Kebijakan dan Target Pendapatan Negara APBN Tahun 2016

3.1 Kebijakan dan Target Pendapatan Negara APBN Tahun 2016

Target pendapatan negara setiap tahunnya terus mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini sejalan dengan perkembangan ekonomi serta upaya yang dilakukan Pemerintah dalam mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan negara tersebut. Peranan pendapatan negara

sangat penting sebagai sumber utama untuk mendanai pembangunan nasional dan mengurangi pembiayaan yang bersumber dari utang. Dengan semakin pentingnya peran pendapatan negara, Pemerintah dituntut untuk terus meningkatkan pendapatan negara melalui instrumen yang dimiliki, termasuk melalui kebijakan fiskal tahunan, seperti memberikan insentif fiskal bagi sektor tertentu sebagai mesin penggerak pertumbuhan, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kontribusinya terhadap pendapatan negara.

Dalam APBN tahun 2016 yang merupakan tahun kedua pelaksanaan RPJMN 2015-2019 sekaligus tahun kedua kabinet kerja, Pemerintah akan terus berupaya untuk mengoptimalkan pendapatan negara yang terdiri atas penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan penerimaan hibah. Kebijakan-kebijakan yang telah dijalankan akan dijaga kelanjutannya dengan melakukan berbagai penyempurnaan, serta dengan tetap memerhatikan kondisi objektif perekonomian dan capaian pembangunan terkini. Kebijakan pendapatan negara dalam APBN tahun 2016 mengacu pada strategi kebijakan fiskal tahun 2016 yakni dengan memperkuat stimulus yang diarahkan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan penguatan daya saing; memperkuat ketahanan fiskal agar berdaya tahan menjaga terlaksananya program- program prioritas ditengah tekanan yang kuat, serta mempunyai daya redam yang efektif untuk merespon ketidakpastian; dan mengendalikan risiko dan menjaga kesinambungan fiskal dalam jangka menengah dan panjang.

Pada tahun 2016, kondisi ekonomi makro Indonesia diperkirakan lebih baik dibandingkan tahun 2015. Oleh karena itu, berdasarkan asumsi-asumsi ekonomi makro yang dibahas dalam bab sebelumnya, pendapatan negara pada tahun 2016 diperkirakan akan mencapai Rp1.822.545,9 miliar atau meningkat sebesar 3,5 persen dari APBNP tahun 2015. Dari jumlah tersebut, penerimaan perpajakan mencapai sebesar Rp1.546.664,6 miliar atau sebesar 84,9 persen, PNBP sebesar Rp273.849,4 miliar atau sebesar 15,0 persen dan penerimaan hibah sebesar Rp2.031,8 miliar atau sebesar 0,1 persen, masing-masing persentase terhadap target pendapatan negara dalam APBN tahun 2016. Secara umum, kebijakan pendapatan negara dalam APBN tahun 2016 adalah melakukan optimalisasi pendapatan dengan meningkatkan iklim investasi dan tetap menjaga konservasi lingkungan.

3.1.1 Pendapatan Dalam Negeri

Pendapatan dalam negeri tahun 2016 ditargetkan mencapai Rp1.820.514,1 miliar, atau meningkat 3,5 persen jika dibandingkan dengan APBNP tahun 2015. Pendapatan dalam negeri terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.546.664,6 miliar dan PNBP sebesar Rp273.849,4 miliar.

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-1

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019

II.3-2 Nota Keuangan dan APBN 2016

3.1.1.1 Penerimaan Perpajakan

Penerimaan perpajakan dalam APBN tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp1.546.664,6 miliar atau meningkat sebesar 3,9 persen jika dibandingkan dengan APBNP tahun 2015. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh perkiraan membaiknya pertumbuhan ekonomi pada tahun

2016 dan didukung oleh kebijakan-kebijakan di bidang perpajakan, peningkatan kapasitas organisasi, serta penyempurnaan berbagai peraturan termasuk ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

Untuk mencapai target penerimaan perpajakan dalam APBN tahun 2016, Pemerintah akan menerapkan beberapa kebijakan di bidang perpajakan, antara lain: (1) kebijakan optimalisasi penerimaan perpajakan tanpa mengganggu iklim investasi dunia usaha, seperti

peningkatan pengawasan pengusaha kena pajak dan perbaikan kualitas data internal; (2) kebijakan yang diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dan mempertahankan daya beli masyarakat, seperti kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP); (3) kebijakan yang diarahkan untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah industri nasional, seperti kebijakan kenaikan tarif bea masuk barang konsumsi (PMK 132 tahun 2015); dan (4) kebijakan yang diarahkan untuk mengendalikan konsumsi barang kena cukai, seperti penyesuaian tarif cukai.

Pemerintah juga akan mengambil beberapa langkah kebijakan yang bersifat teknis, seperti penguatan dan perluasan basis data perpajakan, terkait dengan upaya optimalisasi penerimaan perpajakan, baik dari sisi pajak maupun kepabeanan dan cukai. Kebijakan perpajakan pada tahun 2016 akan difokuskan pada peningkatan law enforcement sebagai kelanjutan dari tahun pembinaan yang merupakan fokus strategi pajak tahun 2015. Kebijakan teknis perpajakan tahun 2016 terangkum dalam Tabel II.3.1 yang diikuti dengan Tabel II.3.2 mengenai kegiatan unggulan yang mendukung kebijakan tersebut. Terkait kebijakan kepabeanan dan cukai tahun 2016 terangkum dalam Tabel II.3.3.

BOKS II.3.1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP)

Saat ini Pemerintah sedang menyusun Rancangan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang akan menggantikan UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009. Perubahan UU KUP ini juga masuk dalam salah satu program legislasi nasional (Prolegnas) Tahun 2015.

Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) merupakan fondasi bagi sistem perpajakan di Indonesia karena hukum formal perpajakan yang memungkinkan ketentuan material dapat dijalankan dengan baik. Undang-undang tersebut juga mengatur hak dan kewajiban wajib pajak serta mengatur mengenai wewenang Direktorat Jenderal Pajak, termasuk pengenaan sanksi perpajakan apabila terdapat wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Adapun tujuan dari penyusunan UU KUP untuk menggantikan UU KUP yang sekarang berlaku adalah untuk memberikan pelayanan yang lebih murah, mudah, dan cepat untuk menurunkan compliance cost, membangun administrasi perpajakan yang efisien dan efektif, serta mencapai penerimaan pajak yang optimal.

Terdapat beberapa pokok perubahan pada RUU KUP, antara lain: perubahan istilah wajib pajak menjadi pembayar pajak, pelaksanaan self-assessment secara elektronik/paperless (e-registration, Terdapat beberapa pokok perubahan pada RUU KUP, antara lain: perubahan istilah wajib pajak menjadi pembayar pajak, pelaksanaan self-assessment secara elektronik/paperless (e-registration,

e-taxpayment, dan e-filing), pembayaran pajak hanya dalam mata uang rupiah, penegasan hak mendahulu untuk utang pajak, pemberian penghargaan kepada anggota masyarakat atau pembayar pajak yang turut serta membantu pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana pajak, kewenangan melakukan kampanye dan sosialisasi di bidang perpajakan kepada masyarakat umum dalam setiap jenjang pendidikan, dan beberapa perubahan lainnya.

TABEL II.3.1 KEBIJAKAN TEKNIS PERPAJAKAN 2016

No.

Kebijakan Yang Akan Ditempuh

1 Peningkatan kepatuhan wajib pajak, terutama kepatuhan WP orang pribadi usaha (nonkaryawan) dan WP badan.

2 Peningkatan tax ratio dan tax buoyancy melalui kegiatan ekstensifikasi, intensifikasi, peningkatan efektivitas penegakan hukum, perbaikan administrasi, penyempurnaan regulasi, dan peningkatan kapasitas Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

3 Peningkatan tax coverage melalui penggalian potensi perpajakan pada beberapa sektor unggulan seperti sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor konstruksi serta sektor jasa keuangan.

