Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN Tahun 2016

2.2 Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN Tahun 2016

2.2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Pada tahun 2016, kinerja perekonomian nasional diperkirakan relatif lebih baik dibanding tahun 2015. Perbaikan ekonomi nasional ditopang baik dari faktor eksternal maupun internal. Dari sisi eksternal, perkiraan membaiknya kinerja ekonomi global diharapkan menjadi faktor yang kondusif mendorong penguatan ekonomi nasional. Sementara dari sisi domestik, terjaganya laju inflasi serta berbagai kebijakan Pemerintah yang telah diluncurkan diharapkan dapat menjadi faktor positif yang dapat mendorong penguatan permintaan domestik.

Perbaikan kinerja ekonomi nasional dalam tahun 2016 diperkirakan didukung oleh menguatnya konsumsi masyarakat terkait dengan terjaganya inflasi dan kebijakan penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat. Sementara itu, peningkatan belanja infrastruktur dalam tahun 2015 yang akan berlanjut di tahun 2016

II.2-4 Nota Keuangan dan APBN 2016

Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

diharapkan dapat mendorong kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Penguatan kinerja PMTB juga diharapkan didukung oleh kebijakan-kebijakan perbaikan iklim investasi dan usaha, termasuk kebijakan insentif perpajakan. Selanjutnya, seiring dengan membaiknya lingkungan eksternal, kinerja ekspor juga diharapkan mengalami perbaikan.

Penguatan kinerja di tahun 2016 juga diharapkan berasal dari sektor industri pengolahan seiring dengan membaiknya permintaan global dan sektor konstruksi sejalan dengan komitmen Pemerintah mendorong peningkatan belanja infrastruktur secara signifikan. Peningkatan belanja infrastruktur ini juga diharapkan akan mendorong kinerja sektor transportasi dan pergudangan.

Meskipun demikian, dalam tahun 2016, prospek kinerja ekonomi nasional juga diperkirakan akan menghadapi tantangan yang cukup berat khususnya terkait risiko ketidakpastian pasar keuangan dan prospek ekonomi global, terutama Tiongkok sebagai salah satu mitra dagang utama Indonesia. Dengan mempertimbangkan perkembangan terkini perekonomian global dan nasional serta prospeknya ke depan, maka pertumbuhan ekonomi tahun 2016 diperkirakan sebesar 5,3 persen.

2.2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan

Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016. Tingkat inflasi yang diperkirakan stabil diharapkan mampu meningkatkan keyakinan konsumen sehingga pertumbuhan konsumsi masyarakat tetap

terjaga. Pemerintah berkomitmen untuk melakukan penguatan kebijakan struktural terutama yang terkait dengan pengembangan sentra produksi dan tata niaga bahan pangan pokok guna mencegah gejolak kenaikan harga. Pemerintah juga berupaya mendorong penguatan daya beli masyarakat melalui kebijakan penyesuaian PTKP dari Rp24,3 juta menjadi Rp36 juta. Selain itu, upaya peningkatan daya beli masyarakat juga didukung oleh perluasan cakupan dan paket manfaat dari Jaminan Kesehatan Nasional dan Jaminan Ketenegakerjaan, khususnya untuk penduduk rentan dan pekerja informal. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada tahun 2016 diperkirakan mencapai 5,1 persen.

Selanjutnya, komponen PMTB yang mencakup sekitar 33 persen dalam pembentukan PDB tahun 2016 diperkirakan tumbuh sekitar 6,2 persen. Penguatan kinerja pertumbuhan PMTB tahun 2016 terutama didukung oleh lingkungan eksternal yang lebih kondusif, kebijakan perbaikan iklim investasi dan usaha, peningkatan belanja infrastruktur Pemerintah, dan kebijakan insentif perpajakan. Terkait kebijakan perbaikan iklim investasi dan usaha, upaya yang dilakukan oleh Pemerintah diantaranya (1) penguatan kepastian hukum terkait investasi dan usaha yang dilakukan melalui harmonisasi regulasi pusat dan daerah serta penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah, (2) penyederhanaan prosedur investasi dan usaha baik di pusat maupun daerah, (3) peningkatan kualitas layanan investasi untuk meningkatkan transparansi, (4) pengembangan sistem insentif investasi baik fiskal maupun nonfiskal, (5) koordinasi dalam pendirian Forum Investasi, (6) peningkatan iklim ketenagakerjaan yang lebih kondusif, dan (7) peningkatan persaingan usaha yang sehat dan mendukung iklim investasi.

