Relasi OMS dengan Partai Politik

2.2. Relasi OMS dengan Partai Politik

  Istilah relasi (linkage) adalah serangkaian hubungan atau koneksi yang biasanya berkonotasi dengan istilah “interaksi” antar elemen yang berhubungan atau berkorelasi satu sama lain. Proses hubungan ini diindikasikan dengan pola yang beragam seperti saling ketergantungan (interdependency), penetrasi, intervensi, integrasi, dan sebagainya. Bila merujuk lebih jauh, banyak studi politik yang menggunakan istilah “linkage” untuk menggambarkan inter-koneksi warga dengan proses pembuatan keputusan

  16 Lester M. Salamon Helmut K. Anheier, Social Origins

  for Civil Society Explaining The Non-Profit Sector Cross Nationality, Working Paper, The John Hopkins University, Institute for Policy Studies, 1996 for Civil Society Explaining The Non-Profit Sector Cross Nationality, Working Paper, The John Hopkins University, Institute for Policy Studies, 1996

  mengembangkan “linkage”. 17

  Meskipun studi-studi political linkage tidak memiliki pemahaman tunggal dan jelas tentang apa sebenarnya yang mereka maksud dengan linkage, Robert Teigrob berusaha memberikan kesimpulan tentang apa

  yang dimaksud dengan linkage, yaitu: 18

  “… suatu bentuk hubunganikatankoneksi yang terjadi diantara warga negara secara individual, organisasi sosial, dan sistem politik. Hubunganikatankoneksi tersebut, utamanya bersifat organisasional sebagaimana baik secara formal maupun informal diantara organisasi- organisasi sosial dan organisasi politik. Istilah “linkage” juga mengacu pada perasaan keterikatan individu yang bersifat lebih subyektif dengan organisasi-organisasi yang ada di sistem politik….”.

  17 Kay Lawson David Clark, Political Parties and Linkage: A Comparative Perspective, Oxford: Oxford Universities, 2009,

  hlm. 129

  18 Robert Teigrob, The Politics of Linkage: Power,

  Interdependence, and Ideas in Canada-US Relations, Canadian Public Policy Volume 37 Number 1, Maret 2011

  Di sisi lain, terdapat tiga pemikiran tentang konsep relasi OMS dengan partai politik; pertama, harus ada garis tegas antara OMS dengan pemerintah, kedua, posisi OMS adalah oposisi abadi terhadap pemerintah dan atau partai politik, dan ketiga, relasi antara OMS dan pemerintahan atau partai politik adalah sebuah kebutuhan.

  Pakar politik memahami komponen relasi dalam empat garis pembatas yang terdiri dari tumpang tindih kepengurusan, posisi keberadaan OMS, kepentingan atau manfaat, dan pengaruh. Maksud dari tumpang tindih kepengurusan dalam hal ini ialah keterlibatan individu OMS di dua ranah yang berbeda; OMS dan partai politik. Hal ini menunjukan masih lemahnya aturan baku atau kode etik yang berlaku di internal OMS itu sendiri.

  Selain itu, relasi politik dapat dilihat dari struktur serta visi dan misi OMS, dan juga asal usul terbentuknya OMS. Jika sebuah OMS didirikan oleh partai politik tertentu, maka ia akan menjadi bagian dari partai politik tersebutsehingga kerja-kerja OMS tersebut bertujuan untuk kepentingan partai politiknya. Dengan demikian, segala kebutuhan operasional OMS ini akan didukung oleh partai politik tersebut.

  Sementara itu, relasi politik juga dapat terbangun karena keaktifan pengurus partai politik di OMS secara kelembagaan. Relasi personal ini dapat terbentuk secara Sementara itu, relasi politik juga dapat terbangun karena keaktifan pengurus partai politik di OMS secara kelembagaan. Relasi personal ini dapat terbentuk secara

  

  menjadi target dari pengaruhnya. 19

  Sementara Kay Lawson, seperti dikutip oleh Alistair Clark, menegaskan bahwa terdapat beberapa bentuk atau tipologi political linkages yang ada dalam praktik relasi dengan politik. Pertama participatory linkage, di mana posisi OMS ataupun partai politik berperan sebagai arena atau agen yang bekerja secara bersama-sama untuk kepentingan publik di bawah kerangka independensi dan profesionalitasnya masing- masing. Kedua electoral linkage, yaitu bentuk relasi dimana para pemimpin partai politik mengontrol seluruh elemen dalam proses elektoral dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh OMS. Ketiga policy responsive linkage, yaitu ketika partai politik berperan sebagai agen yang memastikan pemerintah responsif terhadap pemilihnya atau mewakili suara rakyat dalam urusan publik. Keempat representative linkage, yaitu ketika pola hubungan yang ada berhasil memastikan