4 Penguatan dan perluasan basis data perpajakan, baik data internal maupun eksternal, melalui: (a) digitalisasi SPT dan implementasi e-SPT & e-filing; (b) implementasi e-tax invoice di seluruh Indonesia; (c) implementasi cash register dan electronic data capturing (EDC) yang online dengan

administrasi perpajakan; dan (d) implementasi penghimpunan data dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain.

Disamping itu, kebijakan perpajakan juga ditujukan untuk meningkatkan investasi dan daya saing melalui pemberian insentif fiskal antara lain tax holiday, tax allowance, pembebasan PPN barang strategis dalam rangka mendukung investasi, perkembangan industri nasional, dan perkembangan sektor-sektor/daerah tertentu, serta pemberian pajak ditanggung Pemerintah (DTP) yang terdiri atas PPh DTP untuk komoditas panas bumi; PPh DTP atas bunga, imbal hasil, dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada Pemerintah dalam penerbitan SBN di pasar internasional; PPh DTP atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan yang diterima atau diperoleh masyarakat yang terkena luapan lumpur Sidoarjo; serta bea masuk DTP.

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-3

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019

TABEL II.3.2 KEGIATAN UNGGULAN PERPAJAKAN 2016

No.

Kebijakan Yang Akan Ditempuh

1 Peningkatan pendapatan pajak melalui perluasan cakupan pelayanan dan pengawasan (penambahan kantor dan pembentukan mobile tax office).

2 Perluasan basis pajak melalui kegiatan ekstensifikasi terhadap calon wajib pajak baru antara lain melalui kegiatan operasi pasar dan pemanfaatan data pihak ketiga.

3 Peningkatan pengawasan Pengusaha Kena Pajak melalui implementasi faktur pajak elektronik (e-tax invoice) secara nasional.

4 Perbaikan kualitas data internal berbasis IT antara lain melalui migrasi wajib pajak ke e-filing dan perluasan jangkauan data processing center.

5 Peningkatan kerjasama dengan pihak ketiga untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas data eksternal.

6 Peningkatan efektivitas pengelolaan wajib pajak melalui implementasi manajemen kepatuhan wajib pajak berbasis risiko (compliance risk management).

7 Peningkatan efektivitas penegakan hukum melalui implementasi modul manajemen alur kerja dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) pada fungsi pemeriksaan, keberatan, dan banding.

8 Peningkatan efektivitas pelayanan dan pengawasan berbasis IT antara lain melalui penerapan tax clearance dan cash register online .

II.3-4 Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-4 Nota Keuangan dan APBN 2016

TABEL II.3.3 KEBIJAKAN TEKNIS KEPABEANAN DAN CUKAI 2016

No.

Kebijakan Yang Akan Ditempuh

1 Memperkuat kerangka hukum (legal framework ) dan implementasi peraturan dibidang kepabeanan, antara lain:

a. penyelesaian/penyempurnaan peraturan di bidang impor dan ekspor; b. implementasi penuh sistem pembayaran pendapatan negara melalui billing system

Modul Penerimaan Negara Generasi 2; dan c. melakukan sinergi dengan DJP dalam hal pertukaran data. 2 Mengembangkan dan menyempurnakan sistem dan prosedur yang berbasis IT, antara

lain: a. penerapan manajemen risiko yang terpusat terkait dengan pelayanan dan pengawasan kepabeanan dan cukai; b. peningkatan implementasi pintu tunggal nasional Indonesia (Indonesia National Single Window/ INSW); c. mengembangkan otomasi tempat penimbunan sementara (TPS); dan d. penyempurnaan prosedur pengawasan barang kena cukai melalui sistem pengamanan pendapatan cukai.

3 Optimalisasi pengawasan impor melalui: a. penelitian terhadap pemberitahuan impor barang (PIB) yang mempunyai kecenderungan salah dalam memberitahukan nilai pabean dan/atau tarif; dan b. penelitian terhadap PIB yang mendapat fasilitas FTA melalui pengecekan validitas dan otentisitas Certificate of Origin (CoO).

4 Penegakan hukum di bidang cukai khususnya terkait dengan rokok dan minuman mengandung etil alkohol ilegal.

5 Intensifikasi pendapatan cukai melalui penyesuaian tarif cukai dengan memerhatikan kesejahteraan petani tembakau dan keberlangsungan industri rokok.

6 Optimalisasi pengawasan ekspor melalui: a. pengawasan terhadap modus antarpulau; b. penguatan fungsi laboratorium; dan c. audit terhadap eksportir.

7 Penyelarasan organisasi, sumber daya manusia, dan infrastruktur melalui: a. identifikasi fungsi utama dan cakupan kerja; dan

b. prioritisasi aspek organisasi dan sumber daya manusia. Dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2015 dan didukung

oleh pelaksanaan kebijakan perpajakan secara menyeluruh, penerimaan perpajakan tahun 2016 direncanakan sebesar Rp1.546.664,6 miliar. Adapun rincian target penerimaan perpajakan berdasarkan jenisnya disampaikan sebagai berikut.

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-5

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019

Pendapatan Pajak Dalam Negeri

Pendapatan pajak dalam negeri terdiri atas

GRAFIK II.3.1

pendapatan PPh, PPN dan PPnBM, PBB,

PENDAPATAN PAJAK DALAM NEGERI, 2015 −2016

cukai, dan pajak lainnya. Target pendapatan (persen)

pajak dalam negeri tahun 2016 adalah 0,8

sebesar Rp1.506.577,6 miliar, meningkat 90%

sebesar 4,6 persen jika dibandingkan 9,7

dengan targetnya dalam APBNP tahun Pajak lainnya 40% Cukai

2015. Faktor utama yang memengaruhi PBB

38,0 50,2 40,0 Cukai

Pajak lainnya

pendapatan pajak dalam negeri adalah PPN

APBN pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai 2016 tukar rupiah terhadap dolar Amerika

Serikat. Perbandingan antara pendapatan Sumber: Kementerian Keuangan

pajak dalam negeri pada APBNP tahun 2015 dan APBN tahun 2016 bisa dilihat pada Grafik II.3.1. Peran PPh semakin meningkat sesuai dengan peningkatan basis pajak dan pertumbuhan pendapatan masyarakat.

Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh)

Pendapatan PPh (migas dan nonmigas) dalam APBN tahun 2016 ditargetkan mencapai Rp757.230,1 miliar, meningkat sebesar 11,5 persen jika dibandingkan dengan targetnya dalam APBNP tahun 2015. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi domestik yang diasumsikan meningkat pada tahun 2016. Selain itu, peningkatan PPh juga dipengaruhi oleh kebijakan di bidang perpajakan, antara lain peningkatan kepatuhan wajib pajak, terutama kepatuhan WP orang pribadi usaha (nonkaryawan) dan WP badan, perluasan basis pajak melalui kegiatan ekstensifikasi terhadap calon wajib pajak baru antara lain melalui kegiatan operasi pasar dan pemanfaatan data pihak ketiga, serta extra effort lainnya yang dilakukan dalam penggalian potensi. Kontribusi pendapatan PPh badan terhadap pendapatan PPh nonmigas ditargetkan meningkat, sebagai dampak dari kebijakan intensifikasi PPh badan dan penurunan PPh OP akibat kenaikan PTKP. Perbandingan pendapatan pajak penghasilan tahun 2015 dan 2016 bisa dilihat pada Grafik II.3.2 dan Grafik II.3.3.

GRAFIK II.3.2 GRAFIK II.3.3 PENDAPATAN PAJAK PENGHASILAN,

PENDAPATAN PAJAK PENGHASILAN NONMIGAS,

Triliun Rp

PPh Nonmigas

PPh Nonmigas O/P

PPh Nonmigas Badan RAPBN 2015

0 PPh Nonmigas O/P APBNP

PPh Nonmigas

PPh Migas

Sumber: Kementerian Keuangan

Sumber: Kementerian Keuangan

II.3-6 Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-6 Nota Keuangan dan APBN 2016

BOKS II.3.2 PERUBAHAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan peraturan baru untuk meningkatkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. Secara umum, peraturan ini menyebutkan terjadinya peningkatan batas PTKP untuk wajib pajak orang pribadi yang semula sebesar Rp24.300.000,00 setahun menjadi Rp36.000.000,00 setahun. Ketentuan mengenai PTKP ini sendiri diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) yang memungkinkan Pemerintah untuk melakukan penyesuaian PTKP melalui Peraturan Menteri Keuangan setelah melakukan konsultasi dengan DPR. Berikut tabel yang memperlihatkan penyesuaian besaran PTKP terkini.