Sementara itu, peningkatan belanja infrastruktur Pemerintah dilakukan melalui penambahan alokasi belanja modal dalam APBN, penguatan kebijakan desentralisasi fiskal melalui peningkatan dana transfer khusus (dh. DAK) dan dana desa, penguatan peran BUMN sebagai agen pembangunan termasuk melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), serta program penjaminan dan pembiayaan pembangunan infrastruktur dalam kerangka Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.2-5

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019

Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu prioritas Pemerintah di tahun 2016 yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja perekonomian nasional melalui peningkatan konektivitas nasional, ketahanan energi dan perumahan pemukiman. Peningkatan konektivitas nasional diarahkan melalui pegembangan jalan nasional dan provinsi, pembangunan jalan baru dan jalan bebas hambatan, bandara, jalur kereta api, dan peningkatan kapasitas pelabuhan utama untuk mendukung tol laut. Peningkatan ketahanan energi dilaksanakan melalui pembangunan waduk baru dan jaringan irigasi, penambahan kapasitas pembangkit listrik dan pembangunan energi baru terbarukan. Sementara itu, pembangunan perumahan pemukiman diarahkan untuk penyediaan tempat tinggal yang layak melalui penyediaan bangunan baru dan peningkatan kualitas hunian. Guna mendukung penguatan kinerja investasi dalam negeri, Pemerintah juga memberikan berbagai insentif perpajakan diantaranya melalui tax allowance, tax holiday, dan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP).

Kinerja ekspor-impor pada tahun 2016 diperkirakan akan meningkat seiring dengan perbaikan ekonomi global dan kenaikan harga beberapa komoditas. Perbaikan ekonomi di negara- negara mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, diprediksi akan mendorong permintaan dan kinerja ekspor Indonesia. Dalam rangka memanfaatkan peluang peningkatan aktivitas perdagangan internasional, Pemerintah akan membuka pasar ekspor baru, mengurangi hambatan perdagangan di pasar tujuan ekspor, serta meningkatkan fasilitas ekspor untuk mendorong permintaan terhadap produk Indonesia. Strategi yang dilakukan Pemerintah antara lain (1) pengembangan fasilitas ekspor dan pengelolaan impor yang efektif, (2) pemantapan pangsa ekspor Indonesia di pasar ekspor utama, (3) peningkatan pangsa ekspor Indonesia di pasar ekspor prospektif, serta (4) pengembangan produk ekspor potensial.

Selain itu, Pemerintah berupaya untuk mendorong partisipasi sektor industri dalam rantai nilai tambah global (global value chain) dan jaringan produksi global (global production network) yang berorientasi ekspor sebagai upaya untuk memperluas tujuan ekspor dan meningkatkan daya saing produk. Pemerintah juga akan meningkatkan promosi ekspor terutama pada tekstil dan produk tekstil, alas kaki, produk elektronik, dan furnitur ke negara yang diperkirakan sudah mengalami pemulihan ekonomi seperti Amerika Serikat dan India. Dari sisi impor, kebijakan diarahkan pada upaya untuk menarik investor guna menumbuhkan industri dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku sehingga akan mendorong perbaikan neraca perdagangan. Fasilitas perdagangan dengan sistem on-line juga akan dikembangkan untuk meningkatkan pelayanan dan mempercepat proses penerbitan perizinan. Dengan memerhatikan faktor-faktor dan strategi Pemerintah tersebut, kinerja ekspor pada tahun 2016 diprediksi akan tumbuh sebesar 2,2 persen, sementara impor akan tumbuh 2,0 persen.

