Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi

4.3 Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi

Anggaran belanja pemerintah pusat menurut organisasi secara umum dikelompokkan dalam dua bagian. Pertama, anggaran yang dialokasikan melalui bagian anggaran Kementerian Negara/ Lembaga (BA K/L) dengan menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran (Chief Operational Officer). Kedua, anggaran yang dialokasikan melalui bagian anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) dengan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (Chief Financial Officer).

Dalam periode 2010–2014, belanja pemerintah pusat yang dialokasikan melalui belanja non K/L secara nominal menunjukkan peningkatan, dari Rp364.486,2 miliar pada tahun 2010 menjadi Rp626.412,3 miliar pada tahun 2014. Selanjutnya dalam tahun 2015, belanja non K/L mencapai Rp524.068,6 miliar, atau lebih rendah dari realisasi tahun sebelumnya. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh perubahan kebijakan di bidang subsidi energi. Sementara itu, anggaran belanja K/L menunjukkan peningkatan

GRAFIK IV.4.2

dari Rp332.920,2 miliar pada PERKEMBANGAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2010-2015 tahun 2010 menjadi Rp577.164,8 Miliar Rupiah

miliar pada tahun 2014. 1.200.000,0

Selanjutnya, belanja K/L dalam 1.010.558,2

APBNP tahun 2015 dialokasikan 800.000,0 697.406,4

sebesar Rp795.480,4 miliar. 600.000,0 Adapun proporsi belanja K/L dan 400.000,0

belanja non K/L terhadap belanja 200.000,0 pemerintah pusat dalam kurun 0,0

waktu 2010–2015 dapat disajikan APBNP

Belanja K/L

Belanja Non-K/L

dalam Grafik IV.4.2.

Sumber: Kementerian Keuangan

4.3.1 Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005–2025 adalah mewujudkan bangsa yang maju, mandiri, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan jangka panjang tersebut dibutuhkan tahapan dan skala prioritas yang akan

IV.4-12 Nota Keuangan dan APBN 2016

Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015 Bagian IV

menjadi agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah. Tahapan dan skala prioritas tersebut mencerminkan urgensi permasalahan yang hendak diselesaikan tanpa mengabaikan permasalahan lainnya sehingga skala prioritas dalam setiap tahapan akan berbeda-beda, namun tetap berkesinambungan dari periode ke periode berikutnya. Tahapan dan skala prioritas utama dari dua tahapan RPJMN yang telah dilaksanakan dan satu tahapan RPJMN yang sedang dilaksanakan adalah sebagai berikut.

Dalam tahun 2005–2009 sebagai awal dari empat tahapan RPJMN, berlandaskan pelaksanaan dan pencapaian pembangunan tahap sebelumnya, penggunaan belanja K/L diarahkan untuk menata kembali dan membangun Indonesia di segala bidang yang ditujukan untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, dan tingkat kesejahteraan rakyatnya meningkat.

Selanjutnya, dengan berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJMN tahap pertama, tahun 2010–2014 merupakan RPJMN tahap kedua ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian dengan menjalankan empat pilar pembangunan yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, penciptaan lapangan pekerjaan yang optimal, dan penurunan tingkat kemiskinan, atau yang dikenal dengan triple track strategy (pro-growth, pro-job, pro-poor) serta ditambah dengan kelestarian lingkungan hidup (pro-environment) sebagai strategi keempat. Selain itu, RPJMN tahap kedua tersebut juga merupakan penjabaran visi dan misi Presiden periode 2010–2014 yang memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, prioritas nasional, yang akan dilaksanakan oleh K/L melalui program serta kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Dalam kurun waktu 2010–2014, belanja K/L yang dialokasikan untuk menopang kegiatan pembangunan dan pendanaan Pemerintah mencapai Rp332,9 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp577,2 triliun pada tahun 2014.

Selanjutnya, berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJMN tahap kedua, RPJMN tahap ketiga ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, dalam tahun 2015 (yang merupakan tahun pertama pemerintahan periode 2015–2019) anggaran belanja K/L diarahkan untuk mendukung pencapaian visi dan misi Presiden periode 2015–2019. Arah penggunaan belanja K/L tersebut mencakup: (1) pembangunan sektor unggulan, seperti pembangunan yang diarahkan untuk meningkatkan dan memelihara kedaulatan pangan, pengembangan energi dan ketenagalistrikan, pembangunan kemaritiman dan pariwisata, serta pengembangan industri; (2) kegiatan untuk pemenuhan kewajiban dasar yang harus disediakan Pemerintah, yaitu pemenuhan hak warga negara untuk mendapatkan akses pendidikan melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP), pemenuhan layanan kesehatan dengan menyempurnakan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan, baik dari sisi permintaannya melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) maupun dari sisi penawarannya, serta upaya pemenuhan kewajiban penyediaan perumahan yang layak; (3) program dan kegiatan yang ditujukan untuk mengurangi kesenjangan, baik kesenjangan antarkelas pendapatan melalui berbagai program bantuan dan pemberdayaan masyarakat

IV.4-13 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

maupun antarwilayah melalui pembangunan wilayah perbatasan dan pengembangan pasar dan pusat kegiatan ekonomi tradisional; (4) pembangunan infrastruktur konektivitas untuk memudahkan keterhubungan aktivitas dan mobilitas ekonomi dan sumber daya antar wilayah; (5) program dan kegiatan unggulan lainnya.

Perkembangan alokasi dan penyerapan belanja K/L dalam kurun waktu 2010–2014 dan APBNP 2015 dijelaskan sebagai berikut.

Perkembangan Tahun 2010–2014

Secara nominal, pagu belanja K/L mengalami peningkatan dari Rp366.134,5 miliar dalam APBNP tahun 2010 menjadi Rp602.292,0 miliar dalam APBNP tahun 2014. Sementara, penyerapan secara nominal juga mengalami peningkatan yaitu dari Rp332.920,2 miliar (90,9 persen) pada tahun 2010 menjadi Rp577.164,8 miliar (95,8 persen) pada tahun 2014. Dalam kurun waktu tersebut, alokasi dan penyerapan belanja K/L tertinggi adalah pada tahun 2013. Hal ini disebabkan karena pada tahun tersebut Pemerintah

GRAFIK IV.4.3

mengalokasikan tambahan anggaran

PERKEMBANGAN BELANJA K/L, 2010-2015

yang cukup besar dalam APBNP 2013 miliar rupiah

persen

untuk pelaksanaan Program Percepatan 900.000

dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) 95,8

yang meliputi penambahan Bantuan Siswa

Miskin (BSM), penambahan Program 80 Keluarga Harapan (PKH), dan pelaksanaan 500.000

program khusus, sebagai bagian dari 400.000

mitigasi dampak negatif kebijakan 40 pengendalian subsidi BBM yang mencakup 200.000

Bantuan Langsung Sementara Masyarakat 100.000

(BLSM) dan penambahan anggaran

untuk pembangunan infrastruktur dasar.

APBNP

LKPP

% LKPP thd APBNP rata-rata penyerapan

Perkembangan dan alokasi anggaran Sumber: Kementerian Keuangan belanja K/L tahun 2010–2014 sebagaimana

Grafik IV.4.3

Terkait dengan penyerapan, Pemerintah pada tahun tersebut sangat intens dalam melakukan upaya perbaikan penyerapan dengan melakukan antara lain: (1) koordinasi internal Pemerintah secara intensif terkait dengan kelancaran pelaksanaan kegiatan dan penyaluran belanja; (2) peningkatan koordinasi khususnya terkait dengan administrasi belanja yang bersumber dari PHLN; (3) percepatan proses tender pengadaan barang dan jasa Pemerintah; (4) penyelesaian syarat-syarat administrasi dan data dukung terhadap anggaran yang masih di blokir. Selanjutnya, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN 2014, Pemerintah melaksanakan kebijakan penghematan dan pemotongan belanja K/L secara terstruktur. Besaran penghematan/ pemotongan belanja K/L tersebut sebesar Rp43.025,1 miliar atau 6,7 persen dari total pagu anggaran belanja K/L dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp637.841,6 miliar, yang difokuskan pada pemotongan belanja perjalanan dinas, dengan tetap menjaga pencapaian masing-masing K/L.

Selanjutnya, penjelasan mengenai realisasi anggaran, capaian program, sasaran dan indikator kinerja disampaikan dalam tiga kelompok besar berdasarkan kelompok kementerian koordinator yaitu bidang perekonomian, bidang kesejahteraan rakyat, serta bidang politik, hukum, dan

IV.4-14 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

IV.4-15 Nota Keuangan dan APBN 2016

keamanan. Sesuai dengan tugas dan fungsinya, K/L yang termasuk dalam lingkup bidang perekonomian, antara lain: (1) Kementerian Pekerjaan Umum, (2) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, (3) Kementerian Keuangan, (4) Kementerian Pertanian, (5) Kementerian Perhubungan. Sementara itu, K/L yang termasuk dalam lingkup bidang kesejahteraan rakyat, antara lain: (1) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, (2) Kementerian Agama, (3) Kementerian Kesehatan, (4) Kementerian Sosial, (5) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Selanjutnya, K/L yang termasuk dalam lingkup bidang politik, hukum, dan keamanan, antara lain: (1) Kementerian Pertahanan, (2) Kepolisian Negara Republik Indonesia, (3) Kementerian Hukum dan HAM, (4) Kementerian Dalam Negeri, (5) Komisi Pemberantasan Korupsi.

Kelompok bidang perekonomian. Alokasi anggaran kelompok ini sepanjang periode 2010–2014 mengalami peningkatan dari Rp115.983,9 miliar dalam APBNP tahun 2010 menjadi Rp119.026,2 miliar dalam APBNP tahun 2014. Dari jumlah tersebut, realisasinya mencapai Rp101.809,9 miliar (87,8 persen terhadap APBNP) dalam tahun 2010, dan Rp179.502,2 miliar dalam tahun 2014 (90,2 persen terhadap APBNP). Perkembangan anggaran tersebut dapat dilihat pada Grafik

IV.4.4. Peningkatan alokasi tersebut sejalan dengan kebijakan Pemerintah di bidang ekonomi dalam kurun waktu tersebut yang bertujuan untuk: (1) menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, (2) penciptaan stabilitas ekonomi yang kokoh, (3) pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan akan memberikan kesempatan peningkatan dan perluasan kegiatan ekonomi sehingga memberikan kesempatan peningkatan pendapatan masyarakat. Peningkatan kegiatan ekonomi akan berjalan seiring dengan terciptanya stabilitas ekonomi. Stabilitas ekonomi akan melindungi peningkatan pendapatan masyarakat agar tidak tergerus oleh kenaikan harga. Pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi merupakan kunci utama peningkatan kesejahteraan rakyat. Namun demikian, keberhasilan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan stabilitas ekonomi tidak secara otomatis menciptakan kesejahteraan yang dinikmati oleh masyarakat luas. Kesejahteraan masyarakat luas memerlukan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Selama kurun waktu tersebut, pada tahun 2013, penyerapan anggaran belanja kelompok bidang perekonomian merupakan yang tertinggi, yaitu mencapai Rp202.047,4 miliar dengan tingkat penyerapan 91,8 persen. Hal tersebut karena Pemerintah menitikberatkan pada peningkatan daya saing dan daya tahan ekonomi terutama untuk percepatan pembangunan infrastruktur. Berikut ini penjelasan beberapa capaian program, sasaran, dan indikator kinerja dari kelompok bidang perekonomian.

Dalam periode 2010–2014, untuk meningkatkan konektivitas dan kelancaran arus orang dan barang, Pemerintah melalui Program Penyelenggaraan Jalan telah melaksanakan beberapa

miliar rupiah persen

GRAFIK IV.4.4

PERKEMBANGAN BELANJA K/L BIDANG PEREKONOMIAN,

% LKPP thd APBNP rata-rata penyerapan

Sumber: Kementerian Keuangan

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

kebijakan diantaranya meningkatkan kemantapan jalan, membangun jalan nasional, jalan bebas hambatan, jembatan, meningkatkan struktur dan/atau kapasitas jalan, serta melakukan pemeliharaan jalan secara rutin. Adapun realisasi dari program tersebut antara lain: (1) peningkatan kemantapan jalan menjadi 94,0 persen; (2) pembangunan jalan nasional sepanjang 3.987 Km; (3) pembangunan jalan bebas hambatan sepanjang 318 Km; (4) pembangunan jembatan sepanjang 65.217 meter; (5) peningkatan struktur dan/atau kapasitas jalan sepanjang 19.552 Km; (6) pemeliharaan jalan secara rutin sepanjang 168.407 Km.

Di bidang ketenagalistrikan, dalam periode 2010–2014, untuk meningkatkan penyediaan listrik bagi masyarakat serta meningkatkan rasio elektrifikasi nasional, Pemerintah melalui Program Pengelolaan Ketenagalistrikan telah merealisasikan antara lain: (1) pembangunan jaringan distribusi sebanyak 3.406,3 KMS pada tahun 2010 menjadi 54.467,6 KMS pada tahun 2014; (2) pembangunan gardu distribusi sebanyak 52,5 MVA pada tahun 2010 menjadi 1.107,9 MVA pada tahun 2014; (3) pemasangan instalasi listrik gratis kepada nelayan dan rakyat tidak mampu sebanyak 273.302 RTS sampai dengan tahun 2014.