PERKEMBANGAN NILAI PENGHASILAN T IDAK KENA PAJAK (PT KP)

T ahun

T ahun

T ahun

564/KMK.0 137 /KMK.05

T ahun 2008 162/PMK.011 122/PMK.01 /2012 0/2015

- PTKP Sendiri

15.840.000 24.300.000 36.000.000 - Istri/Suami

480.000 864.000 1.440.000 1 .200.000 1 .200.000 1 .320.000 2.025.000 3.000.000 - Tanggungan, Max . 3 orang

480.000 864.000 1.440.000 1 .200.000 1 .200.000 1 .320.000 2.025.000 3.000.000 Su m ber : Kem en t er ia n Keu a n g a n

Peraturan ini diberlakukan untuk tahun pajak 2015 dan berlaku surut, sehingga pelaksanaannya tetap berlaku per 1 Januari 2015 walaupun peraturan tersebut ditetapkan per 1 Juli 2015. Dengan demikian akan dilakukan penyesuaian penghitungan PPh pada semester II 2015 dengan memperhitungkan PTKP yang baru dan pembayaran pajak pada semester I tahun 2015.

Ada beberapa pertimbangan pokok terkait penyesuaian besaran PTKP tersebut. Pertama, untuk menjaga daya beli masyarakat akibat adanya pergerakan harga kebutuhan pokok sebagai dampak dari kebijakan penyesuaian harga BBM. Kedua, terjadi penyesuaian upah minimum propinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) di hampir semua daerah dalam beberapa tahun terakhir. Ketiga, terkait kondisi perekonomian terakhir yang menunjukkan tren perlambatan ekonomi, khususnya terlihat pada semester I tahun 2015, sebagai akibat dari perlambatan ekonomi global dari mitra dagang utama Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah berupaya untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi di semester II tahun 2015 melalui peningkatan permintaan domestik dengan tetap mendorong daya beli masyarakat.

Kenaikan PTKP ini tentu saja berdampak tidak saja pada pendapatan pajak itu sendiri tetapi juga pada perekonomian secara luas. Dari sisi pendapatan pajak, naiknya PTKP berarti akan menurunkan penghasilan kena pajak (PKP) sehingga konsekuensinya adalah turunnya pendapatan PPh orang pribadi jika dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya apabila tidak ada kenaikan PTKP. Meskipun kenaikan PTKP berdampak negatif terhadap pendapatan PPh, di lain sisi akan berdampak positif terhadap pendapatan PPN dan PPnBM karena meningkatnya disposable income dari masyarakat akan meningkatkan konsumsi domestik. Kebijakan ini dilihat dari sisi ekonomi makro juga akan berdampak positif karena akan mendorong permintaan agregat baik dari sisi konsumsi rumah tangga maupun investasi. Oleh karena itu, kebijakan kenaikan PTKP ini diharapkan dapat menjadi stimulus bagi perekonomian nasional di semester II tahun 2015.

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-7

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019

Pendapatan PPh mig as dalam APBN tahun 2016 ditargetkan mencapai Rp41.441,5 miliar atau turun 16,3 persen dari target dalam APBNP tahun 2015. Turunnya pendapatan PPh migas tersebut akibat dari turunnya asumsi lifting gas pada APBN tahun 2016. Sementara itu, pendapatan PPh nonmigas dalam APBN tahun 2016 ditargetkan mencapai Rp715.788,6 miliar atau meningkat 13,6 persen dari target dalam APBNP tahun 2015. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh besaran perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2016 dan meningkatnya basis pajak sebagai hasil dari pelaksanaan ekstensifikasi dan intensifikasi kebijakan perpajakan.

Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM

Pendapatan PPN dan PPnBM dalam APBN tahun 2016 ditargetkan mencapai sebesar Rp571.732,7 miliar, turun sebesar 0,8 persen dari target dalam APBNP tahun 2015. Pendapatan PPN dan PPnBM tersebut terdiri atas pendapatan PPN dan PPnBM dalam negeri sebesar Rp342.423,8 miliar, PPN dan PPnBM impor sebesar Rp229.005,8 miliar serta PPN dan

GRAFIK II.3.4

PPnBM lainnya sebesar Rp303,1 miliar.

PENDAPATAN PPN dan PPnBM, 2015 − 2016

Perubahan PPN dan PPnBM dipengaruhi Triliun Rp

Lainnya

oleh peningkatkan pertumbuhan ekonomi Impor

yang didukung oleh peningkatan konsumsi Dalam negeri rumah tangga dan impor, dukungan kebijakan

perpajakan berupa implementasi e-tax invoice 229,0

serta implementasi cash register dan electronic

data capturing (EDC) yang online dengan 200

administrasi perpajakan, serta perubahan basis 342,4 perhitungan yang telah disesuaikan dengan 100

perkiraan realisasi tahun 2015. Perbandingan 0

pendapatan PPN dan PPnBM tahun 2015 dan APBN 2016 bisa dilihat pada Sumber: Kementerian Keuangan Grafik II.3.4.

APBNP

Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pendapatan PBB dalam APBN tahun 2016 ditargetkan mencapai Rp19.408,0 GRAFIK II.3.5

PENDAPATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN,

miliar, menurun sebesar 27,3 persen jika 30

dibandingkan dengan target dalam APBNP 25 1,3 1,1

tahun 2015. Penurunan pendapatan PBB 20 dipengaruhi oleh penurunan proyeksi

produksi migas pada tahun 2016 karena 15 23,9

sebagian besar pendapatan PBB berasal dari 10 16,5 PBB migas. Perbandingan pendapatan PBB 5

tahun 2015 dan 2016 bisa dilihat pada Grafik

PBB Migas

PBB Perkebunan

PBB Perhutanan PBB Pertambangan

Sumber: Kementerian Keuangan

II.3-8 Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-8 Nota Keuangan dan APBN 2016

Pendapatan Cukai

Pendapatan cukai dalam APBN tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp146.439,9 miliar, terdiri atas cukai hasil tembakau sebesar Rp139.817,8 miliar, cukai etil alkohol (EA) sebesar Rp165,5 miliar, dan cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebesar Rp6.456,7 miliar. Jika dibandingkan dengan target dalam APBNP tahun 2015 pendapatan cukai meningkat 0,5 persen. Kenaikan tersebut disebabkan oleh kenaikan pendapatan cukai hasil tembakau sebesar 0,5 persen. Penentuan target pendapatan cukai diarahkan untuk mengendalikan konsumsi barang kena cukai melalui penyesuaian tarif cukai hasil tembakau.