  19 Wawancara dengan Fuad Mardhatillah, Akademisi UIN

  Ar-Raniry, 10 September 2013

  keterwakilan baik dalam konteks electoral maupun kebijakan secara lebih luas. Kelima clientelistic linkage,di mana partai politik bertindak sebagai saluran berbagai keuntungan dengan imbal balik loyalitas dan dukungan suara. Keenam directive linkage, yang terbangun jika pengurus partai politik selalu berusaha memastikan dan mengontrol perilaku warga dengan cara koersif dan dominatif. Ketujuh organisational linkage,di mana terjadi pertukaran antara elit partai politik dengan organisasi yang memobilisasi atau memastikan dukungan organisasi mereka terhadap partai politik. Kedelapan directive linkage melalui sosialisasi,

  pendidikan, dan kaderisasi politik. 20

  Sementara itu, Sutoro Eko membagi relasi OMS dengan partai politik menjadi tujuh bentuk, yaitu: 21

  1) Relasi Partisipatif

  Relasi partisipatif dianggap sebagai relasi yang paling ideal, dimana partai politik merupakan representasi dari berbagai organisasi masyarakat, dan masyarakat dilibatkan dalam proses politik yang diusung oleh partai politik. Di sini terdapat

  20 Dr. Alistair Clark, Political Parties in the UK, United

  Kingdom: Palgrave Macmillan, 2012

  20 Sutoro Eko, Pelajaran dari Aceh: Masyarakat Sipil

  Mendemokrasikan Daerah, Jakarta: Yappika, 2009 Mendemokrasikan Daerah, Jakarta: Yappika, 2009

  2) Relasi Klientalistik

  Relasi klientalistik merupakan relasi yang terbentuk untuk mendapatkan keuntungan bersama. Dalam relasi ini, OMS menjadi mesin politik yang memperoleh keuntungan ekonomis dari partai politik, misalnya melalui proyek-proyek pemerintah yang dikelola oleh partai politik.

  3) Relasi Programatik

  Relasi programatik adalah relasi dalam bentuk hubungan erat antara OMS dengan partai diikat dengan kesamaan dan komitmen ideologi maupun program. Dalam konteks ini relasi terbangun karena adanya kesamaan program yang dilakukan oleh partai politik dengan program yang dimiliki oleh sebuah organisasi sipil.

  4) Relasi Personal

  Relasi personal adalah relasi antara tokoh partai politik tertentu yang mempunyai pengaruh terhadap personal dari organisasi sipil, yang kemudian menyebabkan dukungan organisasi sipil kepada organisasi politik. Di sini OMS hadir sebagai pendukung setia partai politik karena diikat dengan “tali” kharismatik dari tokoh partai politik.

  Begitupun sebaliknya, relasi partai politik dengan organisasi sipil terbentuk karena adanya tokoh kharismatik pada organisasi sipil yang kemudian membuat personal dipartai politik mendukung organisasi sipil tersebut.

  5) Relasi Pasar

  Relasi ini merupakan relasi jangka pendek antara OMS dengan partai politik yang terbangun karena kecocokan isu yang diusung oleh partai politik dengan isu yang diperjuangkan oleh OMS. Di sini terjadi pertemuan antara permintaan dan penawaran antara partai politik dan OMS.

  6) Relasi Parokhial

  Bentuk ini hampir sama dengan relasi personal. Dalam hal ini, hubungan antara OMS dengan partai politik terjalin dengan erat karena kesamaan agama, suku, daerah, golongan, aliran, dll.

  7) Relasi Oposisional

  Relasi operasional ini sama dengan relasi yang diperkenalkan oleh Karl Marx, yaitu relasi negatif. Dalam kontek ini OMS tidak percaya pada partai politik dan cenderung menjadi anti terhadap partai politik. Sehingga relasi yang terbentuk adalah relasi yang bertentangan atau berseberangan. Istilah lain yang digunakan adalah menjadi oposan terhadap partai politik. Ini salah satu bentuk broken linkage antara OMS dengan partai politik. OMS sangat Relasi operasional ini sama dengan relasi yang diperkenalkan oleh Karl Marx, yaitu relasi negatif. Dalam kontek ini OMS tidak percaya pada partai politik dan cenderung menjadi anti terhadap partai politik. Sehingga relasi yang terbentuk adalah relasi yang bertentangan atau berseberangan. Istilah lain yang digunakan adalah menjadi oposan terhadap partai politik. Ini salah satu bentuk broken linkage antara OMS dengan partai politik. OMS sangat

  Sutoro kemudian merumuskan kategoritipe relasi OMS dengan partai politik yang lebih spesifik, yaitu:

  1) Integrasikorporatis

  Integrasi atau korporasi yaitu OMS menjadi partisan, menjadi alatbasismesin partai politik untuk dimanfaatkan atau dibentuk oleh partai politik. OMS digunakan untuk kaderisasi maupun untuk menjalankan programideologi partai politik, termasuk program pemberdayaan masyarakat dan pendidikan politik. Di Amerika Serikat misalnya, (National Democratic Institute (NDI) merupakan LSM sayap Partai Demokrat, sementara International Republican Institute (IRI) bekerja untuk Partai Republik. Di Jerman, Konrad- Adenauer (KAS) adalah sayap Partai Christian, Friedrich Ebert Stiftung (FES) adalah sayap Partai Sosialis, dan Friedrich Nauman FNS sayap Partai Liberal.

  2) Kolaborasialiansipartisipatoris

  Relasi kolaborasi atau aliansi alias partisipatory adalah relasi yang dibangun oleh OMS bersifat nonpartisan dan independen. Bentuk relasi ini menjadikan posisi organisasi sipil sebagai intrumen gerakan sosial untuk melakukan berbagai advokasi kebijakan yang berpihak kepada rakyat.

  3) Klientelistik

  Klientalistik disini dimaksudkan posisi antara OMS dan partai politik terjalin dengan erat dan dekat. Relasi ini juga terbentuk karena hubungan personal maupun parokhial dan terjadi pertukaran ekonomi-politik yang saling menguntungkan, dimana OMS memperoleh keuntungan secara nilai ekonomis, sementara partai politik meraih keuntungan dukungan secara politik. Contohnya, OMS menggunakan dana aspirasi untuk bekerja bagi kepentingan partai politik yang memberikan dana aspirasi tersebut.

  4) OposisiKonfrontasi.

  Relasi oposisi atau disebut juga relasi konfrontasi adalah relasi antara OMS dengan partai politik yang saling bertentangan satu sama lain. OMS mengambil sikap non-partisan dan independen secara organisasi serta cenderung menunjukkan perlawanan terhadap partai politik. Sikap ini didasarkan kepada kenyakinan bahwa partai politik Relasi oposisi atau disebut juga relasi konfrontasi adalah relasi antara OMS dengan partai politik yang saling bertentangan satu sama lain. OMS mengambil sikap non-partisan dan independen secara organisasi serta cenderung menunjukkan perlawanan terhadap partai politik. Sikap ini didasarkan kepada kenyakinan bahwa partai politik

  Gambar 1: Tipologi Relasi Politik

  Status quo

  Gambar di atas menunjukkan teori spektrum yang menggambarkan relasi politik antara OMS dengan partai politik. Lebih jauh gambar ini memperlihatkan bahwa semakin ke kanan posisi OMS maka semakin positif posisi OMS tersebut. Nilai positif ini ditunjukkan dengan semakin independen, dan berorientasi kepada perubahan, penegakan demokrasi, reformasi dan membangun kesejahteraan. Sebaliknya, semakin ke kiri maka posisi OMS semakin negatif dan bersifat dependen atau ketergantungan terhadap elemen lain. Selain itu dengan ketergantungannya itu akan melahirkan sikap-sikap negatif lainnya seperti status quo, dominasi, kartel dan cenderung oligarkhi.

  PERKEMBANGAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL (OMS) DI ACEH

  Perkembangan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Aceh tidak terlepas dari dinamika politik yang berkembang. Sejak tahun 1976 sampai 1998 perkembangan OMS dalam bentuk LSM relatif tidak berkembang, kecuali dalam bentuk organisasi perkumpulan maupun organisasi massa seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Perkembangan yang sangat progresif terjadi ketika adanya transformasi politik di Indonesia dari orde lama ke orde reformasi, di mana sejumlah organisasi massa tumbuh dengan perlahan. Meskipun demikian, OMS tersebut lebih fokus Perkembangan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Aceh tidak terlepas dari dinamika politik yang berkembang. Sejak tahun 1976 sampai 1998 perkembangan OMS dalam bentuk LSM relatif tidak berkembang, kecuali dalam bentuk organisasi perkumpulan maupun organisasi massa seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Perkembangan yang sangat progresif terjadi ketika adanya transformasi politik di Indonesia dari orde lama ke orde reformasi, di mana sejumlah organisasi massa tumbuh dengan perlahan. Meskipun demikian, OMS tersebut lebih fokus

  26 Desember 2004, LSM berkembang dengan pesat. Ratusan OMS tumbuh dan bekerja untuk isu-isu rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh paska tsunami. Namun, eksistensi OMS merosot tajam setelah berakhirnya masa pembangunan paska tsunami pada tahun 2009, sehingga banyak aktivis OMS yang kemudian terjun ke dalam partai politik dan menjadi calon legislatif (Caleg).