Di bidang penerimaan negara, pada periode 2010–2014, dalam rangka mengoptimalkan pendapatan perpajakan, Pemerintah melalui Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak telah melakukan berbagai kebijakan, antara lain penggalian potensi penerimaan pajak berbasis sektoral, intensifikasi pemeriksaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, penataan ulang Wajib Pajak (WP), relokasi WP terdaftar untuk meningkatkan pengawasan terhadap WP (khususnya WP pertambangan dan perkebunan), serta penerapan e-tax invoice. Dari sisi pelayanan, juga telah dilakukan beberapa perbaikan, baik melalui pembentukan kantor pelayanan pajak modern maupun perbaikan sistem administrasi serta pemanfaatan data dan teknologi informasi. Adapun realisasi dari kebijakan tersebut antara lain: (1) pencairan piutang pajak sebanyak 27,4 persen; (2) penambahan Wajib Pajak terdaftar menjadi 42,5 persen pada tahun 2014; (3) tingkat kepatuhan formal Wajib Pajak menjadi 58,7 persen pada tahun 2014.

Di bidang pertanian, dalam periode 2010–2014, untuk mencapai swasembada berkelanjutan melalui perluasan penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat dan didukung oleh sistem penanganan pascapanen dan penyediaan benih serta pengamanan produksi yang efisien, Pemerintah melalui Program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman pangan telah merealisasikan antara lain: (1) peningkatan produksi padi dari 66,5 juta ton tahun 2010 menjadi 70,8 juta ton pada tahun 2014; (2) peningkatan produksi jagung dari 18, 3 juta ton pipilan kering tahun 2010 menjadi 19,0 juta ton pipilan kering pada tahun 2014; (3) peningkatan produksi kedelai dari 907 ribu ton pada tahun 2010 menjadi 954 ribu ton pada tahun 2014.

Di bidang perhubungan, dalam periode 2010–2014, untuk meningkatkan aksesibilitas pelayanan kepada masyarakat serta kapasitas sarana dan prasarana transportasi darat, Pemerintah melalui Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Darat telah merealisasikan antara lain: (1) trayek keperintisan angkutan jalan sebanyak 205 trayek; (2) trayek AKAP sebanyak 2.506 trayek; (3) lintas penyeberangan perintis sebanyak 178; (4) lintas penyeberangan komersial sebanyak 48; (5) jumlah penumpang angkutan umum pada pelayanan angkutan lebaran sebanyak 31,4 juta; (6) jumlah penumpang angkutan umum pada pelayanan angkutan natal dan tahun baru sebanyak 11,0 juta.

Sebagai gambaran, capaian program, sasaran dan indikator kinerja beberapa K/L di bidang perekonomian antara lain dijelaskan pada Tabel IV.4.1.

IV.4-16 Nota Keuangan dan APBN 2016

Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015 Bagian IV

Tabel IV.4.1 Perkembangan Program, Sasaran, dan Capaian Target Tahun 2010 - 2014 Bidang Perekonomian

No. Program

1 Program penyelenggaraan jalan Meningkatkan Konektifitas

87,72 90,82 92,95 94,00 dan Kelancaran Arus Orang

- Peningkatan Kemantapan Jalan (%)

307 375 1.285 1.022 997 dan Barang

- Pembangunan Jalan Nasional (km)

- Pembangunan Bebas Hambatan (km)

2.808 3.292 4.676 4.134 4.641 2 Program pengelolaan sumber daya

- Peningkatan Struktur dan / atau Kapasitas jalan (km)

Pendayagunaan Air dlm

Pembangunan dan Peningkatan

air rangka Ketahanan Pangan

Irigasi dan Irigasi air tanah (Ha)

81.216 55.666 38.911 49.198 Ketahanan Air (Konservasi

Reklamasi Rawa dan tambak (Ha)

1 1 1 7 dan Penyediaan Air Baku)

Jumlah waduk yang selesai dibangun

Jumlah Embung/ Situ yang dibangun

Rehabilitasi Waduk

21 41 74 132 74 Berkurangnya luas kawasan

Rehabilitasi Embung/Situ

Pembangunan

yang terkena dampak banjir

Prasarana Pengendali Banjir (km)

Pengamanan Pantai (Km)

Rehabilitasi -

Prasarana Pengendali Banjir (km)

3 2 4 5 3 3 Program pembinaan dan

Pengamanan Pantai (Km)

Meningkatnya Pelayanan

Peningkatan Jumlah Pelayanan Air Minum

pengembangan infrastruktur Dasar Masyarakat (Pencapaian permukiman

Target MDGs)

Peningkatan Jumlah Pelayanan Sanitasi -

40 65 53 67 25 Penanggulangan Kemiskinan

Twinblock

Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan

(Pemberdayaan Masyarakat/PNPM Perkotaan) -

P2KP (kelurahan)

Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perdesaan -

PAMSIMAS (desa)

3.900 5.862 5.592 16.503 4.650 4 Program Pengelolaan

PPIP (Desa)

3.406,3 17.570,4 11.311,5 12.636,9 9.542,6 Ketenagalistrikan

Meningkatnya rasio

Pembangunan jaringan distribusi (KMS)

elektrifikasi nasional

Pembangunan gardu distribusi (MVA)

Instalasi listrik gratis kepada nelayan dan rakyat tidak mampu

- - 60.702 94.140 118.460

(RTS)

5 Program Pengaturan dan Tersedianya Pengaturan dan

18 13 18 23 195 Pengawasan Penyediaan dan

Jumlah badan usaha yang mendapatkan nomor registrasi dari

Pengawasan Penyediaan dan

BPH Migas

63 64 65 68 102 Bumi Melalui Pipa

Pendistribusian Bahan Bakar Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas

Minyak dan Pengangkutan Gas

Jumlah pengawasan badan usaha niaga umum dan terbatas

Bumi Melalui Pipa

pemegang ijin usaha penyediaan

Jumlah pengawasan terhadap penugasan basan usaha untuk

penyediaan dan pendistribusian

6 Program Pembinaan dan Meningkatnya kemampuan

280 353 412 474 458 Pengusahaan Mineral dan Batubara pasokan energi untuk domestik

Jumlah produksi batubara PKP2B, PTBA dan IUP

4.373,6 4.463,4 4.801,2 5.126,3 7.429,9 subsektor mineral dan batubara Terlaksananya kegiatan

Meningkatnya investasi

Jumlah investasi bidang mineral dan batubara (Juta US$)

92,0 91,0 88,8 92,0 90,7 pertambangan mineral dan

Persentase recovery penambangan terkait konservasi bahan galian

pada kegiatan usaha pertambangan

batubara yang memenuhi persyaratan lingkungan

7 Program Peningkatan dan Peningkatan Efektivitas

25,0 32,3 35,5 27,4 Pengamanan Penerimaan Pajak

Persentase pencairan piutang pajak

Pemeriksaan, dan Optimalisasi Pelaksanaan Penagihan

Peningkatan Pelaksanaan

32,39 35,3 - 42,54 Ekstensifikasi Perpajakan Pelaksanaan Penyuluhan,

Persentase jumlah penambahan Wajib Pajak terdaftar

52,74 53,5 60,86 58,73 Pelayanan, Pengawasan dan Konsultasi Perpajakan di Daerah

Persentase tingkat kepatuhan formal Wajib Pajak

113,99 110,1 101,67 93,29 penerimaan di bidang kepabeanan

8 Pengawasan, Pelayanan, dan Terciptanya administrator

Jumlah Penerimaan Bea dan Cukai (persen)

kepabeanan dan cukai yang dan cukai

memberikan fasilitasi kepada

99,92 113,99 114,07 116,1 industri, perdagangan, dan

Rasio realisasi dari janji pelayanan quick win

ke pihak eksternal (persen)

75 79,34 82,5 81,76 75,78 penerimaan

masyarakat serta optimalisasi

Persentase jumlah kasus tindak pidana di bidang kepabeanan dan

cukai yang diserahkan ke kejaksaan

9 Program pengelolaan dan Mengoptimalkan pengelolaan

99,17 98,87 100,4 100,19 pembiayaan utang

Pemenuhan target pembiayaan melalui utang (persen)

Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman untuk mengamankan pembiayaan

100 100 99,9 99,9 APBN

Pembayaran utang secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat

sasaran (persen)

10 Program Peningkatan Produksi, Perluasan penerapan budidaya

Jumlah Produksi:

Produktivitas, dan Mutu Tanaman tanaman pangan yang tepat

66.469 65.757 69.056 71.291 70.382 Pangan

padi (ribu ton)

18.328 17.643 19.387 18.506 19.023 penyediaan benih serta

yang didukung oleh sistem penanganan pasca panen dan

jagung (ribu ton)

907 851 843 780 954 pengamanan produksi yang

Kedelai (ribu ton)

779 691 713 702 638 efisien untuk mewujudkan

Kacang Tanah (ribu ton)

292 341 284 205 244 produksi tanaman pangan yang cukup

Kacang Hijau (ribu ton)

ubi kayu (ribu ton)

IV.4-17 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

Tabel IV.4.1 (lanjutan) Perkembangan Program, Sasaran, dan Capaian Target Tahun 2010 - 2014 Bidang Perekonomian

No. Program

11 Program Peningkatan Produksi, Meningkatnya produksi

Jumlah Produksi Tanaman Sayuran:

1.329 1.483 1.657 1.726 1.846 Hortikultura Ramah Lingkungan

Produktivitas, dan Mutu Hasil tanaman pangan

Cabai (ribu ton)

Bawang Merah (ribu ton)

kentang (ribu ton)

Jamur (ribu ton)

sayuran umbi lainnya (ribu ton)

3.115 3.101 3.252 3.297 3.186 12 Pemenuhan Pangan Asal Ternak

Sayuran daun (ribu ton)

2,37 2,55 2,67 2,88 2,98 Agribisnis Peternakan Rakyat

Meningkatnya ketersediaan

Produksi daging meningkat 4,1 % per tahun (juta ton)

susu) 1,37 1,48 1,63 1,73 1,81

pangani hewani (daging, telur,

Produksi telur meningkat 4,42 % per tahun (juta ton)

0,91 0,97 0,96 0,79 0,80 Tersedianya daging sapi

Produksi susu meningkat 15,56 % per tahun (juta ton)

46,95 65,09 80,67 76,95 79,75 domestik

produksi daging sapi domestik terhadap total penyediaan

daging sapi nasional (persen)

13 Program Pengelolaan dan Meningkatnya aksesibilitas

142 157 169 185 205 Penyelenggaraan Transportasi Darat masyarakat terhadap pelayanan sarana dan

Jumlah trayek keperintisan angkutan jalan

1.734 1.984 2.335 2.388 2.506 prasarana transportasi darat

Jumlah trayek AKAP

Jumlah lintas penyeberangan perintis

45 45 42 48 48 Meningkatnya kapasitas

Jumlah lintas penyeberangan komersial

5.464.134 5.524.875 5.998.162 5.538.081 8.870.525 sarana dan prasarana

Jumlah penumpang angkutan umum pada pelayanan angkutan

lebaran (pnp/tahun)

transportasi darat

Jumlah penumpang angkutan umum pada pelayanan angkutan

natal dan tahun baru (pnp/tahun)

60 61 80 80 84 Penyelenggaraan Transportasi Laut

14 Program Pengelolaan dan Pembangunan Kapal Perintis

Lintas Perintis Laut (rute)

dan Subsidi Angkutan Laut Perintis (rute)

23 25 32 36 54 Pembangunan Fasilitas

Jumlah Kapal Laut Perintis (unit)

156 262 386 379 289 Pelabuhan dan Pengerukan Alur Pelayaran

Pelabuhan Laut yang dibangun (lokasi)

2.848.960 8.122.130 6.468.000 8.364.510 10.521.500 15 Program Pengelolaan dan

Volume Pengerukan Sedimen pada Alur Pelayaran (juta m 3 )

81,35 134,93 103,08 497,03 106,0 Penyelenggaraan Perkeretaapian

Meningkatnya Kinerja

Panjang km jalur KA baru yang dibangun termasuk jalur ganda

Pelayanan Transportasi

(Km)

Perkeretaapian

Jumlah kereta ekonomi yang dibangun (unit)

Jumlah unit pengadaan lokomotif, KRDI, KRDE, KRL, Tram,

Railbus

Kelompok bidang kesejahteraan rakyat. Alokasi anggaran kelompok bidang ini sepanjang tahun 2010–2014 mengalami peningkatan dari Rp131.619,8 miliar dalam APBNP tahun 2010 menjadi Rp201.240,6 miliar dalam APBNP tahun 2014. Dari jumlah tersebut, realisasinya mencapai Rp122.667,4 miliar dalam tahun 2010 (93,2 persen dari APBNP) dan Rp200.223,9 miliar (99,5 persen terhadap APBNP) dalam tahun 2014. Perkembangan anggaran tersebut dapat dilihat pada Grafik IV.4.5. Peningkatan alokasi tersebut sejalan dengan kebijakan Pemerintah dalam bidang kesejahteraan

rakyat dalam kurun waktu GRAFIK IV.4.5

PERKEMBANGAN BELANJA K/L BIDANG KESRA, 2010-2014

tersebut yang diarahkan antara miliar rupiah

persen

lain untuk peningkatan kualitas 120 sumberdaya manusia yang

ditandai dengan meningkatnya

Indeks Pembangunan Manusia 150.000 (IPM) dan Indeks Pembangunan 60

Gender (IPG) serta makin 40 kuatnya jati diri dan karakter 50.000

bangsa. Pencapaian sasaran

tersebut ditentukan oleh

terkendalinya pertumbuhan rata-rata penyerapan penduduk, meningkatnya Umur Sumber: Kementerian Keuangan