Untuk mengamankan target pendapatan cukai dalam APBN tahun 2016, kebijakan yang akan ditempuh antara lain: (a) penyesuaian

tarif cukai hasil tembakau dengan GRAFIK II.3.6

PENDAPATAN CUKAI, 2015 −2016

memerhatikan faktor ketenagakerjaan Triliun Rp

dan kesejahteraan petani tembakau; 6,5 140 (b) penegakan hukum di bidang cukai 120 khususnya terkait dengan rokok dan 100

MMEA ilegal; dan (c) penyempurnaan 139,8

prosedur pengawasan barang kena

cukai melalui sistem pengamanan 20 pita cukai. Grafik II.3.6 menyajikan -

perbandingan pendapatan cukai tahun APBN

APBNP

2015 dan 2016. Cukai MMEA

Cukai Hasil Tembakau

Cukai EA

Sumber: Kementerian Keuangan

Pendapatan Pajak Lainnya

Pendapatan pajak lainnya berasal dari pendapatan bea meterai, pendapatan pajak GRAFIK II.3.7

PENDAPATAN PAJAK LAINNYA, 2015 −2016

tidak langsung lainnya, dan pendapatan bunga Triliun Rp 14 penagihan pajak. Pendapatan pajak lainnya 12 dalam APBN tahun 2016 ditargetkan mencapai Rp11.766,8 miliar, atau meningkat sebesar 0,3 10

persen jika dibandingkan dengan target dalam 8

APBNP tahun 2015. Peningkatan tersebut 6 11,7

4 terutama didorong oleh pertumbuhan dari 11,8 sektor jasa keuangan yang diharapkan akan 2 meningkatkan transaksi yang menggunakan 0 bea meterai. Perbandingan pendapatan pajak

lainnya tahun 2015 dan 2016 bisa dilihat pada APBN Grafik II.3.7. Sumber: Kementerian Keuangan

APBNP

Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional

Pendapatan pajak perdagangan internasional pada APBN tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp40.087,1 miliar, turun sebesar 18,6 persen dari target APBNP tahun 2015. Penentuan target pendapatan pajak perdagangan internasional diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dan mempertahankan daya beli masyarakat melalui penyesuaian kebijakan di bidang kepabeanan.

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-9

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019

Secara umum kebijakan di bidang kepabeanan yang akan ditempuh pada tahun 2016 adalah: (a) penguatan kerangka hukum (legal framework) melalui penyelesaian/penyempurnaan peraturan di bidang lalu lintas barang dan jasa; (b) peningkatan kualitas sarana dan prasarana operasi serta informasi

GRAFIK II.3.8

kepabeanan; dan (c) pengembangan dan PENDAPATAN PAJAK PERDAGANGAN

INTERNASIONAL,

penyempurnaan sistem dan prosedur Triliun Rp

yang berbasis IT yang meliputi profilling 60 perusahaan yang terkait dengan kegiatan 50 kepabeanan, peningkatan implementasi

Bea keluar

Bea masuk

pintu tunggal nasional Indonesia

(Indonesia national single window / 30

INSW), pengembangan otomasi tempat 20 37,2

penimbunan sementara (TPS), dan 37,2 kawasan berikat (KB). Grafik II.3.8 10 menyajikan perbandingan pendapatan 0

pajak perdagangan internasional tahun APBN 2015 dan 2016. Sumber: Kementerian Keuangan

APBNP

Pendapatan Bea Masuk

Pendapatan bea masuk dalam APBN tahun 2016 ditargetkan mencapai Rp37.203,9 miliar, sama dengan target dalam APBNP tahun 2015. Pendapatan bea masuk tersebut termasuk insentif bea masuk ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar Rp580,0 miliar. Meningkatnya pendapatan bea masuk dipengaruhi oleh perkiraan meningkatnya volume dan nilai impor seiring dengan perkiraan meningkatnya volume perdagangan internasional.

Pendapatan Bea Keluar

Pendapatan bea keluar dalam APBN tahun 2016 ditargetkan mencapai Rp2.883,2 miliar, turun sebesar 76,1 persen jika dibandingkan dengan target dalam APBNP tahun 2015. Penurunan

tersebut selain disebabkan karena rendahnya harga crude palm oil (CPO) di pasar internasional sehingga berada di bawah threshold US$ 750 per MT untuk dikenakan bea keluar, juga diakibatkan oleh berkurangnya pendapatan bea keluar CPO beserta turunannya sebagai akibat dari kebijakan pembentukan Badan Penghimpun Dana Perkebunan Kelapa Sawit sebagai amanat dari Perpres Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Disamping itu, turunnya bea keluar dipengaruhi oleh adanya kebijakan hilirisasi mineral yang mendorong fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral dengan tarif yang lebih rendah.

Pada APBN tahun 2016, pendapatan bea keluar terutama bersumber dari pendapatan bea keluar mineral dan produk turunannya sebesar Rp2.569,3 miliar dan pendapatan bea keluar atas kakao, kulit, dan kayu sebesar Rp300,0 miliar.

II.3-10 Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-10 Nota Keuangan dan APBN 2016

3.1.1.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah seluruh pendapatan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan, yang terdiri dari: (1) pendapatan negara yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah; (2) pendapatan pemanfaatan sumber daya alam; (3) pendapatan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan; (4) pendapatan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah; (5) pendapatan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi; (6) pendapatan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah; dan (7) pendapatan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri. Dalam struktur APBN, PNBP dikelompokkan menjadi pendapatan sumber daya alam, pendapatan bagian laba BUMN, PNBP lainnya, dan pendapatan badan layanan umum (BLU).

BOX II.3.3 PEMBENTUKAN DANA PENDUKUNG SAWIT (CPO SUPPORTING FUND/CSF)

Sebagai negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia, hasil ekspor CPO serta produk turunannya selama ini telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi pendapatan negara Indonesia, terutama melalui bea keluar. Di tengah melemahnya harga pasaran CPO di pasar global, industri CPO merupakan industri yang terdampak langsung dengan turunnya harga tersebut. Melemahnya harga CPO juga berpengaruh terhadap turunnya pendapatan bea keluar secara signifikan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 75/PMK.011/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, bea keluar baru dapat ditarik dengan batas harga CPO minimal senilai US$750 per metrik ton dengan tarif 7,5 persen. Apabila harga CPO berada di bawah ambang batas bawah tersebut, pengekspor tidak akan dikenakan bea keluar.

Pada tahun 2014, terutama pada semester II, harga CPO di pasar internasional terus menurun sampai di bawah US$750 per MT dan kondisi tersebut berlanjut hingga semester pertama tahun 2015 dimana harga CPO masih berada di bawah US$700 per MT. Rendahnya harga CPO ini memberikan disinsentif bagi industri pengolahan sawit beserta produk turunannya di dalam negeri. Oleh karena itu, Pemerintah memutuskan kebijakan untuk penguatan permintaan sawit domestik sebagai stimulus bagi industri pengolahan sawit untuk berkembang yaitu kewajiban campuran 15 persen biodiesel, bahan bakar nabati (BBN) berbahan dasar CPO, untuk bahan bahan bakar jenis solar (B15).

Dalam rangka pelaksanaan kebijakan B15 tersebut, Pemerintah akan memungut dana bagi ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya atau CPO Supporting Fund (CSF) mulai 1 Juli 2015. Seluruh perusahaan yang bergerak dibidang kelapa sawit diwajibkan membayar dana pendukung sawit (CPO supporting fund /CSF) sebesar US$10-US$50 per MT sebelum melakukan ekspor. Selain merupakan salah satu dukungan Pemerintah untuk mewujudkan peningkatan porsi campuran biodiesel menjadi 15 persen, kebijakan ini dilakukan dalam rangka pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Selain untuk menambah pasokan untuk industri dalam negeri, kebijakan ini juga diharapkan dapat memperbaiki harga CPO di pasar internasional, mengingat Indonesia merupakan produsen terbesar CPO di dunia.

Untuk mendu kung program CSF tersebut, sesuai dengan amanat dalam Undang-Undang Nomor

39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, dibentuklah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebagai pengelola CSF. Pembentukan unit ini bertujuan untuk mendorong percepatan penggunaan bahan bakar nabati jenis biodisel dari bahan baku industri

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-11

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019

kelapa sawit, memfasilitasi program peremajaan (replanting) perkebunan sawit rakyat, penelitian dan pengembangan, promosi, pembangunan sarana prasarana, dan pengembangan sumber daya manusia perkebunan kelapa sawit. BPDPKS merupakan Badan Layanan Umum atau BLU di bawah koordinasi Kementerian Keuangan.

