembentukan KKR di Aceh sudah disebutkan secara khusus dalam UUPA yang merupakan UU bersifat lex specialist, artinya keberadaan qanun KKR di Aceh bukanlah turunan dari UU No.27 tahun 2004 yang telah di cabut oleh MK, melainkan langsung turunan dari UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

  Terkait dengan advokasi qanun KKR ini, OMS di Aceh juga melakukan hal yang sama seperti apa yang mereka lakukan ketika mengadvokasi UUPA, yaitu juga membangun relasi dengan partai politik. LBH misalnya, sebagai sebuah lembaga yang punya mandat advokasi dan terlibat secara aktif dalam advokasi qanun KKR Aceh, ketika melakukan upaya-upaya advokasi, tentu sangat perlu membangun relasi terutama dengan partai politik, karena proses perumusan dan legislasi qanun KKR ada diparlemen, oleh karena itu proses parlemen

  45 Chairul Fahmi, (ed), Aceh Pasca MoU, Reformasi

  Keamanan, Peradilan dan KKR di Aceh, Banda Aceh:The Aceh Institute, 2011 Keamanan, Peradilan dan KKR di Aceh, Banda Aceh:The Aceh Institute, 2011

  Demikian juga KontraS Aceh, OMS lainnya yang berada di garda depan dalam advokasi qanun KKR Aceh, juga membangun relasi dengan partai politik. Kedua lembaga ini bersama-sama dengan komisi A DPR Aceh dari partai Aceh, berkeliling bersama dengan anggota parlemen dari Partai Aceh untuk menjumpai para korban sebagai bagian dari menjalankan mandat advokasi. Tujuannya adalah memfasilitasi anggota parlemen berjumpa dengan masyarakat korban, untuk menjaring masukan-masukan sesuai keinginan korban dan penjaringan itupun, LBH dan KontraS Aceh mengawalnya sampai proses di Parlemen seperti mengadakan diskusi antara masyarakat korban dengan Komisi A DPR Aceh sebelum paripurna qanun tersebut.