2.2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha

Dari sisi lapangan usaha, secara umum, kinerja semua sektor diperkirakan mengalami pertumbuhan yang positif di tahun 2016, seiring dengan membaiknya prospek ekonomi global yang diperkirakan meningkatkan permintaan atas produk dari Indonesia. Pembangunan infrastruktur dan perbaikan iklim investasi yang berkelanjutan juga masih menjadi pendorong dari kinerja sektoral. Selain itu, beberapa bauran kebijakan juga telah dipersiapkan guna meningkatkan kinerja pertumbuhan dari seluruh sektor usaha.

Laju pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2016 diperkirakan ditopang terutama oleh sektor industri pengolahan, pertanian, perdagangan, dan konstruksi yang mencakup sekitar 57 persen dari total pembentukan PDB. Sektor industri pengolahan yang berkontribusi sekitar 21 persen

II.2-6 Nota Keuangan dan APBN 2016

Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

dari total pembentukan PDB, diperkirakan tumbuh sekitar 5,4 persen, yang didukung oleh meningkatnya permintaan pasar baik global maupun domestik seiring dengan membaiknya kinerja perekonomian dunia. Selain itu, kebijakan peningkatan belanja infrastruktur Pemerintah juga diharapkan berdampak positif pada kinerja sektor industri pengolahan pada tahun 2016.

Mengingat sektor industri pengolahan merupakan sektor yang cukup strategis terkait penciptaan nilai tambah yang tinggi serta penyerapan tenaga kerja formal yang lebih besar, maka Pemerintah terus berupaya untuk mendorong peningkatan kinerja sektor ini. Upaya-upaya tersebut di antaranya: (1) pengembangan perwilayahan industri; (2) peningkatan populasi industri; dan (3) peningkatan daya saing dan produktivitas.

Pengembangan perwilayahan industri dilakukan dalam rangka pemerataan pembangunan dengan fokus pembangunan kawasan industri di luar Pulau Jawa dengan berbagai skema pendanaan antara swasta dan Pemerintah. Untuk itu, Pemerintah melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan dalam pembangunan infrastruktur utama, infrastruktur pendukung bagi tumbuhnya industri, dan sarana pendukung kualitas kehidupan bagi pekerja. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan jumlah usaha industri dilakukan melalui investasi baik dalam bentuk investasi domestik maupun investasi asing yang diarahkan pada industri pengolahan bernilai tambah tinggi, industri penghasil kebutuhan pasar domestik dan menyerap banyak tenaga kerja, industri penghasil bahan baku yang terintegrasi dengan jaringan produksi global, serta pembinaan industri kecil dan menengah agar terintegrasi dengan rantai nilai industri pemegang merek. Peningkatan daya saing dan produktivitas industri juga terus diupayakan melalui revitalisasi permesinan industri, pembinaan klaster industri, peningkatan penguasaan teknologi dan pengembangan produk baru oleh industri domestik, peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM), serta fasilitas perjanjian dan kerjasama internasional.

Sementara itu, sektor pertanian yang menyumbang sekitar 13,7 persen, diperkirakan tumbuh 4,1 persen dalam tahun 2016. Dalam rangka mendukung pengembangan sektor pertanian dan seiring dengan upaya mencapai sasaran kedaulatan pangan, beberapa kebijakan yang ditempuh antara lain melalui perluasan areal tanam, optimasi dan rehabilitasi lahan kritis, penciptaan sarana dan prasarana irigasi melalui pembangunan waduk dan jaringan irigasi, pengelolaan sistem penyediaan dan pengawasan alat mesin pertanian, dan pemberian fasilitas pupuk bersubsidi. Pada tahun 2016, Pemerintah akan terus menambah pembangunan waduk baru.