Penarikan pungutan atas ekspor produk kelapa sawit dan turunannya menggunakan prinsip penghindaran pengenaan pajak berganda. Oleh karena itu, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 114/PMK.05/2015 tentang Tarif Layanan BLU BPDP Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan yang diharmonisasikan dengan PMK Nomor 136/PMK.010/2015 Tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Bea Keluar di mana keduanya menggunakan tarif spesifik dalam dolar Amerika Serikat. Dalam ketentuan sebelumnya, bea keluar atas CPO ditentukan sebesar 7,5 persen untuk produk CPO pada saat harga mencapai US$750 per MT atau US$56,3 per MT sedangkan untuk produk turunan CPO adalah 0-3 persen pada saat harga US$750 per MT. Dalam ketentuan tarif bea keluar terbaru, tarif bea keluar menjadi US$3 per MT apabila harga minimal adalah US$750 per MT untuk produk CPO dan produk olahannya sebagian besar tidak dikenakan bea keluar.

Pemerintah tetap berkomitmen untuk lebih mengoptimalkan kontribusi PNBP sebagai salah satu sumber pendapatan negara di tahun 2016. Walaupun, pendapatan SDA masih akan memberikan kontribusi terbesar dalam PNBP, Pemerintah akan tetap berupaya mengoptimalkan sumber- sumber lainnya. Berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan yaitu indikator harga minyak mentah Indonesia (ICP), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, serta lifting minyak bumi dan gas bumi, PNBP tahun 2016 ditargetkan mencapai sebesar Rp273.849,4 miliar. Target tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp4.774,0 miliar atau 1,8 persen dari target dalam APBNP 2015 atau sebesar 0,3 persen bila dibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun 2015.

Pendapatan Sumber Daya Alam

Pendapatan SDA dalam APBN tahun 2016 direncanakan sebesar Rp124.894,0 miliar yang terdiri dari pendapatan SDA migas sebesar Rp78.617,4 miliar dan pendapatan SDA nonmigas sebesar Rp46.276,5 miliar. Secara umum, pendapatan SDA mengalami kenaikan

GRAFIK II.3.9

PENERIMAAN SDA MIGAS, 2015 sebesar Rp5.974,8 miliar jika dibandingkan −2016

Triliun Rp

dengan target dalam APBNP tahun 2015.

80 Minyak Bumi

90 Gas Bumi

Target pendapatan SDA migas dalam tahun 18,3 2016 sebesar Rp78.617,4 miliar terdiri 60

dari pendapatan minyak bumi sebesar 40

Rp60.287,1 miliar dan pendapatan gas 60,3

bumi sebesar Rp18.330,3 miliar. Grafik 10

II.3.9 memperlihatkan perbandingan 2016

pendapatan SDA migas tahun 2015 dan 2016.

A PBNP

201 6 A PBN

Kebijakan Pemerintah yang akan ditempuh

ICP (USD/Barel)

dalam mengoptimalkan pendapatan dari

Kurs (Rp/USD)

Lifting Miny ak (MBPD)

pengelolaan SDA migas tercantum dalam

Lifting Gas Bumi (MBOEPD)

Sumber: Kementerian Keuangan

Tabel II.3.4.

II.3-12 Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-12 Nota Keuangan dan APBN 2016

TABEL II.3.4 KEBIJAKAN PENDAPATAN SDA MIGAS 2016

No.

Kebijakan Yang Akan Ditempuh

1 Percepatan produksi migas yang bersumber dari lapangan baru seperti Banyu Urip, Bukit Tua, Senoro, Husky – Madura, Matindok, dan Kepodang. 2 Melakukan langkah-langkah kebijakan untuk meningkatkan lifting migas melalui:

a. optimalisasi perolehan minyak dari cadangan minyak yang ada pada lapangan- lapangan yang telah beroperasi melalui peningkatan manajemen cadangan minyak; b. melakukan percepatan pengembangan lapangan baru;

c. melakukan percepatan produksi pada lapangan penemuan baru dan lama; d. meningkatkan kehandalan fasilitas produksi dan sarana penunjang untuk

meningkatkan efisiensi dan menurunkan frekuensi unplanned shutdown ; e. mengupayakan peningkatan cadangan melalui kegiatan eksplorasi dan penerapan enhanced oil recovery (EOR); serta f. meningkatkan koordinasi antar instansi untuk mendukung operasi hulu migas dalam rangka memfasilitasi percepatan proses pembebasan lahan.

3 Mengupayakan terciptanya efisiensi cost recovery melalui pengendalian sehingga menjaga angka rasio cost recovery terhadap gross revenue dan pengawasan intensif terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan KKKS dan diajukan sebagai cost recovery .

4 Memperbaharui harga jual gas melalui renegosiasi kontrak dengan KKKS. Sedangkan untuk pendapatan SDA nonmigas dalam tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp46.276,5

miliar yang masih tetap didominasi oleh pendapatan pertambangan mineral dan GRAFIK II.3.10

PENERIMAAN SDA NONMIGAS, 2015 − 2016

batubara. Dalam tahun 2016 pendapatan Triliun Rp

Panas Bumi

Perikanan

Pertambangan Minerba 45 0,7

SDA nonmigas tersebut meningkat sebesar 50 Kehutanan

40 Rp8.722,3 miliar atau 23,2 persen jika 4,0 0,6

dibandingkan dengan target dalam APBNP 35 4,7

tahun 2015. Untuk dapat mencapai target 30 PNBP SDA nonmigas tersebut Pemerintah akan 25

melakukan kebijakan-kebijakan sebagaimana 15 10 31,7

tertera dalam Tabel II.3.5. Grafik II.3.10

memperlihatkan perbandingan pendapatan 0 2015

SDA nonmigas tahun 2015 dan 2016 beserta 2016

APBNP

APBN

komponen pendapatannya. Sumber: Kementerian Keuangan Secara lebih rinci, pendapatan pertambangan mineral dan batubara dalam APBN tahun 2016

ditargetkan sebesar Rp40.820,2 miliar. Pendapatan pertambangan mineral dan batubara tersebut bersumber dari pendapatan iuran tetap sebesar Rp1.568,8 miliar dan pendapatan royalti sebesar Rp39.251,4 miliar.

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-13

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019

TABEL II.3.5 KEBIJAKAN PENDAPATAN SDA NONMIGAS 2016

No.

Kebijakan Yang Akan Ditempuh

Kebijakan SDA Pertambangan Mineral dan Batubara

1 Melakukan kajian tarif iuran produksi/royalti mineral logam dan batubara.

2 Mengusulkan pengenaan tarif iuran produksi/royalti mineral bukan logam dan batuan sesuai dengan amanat Pasal 128 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

3 Melakukan renegosiasi kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B), dalam hal ini KESDM sedang berusaha agar perusahaan KK dapat memenuhi kewajiban iuran produksi/royalti sesuai dengan PP No. 9 Tahun 2012.

4 Melakukan verifikasi pembayaran kewajiban iuran tetap, iuran produksi/royalti dan DHPB (Dana Hasil Produksi Batubara) dari pemegang KK dan PKP2B.

5 Mempercepat proses penyelesaian piutang iuran tetap, iuran produksi/royalti dan DHPB yang belum terselesaikan.

6 Meningkatkan monitoring, evaluasi, dan koordinasi dengan unit/instansi terkait termasuk dengan pengusaha panas bumi untuk mengoptimalkan PNBP, iuran tetap panas bumi, serta melakukan penyempurnaan ketentuan perundang-undangan panas bumi untuk optimalisasi PNBP.

7 Melakukan pengembangan kerja sama penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan pada Badan Diklat ESDM dan Badan Litbang

ESDM dengan perusahaan/industri.

8 Mendorong percepatan pembukaan wilayah kerja migas baru terutama dari wilayah kerja migas nonkonvensional sesuai dengan Permen ESDM No. 5 Tahun 2012 tentang Tatacara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Migas nonkonvensional.

9 Meningkatkan kualitas dan kuantitas data dari hasil penyisihan dan terminasi wilayah kerja yang dikelola Pusdatin ESDM.

10 Melakukan sosialisasi dan sinkronisasi dalam rangka menciptakan tertib administrasi perencanaan target dan pelaporan realisasi PNBP di lingkungan Kementerian ESDM.

11 Melakukan monitoring serta evaluasi jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku di Kementerian ESDM.

II.3-14 Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-14 Nota Keuangan dan APBN 2016

TABEL II.3.5 (LANJUTAN) KEBIJAKAN PENDAPATAN SDA NONMIGAS 2016

No.