APBNP

LKPP

% LKPP thd APBNP

Harapan Hidup (UHH), meningkatnya rata-rata lama sekolah dan menurunnya angka buta aksara, meningkatnya kesejahteraan dan kualitas hidup perempuan dan anak, serta meningkatnya jati diri bangsa. Peningkatan kualitas sumber daya manusia juga diarahkan untuk: (1) mengurangi berbagai kesenjangan, yaitu antarwilayah, antartingkat sosial ekonomi dan gender, (2) peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang dilakukan melalui delapan fokus

IV.4-18 Nota Keuangan dan APBN 2016

Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015 Bagian IV

prioritas. Adapun delapan fokus tersebut meliputi: (1) peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita; (2) perbaikan status gizi masyarakat; (3) pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular yang diikuti penyehatan lingkungan; (4) pengembangan sumberdaya manusia kesehatan; (5) peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, keamanan, mutu dan penggunaan obat, serta pengawasan obat dan makanan; (6) pengembangan sistem jaminan pembiayaan kesehatan; (7) pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan; (8) peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier, peningkatan akses dan kualitas pelayanan pendidikan untuk mengurangi kesenjangan taraf pendidikan antarwilayah, gender, dan antartingkat sosial ekonomi melalui pemberian bantuan beasiswa bagi siswa dan mahasiswa miskin.

Selama kurun waktu tersebut, pada tahun 2014, penyerapan kelompok bidang kesejahteraan rakyat merupakan yang tertinggi, yaitu mencapai Rp200.223,9 miliar dengan tingkat penyerapan 99,5 persen. Hal tersebut, secara umum karena peningkatan anggaran pendidikan (yang sebagian dialokasikan melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Agama) untuk melaksanakan berbagai program bidang pendidikan. Selain itu, tahun 2014 merupakan tahun pertama pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional, yang didukung dengan pengalokasian anggaran untuk penerima bantuan iuran melalui Kementerian Kesehatan. Berikut ini penjelasan beberapa capaian program, sasaran dan indikator kinerja dari kelompok bidang kesejahteraan rakyat.

Di bidang pendidikan, dalam rangka meningkatkan perluasan dan pemerataan akses pendidikan pada tingkat pendidikan dasar (SD/SDLB dan SMP/SMPLB) yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, Pemerintah melalui Program Pendidikan Dasar telah merealisasikan antara lain: (1) pemberian bantuan operasional sekolah (BOS) SD/SDLB bagi 27.166.972 siswa pada tahun 2010 dan 25.591.200 siswa pada tahun 2014; (2) pemberian beasiswa miskin SD/ SDLB bagi 1.796.800 siswa pada tahun 2010 menjadi 6.606.344 siswa pada tahun 2014; (3) angka partisipasi murni (APM) SD/SDLB/Paket A sebesar 85,3 persen pada tahun 2010 menjadi sebesar 84,1 persen pada tahun 2014; (4) pemberian BOS SMP/SMPLB bagi 9.382.289 siswa pada tahun 2010 dan 9.584.910 siswa pada tahun 2014; (5) pemberian beasiswa miskin SMP/ SMPLB sebanyak 871.193 siswa pada tahun 2010 menjadi 2.673.404 siswa pada tahun 2014.

Dalam rangka meningkatkan akses, mutu, dan daya saing serta sarana dan prasarana pendidikan keagamaan, selama periode 2010–2014, Pemerintah melalui Program Pendidikan Islam, dan Program Bimbingan Masyarakat Kristen, Katholik, Hindu, Budha telah merealisasikan antara lain: (1) pemberian BOS MI/Ula bagi 3.340.535 siswa pada tahun 2010 dan 3.075.663 siswa pada tahun 2014; (2) pemberian BOS MTs /Wustha bagi 3.107.239 siswa pada tahun 2010 dan 2.436.493 siswa pada tahun 2014; (3) siswa MA penerima bantuan siswa miskin sebanyak 395.677 pada tahun 2010 dan 382.615 pada tahun 2014; (4) rehabilitasi ruang kelas MI, MTs, MA baik yang rusak sedang maupun berat sebanyak 33.166 kelas; (5) mahasiswa Hindu penerima beasiswa miskin sebanyak 600 siswa pada tahun 2010 dan 1.247 siswa pada tahun 2014; (6) mahasiswa Kristen penerima beasiswa miskin sebanyak 1.000 siswa pada tahun 2010 dan 1.000 siswa pada tahun 2014; (7) mahasiswa Budha penerima beasiswa miskin sebanyak 400 siswa pada tahun 2010 dan 294 pada tahun 2014.

Di bidang kesehatan, untuk meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat, Pemerintah melalui Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak pada tahun 2014 telah merealisasikan antara lain: (1) balita gizi buruk yang mendapat perawatan sebanyak 80 persen; (2) jumlah puskesmas yang melaksanakan

IV.4-19 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

upaya kesehatan kerja di kawasan industri sebanyak 1.034 puskesmas; (3) jumlah puskesmas yang mendapatkan bantuan operasional kesehatan dan menyelenggarakan lokakarya mini untuk menunjang pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebanyak 9.517 puskesmas.

Di bidang perlindungan sosial, dalam periode 2010–2014, untuk meningkatkan akses keluarga miskin dan rentan serta pekerja sektor informal dalam pemenuhan kebutuhan dasar, Pemerintah melalui Program Perlindungan dan Jaminan Sosial telah merealisasikan antara lain: (1) jumlah Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang mendapatkan bantuan tunai bersyarat melalui Program Keluarga Harapan (PKH) sebanyak 774.293 RTSM pada tahun 2010 menjadi 2.871.827 RTSM pada tahun 2014; (2) Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) pekerja sektor informal yang mendapatkan perlindungan melalui jaminan sosial/Askesos sebanyak 447.088 orang.

Di bidang keluarga berencana, dalam periode 2010–2014, untuk mencapai pertumbuhan penduduk seimbang, Pemerintah melalui Program Kependudukan dan Keluarga Berencana telah merealisasikan antara lain: (1) jumlah peserta KB baru sebanyak 43,1 juta; (2) jumlah peserta KB aktif sebanyak 35,2 juta. Pada tahun 2014 sebagai gambaran capaian program, sasaran, dan indikator kinerja beberapa K/L di bidang kesejahteraan rakyat dijelaskan pada Tabel IV.4.2.

Tabel IV.4.2 Perkembangan Program, Sasaran dan Capaian Target Tahun 2010 - 2014 Bidang Kesejahteraan Rakyat

Capaian No.

1 Program Pendidikan Dasar Meningkatnya akses layanan

28.549.622 26.078.429 25.591.200 pendidikan dasar

Jumlah siswa SD/SDLB sasaran BOS

Jumlah siswa SD/SDLB penerima beasiswa miskin

APM SD/SDLB/Paket A (persen)

Jumlah siswa SMP/SMPLB sasaran BOS

2.699.531 1.661.205 2.673.404 2 Program Pendidikan Menengah

Jumlah siswa SMP/SMPLB penerima beasiswa miskin

69,70 72,10 71,60 pendidikan menengah

Meningkatnya akses layanan

APK SMA/SMK/SMLB/Paket C

Jumlah siswa SMA penerima beasiswa miskin

703.840 1.742.031 550.000 3 Program Pendidikan Anak Usia

Jumlah siswa SMK penerima beasiswa miskin

37,8 68,1 68,1 Dini, Non Formal dan Informal

Meningkatnya akses layanan

APK PAUD (persen)

pendidikan anak usia dini Menurunnya penduduk tuna

4,2 4,0 3,8 aksara usia dewasa

Persentase Penduduk Buta Aksara Usia Dewasa

57,3 64,8 72,0 Kab/Kota yang telah

Meningkatnya jumlah

Persentase Kabupaten/Kota yang Telah Menerapkan

pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

pengarusutamaan gender bidang pendidikan

4 Program pendidikan Islam Meningkatnya akses, mutu,

3.263.618 3.311.259 3.075.663 dan daya saing pendidikan Islam

- Siswa MI/Ula Penerima BOS

- Siswa MTs/Wustha Penerima BOS

339.104 329.511 382.615 Meningkatnya kualitas sarana

Siswa MA penerima Bantuan Siswa Miskin

2.100 - 1.305 994 prasarana pendidikan

Rehabilitasi Ruang Kelas MI, MTs, MA yang rusak

Rehabilitasi Ruang Kelas MI, MTs, MA yang rusak

5 Program bimbingan masyarakat Meningkatnya Akses dan Mutu -

Jumlah mahasiswa miskin penerima beasiswa

Pendidikan Tinggi Agama Kristen

Jumlah Dosen yang yang disertifikasi

Jumlah fasilitasi peningkatan Sarana dan Prasarana

Pendidikan Tinggi Agama

IV.4-20 Nota Keuangan dan APBN 2016

Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015 Bagian IV

Tabel IV.4.2 (lanjutan) Perkembangan Program, Sasaran dan Capaian Target Tahun 2010 - 2014 Bidang Kesejahteraan Rakyat

No. Program

6 Program bimbingan masyarakat Meningkatnya Akses dan Mutu

1900 2400 1247 Hindu

Jumlah mahasiswa miskin penerima beasiswa

Pendidikan Tinggi Agama Hindu

Jumlah Dosen yang ditingkatkan kualifikasi S2/S3

6.500 6.800 6.800 7.000 7.000 7 Program bimbingan masyarakat

Jumlah penerima BOPTN

500 500 294 Budha

Meningkatnya Akses dan Mutu

Jumlah mahasiswa miskin penerima beasiswa

Pendidikan Tinggi Agama Budha

8 Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak penanganan masalah gizi Meningkatnya kualitas

100 107 88 94 masyarakat

Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan 109

305 412 764 778 1.034 upaya kesehatan kerja dan

Meningkatnya pembinaan

Jumlah puskesmas yang melaksanakan upaya

kesehatan kerja di kawasan industri

olahraga Tersedianya Bantuan

- 8.740 9.323 9.419 9.517 Operasional Kesehatan (BOK)

Jumlah puskesmas yang mendapatkan bantuan

operasional kesehatan dan menyelenggarakan

untuk Puskesmas

lokakarya mini untuk menunjang pencapaian Standar

9 Program Pembinaan Upaya Meningkatnya pelayanan

- 83 86 90 90 Kesehatan

Pelayanan Minimal (SPM) Jumlah puskesmas yang menjadi puskesmas

kesehatan dasar kepada

perawatan di perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar

masyarakat

berpenduduk

14 24 24 24 24 kesehatan dasar bagi penduduk miskin di

Meningkatnya pelayanan

Jumlah Kab/Kota yang dilayani oleh RS bergerak di

Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK)

Puskesmas Meningkatnya pelayanan

- 9.125 9.510 9.655 - kesehatan dasar bagi penduduk miskin di

Jumlah Puskesmas yang memberikan pelayanan

kesehatan dasar bagi penduduk miskin di Puskesmas

Puskesmas 10 Program Kefarmasian dan Alat

82 87 93 97 101 Kesehatan

Meningkatnya sedian farmasi

Persentase (%) ketersediaan obat dan vaksin

dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat

Meningkatnya mutu dan

65 78,18 81,82 keamanan alat kesehatan dan

Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT

yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik

peralatan kesehatan rumah tangga (PKRT)

Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribsusi

56 66 63 62 80 pelayanan kefarnasian yang

Meningkatnya penggunaan obat rasional melalui

Persentase penggunaan obat generik (rasional) di fasilitas kesehatan

berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal

11 Program pemberdayaan sosial dan Tersalurkannya bantuan

89270 89310 88280 penanggulangan kemiskinan bagi fakir miskin dalam bentuk pemberdayaan masyarakat

Jumlah KK yang mendapatkan akses berusaha melalui

3.200 4.000 2.420 daerah perdesaan

KUBE dan stimulan UEP di

Jumlah KK yang mendapat bantuan Rumah Tidak

Layak Huni

Jumlah SDM Pendamping yang menerima bimbingan

teknis (Orang)

12 Program perlindungan dan jaminan sosial meningkatnya akses Keluarga miskin dan rentan serta

1.454.655 2.326.533 2.871.827 pekerja sektor informa dalam

Jumlah Rumah Tangga sangat miskin (RTSM) yang mendapatkan bantuan tunai bersyarat (PKH)

pemenuhan kebutuhan dasar

Terlindunginya penyandang

124.888 100.000 50.000 masalah kesejahteraan sosial

Jumlah PMKS pekerja sektor informal yang

mendapatkan perlindungan melalui jaminan sosial

Kesejahteraan Sosial melalui Asuransi

Askesos (orang)