Selanjutnya, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor yang memiliki kontribusi sebesar 13 persen, dalam tahun 2016 diperkirakan mampu tumbuh 3,4 persen yang didorong oleh aktivitas perdagangan yang semakin meningkat, baik ekspor dan impor maupun perdagangan antarwilayah. Beberapa faktor yang diharapkan dapat mendorong meningkatnya aktivitas perdagangan tersebut antara lain terkait perbaikan sistem logistik rantai pasok nasional (prasarana jalan, pelabuhan, dan pergudangan), penurunan dwelling time, peningkatan efisiensi dan efektivitas sistem distribusi bahan pokok, pengembangan iklim usaha perdagangan yang lebih kondusif, dan peningkatan perlindungan konsumen.

Sektor lain yang diharapkan menyumbang cukup signifikan pada kinerja pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 adalah sektor konstruksi. Dalam tahun 2016, sektor konstruksi diperkirakan tumbuh sekitar 8,2 persen, terutama didorong oleh keberlanjutan percepatan pembangunan infrastruktur, yang telah dimulai sejak tahun 2015. Beberapa proyek percepatan pembangunan infrastruktur yang diharapkan dapat mendorong kinerja sektor konstruksi antara lain pembangunan konstruksi pembangkit tenaga listrik 35 GW selama lima tahun (target 4,2

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.2-7

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019

GW pada tahun 2016), program pembangunan sejuta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), serta pembangunan dan rehabilitasi waduk dan saluran irigasi.

Sementara itu, upaya peningkatan kegiatan perekonomian nasional masih dihadapkan pada terbatasnya kinerja sektor pertambangan. Dalam beberapa kuartal terakhir, sektor pertambangan mengalami pertumbuhan yang negatif akibat terbatasnya investasi baru di bidang pertambangan, serta perkembangan harga komoditas pertambangan di pasar internasional yang cenderung turun. Dalam tahun 2016, sektor pertambangan diharapkan tumbuh sebesar 0,3 persen, sejalan dengan mulai meningkatnya investasi pengolah hasil tambang (smelter).

Selanjutnya, sektor informasi dan komunikasi yang selama ini mampu tumbuh di atas 10 persen, diperkirakan akan tumbuh 9,9 persen yang didorong oleh meningkatnya kegiatan layanan data berbasis elektronik yang didukung oleh semakin banyaknya pengguna layanan seluler, broadband, layanan data, internet, dan televisi berbayar. Kebijakan pada sektor ini diarahkan pada percepatan penyediaan akses komunikasi dan informatika terutama di wilayah perbatasan negara, tertinggal, terpencil, dan terluar untuk menutup kesenjangan antarwilayah, penyediaan akses internet di wilayah nonkomersial, serta pengembangan infrastruktur internet berkecepatan tinggi (pita lebar) untuk meningkatkan daya saing.

Selain sektor-sektor unggulan tersebut di atas, beberapa sektor lain yang diharapkan dapat tumbuh stabil dan mendukung perekonomian nasional di tahun 2016 adalah sektor transportasi dan pergudangan, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, dan sektor jasa keuangan dan asuransi. Outlook pertumbuhan ekonomi berdasarkan penggunaan dan sektor lapangan usaha dapat dilihat pada Tabel II.2.2.

TABEL II.2.2 OUTLOOK PERTUMBUHAN PDB PENGELUARAN DAN LAPANGAN USAHA 2016

(persen, Y oY )

2016* Pertumbuhan Ekonomi

5,5 Sisi Pengeluaran

Konsumsi Rumah Tangga 5,1 Konsumsi LNPRT

3,0 Konsumsi Pemerintah

5,7 PMTB

7,3 Ekspor Barang dan Jasa

2,5 Impor Barang dan Jasa

Sektor Lapangan Usaha

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4,2 Pertambangan dan Penggalian