Kebijakan Yang Akan Ditempuh Kebijakan SDA Kehutanan

1 Penyesuaian tarif pengenaan PNBP secara berkala (revisi PP tarif dan jenis PNBP).

2 Penyesuaian secara berkala atas penetapan harga patokan pengenaan provisi sumber daya hutan (PSDH) dan hasil hutan bukan kayu (HHBK), serta regulasi di berbagai bidang untuk merangsang tumbuhnya usaha sektor kehutanan.

3 Reformasi tata kelola melalui perbaikan peraturan terkait.

4 Peningkatan kualitas pengelola PNBP.

5 Peningkatan peran serta para pihak terkait.

6 Optimalisasi terhadap piutang PNBP yang belum tertagih (wajib bayar yang menunggak pembayaran PNBP).

7 Pengembangan sistem penata usahaan hasil hutan (PUHH) berbasis teknologi informasi (TI) yang dapat diakses di Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan

Propinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota.

8 Peningkatan produksi dan diversifikasi usaha hutan alam (hasil hutan kayu, bukan kayu, jasa lingkungan, dan restorasi ekosistem).

9 Intensifikasi pengenaan PNBP nonkayu, dan penagihan PNBP terutang.

10 Penambahan luas areal pencadangan ijin usaha pemanfaatan hutan tanaman, penambahan areal tanaman pada hutan tanaman.

11 Penerbitan IUPHHK-HA/RE pada areal bekas tebangan.

12 Pemberlakuan sistem pembayaran PNBP secara elektronik (SIMPONI).

Kebijakan SDA Perikanan

1 Perbaikan data potensi perikanan di seluruh wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (WPP-RI).

2 Perbaikan tata kelola penerbitan perizinan perikanan tangkap dalam rangka peningkatan PNBP yang berkelanjutan dan bersinergi dengan upaya penanggulangan Illegal Unreported Unregulated Fishing .

3 Mengelola usaha perikanan yang berkelanjutan dan berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat nelayan sekaligus melakukan upaya konservasi sumber daya ikan.

4 Penguatan armada perikanan nasional dengan mengutamakan kapal perikanan buatan dalam negeri dan penanaman modal dalam negeri.

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-15

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019

TABEL II.3.5 (LANJUTAN) KEBIJAKAN PENDAPATAN SDA NONMIGAS 2016

No.

Kebijakan Yang Akan Ditempuh

Kebijakan SDA Panas Bumi

1 Memberlakukan kebijakan PPh DTP bagi pengusaha panas bumi yang ijinnya ditandatangani sebelum UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi diberlakukan, untuk menjaga iklim investasi di bidang panas bumi.

2 Mengintensifkan penagihan iuran tetap eksplorasi bagi para pemegang izin panas bumi dan koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan penagihan terhadap pemegang IPB yang masih menunggak pembayaran.

3 Meningkatkan monitoring, evaluasi, dan koordinasi dengan unit/intansi terkait untuk melakukan efisiensi biaya operasional.

4 Mendorong pengusaha panas bumi untuk segera melakukan eksplorasi dan eksploitasi.

5 Memfasilitasi negosiasi harga uap/listrik panas bumi.

6 Menyelesaikan penyusunan regulasi panas bumi sebagai turunan dari UU No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi dan menyempurnakan peraturan lain terkait panas bumi.

Selanjutnya, pendapatan kehutanan dalam APBN tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp4.030,6 miliar, mengalami penurunan sebesar Rp682,7 miliar atau 14,5 persen jika dibandingkan dengan target dalam APBNP tahun 2015 sebagai akibat dari kebijakan penundaan izin baru hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi sesuai dengan Inpres Nomor 8 Tahun 2015. Pendapatan kehutanan dalam APBN tahun 2016 tersebut bersumber dari pendapatan dana reboisasi sebesar Rp2.011,5 miliar, iuran hak penggunaan hutan sebesar Rp165,9 miliar, provisi sumber daya hutan sebesar Rp852,8 miliar, dan izin penggunaan kawasan hutan sebesar Rp1.000,3 miliar.

Dalam APBN tahun 2016, pendapatan SDA perikanan ditargetkan sebesar Rp693,0 miliar, meningkat sebesar Rp114,2 miliar atau 19,7 persen jika dibandingkan dengan target dalam APBNP tahun 2015, terutama karena adanya perbaikan tata kelola penerbitan perizinan perikanan tangkap. Sementara itu, pendapatan yang bersumber dari pertambangan panas bumi dalam tahun 2016 ditargetkan akan mencapai Rp732,8 miliar, meningkat sebesar Rp149,5 miliar atau 25,6 persen jika dibandingkan dengan target APBNP tahun 2015 terutama terkait efisiensi biaya operasional dan intensifikasi penagihan iuran tetap eksplorasi bagi para pemegang IPB.

Pendapatan Bagian Laba BUMN

Pendapatan bagian laba BUMN pada tahun 2016 ditargetkan mencapai Rp34.164,0 miliar, lebih rendah sebesar Rp2.792,5 miliar atau 7,6 persen jika dibandingkan dengan target dalam APBNP tahun 2015. Secara lebih rinci, target pendapatan bagian laba BUMN tahun 2016 tersebut berasal dari pendapatan laba BUMN perbankan sebesar Rp8.972,0 miliar dan pendapatan

II.3-16 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian II

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-17

dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019

laba BUMN nonperbankan sebesar Rp25.192,0 miliar. Sampai dengan 31 Desember 2014 terdapat 5 BUMN di sektor perbankan dan 114 BUMN di sektor nonperbankan seperti sektor pertambangan, energi, jasa konstruksi, jasa perhubungan, dan telekomunikasi. Pendapatan bagian laba BUMN tersebut juga telah memperhitungkan pendapatan dividen saham PT Krakatau Steel sebesar Rp956,0 miliar yang merupakan pendapatan nontunai dan bersifat in- out dengan pembiayaan dalam APBN tahun 2016 dengan jumlah yang sama. Dalam tahun 2016, peran BUMN sebagai agen pembangunan lebih ditingkatkan lagi, khususnya dalam mendukung pembangunan di bidang kedaulatan energi, kedaulatan pangan, pembangunan infrastruktur dan maritim. Untuk itu, Pemerintah menerapkan kebijakan payout ratio yang tepat untuk mendukung penguatan permodalan BUMN dalam peningkatan kapasitas, terutama untuk investasi (capital expenditure). Kebijakan tersebut ditempuh melalui: (a) penyesuaian target dividen dari BUMN sektor perminyakan, pertambangan, dan perkebunan sesuai dengan kondisi ekonomi makro terkini; dan (b) tetap menjaga capital adequacy ratio (CAR) BUMN Perbankan diatas 15 persen. Proyeksi pendapatan bagian laba BUMN tahun 2015 dan 2016 disajikan pada Grafik II.3.11.

PNBP Lainnya

Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, kelompok pendapatan yang termasuk dalam PNBP lainnya adalah pendapatan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah, pendapatan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, pendapatan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah, pendapatan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi, serta pendapatan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri. Sementara, jenis PNBP yang diluar kelompok tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Secara garis besar, PNBP lainnya terbagi dalam beberapa jenis pendapatan, antara lain: (1) pendapatan dari pengelolaan barang milik negara (BMN) serta pendapatan dari penjualan; (2) pendapatan jasa; (3) pendapatan bunga; (4) pendapatan kejaksaan dan peradilan; (5) pendapatan pendidikan; (6) pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi; (7) pendapatan iuran dan denda; serta (8) pendapatan lain-lain.