13 Program rehabilitasi sosial Terlaksanaan pelayanan,

5.256 5.260 3.898 bantuan, dan rehabilitasi

Jumlah korban penyalahgunaan napza yang berhasil

dilayani, diberi bantuan, dan direhabilitasi baik

penyalahgunaan napza sosial bagi korban

didalam maupun di luar panti (orang)

sosial orang dengan kecacatan Terlaksananya rehabilitasi

Jumlah penyandang cacat yang berhasil dilayani, dilindungi dan direhabilitasi baik didalam maupun di

luar panti (orang)

Terlaksananya pelayanan,

171.893 172.587 146.316 perlindungan , dan rehabilitasi

Jumlah Anak dan balita terlantar, anak jalanan, anak

berhadapan dengan hukum, dan anak yang

sosial bagi anak dan balita terlantar, anak jalanan, anak

dilayani, dilindungi dan direhabilitasi baik di dalam membutuhkan perlindungan khusus yang berhasil

berhadapan dengan hukum,

maupun di luar panti (orang)

dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus

14 Program kependudukan dan Tercapainya penduduk tumbuh

9,3 8,5 7,2 keluarga berencana

Jumlah peserta KB baru /PB (juta)

Jumlah peserta KB aktif/PA (juta)

17,8 18,7 19,5 15 Program pelatihan dan

Persentase peserta KB baru MKJP

30 60 - 75 80 pengembangan BKKBN

Meningkatnya kualitas

Persentase SDM Aparatur yang kompeten

pelaksanaan pelatihan sdm aparatur, serta penelitian program kependudukan dan

52 70 - 70 80 KB

memfasilitasi pelatihan Persentase Widyaiswara yang kompeten untuk

Indeks pemanfaatan hasil penelitian dan

pengembangan KB dan KS (skala 1-4)

16 Program pengawasan dan Meningkatnya akuntabilitas

85 90 - 95 100 peningkatan akuntabilitas aparatur

Persentase temuan audit internal program yang

pengelola bidang program,

BKKBN umum serta keuangan dan ketenagaan dan administrasi

Persentase menurunnya temuan audit eksternal

Persentase unit kerja yang akuntabel dalam

pelaksanaan keuangan dan perbekalan

IV.4-21 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

Kelompok bidang politik, hukum, dan keamanan. Alokasi anggaran kelompok bidang politik, hukum, dan keamanan sepanjang periode 2010–2014 mengalami peningkatan yaitu dari Rp118.530,8 miliar dalam APBNP tahun 2010 menjadi Rp202.025,1 miliar dalam APBNP tahun 2014. Dari jumlah

GRAFIK IV.4.6

tersebut realisasinya mencapai

PERKEMBANGAN BELANJA K/L BIDANG POLHUKAM,

Rp108.442,9 miliar dalam tahun miliar rupiah

2010-2014

persen

2010 (91,5 persen terhadap 120

APBNP) dan Rp197.438,7 97,7

miliar (97,7 persen terhadap

APBNP) dalam tahun 2014. 150.000 Perkembangan anggaran tersebut 60

dapat dilihat pada Grafik 100.000

IV.4.6. Peningkatan alokasi 50.000 tersebut sejalan dengan kebijakan 20

Pemerintah dalam bidang politik,

hukum, dan keamanan yang 2014

diarahkan antara lain untuk: rata-rata penyerapan (1) modernisasi Alutsista serta penggantian Alutsista yang umur teknisnya sudah tua untuk

APBNP

LKPP

% LKPP thd APBNP

meningkatkan kemampuan pertahanan menuju kekuatan pokok minimum essential force (MEF) dengan memberdayakan industri pertahanan nasional; (2) peningkatan kapasitas SDM dan modernisasi teknologi kepolisian sebagai bagian penerapan reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kepolisian, serta peningkatan kinerja dan transparansi lembaga kepolisian; (3) peningkatan peran Indonesia dalam menjaga keamanan dan perdamaian dunia, untuk pemantapan diplomasi dan kerja sama internasional; (4) perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik melalui antara lain peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, peningkatan kualitas pelayanan publik dan pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi.

Selama kurun waktu tersebut, pada tahun 2014, penyerapan kelompok bidang politik, hukum dan keamanan merupakan yang tertinggi, yaitu mencapai Rp197.438,7 miliar dengan tingkat penyerapan 97,7 persen. Hal tersebut berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu 2014 dan anggaran untuk memenuhi kekuatan pokok minimum Alutsista TNI. Berikut ini penjelasan beberapa capaian program, sasaran dan indikator kinerja dari kelompok bidang politik, hukum, dan keamanan.

Di bidang pertahanan, dalam periode 2010–2014, untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara dan untuk mencapai sasaran pembinaan kekuatan serta kemampuan TNI Angkatan Darat menuju MEF, Pemerintah melalui Program Modernisasi Alutsista dan Non Alutsista Matra Darat telah merealisasikan antara lain: (1) modernisasi dan peningkatan Alutsista kendaraan tempur sebanyak 100 persen; (2) modernisasi dan peningkatan Alutsista pesawat terbang sebanyak 100 persen; (3) modernisasi dan peningkatan senjata dan munisi sebanyak 100 persen; (4) modernisasi dan peningkatan materiil Alutsista sebanyak 100 persen.

Di bidang keamanan, dalam periode 2010–2014, untuk memelihara dan meningkatkan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat agar mampu melindungi seluruh warga masyarakat Indonesia dalam beraktifitas untuk meningkatkan kualitas hidup yang bebas dari bahaya, ancaman dan gangguan, Pemerintah melalui Program Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat telah merealisasikan antara lain: (1) jumlah kriminalitas yang dapat ditindak oleh

IV.4-22 Nota Keuangan dan APBN 2016

Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015 Bagian IV

fungsi Badan Pembinaan Keamanan (Babinkam) Polri sebanyak 95 persen pada tahun 2014; (2) jumlah patroli perairan dan udara di seluruh wilayah hukum RI sebanyak 2.800 patroli pada tahun 2014.

Di bidang hukum, dalam periode 2010–2014, untuk meningkatkan keharmonisan rancangan peraturan perundang-undangan ditingkat pusat, Pemerintah melalui Program Pembentukan Hukum telah merealisasikan permohonan pengharmonisan rancangan peraturan perundang- undangan ditingkat pusat pada beberapa bidang antara lain: (1) bidang politik, hukum dan keamanan sebanyak 100 persen; (2) bidang keuangan dan perbankan sebanyak 100 persen; (3) bidang industri dan perdagangan sebanyak 100 persen; (4) bidang sumber daya alam, riset dan teknologi sebanyak 100 persen; (5) bidang kesejahteraan rakyat sebanyak 100 persen; (6) bidang pertanahan, tata ruang dan lingkungan hidup sebanyak 100 persen.

Di bidang administrasi kependudukan, dalam periode 2010–2014, untuk mencapai tertib database kependudukan berbasis nomor identitas kependudukan (NIK) Nasional dan pelayanan dokumen kependudukan, terwujudnya pemberian NIK pada setiap penduduk, koneksitas NIK dengan identitas kependudukan dan tersedianya regulasi daerah tentang administrasi kependudukan, Pemerintah melalui Program Penataan Administrasi Kependudukan telah merealisasikan antara lain: (1) jumlah kabupaten/kota yang memberikan NIK kepada setiap penduduk 497 kabupaten/kota; (2) jumlah penduduk yang menerima e-KTP berbasis NIK dengan perekaman sidik jari sebanyak 145.181.543 orang; (3) jumlah daerah yang telah menetapkan perda sebagaimana amanat UU Nomor 23 Tahun 2006 dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan sebanyak 497 kabupaten/kota.

Sementara itu, dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi demi terwujudnya tata kelola pemerintahan dalam periode 2010–2014, Pemerintah melalui Program Penegakan Hukum dan HAM yang dilaksanakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi telah merealisasikan antara lain: (1) penyelidikan tindak pidana korupsi sebanyak 370 kasus potensial dan 182 kasus solid; (2) penuntutan tindak pidana korupsi sebanyak 313 perkara; (3) berkas perkara yang dilimpahkan ke pengadilan negeri sebanyak 218 perkara.

Program, sasaran, indikator dan capaian target indikator kinerja beberapa K/L di bidang politik, hukum, dan keamanan diuraikan pada Tabel IV.4.3.

Tabel IV.4.3 Perkembangan Program, Sasaran, dan Capaian Target Tahun 2010 - 2014 Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan

No. Program

1 Program Modernisasi Alutsista/non Alutsista/Sarpras Integratif Peningkatan kemampuan dan penambahan jumlah munisi

20 17 18 22 23 Peningkatan kemampuan dan penambahan jumlah munisi khusus

Persentase kecukupan bekal pokok munisi kaliber kecil (MKK)

20 18 19 21 22 Percepatan peningkatan kemampuan Alutsista

Persentase kecukupan munisi khusus

20 17 18 22 23 penambahan jumlah peningkatan Peningkatan materiil dan

Persentase pencapaian MEF integratif

20 19 19 21 21 kemampuan dan penambahan 2 Non Alutsista Matra Darat Program Modernisasi Alutsista dan

(MKB) non Dagri Persentase kecukupan bekal pokok munisi kaliber besar

Terlaksananya modernisasi dan jumlah MKB peningkatan Alutsista Ranpur dalam

20 19 19 21 21 rangka pencapaian sasaran

Persentase peningkatan dan penambahan Ranpur

pembinaan kekuatan serta kemampuan TNI Angkatan Darat menuju MEF Terlaksananya modernisasi dan peningkatan Alutsista Pesud dan

20 18 19 20 23 Rotary Wing dalam rangka

Persentase peningkatan dan penambahan Sabang

pencapaian sasaran pembinaan Angkatan Darat menuju MEF kekuatan serta kemampuan TNI Terlaksananya modernisasi dan peningkatan Alutsista Alang Air

20 18 18 21 23 kemampuan TNI Angkatan Darat pembinaan kekuatan serta dalam rangka pencapaian sasaran menuju MEF

Persentase peningkatan dan penambahan Senjata dan munisi

peningkatan materiil Alutsista dalam Terlaksananya modernisasi dan

20 16 20 22 22 rangka pencapaian sasaran pembinaan kekuatan serta menuju MEF kemampuan TNI Angkatan Darat

Persentase pencapaian MEF Matra Darat

IV.4-23 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

Tabel IV.4.3 (lanjutan) Perkembangan Program, Sasaran, dan Capaian Target Tahun 2010 - 2014 Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan

No. Program

20 13 22 22 23 Alutsista serta Pengembangan

3 Program Modernisasi Alutsista/non jumlah Alpung dan Ranpur/Rantis Peningkatan kemampuan dan penambahan

Persentase kesiapan dan penambahan plattform KRI, KAL,

Alpung dan Ranpur TNI AL secara akuntabel dan tepat

Fasilitas Sarpras Hanneg Matra

waktu

Laut Peningkatan kemampuan dan penambahan jumlah peralatan Surta Hidros

Persentase Kesiapan dan kelengkapan data dan informasi

Hidro-Oseanografi secara akuntabel dan tepat waktu

Percepatan pengadaan Alutsista strategis Matra Laut

Persentase penambahan materiil Alutsista strategis TNI AL

secara akuntabel dan tepat waktu

4 Program Pemeliharaan Keamanan Memelihara dan meningkatkan

80 80 85 90 95 dan Ketertiban Masyarakat

Jumlah Kriminalitas yang dapat

kondisi keamanan dan

ditindak oleh fungsi babinkam Polri (persen)

ketertiban masyarakat agar mampu melindungi seluruh dalam beraktifitas untuk warga masyarakat Indonesia meningkatkan kualitas hidup yang bebas dari bahaya,

5.330 3.105 3.090 2.839 2.800 ancaman dan gangguan yang

Jumlah Patroli perairan dan udara di seluruh wilayah

hukum RI

dapat menimbulkan cidera kerugian serta korban akibat gangguan keamanan dimaksud

5 Program Penyelidikan dan Menanggulangi dan menurunnya

51,46 51,61 55,59 55,58 Penyidikan Tindak Pidana (kejahatan konvensional, penyelesaian jenis kejahatan

Persentase pengungkapan tindak

pidana konvensional (persen)

89,41 79,15 78,83 76,7 kejahatan yang berimplikasi kontijensi dan kejahatan terhadap kekayaan negara)

kejahatan transnasional,

Persentase pengungkapan tindak pidana transnasional.