0,2 Industri Pengolahan

5,7 Pengadaan Listrik dan Gas

5,6 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang

5,0 Konstruksi

7,0 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

4,8 Transportasi dan Pergudangan

8,0 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

6,0 Informasi dan Komunikasi

10,1 Jasa Keuangan dan Asuransi

5,0 Real Estate

5,3 Jasa Perusahaan

9,0 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

2,4 Jasa Pendidikan

7,2 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

8,0 Jasa Lainnya

* Per k ir a a n Su m ber : Ba ppen a s, Kem en k eu

II.2-8 Nota Keuangan dan APBN 2016

Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

2.2.2 Inflasi

Kondisi ekonomi global yang diperkirakan masih menghadapi beberapa risiko menjadi salah satu penyebab inflasi yang berasal dari faktor eksternal. Sementara itu, harga komoditas energi di pasar global diperkirakan belum akan mengalami kenaikan signifikan dibandingkan dengan tahun 2015. Faktor lain yang memengaruhi laju inflasi adalah pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Dinamika rupiah masih akan dipengaruhi oleh faktor fundamentalnya dan kondisi stabilitas sektor keuangan global dan regional. Dengan stabilitas sektor keuangan global yang diperkirakan menuju ke titik normal pada tahun 2016, maka capital inflow emerging market akan berkurang seiring dengan membaiknya kinerja perekonomian negara-negara maju. Sementara itu, faktor eksternal dari sisi penawaran berasal dari konstelasi geopolitik global yaitu eskalasi ketegangan politik negara-negara produsen energi yang berdampak kekhawatiran pasar akan kecukupan pasokan energi. Dengan demikian, faktor imported inflation diperkirakan berperan moderat pada pergerakan laju inflasi tahun 2016.

Di samping itu, pada tahun 2016 juga terdapat potensi faktor internal inflasi yang berasal dari administered price, faktor musiman, dan iklim yang diperkirakan mendominasi pergerakan inflasi. Kebijakan terkait harga komoditas diatur Pemerintah yang dimaksud adalah reformasi subsidi energi antara lain tarif tenaga listrik (TTL) dan LPG, guna mengarahkan penggunaan subsidi agar lebih efisien dan tepat sasaran. Demikian pula faktor musiman seperti panen raya, Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan tahun ajaran baru sekolah, serta kondisi iklim seperti El Nino yang berpotensi memundurkan waktu tanam bahkan gagal panen karena kekeringan.

Dalam rangka pencapaian sasaran inflasi sekaligus pertumbuhan ekonomi yang inklusif, maka diperlukan bauran kebijakan yang tetap kondusif bagi pengembangan sektor riil. Oleh karena itu, selain melalui kebijakan suku bunga dan stabilisasi nilai tukar sesuai fundamentalnya, Pemerintah juga akan berupaya untuk meminimalisasi gejolak harga komoditas bahan pangan

dan energi di pasar domestik dari sisi produksi, distribusi, dan konsumsi. Upaya dari sisi produksi pada dasarnya sejalan dengan langkah-langkah Pemerintah dalam mendukung pencapaian kedaulatan pangan.

Sementara itu, upaya yang dilakukan Pemerintah dari sisi distribusi antara lain penataan jalur distribusi dan sistem logistik nasional, pembangunan pasar tradisional, pemantauan dan pengendalian harga pangan melalui operasi pasar serta penetapan dan penyimpanan bahan pokok dan barang strategis, pengendalian impor pangan melalui penegakan regulasi, serta program dukungan lain terkait dengan implementasi program pembangunan konektivitas nasional dan logistik distribusi. Adapun dari sisi konsumsi, upaya yang akan dilakukan Pemerintah antara lain percepatan penganekaragaman konsumsi pangan, penguatan pengawasan keamanan pangan, pengembangan kawasan mandiri pangan, serta promosi, advokasi, dan kampanye untuk konsumsi ikan. Kemudian, untuk mengoptimalkan upaya pengendalian inflasi oleh Pemerintah dalam ketiga jenis aktivitas ekonomi tersebut, maka Pemerintah juga melakukan antisipasi gangguan ketahanan pangan antara lain pengembangan asuransi pertanian, pengembangan benih yang adaptif terhadap perubahan iklim, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dan penyakit hewan, serta penyaluran bantuan pangan pada saat terjadi bencana alam.