PNBP lainnya dalam APBN tahun 2016 ditargetkan mencapai Rp79.431,5 miliar, menurun sebesar Rp10.678,1 miliar atau 11,9 persen jika dibandingkan dengan target dalam APBNP tahun 2015. Penurunan tersebut lebih disebabkan oleh turunnya pendapatan penjualan hasil tambang, dan pendapatan premium obligasi negara. Namun, upaya pencapaian target APBN tahun 2016 tersebut masih terkendala dengan belum optimalnya mekanisme penagihan, penyetoran, dan pengelolaan PNBP K/L. Untuk itu, optimalisasi PNBP lainnya dalam tahun 2016 secara umum akan terus diupayakan, melalui: (1) penyempurnaan/reviu PP tentang tarif atas jenis PNBP di masing-masing K/L untuk intensifikasi dan ekstensifikasi PNBP; (2) pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagai sarana pengawasan, pengendalian,

GRAFIK II.3.11 PENDAPATAN BAGIAN LABA BUMN,

2015 −2016

Perbankan

Triliun Rp Non Perbankan

Sumber: Kementerian Keuangan

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019

dan evaluasi terhadap pelaksanaan

GRAFIK II.3.12

pemungutan PNBP; (3) peningkatan

PNBP LAINNYA, 2015-2016

pelayanan berbasis teknologi informasi dan Triliun Rp

melengkapi database wajib bayar PNBP; Pendapatan Lain-Lain (4) penegakan hukum terhadap 90

pelanggaran ketentuan pemungutan Pendapatan Iuran dan Denda

dan pengelolaan PNBP; (5) peningkatan

60 Pendapatan Pendidikan

sarana prasarana penghasil PNBP dan

kualitas SDM pengelola PNBP; dan Pendapatan Bunga (6) pemanfaatan online system dalam 30

20 30,9 penyetoran PNBP melalui sistem informasi 30,9

PNBP online (SIMPONI). Perbandingan

0 Pendapatan dari Pengelolaan BMN

(Pemanfaatan dan

target PNBP lainnya tahun 2015—2016 Pemindahtanganan) serta APBN

APBNP

disajikan pada Sumber: Kementerian Keuangan Grafik II.3.12. Sampai dengan saat ini, dari 68 K/L yang mempunyai kontribusi dalam PNBP lainnya, terdapat

Pendapatan dari Penjualan

enam K/L sebagai penyumbang PNBP terbesar. Keenam K/L tersebut adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (KemenATR/BPN), dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Peningkatan target PNBP yang cukup tinggi pada Kemenhub dan Polri akan dapat dicapai melalui intensifikasi PNBP dengan cara meningkatkan penagihan terhadap wajib bayar serta melakukan revisi atas ketentuan jenis dan tarif PNBP yang berlaku. Target PNBP dari enam K/L terbesar tersebut dalam tahun 2015—2016 disajikan pada Tabel II.3.6 berikut.

TABEL II.3.6 PERKEMBANGAN PNBP LAINNYA 6 K/L TERBESAR, 2015-2016

(miliar rupiah)

No. Kementerian Negara/Lembaga

1 Kementerian Komunikasi dan Informatika 12.381,21 14.000,00 13,1 2 Kepolisian Negara Republik Indonesia

4.358,51 8.062,56 85,0 3 Kementerian Hukum dan HAM

4.287,50 3.605,54 (15,9) 4 Kementerian Perhubungan

2.857,82 9.098,7 0 218,4 5 Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi

2.421,48 3.226,85 33,3 6 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN

1.936,33 2.300,00 18,8 Sumber : Berbagai Kementerian Negara/Lembaga

Untuk dapat mencapai target yang direncanakan di tahun 2016 ke enam K/L dimaksud akan melakukan upaya-upaya sebagaimana tercantum dalam Tabel II.3.7.

II.3-18 Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-18 Nota Keuangan dan APBN 2016

TABEL II.3.7 KEBIJAKAN YANG AKAN DITEMPUH UNTUK MENCAPAI TARGET PNBP

6 K/L TERBESAR TAHUN 2016

No.

Kebijakan Yang Akan Ditempuh Kementerian Komunikasi dan Informatika

1 Melaksanakan penagihan PNBP secara intensif kepada penyelenggaraan telekomunikasi dan pengguna spektrum frekuensi radio.

2 Melaksanakan penegakan hukum terhadap alat perangkat telekomunikasi, pengguna frekuensi radio, dan pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi.

3 Melakukan otomatisasi/modernisasi proses perizinan sehingga mempercepat dan mempermudah proses pelayanan publik.

4 Meningkatkan intensifikasi penagihan PNBP dari sumber biaya hak penggunaan (BHP) telekomunikasi kepada para penyelenggara telekomunikasi dan penyiaran secara periodik dan intensif.

5 Meningkatkan pelaksanaan pencocokan dan penelitian (coklit) pembayaran BHP Telekomunikasi terhadap para wajib bayar dengan melibatkan Auditor/Tim Optimalisasi Penerimaan Negara BPKP sebagai pendamping.

6 Melaksanakan sosialisasi secara intensif kepada penyelenggara telekomunikasi untuk meningkatkan kepatuhan penyelenggara terhadap kewajiban kepada negara melalui forum bimbingan teknis.

7 Melaksanakan penegakan hukum terhadap pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi baik yang memiliki izin penyelenggaraan maupun yang tidak memiliki izin penyelenggaraan.

8 Penyempurnaan database wajib bayar BHP Telekomunikasi.

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi

1 Menunjang peneliti, perguruan tinggi, dan industri untuk meningkatkan sarana dan prasarana serta kualitas layanan kepada masyarakat.

2 Kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang diterapkan pada seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) mulai tahun akademik 2013/2014.

3 Penegerian perguruan tinggi swasta dan pendirian perguruan tinggi baru untuk menambah kapasitas tampung.

4 Pembukaan program studi baru, baik program diploma, sarjana, maupun pascasarjana atas inisiatif perguruan tinggi.

5 Operasionalisasi rumah sakit pendidikan di perguruan tinggi.

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-19

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019

TABEL II.3.7 (LANJUTAN) KEBIJAKAN YANG AKAN DITEMPUH UNTUK MENCAPAI TARGET PNBP

6 K/L TERBESAR TAHUN 2016

No.

Kebijakan Yang Akan Ditempuh Kepolisian Republik Indonesia

1 Meningkatkan kualitas SDM fungsi lalu lintas yang profesional dalam mendukung pelaksanaan tugas di bidang fungsi teknis lalu lintas maupun di bidang informasi dan teknologi komputer secara bertahap dan berkelanjutan menuju industri Kepolisian yang mandiri guna mewujudkan Pelayanan Prima, Anti KKN, dan Anti Kekerasan.

2 Memantapkan sistem online data kecelakaan lalu lintas yang terintegrasi dengan melanjutkan dan mengembangkan program Integrated Road Safety Management System (IRSMS) II sampai dengan tingkat Polres dalam mendukung terwujudnya visi keselamatan berlalu lintas.

3 Menggelar kegiatan rutin yang ditingkatkan secara tematik dan operasi kepolisian di bidang lalu lintas dengan meningkatkan penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas guna mendukung terwujudnya Kamseltibcar (keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran). 4 Menekan jumlah fatalitas korban kecelakaan lalu lintas dengan melaksanakan penegakan hukum serta kampanye keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan di bidang lalu lintas.

5 Meningkatkan kualitas pelayanan publik di bidang regident, pengemudi dan kendaraan bermotor berbasis teknologi, elektronik regident (ERI) dengan kegiatan penggelaran SIM online , STNK online, dan BPKB online .

6 Senjata api milik masyarakat dapat diberikan izin penggunaan dengan kartu pemilikan senpi, pembaharuan buku pemilikan senjata api (buku PAS), dan izin hibah.

7 Menginventarisasi surat izin penempatan (SIP) rumah dinas di lingkungan Polri. 8 Menertibkan aset tanah/bangunan Polri dan Rumdin Polri. 9 Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM sesuai dengan standar rumah sakit dalam

rangka meningkatkan pelayanan kesehatan antara lain melalui rekruitment personel dan mitra kerja (khusus untuk dokter).

10 Meningkatkan produktivitas pelayanan melalui: (a) pengembangan jenis dan kualitas pelayanan penunjang diagnosis; (b) menambah jumlah kapasitas ruang perawatan dan tempat tidur; dan (c) mengembangkan sarana dan prasarana rawat jalan, seperti pengadaan alat

kesehatan, dan pengembangan gedung rumah sakit.