60,95 49,94 59,18 61,56 tanpa melanggar HAM

Persentase pengungkapan tindak pidana terhadap

kekayaan negara

6 Program Pemberdayaan Sumber Memberdayakan SDM Polri di bidang

5.350 3.350 15.350 18.350 24.351 Daya Manusia Polri

Jumlah masyarakat yang menjadi anggota Polri, melalui

pengembangan karier,pembinaan

Akpol, PPSS, Brigadir dan PNS Polri baik di tingkat

rohani hingga pengakhiran dinas

pusat maupun Daerah

7 Program Pembentukan Hukum Meningkatkan keharmonisan

Persentase permohonan pengharmonisasian rancangan

rancangan peraturan perundang-

peraturan perundang–undangan ditingkat pusat yang

undangan ditingkat pusat bidang

diharmonisasikan:

politik, hukum, keamanan, keuangan, perbankan, industri, perdagangan,

12 41 65 88 100 sumber daya alam, riset, teknologi,

politik, hukum dan keamanan (%)

12 41 65 88 100 kesejahteraan rakyat

keuangan dan perbankan (%)

industri dan perdagangan (%)

sumber daya alam, riset dan teknologi (%)

kesejahteraan rakyat (%)

12 41 65 88 100 8 Program Pendidikan dan Pelatihan

pertanahan, tata ruang dan lingkungan hidup (%)

92 93 95 95 97 Aparatur Kementerian Hukum dan

Peningkatan kualitas SDM Hukum

Persentase kurikulum, tenaga pendidik dan metode

dan HAM

pengajaran yang upto date, akuntabel dan efektif

HAM 9 Program pengawasan dan

84 86 88 89 92 peningkatan akuntabilitas aparatur

Terlaksananya mekanisme

Persentase unit kerja wilayah VI yang mencapai standar

pengaduan masyarakat yang

pelayanan prima dan target kinerjanya dengan administrasi

kementerian hukum dan HAM responsif terhadap kinerja aparat

yang akuntabel

Kemenkumham 10 Program bina pembangunan daerah Mempercepat proses

212 445 474 493 perijinan di daerah dan terlaksannya fasilitasi pemda dalam

Jumlah daerah yang membentuk PTSP (Kab/Kota)

10 138 197 - penyusunan perda

PTSP yang siap menerapkan SPIPISE (Prov/Kab/Kota)

pengelolaan lingkungan

100 100 100 100 dan mitigasi bencana

Presentase rekomendasi pembatalan Perda yang

teridentifikasi bermasalah terkait TDP dan SIUP

22 Prov 26 Prov 30 Prov 32 Prov dan pemerintahan desa

11 Program pemberdayaan masyarakat Meningkatnya keberdayaan

Jumlah fasilitasi pengelolaan keuangan dan asset desa

18 Prov 64 kab.

masyarakat dan kapasitas

110 Kab 130 Kab 156 Kab 192 Kab pemerintahan desa/kelurahan dalam memfasilitasi proses

serta kelurahan melalui Bintek, Inventarisasi dan

pendataan keuangan dan asset Desa, pengembangan Desa wisata sebagai sumber PAD

pengelolaan pembangunan yang partisipatif dan

Cakupan penerapan PNPM - MP (kecamatan)

melalui pelestarian adat dan budaya nusantara Jumlah fasilitasi dalam pembinaan budaya nusantara

(Kab/kota)

12 Program penataan administrasi Tertib data base

497 329,00 497 497 497 kependudukan

Jumlah kab/kota yang memberikan NIK kepada setiap

kependudukan berbasis

penduduk (Kab/Kota)

pelayanan dokumen NIK Nasional dan

Personalisasi blanko: distribusi: kependudukan,

Jumlah penduduk yang menerima e-KTP berbasis NIK

46 ribu

116.672.732 , 172.015.400 145.181.543 terwujudnya pemberian

dengan perekaman sidik jari

penduduk

distribusi keping, NIK pada setiap

106.378.988 personalisasi penduduk, koneksitas

keping 150.214.494, NIK dengan identitas

distribusi : kependudukan dan

145.107.297 tersedianya regulasi

340 497 497 497 daerah tentang

Jumlah daerah yang telah menetapkan perda sebagai

amanat UU No. 23 Tahun 2006 dalam penyelenggaraan

administrasi

administrasi kependudukan (kab/kota)

kependudukan

54 78 77 81 80 HAM

13 Program Penegakan Hukum dan Penyelidikan

Kasus Potensial

28 36 28 51 39 Penuntutan

Kasus Solid

Penuntutan (Perkara)

Berkas Perkara yang Dilimpahkan ke Pengadilan Negeri

(Perkara)

21.000 23.048 28.295 32.500 30.000 Hukum dan HAM

14 Program Peningkatan Kesadaran Penanganan LHKPN

LHKPN yang diumumkan dalam TBN (Jumlah

Penyelenggaran Negara)

Penanganan Gratifikasi

Jumlah SK penetapan Status Gratifikasi

yang melaksanakan Program Pengendalian Gratifikasi Jumlah Instansi/Lembaga (Pem. BUMN dan Swasta)

IV.4-24 Nota Keuangan dan APBN 2016

Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015 Bagian IV

Selanjutnya, realisasi penyerapan anggaran dari seluruh K/L selama periode 2010 – 2014 disajikan dalam Tabel IV.4.4.

TABEL IV.4.4 BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA 2010 - 2014 (miliar Rupiah)

BA URAIAN

LKPP LKPP

1. 001 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

MAHKAMAH AGUNG

KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

KEMENTERIAN LUAR NEGERI

KEMENTERIAN PERTAHANAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

KEMENTERIAN KEUANGAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN KESEHATAN

KEMENTERIAN AGAMA

KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

KEMENTERIAN SOSIAL

KEMENTERIAN KEHUTANAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT

KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF

KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

KEMENTERIAN KOPERASI DAN PENGUSAHA KECIL DAN MENENGAH

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

BADAN INTELIJEN NEGARA

LEMBAGA SANDI NEGARA

DEWAN KETAHANAN NASIONAL

BADAN PUSAT STATISTIK

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

IV.4-25 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

TABEL IV.4.4 (lanjutan) BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA 2010 - 2014 (miliar Rupiah)

BA URAIAN

LKPP LKPP

44. 064 LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BADAN NARKOTIKA NASIONAL

KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL

KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

KOMISI PEMILIHAN UMUM

MAHKAMAH KONSTITUSI RI

PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

BADAN STANDARISASI NASIONAL

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT

KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAH RAGA

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

KOMISI YUDISIAL RI

BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA

BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

BADAN SAR NASIONAL

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN

BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME

SEKRETARIAT KABINET

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM

LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS & PELABUHAN BEBAS SABANG

IV.4-26 Nota Keuangan dan APBN 2016

Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015 Bagian IV

Perkembangan Tahun 2015

Tahun 2015 merupakan tahun pertama pelaksanaan RPJMN tahap ketiga (2015–2019) dan juga merupakan tahun pertama pelaksanaan visi, misi, dan agenda prioritas Presiden. Dalam rangka melaksanakan visi, misi dan agenda prioritas tersebut, Pemerintahan baru telah menyusun Kabinet Kerja dan sasaran serta prioritas pembangunan sesuai dengan konsep Nawa Cita dan Trisakti.

Untuk melaksanakan agenda-agenda prioritas tersebut, Pemerintah melakukan penataan K/L dengan membentuk kementerian baru, menggabungkan K/L baik keseluruhan maupun sebagian, dan memisahkan K/L sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja. Hal tersebut tercermin pada perubahan nomenklatur K/L yang berdampak pada perubahan/pergeseran anggaran antarbagian anggaran dan antarprogram. Di samping itu, penataan K/L tersebut juga merubah struktur dan nomenklatur kementerian koordinator yang sebelumnya terdiri dari tiga kementerian koordinator menjadi empat kementerian koordinator (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman).

Penyesuaian tersebut beserta kebijakan yang diambil dalam rangka pencapaian prioritas Pemerintah secara langsung akan berdampak terhadap besaran belanja pemerintah, termasuk di dalamnya belanja yang dialokasikan melalui K/L yang telah ditetapkan dalam APBNP tahun 2015. Dengan berbagai penyesuaian dan kebijakan yang diambil tersebut, pagu belanja K/L dalam APBNP tahun 2015 mencapai Rp795.480,4 miliar. Penjelasan mengenai perkembangan belanja K/L tahun 2015, dibagi ke dalam empat kelompok bidang berdasarkan kelompok kementerian koordinator sebagai berikut.

Kelompok Bidang Perekonomian. Alokasi anggaran kelompok bidang ini dalam APBNP tahun 2015 mencapai Rp225.336,2 miliar. Alokasi anggaran tersebut terutama akan digunakan untuk melaksanakan kebijakan di bidang perekonomian antara lain: (1) pembangunan sektor unggulan (kedaulatan pangan) dalam bentuk pengembangan dan pengelolaan irigasi, pembangunan/rehabilitasi waduk/embung pengendalian banjir dan pengamanan pantai; (2) peningkatan produksi yang mencakup antara lain penyediaan alat dan mesin pertanian serta penyediaan pupuk; (3) peningkatan penerimaan pajak, bea dan cukai, serta peningkatan pengawasan dan reformasi birokrasi.

Kelompok Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Alokasi anggaran kelompok bidang ini dalam APBNP tahun 2015 mencapai Rp254.895,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut terutama akan digunakan untuk melaksanakan kebijakan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan antara lain: (1) pemenuhan kewajiban dasar di bidang pendidikan dalam bentuk Kartu Indonesia Pintar; (2) pemenuhan kewajiban dasar di bidang kesehatan dalam bentuk Kartu Indonesia Sehat; (3) pengurangan kesenjangan (antarkelas pendapatan) melalui Kartu Keluarga Sejahtera.

Kelompok Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Alokasi anggaran kelompok bidang ini dalam APBNP tahun 2015 mencapai Rp222.085,7 miliar. Alokasi anggaran tersebut terutama akan digunakan untuk melaksanakan kebijakan di bidang politik, hukum, dan keamanan antara lain: (1) modernisasi Alutsista dan non-Alutsista dalam rangka menuju minimum essential

IV.4-27 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

force (MEF); (2) pengadaan dan peremajaan peralatan alat material khusus (Almatsus) Polri; (3) penataan administrasi kependudukan.

Kelompok Bidang Kemaritiman. Alokasi anggaran kelompok bidang ini dalam APBNP tahun 2015 mencapai Rp93.163,2 miliar. Alokasi anggaran tersebut terutama akan digunakan untuk melaksanakan kebijakan di bidang kemaritiman antara lain: (1) pembangunan sektor unggulan (kemaritiman) melalui pengembangan pelabuhan di 77 lokasi tol laut, fasilitas pelabuhan, global maritime distress and safety system (GMDSS), serta vessel traffic service (VTS); (2) infrastruktur migas dan launching program pembangkit listrik 35 ribu MW.

Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka mendukung pelaksanaan Trisakti dan Nawa Cita, Pemerintah telah melaksanakan antara lain upaya peningkatan kualitas belanja (efisiensi dan penajaman alokasi belanja) melalui kebijakan penghematan anggaran perjalanan dinas dan paket meeting/konsinyering. Penghematan tersebut dimanfaatkan untuk mendanai program/ kegiatan lain di masing-masing K/L yang sifatnya lebih strategis, lebih produktif, dan lebih selaras dengan agenda prioritas Presiden (refocusing). Kebijakan ini diambil dengan tetap memperhatikan dan menjaga capaian target kinerja dari masing-masing K/L.

4.3.2 Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara

Bagian anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) atau belanja non K/L, yang terkait dengan belanja pemerintah pusat, terdiri atas: (1) BA BUN Pengelolaan Utang Negara (BA 999.01) untuk pembayaran bunga utang; (2) BA BUN Pengelolaan Hibah (BA 999.02) untuk belanja hibah; (3) BA BUN Pengelolaan Belanja Subsidi (BA 999.07); (4) BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08); (5) BA BUN Pengelolaan Transaksi Khusus (BA 999.99) antara lain untuk pembayaran manfaat pensiun dan kontribusi terhadap lembaga internasional.

Secara nominal, belanja pemerintah pusat yang dialokasikan melalui BA BUN dalam kurun waktu 2010–2014 mengalami peningkatan. Namun demikian, dalam APBNP tahun 2015, alokasi belanja BA BUN sebesar Rp524.068,6 miliar, lebih rendah dari realisasi tahun 2014 yang mencapai Rp626.412,3 miliar. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi besaran belanja BA BUN pada tahun 2015, antara lain: (1) peningkatan beban pembayaran bunga utang, sebagai akibat dari peningkatan posisi utang pemerintah dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat,

GRAFIK IV.4.7

(2) Penurunan beban subsidi,

PERKEMBANGAN BELANJA BA BUN, 2010-2015

khususnya subsidi energi, sebagai Miliar Rp

akibat penerapan kebijakan subsidi

tetap pada BBM jenis minyak 600.000,0

solar, kebijakan penghapusan 500.000,0

subsidi BBM jenis premium, serta 400.000,0 364.486,2

adanya perubahan parameter harga minyak mentah Indonesia. 300.000,0

Perkembangan belanja pemerintah 200.000,0 pusat yang dialokasikan melalui 100.000,0 BA BUN dalam tahun 2010–2015 disajikan dalam Grafik IV.4.7

dan diuraikan di dalam penjelasan 2015

Program Pengelolaan Utang Negara

Program Pengelolaan Subsidi Lainnya

APBNP

sebagai berikut.