Peran Pemerintah dalam pengendalian inflasi juga tampak melalui komitmen untuk tetap menyediakan alokasi anggaran dan dana cadangan dalam rangka menjaga ketahanan pangan

dan stabilisasi harga. Tujuan jangka panjang alokasi anggaran tersebut adalah meningkatkan

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.2-9

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019

II.2-10 Nota Keuangan dan APBN 2016

produksi dan ketersediaan pasokan bahan pangan untuk mencapai ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Sementara tujuan jangka pendek pengalokasian dana cadangan adalah untuk mengantisipasi gejolak yang ditimbulkan oleh kelangkaan pasokan bahan pangan sebagai akibat bencana alam, gangguan distribusi baik akibat cuaca maupun aktivitas pasar, serta mendukung operasi pasar dan penyediaan beras untuk rakyat miskin.

Pemerintah terus melakukan evaluasi dan analisis untuk memilah dan memilih kebijakan dengan pertimbangan dampak inflasi, efek psikologis dan tingkat kesejahteraan masyarakat (terutama masyarakat miskin), serta tekanan pada perekonomian demi keberlanjutan fiskal dan pembangunan ke depan. Pemerintah menyadari bahwa faktor-faktor kepastian besaran (magnitude), waktu pelaksanaan (timing), kejelasan aturan hukum yang melandasi kebijakan, serta sosialisasi dan dukungan legislatif terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut memiliki dampak signifikan dalam meredam tekanan ekspektasi inflasi masyarakat. Oleh karena itu, koordinasi kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil akan terus ditingkatkan seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran Pemerintah daerah dalam upaya pengendalian inflasi.

Sementara dalam kaitannya dengan ekspektasi inflasi, Pemerintah menyadari perlunya perbaikan upaya-upaya sosialisasi kebijakan untuk lebih memberikan kepastian kepada masyarakat dan dunia usaha. Dengan memerhatikan faktor-faktor yang memengaruhi inflasi tersebut dan kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil dalam pengendalian inflasi, laju inflasi tahun 2016 diperkirakan mencapai 4,7 persen atau berada pada kisaran rentang sasaran inflasi yang telah ditetapkan sebesar 4,0 ± 1,0 persen. Perkembangan laju inflasi disajikan dalam Grafik II.2.6.

2.2.3 Suku Bunga SPN 3 Bulan

Suku bunga SPN 3 bulan pada tahun 2016 diperkirakan akan berpotensi mendapat tekanan dari dampak kenaikan suku bunga The Fed fund rate (FFR) di Amerika Serikat. Namun demikian, tekanan tersebut diperkirakan lebih moderat dibandingkan tekanan pada tahun 2015. Dari sisi domestik, salah satu faktor yang berpotensi memengaruhi pergerakan suku bunga SPN adalah laju inflasi yang diperkirakan berada pada tingkat yang cukup stabil.

Pada sisi lain, berbagai strategi kebijakan seperti financial inclusion dan financial deepening akan berdampak positif bagi peningkatan sumber pembiayaan dalam negeri dan selanjutnya menjadi insentif penurunan suku bunga dalam negeri. Sementara itu, stabilitas ekonomi makro yang didukung kondisi fiskal yang sehat juga diharapkan akan menjadi faktor positif guna mengurangi tekanan dan turut menurunkan suku bunga SPN 3 bulan. Dengan memerhatikan faktor-faktor yang ada, rata-rata suku bunga SPN 3 bulan pada tahun 2016 diperkirakan akan bergerak pada kisaran 5,5 persen.