II.3-20 Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-20 Nota Keuangan dan APBN 2016

TABEL II.3.7 (LANJUTAN) KEBIJAKAN YANG AKAN DITEMPUH UNTUK MENCAPAI TARGET PNBP

6 K/L TERBESAR TAHUN 2016

No.

Kebijakan Yang Akan Ditempuh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

1 Perubahan PP 45 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan HAM dan PP 10 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP 45 Tahun 2014.

2 Pengembangan sistem penerbitan paspor berbasis one stop service pada seluruh kantor imigrasi. 3 Penerapan e-passport secara menyeluruh dan penambahan UPT yang menerbitkan e- Kitas dan e-Kitap.

4 Pengembangan bussiness process pelayanan izin tinggal. 5 Pembangunan unit layanan paspor (ULP) dalam upaya peningkatan pelayanan

kepada masyarakat. 6 Pengembangan sistem layanan visa online untuk mempermudah pengajuan aplikasi

permohonan visa sehingga dapat dilakukan melalui internet. 7 Penambahan penerapan autogate pada tempat pemeriksaan imigrasi dengan tujuan

proses pemeriksaan keimigrasian.

8 Pemberlakuan Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2015 tentang Bebas Visa Kunjungan.

9 Pemberian insentif pendaftaran terkait hak kekayaan intelektual (HKI), sehingga merangsang masyarakat untuk memanfaatkan perlindungan HKI.

10 Meningkatkan kerjasama dengan pemerintah daerah guna mempromosikan potensi daerah melalui inventarisasi dan pendaftaran indikasi geografis serta pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional.

11 Peningkatan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya dan manfaat perlindungan HKI bagi usaha kecil menengah, litbang, perguruan tinggi, pelaku usaha, konsultan HKI serta para pemangku kepentingan.

12 Kebijakan perpanjangan merek secara online dalam rangka proses percepatan penerbitan merek. 13 Percepatan permohonan hak cipta dari 9 (sembilan) bulan menjadi 14 (empat belas) hari.

14 Pelaksanaan sistem pembayaran PNBP administrasi hukum umum (SIMPADHU), yaitu: pengintegrasian pembayaran PNBP atas pelayanan jasa hukum antara AHU online dengan sistem informasi PNBP online (SIMPONI).

15 Pelaksanaan otomasi pelayanan kewarganegaraan dan partai politik. 16 Pelaksanaan diklat penyusunan perancangan Undang-Undang (SUNCANG) untuk

masyarakat umum dan instansi/lembaga/kementerian lain.

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-21

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019

TABEL II.3.7 (LANJUTAN) KEBIJAKAN YANG AKAN DITEMPUH UNTUK MENCAPAI TARGET PNBP

6 K/L TERBESAR TAHUN 2016

No.

Kebijakan Yang Akan Ditempuh

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

1 Penertiban data aset. 2 Intensifikasi pendapatan umum lainnya.

3 Penyelenggaraan pelayanan pertanahan yang lebih proaktif melalui penyebarluasan informasi, dan pemberdayaan masyarakat.

4 Peningkatan transparansi pelayanan kepada masyarakat.

Kementerian Perhubungan

1 Memperbaiki keselamatan dan kualitas pelayanan transportasi. 2 Meningkatkan kelancaran dan kapasitas pelayanan angkutan antarmoda dan

memperbaiki tatanan pelayanan angkutan antarmoda. 3 Mendorong peran serta Pemerintah dan swasta dalam penyelenggaraan angkutan.

4 Penyiapan pelaksanaan harmonisasi dan standardisasi nasional, regional, dan internasional di bidang lalu lintas.

5 Peningkatan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat termasuk memberikan insentif petugas operasional.

6 Intensifikasi PNBP dengan meningkatkan penagihan atas piutang wajib bayar. 7 Ekstensifikasi PNBP dengan mengoptimalkan penggunaan BMN.

Pendapatan Badan Layanan Umum

Pengaturan tentang Badan Layanan Umum (BLU) ditetapkan dalam PP Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang telah disempurnakan dengan PP Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas PP Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU. BLU merupakan instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Dengan demikian, bidang yang mendominasi pola pengelolaan keuangan melalui BLU selama ini adalah bidang pendidikan dan kesehatan, yaitu sekitar 63 persen dari total target BLU di tahun 2015. Pendapatan BLU dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, beberapa faktor yang memengaruhi adalah adanya perubahan tarif dan remunerasi BLU, meningkatnya jumlah BLU, dan potensi satker yang dapat menjadi BLU, serta optimalisasi sumber PNBP BLU, tidak hanya dari layanan inti.

Pendapatan BLU dalam tahun 2016 ditargetkan mencapai sebesar Rp35.359,9 miliar, meningkat sebesar Rp12.269,7 miliar atau 53,1 persen jika dibandingkan dengan target dalam APBNP tahun 2015. Peningkatan tersebut utamanya bersumber dari BLU Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang dibentuk melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 113/PMK.01/2015

II.3-22 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian II

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.3-23

dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019

tanggal 10 Juni 2015. BLU ini akan mengelola dana pendukung sawit (CPO Supporting Fund ), yang antara lain berasal dari pungutan atas ekspor kelapa sawit, CPO dan/atau produk turunannya. Selain itu, peningkatan target BLU dalam APBN tahun 2016 bersumber dari optimalisasi pendapatan BLU yang selama ini telah dilakukan. Untuk mencapai target tersebut, akan ditempuh upaya-upaya: (a) mengoptimalkan potensi pendapatan BLU tidak hanya dari jasa layanan umum, tetapi juga dari pendapatan hasil kerjasama, hibah, dan pemanfaatan aset BLU; (b) modernisasi layanan kepada masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip bisnis terbaik; (c) menertibkan potensi pendapatan BLU agar on budget melalui pemberian remunerasi berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan BLU; (d) menerapkan kebijakan tarif layanan yang sesuai dengan daya beli dan konsumen yang dituju (kebijakan cost minus, cost recovery, dan cost plus); serta (e) BLU juga diarahkan untuk memperluas akses/keterjangkauan layanan bagi masyarakat yang membutuhkan (UMKM, masyarakat miskin/berpenghasilan rendah, korban bencana, dan masyarakat yang perlu dilindungi) dan meningkatkan kemandirian pendanaan BLU untuk pelayanan kepada masyarakat. Perbandingan target pendapatan

BLU tahun 2015—2016 disajikan pada Grafik

II.3.13.

3.1.2 Penerimaan Hibah

Terkait penerimaan hibah, Pemerintah lebih memprioritaskan mendapatkan hibah, baik dari dalam maupun dari luar negeri, tanpa ada persyaratan yang memberatkan untuk pengalokasiannya. Dalam tahun 2016, penerimaan hibah diproyeksikan mencapai sebesar Rp2.031,8 miliar turun sebesar Rp1.280,1 miliar atau 38,7 persen jika dibandingkan dengan target dalam APBNP tahun 2015. Hibah-hibah tersebut akan digunakan untuk membiayai program-program terkait pendidikan, pengembangan desa dan sistem perkotaan, penyediaan air bersih dan subsidi, baik yang dikelola oleh K/L maupun diterushibahkan ke daerah sesuai dengan nota kesepakatan (MoU) yang telah ditandatangani antara Pemerintah sebagai penerima hibah (grantee) dengan organisasi/negara pemberi hibah (donor). Penerimaan hibah selama periode 2015— 2016 disajikan pada Grafik II.3.14.

GRAFIK II.3.13

PENDAPATAN BLU, 2015 −2016

Jasa Rumah Sakit

Jasa Pendidikan

Jasa Penyelenggaraan Telekomunikasi Pend BLU Lainnya

Sumber: Kementerian Keuangan

Triliun Rp

Triliun Rp

Sumber: Kementerian Keuangan

GRAFIK II.3.14

PENERIMAAN HIBAH, 2015 −2016

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017 ― 2019