Sumber: Kementerian Keuangan

IV.4-28 Nota Keuangan dan APBN 2016

Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015 Bagian IV

Program Pengelolaan Utang Negara

Sebagai konsekuensi dari APBN yang masih mengalami defisit, Program Pengelolaan Utang Negara untuk pembayaran bunga utang terus mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu tahun 2010 sampai dengan 2014, pembayaran bunga utang secara nominal mengalami pertumbuhan rata-rata 10,8 persen per tahun, dengan realisasi pembayaran bunga utang sebesar Rp88.383,2 miliar pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp133.441,3 miliar pada tahun 2014. Sejalan dengan perkembangan waktu, pembayaran bunga utang pada APBNP tahun 2015 dialokasikan sebesar Rp155.730,7 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 16,7 persen dari realisasinya pada tahun 2014.

Peningkatan didominasi oleh pembayaran bunga utang untuk instrumen utang dalam negeri, yang secara nominal mengalami pertumbuhan rata-rata 17,9 persen per tahun, yang realisasinya sebesar Rp61.480,6 miliar pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp118.839,0 miliar pada tahun 2014. Selanjutnya, pembayaran bunga utang untuk instrumen utang dalam negeri pada APBNP tahun 2015 dialokasikan sebesar Rp141.203,8 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar 18,8 persen dari realisasinya pada tahun 2014. Besarnya pertumbuhan dari pembayaran bunga utang dalam negeri tersebut dipengaruhi oleh: (1) reklasifikasi akun bunga Surat Berharga Negara (SBN) dalam valas yang awalnya dari akun pembayaran bunga utang luar negeri menjadi akun pembayaran bunga utang dalam negeri sejak tahun 2013 sebagaimana direkomendasikan oleh BPK RI atas Laporan Keuangan BA BUN 999.01 tahun 2012; (2) komitmen Pemerintah untuk mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber dalam negeri terutama dari SBN dan mengurangi sumber utang dari pinjaman luar negeri dalam rangka menutup defisit anggaran.

Sementara itu, dalam periode 2010–2014 pembayaran bunga utang untuk instrumen utang luar negeri mengalami penurunan rata-rata sebesar 14,2 persen per tahun, yang realisasinya sebesar Rp26.902,7 miliar pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp14.602,3 miliar pada tahun 2014. Selanjutnya, pembayaran bunga utang untuk instrumen utang luar negeri pada APBNP tahun 2015 dialokasikan sebesar Rp14.526,9 miliar atau mengalami penurunan sebesar 0,5 persen dari realisasinya pada tahun 2014.

Penurunan pembayaran bunga GRAFIK IV.4.8

PROGRAM PENGELOLAAN UTANG NEGARA UNTUK PEMBAYARAN BUNGA UTANG, 2010 - 2015

utang untuk instrumen utang

luar negeri tersebut antara %

miliar rupiah

lain disebabkan oleh adanya 160.000,0

reklasifikasi akun SBN valas dari 8,0

akun pembayaran bunga utang 7,0 luar negeri ke pembayaran 120.000,0

bunga utang dalam negeri, 5,3

dan adanya kecenderungan 5,0

penurunan tren tingkat suku 80.000,0

bunga luar negeri terutama 60.000,0

London Interbank Offerred 40.000,0 Rate (LIBOR). Perkembangan 2,0

Program Pengelolaan Utang 1,4 20.000,0

Negara untuk pembayaran

bunga utang tahun 2010—2015 APBNP 2015

diilustrasikan dalam Grafik Pembayaran Bunga Utang Luar Negeri

Jumlah

Pembayaran Bunga Utang Dalam negeri

IV.4.8. % terhadap Outsanding Utang Pemerintah

% terhadap Produk Domestik Bruto

% terhadap Belanja Negara

Sumber: Kementerian Keuangan

IV.4-29 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

Meskipun secara nominal jumlah pembayaran bunga utang mengalami kenaikan, namun persentase pembayaran bunga utang terhadap belanja negara dalam kurun waktu tahun 2010 sampai dengan 2015 cenderung menurun, yaitu dari 8,5 persen pada tahun 2010 menjadi 7,8 persen dalam tahun 2015.

Pembayaran bunga utang dilakukan untuk memenuhi kewajiban Pemerintah atas penggunaan utang (principal outstanding), baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Pembayaran bunga utang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan dari utang yang sudah ada (bersifat baseline) maupun perkiraan tambahan utang baru termasuk di dalamnya biaya-biaya yang timbul sebagai akibat pengelolaan utang. Besaran pembayaran bunga utang diperkirakan mencapai 5,4 persen terhadap total outstanding utang Pemerintah dalam APBNP tahun 2015, yang berarti mengalami kenaikan 0,1 persen dari persentase pembayaran bunga utang terhadap outstanding utang pada tahun 2010. Meskipun demikian, selama kurun waktu 2010—2015, persentase pembayaran bunga utang terhadap PDB cenderung stabil pada kisaran 1,3 persen terhadap PDB.

Efektivitas Program Pengelolaan Utang Negara untuk pembayaran bunga utang dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: (a) pemilihan instrumen pembiayaan utang; (b) perbaikan credit rating yang ditunjukkan melalui Sovereign Credit Rating (SCR) Indonesia yang semakin membaik dari tahun ke tahun sehingga memberikan pengaruh positif terhadap besaran yield SBN; (c) pengelolaan fiskal yang kredibel dan pengelolaan utang secara hati-hati untuk mendorong penurunan biaya penerbitan SBN.

Salah satu variabel yang memengaruhi pembayaran bunga utang adalah tingkat bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan. Weighted Average Yield (WAY) dari SPN 3 bulan yang diterbitkan oleh Pemerintah sejak tahun 2011–2015 mengalami fluktuasi yang cukup signifikan, yaitu terendah mencapai 1,9 persen dalam bulan Februari 2012 dan Desember 2012, sedangkan yang tertinggi mencapai 6,3 persen dalam bulan Juni 2015. Perkembangan WAY lelang SPN 3 bulan dalam periode 2011–2015 dapat dilihat dalam Grafik IV.4.9. Pergerakan yield SPN 3 bulan terutama ditentukan oleh kondisi likuiditas pasar SBN dan ekspektasi inflasi dari investor.

GRAFIK IV.4.9 PERKEMBANGAN WAY LELANG SPN 3 BULAN PERIODE 2011-2015

Sumber: Kementerian Keuangan

Pada sisi lain, perkembangan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam kurun waktu tahun 2010 – 2014 cenderung melemah. Rata-rata nilai tukar mata uang rupiah sebesar Rp9.087,0 per dolar Amerika Serikat pada tahun 2010, terdepresiasi menjadi

IV.4-30 Nota Keuangan dan APBN 2016

Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015 Bagian IV

Rp11.878,0 per dolar Amerika Serikat pada tahun 2014, dan diperkirakan mencapai Rp12.500,0 per dolar Amerika Serikat dalam APBNP tahun 2015.

Terkait dengan pengelolaan fluktuasi nilai tukar, sebagaimana tertuang dalam UU APBN tahun 2015, Pemerintah dapat melakukan transaksi lindung nilai dalam rangka mengendalikan risiko pembayaran bunga utang dan pengeluaran cicilan pokok utang. Pada tahun 2015, Pemerintah telah mengalokasikan biaya terkait lindung nilai dalam anggaran Program Pengelolaan Utang

Negara dan menjadi bagian dari pagu pembayaran bunga utang. Sampai dengan semester I tahun 2015, telah dilakukan langkah-langkah finalisasi persiapan infrastruktur pelaksanaan transaksi lindung nilai termasuk petunjuk teknis dan standard operating procedure. Pada semester II tahun 2015, alokasi biaya transaksi lindung nilai Rp200 miliar diperkirakan akan digunakan untuk pelaksanaan transaksi lindung nilai pembayaran sebagian bunga utang atas risiko fluktuasi nilai tukar.

Program Pengelolaan Subsidi

Subsidi merupakan alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Belanja subsidi terdiri dari subsidi energi (subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, dan LGV serta subsidi listrik) dan subsidi nonenergi (subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi PSO, subsidi bunga kredit program, dan subsidi pajak ditanggung pemerintah/DTP). Dalam rentang waktu 2010–2014, realisasi anggaran belanja subsidi cenderung meningkat sebesar Rp199.255,5 miliar atau tumbuh rata-rata 19,4 persen per tahun. Dalam tahun 2015, anggaran belanja subsidi mengalami penurunan yang sangat signifikan, yaitu dari Rp391.962,5 miliar dalam realisasi tahun 2014 menjadi Rp212.104,4 miliar dalam APBNP 2015. Penurunan yang cukup tajam tersebut antara lain disebabkan oleh penurunan anggaran subsidi BBM akibat: (1) perubahan parameter subsidi, seperti harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price, ICP) yang semula US$97 per barrel dalam realisasi tahun 2014 menjadi US$60 per barrel dalam APBNP tahun 2015; (2) kebijakan penghapusan subsidi untuk

premium dan kebijakan subsidi GRAFIK IV.4.10

PERKEMBANGAN PROGRAM PENGELOLAAN SUBSIDI,

tetap Rp1.000/liter untuk 2010-2015

minyak solar. Kebijakan ini 450.000,0

miliar rupiah

menyebabkan volume BBM yang 3,7

bersubsidi menurun signifikan 350.000,0

dari semula 46 juta kilo liter 300.000,0

(premium, minyak solar, dan 2,5

minyak tanah) menjadi 17,9 juta 2,0

kilo liter untuk minyak solar 1,5

dan minyak tanah. 1,0

Perkembangan program

pengelolaan subsidi tahun

2010–2015 disajikan dalam % thd PDB Grafik IV.4.10. Sumber : Kementerian Keuangan

APBNP

LKPP

Subsidi Energi

Realisasi belanja subsidi energi, dalam rentang waktu 2010–2014 secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp201.857,4 miliar atau tumbuh rata-rata 25,0 persen per tahun, yaitu

IV.4-31 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

dari Rp139.952,9 miliar pada tahun 2010 menjadi Rp341.810,4 miliar GRAFIK IV.4.11

PERKEMBANGAN BELANJA SUBSIDI ENERGI, 2010-2015

pada tahun 2014. Dalam tahun 2015,

(USD/barrel)

miliar rupiah

anggaran belanja subsidi energi 300.000,0

mengalami penurunan yang sangat

signifikan, dari semula Rp341.810,4 100,0

miliar pada realisasi tahun 2014 80,0

menjadi Rp137.824,0 miliar dalam 150.000,0

APBNP 2015 terutama akibat 100.000,0

penurunan anggaran subsidi BBM 50.000,0

akibat perubahan kebijakan dan

parameter subsidi. -

Perkembangan belanja subsidi energi

Subsidi BBM

Subsidi Listrik

ICP (USD/barrel)

tahun 2010–2015 disajikan dalam

Grafik IV.4.11. Sumber : Kementerian Keuangan

Subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, dan LGV diberikan dalam rangka mengendalikan harga jual bahan bakar bersubsidi, sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat, sehingga dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. Pada tahun 2015, premium bukan termasuk komoditas yang disubsidi lagi, sehingga subsidi BBM hanya diberikan kepada beberapa jenis BBM tertentu (minyak tanah/kerosene dan minyak solar/diesel oil) dan subsidi untuk LPG tabung 3 kg serta LGV.

Dalam rentang waktu 2010–2014, realisasi anggaran subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg dan LGV secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp157.642,7 miliar atau tumbuh rata-rata 30,7 persen per tahun, dari sebesar Rp82.351,3 miliar pada tahun 2010 menjadi Rp239.994,1 miliar pada tahun 2014. Dalam tahun 2015, anggaran belanja subsidi BBM jenis tertentu, LPG tabung 3 kg dan LGV mengalami penurunan yang sangat signifikan, dari semula Rp239.994,1 miliar pada realisasi tahun 2014 menjadi Rp64.674,8 miliar dalam APBNP tahun 2015. Penurunan anggaran subsidi BBM jenis tertentu, LPG tabung 3 kg dan LGV pada tahun 2015 tersebut, terutama disebabkan oleh kebijakan penghapusan subsidi untuk BBM jenis premium dan kebijakan subsidi tetap untuk BBM jenis minyak solar sebesar Rp1.000,0/liter.

Salah satu parameter subsidi BBM

GRAFIK IV.4.12

adalah volume BBM bersubsidi. Volume PERKEMBANGAN VOLUME KONSUMSI BBM,

Juta kilo liter

2010-2015

konsumsi BBM bersubsidi dalam 50,0

beberapa tahun terakhir cenderung

mengalami peningkatan. Pada tahun

2010, realisasi volume konsumsi BBM

bersubsidi mencapai 38,2 juta kiloliter

dan meningkat menjadi 46,0 juta kiloliter

Premium

pada tahun 2014. Pada APBNP tahun Minyak Tanah

2015, volume konsumsi BBM turun Minyak Solar signifikan menjadi 17,9 juta kiloliter 15,0 dikarenakan penghapusan subsidi pada 10,0 jenis premium. Perkembangan volume 5,0 konsumsi BBM bersubsidi tahun 2010– -

2015 disajikan dalam APBNP Grafik IV.4.12.