GRAFIK II.2.6 INFLASI, 2010-2016

Sum ber: Badan Pusat Statistik

GRAFIK II.2.7 SUKU BUNGA SPN 3 BULAN, 2011-2016

Sum ber: Bank In donesia

Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

2.2.4 Nilai Tukar Rupiah

Pergerakan nilai tukar rupiah pada tahun 2016 diperkirakan berpotensi mengalami tekanan, terutama yang bersumber dari kondisi perekonomian global. Namun demikian, tekanan tersebut diperkirakan akan lebih moderat dibandingkan tekanan yang terjadi pada tahun 2015, seiring dengan bauran kebijakan fiskal, moneter, maupun sistem keuangan dalam memperbaiki kondisi fundamental ekonomi Indonesia.

Kinerja nilai tukar rupiah tahun 2016 diperkirakan masih akan menghadapi beberapa tantangan, terutama bersumber dari dampak normalisasi tingkat suku bunga acuan di Amerika Serikat. Timeline pelaksanaan normalisasi tersebut akan sangat menentukan kondisi likuiditas global, serta dalam derajat tertentu akan memengaruhi kondisi likuiditas pada perekonomian domestik. Dengan kondisi pasar keuangan domestik yang masih berkembang serta tingkat kepemilikan asing di aset keuangan domestik yang cukup tinggi, maka Indonesia akan menghadapi risiko keluarnya dana asing ( capital outflow). Di tengah tekanan terhadap nilai tukar rupiah, minat investor asing terhadap aset keuangan Indonesia masih relatif tinggi, yang tercermin dari kondisi oversubscribe penjualan obligasi global Pemerintah, serta peningkatan credit outlook oleh lembaga rating Standard & Poor’s, diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah melalui perbaikan kinerja neraca pembayaran.

Komitmen Pemerintah untuk melakukan langkah-langkah perbaikan struktural akan berdampak pada perbaikan fundamental dalam rangka mendukung penguatan stabilitas dan kinerja pertumbuhan ekonomi. Langkah- langkah tersebut dilakukan

GRAFIK II.2.8

melalui koordinasi dan sinergi

NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AS

yang baik antara Pemerintah, 2010-2016

otoritas moneter, dan otoritas jasa 1 3.400

keuangan, di antaranya dalam

bentuk perbaikan struktur pasar 12.000

valuta asing, reformasi kebijakan /U 11.000

subsidi energi, dan perbaikan h

ia p 10.000

neraca jasa antara lain melalui u R

upaya penguatan industri galangan kapal nasional. Kebijakan- 8.000

kebijakan tersebut diharapkan 7.000

dapat mengurangi tekanan nilai

APBNP APBN

tukar rupiah. Sum ber: Bank In donesia Upaya yang dilakukan dari sisi sektor keuangan adalah dengan cara meningkatkan penyaluran

kredit melalui pelonggaran kebijakan makroprudensial, relaksasi kebijakan di sektor jasa keuangan, serta pemutakhiran peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Sementara itu, bauran kebijakan moneter dalam kerangka pendalaman pasar keuangan ( financial deepening) dan perluasan akses terhadap jasa keuangan (financial inclusion) serta manajemen risiko likuiditas melalui peningkatan efektivitas transaksi lindung nilai (hedging) diharapkan juga dapat menjadi daya tarik bagi masuknya arus modal ke pasar keuangan Indonesia. Pendalaman pasar finansial diarahkan pada pengembangan dan peningkatan kapasitas pendanaan pembangunan melalui sektor keuangan, baik melalui sektor perbankan maupun Industri Keuangan Non Bank (IKNB) dan pasar modal, sehingga diharapkan akan dapat mendorong peningkatan kemampuan sektor keuangan di dalam menopang pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.2-11

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019

Dengan upaya-upaya tersebut dan adanya sinergi kebijakan fiskal, moneter, jasa keuangan dan sektor riil, serta adanya akselerasi implementasi program yang telah ada saat ini, maka diharapkan dapat memberi manfaat yang lebih besar bagi tercapainya pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Selain itu, upaya lainnya yang dapat mendukung tercapainya pembangunan yang inklusif dan berkualitas dapat juga dilakukan melalui peningkatan output perekonomian, menarik masuknya arus modal asing, mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah, tersedianya alternatif sumber pembiayaan pembangunan, serta stabilitas harga, terutama harga aset finansial.