Sumber : Kementerian ESDM

IV.4-32 Nota Keuangan dan APBN 2016

Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015 Bagian IV

Dalam kurun waktu 2010–2014, Pemerintah telah melakukan penyesuaian harga BBM sebanyak

1 (satu) kali, yaitu pada akhir Juni 2013 yang terdiri atas premium dari Rp4.500,0/liter menjadi Rp6.500,0/liter dan minyak solar dari Rp4.500,0/liter menjadi Rp5.500,0/liter. Adapun harga jual minyak tanah tetap Rp2.500,0/liter. Selain itu, Pemerintah juga melakukan penghapusan subsidi pada jenis premium pada Januari 2015 melalui APBNP tahun 2015 dan menetapkan subsidi tetap Rp1.000,0/liter untuk jenis minyak solar, sedangkan harga jual minyak tanah tetap pada harga Rp2.500,0/liter. (lihat Tabel IV.4.5).

TABEL IV.4.5 PERKEMBANGAN HARGA ECERAN BBM BERSUBSIDI TAHUN 2006-2015 (Rupiah/Liter)

Uraian 1 Jan 2006 -

18 Nov 2014 - 1 1 Jan 2015 - 23 Mei 2008

Jan 2015 sekarang

8.500 Harga Keekonomian

Harga 2. Minyak Solar

7.500 Keekonomian dgn Subsidi Tetap Rp1.000/Liter

2.500 2.500 Sumber : Kementerian ESDM

3. Minyak Tanah 2.000

Pemerintah menyediakan alokasi subsidi listrik dalam APBN dengan tujuan agar harga jual listrik dapat terjangkau oleh pelanggan dengan golongan tarif tertentu. Subsidi listrik dialokasikan karena rata-rata harga jual tenaga listrik (HJTL)-nya lebih rendah dari biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik pada golongan tarif tersebut. Anggaran subsidi listrik juga dialokasikan untuk mendukung ketersediaan listrik bagi industri, komersial, dan pelayanan masyarakat. Selain itu, pemberian subsidi listrik diharapkan dapat menjamin program investasi dan rehabilitasi sarana/prasarana dalam penyediaan tenaga listrik.

Sementara itu, dalam rangka mengurangi beban subsidi listrik yang terus meningkat, Pemerintah dan PT PLN (Persero) berupaya menurunkan BPP tenaga listrik, antara lain melalui: (1) program penurunan susut jaringan (losses) ; (2) program diversifikasi energi primer di pembangkit listrik dengan melakukan optimalisasi penggunaan gas, panas bumi, batubara, biodiesel, dan penggantian high speed diesel (HSD) menjadi marine fuel oil (MFO).

Dalam rentang waktu 2010–2014, realisasi belanja subsidi listrik secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp44.214,7 miliar, atau tumbuh rata-rata 15,3 persen per tahun dari sebesar Rp57.601,6 miliar pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp101.816,3 miliar pada tahun 2014. Dalam tahun 2015, anggaran belanja subsidi listrik mengalami penurunan yang sangat signifikan, dari semula Rp101.816,3 miliar pada realisasi tahun 2014 menjadi Rp73.149,2 miliar dalam APBNP tahun 2015. Penurunan anggaran subsidi listrik disebabkan berbagai kebijakan penghematan dan pengendalian subsidi listrik yang dilakukan oleh Pemerintah antara lain penyesuaian tarif tenaga listrik pada beberapa golongan pelanggan.

Dalam rangka mengendalikan subsidi listrik, Pemerintah bersama DPR-RI sepakat untuk menurunkan subsidi listrik secara bertahap, dengan tidak mengorbankan masyarakat berpenghasilan rendah. Berkaitan dengan hal tersebut, pada tahun 2014, Pemerintah telah

IV.4-33 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

melakukan kebijakan tarif sebagai berikut: (1) penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) untuk 4 (empat) golongan, yaitu rumah tangga besar (R-3), bisnis menengah (B-2), bisnis besar (B-3), dan kantor pemerintah sedang (P-1); (2) penghapusan subsidi untuk golongan pelanggan industri

3 go public (I-3/>200kVA) dan industri 4 (I-4/>30.000 kVA) yang berlaku mulai bulan Mei 2014; (3) kebijakan kenaikan tarif listrik secara bertahap setiap dua bulan yang berlaku mulai

1 Juli 2014 untuk: (a) golongan pelanggan I-3 non go public; (b) rumah tangga R-1 (1.300 VA); (c) rumah tangga R-1 (2.200 VA); (d) rumah tangga R-2 (3.500 VA); (e) golongan pelanggan Pemerintah P-2 (>200 kVA); (f) golongan pelanggan penerangan jalan umum P-3.

Pada tahun 2015, Pemerintah menerapkan mekanisme penyesuaian tarif listrik (tariff adjustment) untuk pelanggan PT PLN (Persero) golongan tarif tertentu, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2014 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara. Tujuan penerapan tariff adjustment ini adalah agar subsidi listrik dapat tepat sasaran. Penyesuaian tersebut berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, inflasi, dan harga minyak Indonesia (ICP).

Subsidi Nonenergi

Subsidi nonenergi adalah alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lembaga yang memproduksi dan/atau menjual barang dan/atau jasa tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah selain produk energi (BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, LGV, dan tenaga listrik), sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat berpendapatan rendah. Perkembangan realisasi subsidi nonenergi dalam rentang waktu 2010–2014 secara total mengalami penurunan sebesar Rp2.602,0 miliar, atau turun rata-rata sebesar 1,3 persen per tahun dari sebesar Rp52.754,1 miliar pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp50.152,1 miliar pada tahun 2014. Dalam tahun 2015, anggaran belanja subsidi nonenergi mengalami peningkatan dari Rp50.152,1 miliar pada realisasi tahun 2014 menjadi

Rp74.280,3 miliar dalam APBNP tahun GRAFIK IV.4.13

PERKEMBANGAN SUBSIDI NONENERGI, 2010-2015

2015. Perkembangan realisasi anggaran

miliar rupiah 80.000,0

subsidi nonenergi dalam kurun waktu 1,2

tersebut antara lain berkaitan dengan: 60.000,0

(1) perubahan parameter subsidi, antara 50.000,0

lain volume pupuk dan benih bersubsidi, 40.000,0

jumlah rumah tangga sasaran (RTS) 30.000,0 penerima raskin, dan biaya pokok 0,4

produksi; (2) kebijakan pembayaran 10.000,0 kurang bayar subsidi tahun-tahun -

sebelumnya. Perkembangan realisasi belanja subsidi nonenergi tahun 2010–

Subsidi Nonenergi

% thd PDB

2015 disajikan dalam Sumber : Kementerian Keuangan Grafik IV.4.13. Perkembangan anggaran subsidi pangan, selama kurun waktu 2010–2014, secara nominal

mengalami peningkatan sebesar Rp3.010,9 miliar, atau tumbuh rata-rata 4,6 persen per tahun dari sebesar Rp15.153,8 miliar pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp18.164,7 miliar pada tahun 2014. Subsidi pangan meningkat dari Rp18.164,7 miliar pada realisasi tahun 2014 menjadi Rp18.939,9 miliar dalam APBNP tahun 2015. Perkembangan realisasi anggaran subsidi pangan dipengaruhi oleh beberapa parameter (Tabel IV.4.6), yaitu: (1) jumlah rumah tangga sasaran

IV.4-34 Nota Keuangan dan APBN 2016

Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015 Bagian IV

(RTS) yang diberi hak untuk membeli raskin; (2) harga tebus raskin; (3) kuantum raskin yang diberikan per RTS per bulan; (4) durasi penyaluran raskin; (5) harga pembelian beras (HPB) oleh Perum Bulog; (6) Inpres terkait HPP gabah/beras (Inpres terbaru yaitu Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tanggal 17 Maret 2015).

TABEL IV.4.6 PARAMETER SUBSIDI PANGAN 2010 - 2015

APBNP APBNP 1 Program Raskin

Kuantum Beras Miskin (ton)

3.234.538,0 3.410.161,4 3.372.818,5 3.431.615,0 2.795.561,0 2.795.561,0 Durasi (bulan)

13 13 13 15 12 12 Sasaran keluarga Miskin (KK)

15.530.897 15.530.897 15.530.897 Alokasi per KK/bulan (Kg)

Subsidi Harga (Rp/Kg), (a-b)

6.152,0 6.448,0 6.725,0 a. Harga Pembelian Beras Bulog (HPB) (Rp/Kg)

7.752,0 8.048,0 8.325,0 b. Harga Jual Raskin (Rp/Kg)

1.600,0 1.600,0 1.600,0 Sumber: Kementerian Keuangan

Sementara itu, dalam kurun waktu 2010–2014, realisasi subsidi pupuk yang disalurkan melalui BUMN produsen pupuk, menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Perkembangan realisasi anggaran subsidi pupuk selama kurun waktu 2010–2014 secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp2.636,4 miliar atau tumbuh rata-rata 3,4 persen per tahun, dari sebesar Rp18.410,9 miliar pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp21.047,3 miliar pada tahun 2014. Subsidi pupuk meningkat signifikan dalam APBNP 2015 dengan peningkatan sebesar Rp18.428,4 miliar dari realisasi tahun 2014 menjadi Rp39.475,7 miliar. Kenaikan anggaran subsidi pupuk berkaitan dengan: (1) meningkatnya volume pupuk bersubsidi; (2) bertambahnya anggaran untuk kurang bayar subsidi pupuk tahun sebelumnya; (3) semakin besarnya subsidi harga pupuk (selisih antara harga pokok produksi/HPP dengan harga eceran tertinggi/HET).

Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk subsidi benih. Pemberian subsidi benih tersebut ditujukan untuk menyediakan benih padi, jagung, dan kedelai dengan harga terjangkau oleh para petani. Dalam kurun waktu 2010–2014, dalam pos subsidi benih, selain menampung subsidi harga juga menampung anggaran belanja untuk bantuan langsung benih unggul (BLBU) dan cadangan benih nasional (CBN). Realisasi anggaran subsidi benih dalam kurun waktu tersebut secara nominal mengalami penurunan sebesar Rp1.868,9 miliar, dari sebesar Rp2.177,5 miliar pada tahun 2010 menjadi Rp308,6 miliar pada tahun 2014, atau turun rata-rata 38,6 persen per tahun. Pada tahun 2011, alokasi anggaran subsidi benih menurun signifikan dari tahun 2010 dikarenakan sejak tahun 2011 subsidi benih hanya menampung subsidi harga. Anggaran untuk BLBU dan CBN masing-masing telah direalokasi ke BA K/L dan belanja lain- lain. Realokasi tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pengelolaan BA BUN dan sebagai tindak lanjut dari hasil temuan BPK. Sedangkan, subsidi benih dalam APBNP tahun 2015 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan realisasi tahun 2014, yaitu dari Rp308,6 miliar menjadi Rp939,4 miliar.

Selain itu, Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk subsidi/bantuan dalam rangka kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO) kepada BUMN tertentu, sehingga harga jual pelayanan yang diberikan dapat terjangkau masyarakat. Dalam kurun waktu 2010–

IV.4-35 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

2014, realisasi anggaran subsidi dalam rangka PSO secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp711,2 miliar, dari sebesar Rp1.373,9 miliar pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp2.085,1 miliar pada tahun 2014, atau tumbuh rata-rata 11,0 persen per tahun. Dalam tahun 2015, subsidi PSO meningkat sebesar Rp1.176,2 miliar dari realisasi tahun 2014 menjadi Rp3.261,3 miliar pada APBNP tahun 2015. Meningkatnya alokasi anggaran subsidi PSO dalam kurun waktu tersebut terutama berkaitan dengan kenaikan biaya pokok produksi atas penyediaan barang/jasa yang mendapat subsidi/PSO. Anggaran belanja subsidi PSO tersebut dialokasikan masing-masing kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk penugasan layanan jasa angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi antarkota dan perkotaan; PT Pelni (Persero) untuk penugasan layanan jasa angkutan penumpang kapal laut kelas ekonomi; PT Posindo (Persero) untuk penugasan layanan jasa pos di daerah terpencil (PSO PT Posindo telah direalokasi ke Belanja Lain-Lain pada APBN tahun 2013); dan Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara untuk penugasan informasi publik bidang pers.

Sementara itu, perkembangan realisasi subsidi bunga kredit program dalam kurun waktu 2010–2014, secara nominal mengalami kenaikan sebesar Rp1.937,0 miliar, dari sebesar Rp823,0 miliar pada tahun 2010 menjadi Rp2.760,0 miliar pada tahun 2014, atau tumbuh rata-rata 35,3 persen per tahun. Kenaikan realisasi subsidi bunga kredit program yang signifikan dalam kurun waktu tersebut, selain dipengaruhi oleh perkembangan suku bunga kredit, juga ditentukan oleh besarnya outstanding kredit program. Sedangkan dalam APBNP tahun 2015, subsidi bunga kredit program mengalami penurunan sebesar Rp275,9 miliar dari realisasi tahun 2014 menjadi Rp2.484,0 miliar. Pemerintah mulai tahun 2015 juga telah memberikan subsidi bunga KUR untuk membiayai sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan perdagangan terkait serta TKI, di samping program penjaminan. Adapun skema KUR ditujukan untuk usaha mikro, ritel, dan TKI.