Sementara itu, arus dana asing yang tetap terjaga di tengah partisipasi investor domestik, diharapkan dapat turut mendorong akselerasi perekonomian. Selain itu, pemulihan perekonomian global yang lebih cepat, terutama di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, serta Jepang, diharapkan akan mendorong kinerja ekspor. Faktor-faktor pendukung tersebut diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pergerakan rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di tahun 2016 diperkirakan akan berada pada level Rp13.900 per dolar Amerika Serikat.

2.2.5 Harga Minyak Mentah Indonesia

Pemulihan ekonomi dunia yang terus berlanjut pada tahun 2016 diperkirakan akan mendorong permintaan energi, khususnya minyak dunia. OPEC memperkirakan permintaan minyak dunia sampai dengan akhir tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 1,4 persen, yaitu dari 92,6 juta barel per hari pada tahun 2015 menjadi 93,9 juta barel per hari pada tahun 2016. Di sisi lain, pasokan minyak dunia diperkirakan masih mampu mencukupi permintaan yang meningkat meskipun pasokan non-OPEC diperkirakan mengalami sedikit peningkatan. Pasokan non-OPEC tumbuh menjadi sebesar 0,3 juta barel per hari, dengan pasokan utama berasal dari Amerika Serikat dan Amerika Latin. Terjaganya pasokan minyak dunia juga akan didukung oleh ekspor minyak mentah Iran sebagai dampak kesepakatan nuklir Iran. Selain faktor permintaan dan pasokan, di tahun 2016 risiko geopolitik baik di kawasan produsen maupun konsumen masih akan berdampak terhadap pergerakan harga minyak mentah dunia. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, perkiraan harga minyak mentah Indonesia tahun 2016 diperkirakan akan stabil pada kisaran harga 50 dolar Amerika Serikat per barel.

2.2.6 Lifting Minyak dan Gas Bumi

Lifting minyak dan gas bumi pada tahun 2016 diperkirakan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh penurunan produksi minyak bumi, karena sebagian besar sumur-sumur yang beroperasi saat ini adalah sumur tua, sementara kegiatan investasi di sektor migas masih rendah akibat tingginya biaya eksplorasi. Untuk meningkatkan lifting minyak dan gas bumi, Pemerintah terus mendorong kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas untuk terus meningkatkan tingkat produksinya dengan melakukan langkah dan kebijakan antara lain: (1) peningkatan kegiatan eksplorasi untuk menemukan lapangan baru; (2) peningkatan penguasaan teknologi eksplorasi dan eksploitasi; (3) peningkatan promosi dan penawaran lapangan baru termasuk dari lapangan gas nonkonvensional seperti CBM dan shale gas; dan (4) penerapan enhanced oil recovery (EOR) untuk lapangan produksi yang berpotensi. Sementara itu, proyek andalan migas untuk meningkatkan produksi minyak dan gas bumi tahun 2016 adalah Lapangan Banyu Urip (Jawa Timur), Lapangan Bukit Tua (lepas pantai Jawa Timur), Lapangan YY (lepas pantai utara Jawa Barat) dan Lapangan Bunyu (Kalimantan Timur). Dengan melihat perkembangan tersebut, secara kumulatif, lifting minyak dan gas

II.2-12 Nota Keuangan dan APBN 2016

Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

bumi pada tahun 2016 diperkirakan mencapai 1.985 ribu barel setara minyak per hari, yang meliputi lifting minyak sebesar 830 ribu barel per hari dan lifting gas bumi sebesar 1.155 ribu barel setara minyak per hari.