Selain berbagai jenis subsidi tersebut, Pemerintah juga mengalokasikan anggaran subsidi pajak DTP untuk mendukung investasi dan daya saing industri sektor-sektor tertentu. Perkembangan realisasi subsidi pajak ini sangat tergantung kepada jenis komoditas atau sektor-sektor tertentu yang diberikan fasilitas pajak dalam bentuk pajak DTP. Dalam kurun waktu 2010–2014, perkembangan realisasi subsidi pajak DTP secara nominal mengalami penurunan sebesar Rp9.028,5 miliar atau turun rata-rata 20,9 persen per tahun, dari sebesar Rp14.815,1 miliar pada tahun 2010, dan mencapai Rp5.786,5 miliar pada tahun 2014. Subsidi pajak DTP meningkat sebesar Rp3.393,5 miliar dari realisasi tahun 2014 menjadi Rp9.180,0 miliar dalam APBNP tahun 2015.

Program Pengelolaan Hibah Negara

Dalam perkembangannya sejak tahun 2010–2015, komponen Program Pengelolaan Hibah Negara terdiri atas (a) hibah pemerintah kepada pemerintah daerah, baik yang pendanaannya bersumber dari pinjaman dan hibah luar negeri maupun yang pendanaannya bersumber dari penerimaan dalam negeri; (b) hibah pemerintah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing; (c) pengelolaan hibah lainnya. Selanjutnya, kebijakan alokasi anggaran Program Pengelolaan Hibah Negara selama kurun waktu 2010–2015 tersebut antara lain diarahkan untuk mendukung peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam menyediakan layanan dasar umum pada bidang perhubungan, pembangunan sarana air minum, pengelolaan air limbah, irigasi, dan sanitasi.

Selama perjalanannya dari tahun 2010 hingga tahun 2014, realisasi Program Pengelolaan Hibah Negara cukup berfluktuasi, yaitu dari sebesar Rp70,0 miliar dalam tahun 2010 menjadi

IV.4-36 Nota Keuangan dan APBN 2016

Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015 Bagian IV

Rp1.303,0 miliar dalam tahun 2013, dan turun menjadi Rp907,5 miliar dalam tahun 2014. Peningkatan realisasi Program Pengelolaan Hibah Negara pada tahun 2013 tersebut dikarenakan realisasi anggaran belanja hibah kepada pemerintah daerah meningkat cukup signifikan seiring dengan meningkatnya penarikan pinjaman yang diterushibahkan kepada pemerintah DKI Jakarta untuk melaksanakan kegiatan Mass Rapid Transit (MRT), yaitu dari sebesar Rp3,5 miliar pada tahun 2012 menjadi sebesar Rp1.147,8 miliar pada tahun 2013. Sementara itu, penurunan realisasi Program Pengelolaan Hibah Negara pada tahun 2014 tersebut dikarenakan rendahnya realisasi penarikan pinjaman yang diterushibahkan kepada pemerintah DKI Jakarta untuk melaksanakan kegiatan MRT sebesar Rp379,5 miliar.

Selanjutnya, selama kurun waktu 2010 – 2014 tersebut, selain dialokasikan kepada daerah, pada Program Pengelolaan Hibah Negara juga dialokasikan kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing dalam bentuk hibah bantuan kemanusiaan kepada Pemerintah Palestina, Pemerintah Myanmar, Pemerintah Serbia dan Bosnia Herzegovina. Selain itu, juga dialokasikan dalam bentuk hibah pembangunan asrama mahasiswa Indonesia di Kampus Universitas Al Azhar Kairo Mesir dan pembelian/renovasi Masjid untuk Indonesian Muslim Association in America Maryland (IMAAM).

Memasuki tahun 2015, alokasi Program Pengelolaan Hibah Negara pada APBNP tahun 2015 mencapai Rp4.644,4 miliar, yang terdiri atas hibah kepada:

1. Pemerintah daerah, yang pendanaannya dari:

a. Pinjaman luar negeri yang diterushibahkan sebesar Rp2.759,8 miliar, meliputi: (i) MRT project Rp2.583,0 miliar; (ii) Water Resources and Irrigation Sector Management Project - Phase II (WISMP-2) Rp176,8 miliar;

b. Hibah luar negeri yang diterushibahkan Rp1.361,9 miliar, meliputi: (i) Hibah Air Minum Rp411,5 miliar; (ii) Hibah Air Limbah Rp42,0 miliar; (iii) Development of Seulawah Agam Geothermal NAD Province Rp54,6 miliar; (iv) Hibah Australia- Indonesia untuk Pembangunan Sanitasi Rp334,6 miliar; (v) Provincial Road Improvement and Maintenance (PRIM) Rp284,6 miliar; (vi) Hibah Microfinance Innovation Fund Rp97,1 miliar; (vi) Hibah Peningkatan Kapasitas Penerapan Standar Pelayanan Minimal (PKP-SPM) Pendidikan Dasar Rp137,5 miliar.

2. Pemerintah daerah, yang pendanaannya dari penerimaan dalam negeri untuk Program Hibah Air Minum Nasional atau Nationwide Water Hibah Program (NWHP) sebesar Rp500,0 miliar. Pengalokasian program hibah ini bertujuan untuk meningkatkan layanan air minum kepada masyarakat dengan sasaran tidak hanya masyarakat berpenghasilan rendah, akan tetapi juga dikembangkan lebih luas lagi kepada seluruh lapisan masyarakat di wilayah-wilayah yang belum terlayani air bersih.

3. Pemerintah Asing/Lembaga Asing yang bersumber dari penerimaan dalam negeri berupa (a) Hibah dalam rangka Pembangunan Masjid di Ahmad Shah Baba Mina, Kabul, Afganistan dan Queensland, Australia masing-masing sebesar Rp5,0 miliar; (b) Hibah dalam rangka Permintaan Bantuan Pemerintah Palau untuk dukungan penyelenggaraan The 45th Pacific Islands Forum and Other Forum Related Meetings di Palau sebesar Rp12,5 miliar. Pemberian hibah tersebut sebagai bentuk komitmen Pemerintah Indonesia, baik dalam rangka membantu pelaksanaan kegiatan tertentu di negara tujuan hibah maupun meningkatkan hubungan dan kerjasama bilateral.

IV.4-37 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

Selain itu, dalam Program miliar rupiah

GRAFIK IV.4.14

Pengelolaan Hibah Negara tahun 5.000,0 PROGRAM PENGELOLAAN HIBAH NEGARA, 2010 - 2015 4.644,4 2015 juga dialokasikan belanja 4.500,0

terkait pendapatan hibah banking 4.000,0 commission sebesar Rp200,0 juta 3.500,0

yang semula dialokasikan pada 2.500,0 Program Pengelolaan Utang Negara 2.000,0

(999.01) kemudian digeser ke dalam 1.303,0 Program Pengelolaan Hibah Negara 1.000,0

(999.02). Adapun perkembangan 300,1

Program Pengelolaan Hibah Negara 0,0

sejak tahun 2010–2015 secara lebih

LKPP

APBNP

rinci disajikan pada Grafik IV.4.14. Sumber : Kementerian Keuangan

Program Pengelolaan Belanja Lainnya

Dalam kurun waktu tahun 2010–2014, perkembangan realisasi anggaran Program Pengelolaan Belanja Lainnya (BA BUN 999.08) mengalami fluktuasi seiring dengan kebijakan dan program yang telah dilaksanakan Pemerintah. Kebijakan belanja BA 999.08 pada kurun waktu tersebut, antara lain: (1) mengantisipasi penanggulangan bencana alam untuk tanggap darurat penanggulangan bencana; (2) mengantisipasi risiko fiskal termasuk risiko perubahan asumsi dasar ekonomi makro; (3) menjaga stabilitas harga pangan melalui alokasi dana cadangan stabilisasi harga pangan dan cadangan beras pemerintah (CBP).

Pada tahun 2010 – 2014, realisasi anggaran BA BUN 999.08 utamanya berasal dari dana cadangan belanja pegawai, dana cadangan bencana alam, dana cadangan selisih kurs, anggaran belanja untuk operasional kegiatan lembaga yang belum mempunyai bagian anggaran (BA) sendiri, program konversi minyak tanah ke LPG, cadangan beras pemerintah (CBP), cadangan benih nasional (CBN), cadangan stabilisasi harga pangan, pengeluaran untuk keperluan mendesak dalam rangka mendukung penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang bersifat mendesak dan anggarannya belum dialokasikan di K/L, serta cadangan risiko kenaikan harga tanah (land capping). Untuk dana land capping, alokasi anggaran ini dimulai tahun anggaran 2008 sebagai wujud komitmen pemerintah dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur jalan tol. Dana land capping digunakan dalam rangka antisipasi kenaikan biaya pengadaan tanah yang disebabkan antara lain karena inflasi sebagai akibat dari jangka waktu penetapan harga tanah dengan waktu pelaksanaan pengadaan tanah terpaut cukup lama dan asumsi dari estimasi harga tanah pada saat Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) yang tidak sesuai dengan realisasi.

Pada tahun 2012, penyerapan anggaran BA 999.08 relatif rendah, disebabkan karena antara lain adanya realokasi cadangan listrik ke belanja subsidi listrik, realokasi beberapa cadangan ke BA K/L sebagai upaya meningkatkan akuntabilitas, dan tidak dilaksanakannya beberapa kegiatan yang merupakan bagian cadangan kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi.

Sementara itu, mulai tahun 2013 terdapat alokasi dan realisasi anggaran untuk kegiatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pengalokasian anggaran untuk OJK dalam APBN sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, dimana pembiayaan kegiatan OJK sewajarnya didanai secara mandiri yang pendanaannya bersumber dari pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Namun, pembiayaan OJK yang bersumber dari APBN tetap diperlukan untuk memenuhi kebutuhan OJK pada saat pungutan dari pihak

IV.4-38 Nota Keuangan dan APBN 2016

Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015 Bagian IV

yang melakukan kegiatan di industri jasa keuangan belum dapat mendanai seluruh kegiatan operasional secara mandiri. Selain itu, mulai tahun 2013, juga dialokasikan bantuan layanan pos universal kepada PT Posindo, yang sebelumnya merupakan public service obligation (PSO). Sesuai dengan pasal 1 UU Nomor 38 tahun 2009 tentang Pos, pelayanan pos universal adalah layanan pos jenis tertentu yang wajib dijamin oleh Pemerintah untuk menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memungkinkan masyarakat mengirim dan/ atau menerima kiriman dari satu tempat ke tempat lain di dunia.

Selanjutnya pada APBNP tahun 2015, BA BUN 999.08 antara lain terdiri atas dana cadangan belanja pegawai, dana cadangan bencana alam, dana cadangan land capping, pembayaran kewajiban pemerintah untuk membayar tunggakan atas bahan bakar minyak dan pelumas (BMP) dari Kementerian Pertahanan, serta cadangan beras pemerintah (CBP).

Program Pengelolaan Transaksi Khusus

Berdasarkan PMK Nomor 221/PMK.05/2013 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 248/ PMK.05/2012 tentang Sistem Akuntansi Transaksi Khusus, pengeluaran yang termasuk ke dalam program pengelolaan transaksi khusus antara lain untuk dana kontribusi kepada lembaga internasional, dana dukungan kelayakan, dan anggaran kontribusi sosial. Selanjutnya mulai tahun 2015 terdapat penambahan pada program transaksi khusus, antara lain untuk dana penugasan kepada PT SMI dalam rangka fasilitasi penyiapan proyek kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), dan dana pembayaran selisih harga beras Bulog.

Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada program pengelolaan transaksi khusus pada tahun 2013 – 2014 berasal dari anggaran kontribusi sosial dan dana kontribusi kepada lembaga internasional. Anggaran kontribusi sosial merupakan kewajiban pemerintah terhadap pembayaran manfaat pensiun dan iuran jaminan kesehatan bagi PNS/TNI/Polri dan pensiunan. Selanjutnya, dana kontribusi kepada lembaga internasional merupakan kewajiban Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional dan demi menjaga hubungan kerja sama antarnegara.

Terdapat kenaikan realisasi secara nominal pada Program Pengelolaan Transaksi Khusus pada tahun 2014 dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu Rp81.512,7 miliar pada tahun 2013 menjadi Rp88.449,9 miliar di tahun 2014. Kenaikan realisasi tersebut antara lain dipengaruhi oleh kenaikan anggaran manfaat pensiun bagi penerima pensiun PNS/TNI/Polri, serta penambahan komitmen pemerintah pada kepesertaan baru kepada beberapa organisasi internasional, dan untuk menutupi kekurangan bayar kontribusi pada tahun 2012 dan 2013 yang diakibatkan oleh selisih nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Selanjutnya, dalam APBNP tahun 2015 Program Pengelolaan Transaksi Khusus dialokasikan sebesar Rp101.441,5 miliar, antara lain meliputi anggaran kontribusi sosial, alokasi kontribusi kepada lembaga internasional, dana dukungan kelayakan, dan pembayaran selisih harga beras Bulog.

IV.4-39 Nota Keuangan dan APBN 2016

Dana Desa Tahun 2010-2015 Bagian IV