Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi

4.1.1 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi

Menurut klasifikasi fungsi, alokasi anggaran Belanja Pemerintah Pusat dirinci menjadi 11 fungsi yang menggambarkan tugas Pemerintah dalam melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan dan pemerintahan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. Fungsi-fungsi tersebut terdiri atas: (1) fungsi pelayanan umum; (2) fungsi pertahanan; (3) fungsi ketertiban dan keamanan; (4) fungsi ekonomi; (5) fungsi lingkungan hidup; (6) fungsi perumahan dan fasilitas umum; (7) fungsi kesehatan; (8) fungsi pariwisata dan ekonomi kreatif; (9) fungsi agama; (10) fungsi pendidikan; dan (11) fungsi perlindungan sosial. Dalam APBN Tahun 2016, alokasi anggaran Belanja Pemerintah Pusat yang terbesar menuru fungsi adalah fungsi ekonomi,

yaitu sebesar 27,2 persen dari total anggaran Belanja Pemerintah Pusat, sedangkan sebesar 72,8 persen tersebar pada fungsi-fungsi lainnya. Relatif tingginya porsi fungsi ekonomi pada APBN tahun 2016 tersebut dikarenakan perubahan dan penyesuaian pada ruang lingkup dan terminologi pada klasifikasi fungsi sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/ PMK.2/2015 tentang klasifikasi anggaran. S ebagai konsekuensi atas penyesuaian tersebut terdapat beberapa kebijakan dan program yang sebelumnya masuk dalam fungsi pelayanan umum dilakukan reklasifikasi ke dalam fungsi yang lain, seperti program subdisi energi dan non energi diklasifikasikan ke dalam fungsi ekonomi . Perkembangan alokasi anggaran Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi dalam tahun 2015-2016 disajikan dalam Tabel II.4.1 serta diuraikan di dalam penjelasan sebagai berikut.

TABEL II.4.1

BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI, 2015 - 2016

(Miliar Rupiah)

APBN % thd BPP

BPP

1 PELAY ANAN UMUM

52,7 31 6.532,6 23,9 2 PERTAHANAN

99.648,9 7 ,5 3 KETERTIBAN DAN KEAMANAN

1 6,4 360.226,7 27 ,2 5 LINGKUNGAN HIDUP

1 2.087 ,8 0,9 6 PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM

67 .21 3,7 5,1 8 PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF

1 50.090,0 1 1 ,3 11 PERLINDUNGAN SOSIAL

1.319.549,0 100,0 1.325.551,4 100,0 Sumber : Kementerian Keuangan

TOTAL

II.4-2 Nota Keuangan dan APBN 2016

APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

Fungsi Pelayanan Umum

Alokasi anggaran pada fungsi pelayanan umum berkaitan dengan fungsi utama Pemerintah yaitu untuk menjamim kualitas dan kelancaran pelayanan kepada masyarakat. Dalam APBN tahun 2016, anggaran pada fungsi pelayanan umum dialokasikan sebesar Rp316.532,6 miliar, menunjukkan penurunan sebesar 54,5 persen jika dibandingkan dengan alokasinya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp695.286,3 miliar. Penurunan alokasi fungsi pelayanan umum pada APBN Tahun 2016 tersebut dikarenakan penyesuaian dan penataan ulang pada ruang lingkup dan terminologi fungsi seperti yang disebutkan sebelumnya.

Arah kebijakan dan langkah langkah yang ditempuh Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi pelayanan umum pada tahun 2016 antara lain: (1) penguatan kapasitas pengelolaan reformasi birokrasi (RB) nasional, melalui penguatan kelembagaan dan tata kelola di bidang aparatur negara dan fasilitasi pelaksanaan RB pada instansi pemerintah daerah, dan penyempurnaan sistem evaluasi pelaksanaan RBN; (2) penerapan manajemen aparatur sipil negara (ASN) yang berbasis sistem merit secara konsisten berlandaskan asas-asas antara lain profesionalitas, netralitas, akuntabilitas, dan keterbukaan; dan (3) peningkatan pengelolaan utang dan hibah negara.

Secara umum sasaran yang diharapkan dapat tercapai pada tahun 2016 melalui alokasi anggaran pada fungsi pelayanan umum, antara lain: (1) meningkatnya sistem informasi pelayanan publik dan inovasi yang terintegrasi; (2) meningkatnya efektivitas pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi reformasi birokrasi, akuntabilitas aparatur negara dan pengawasan wilayah di pusat dan daerah; dan (3) terpenuhinya kewajiban pemerintah secara tepat waktu dan tepat jumlah dalam rangka menjaga kredibilitas dan kesinambungan pembiayaan.

Fungsi Pertahanan

Alokasi anggaran pada fungsi pertahanan berkaitan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara dalam upaya melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam APBN Tahun 2016, anggaran pada fungsi pertahanan sebesar Rp 99.648,9 miliar, menunjukkan penurunan sebesar 2,6 persen jika dibandingkan dengan alokasinya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp 102.278,6 miliar.

Arah kebijakan dan langkah-langkah yang ditempuh Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi pertahanan pada tahun 2016 antara lain: (1) mendukung pemenuhan dan pengadaan alutsista dengan didukung pembiayaan dari dalam dan luar negeri, dengan prioritas pembiayaan dalam negeri; (2) meningkatkan upaya pemeliharaan dan perawatan alutsista; (3) meningkatkan kontribusi industri pertahanan bagi alutsista TNI; (4) penguatan keamanan laut dan daerah perbatasan; (5) penguatan intelijen dan peningkatan fasilitas yang memadai.

Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2016 melalui alokasi anggaran pada fungsi pertahanan, antara lain: (1) meningkatnya kontribusi industri pertahanan dalam negeri terhadap pemenuhan minimum essential force (MEF) yang dapat mencapai 14 persen; (2) meningkatnya kesejahteraan prajurit melalui pembangunan perumahan dinas dan peningkatan kesiapan TNI dengan penyelenggaraan 5 latihan gabungan, 543 latihan dan penataran matra darat, 22 latihan operasi matra laut, 30 latihan operasi matra udara; (3) penguatan keamanan laut dan daerah perbatasan dengan pengadaan 1 kapal patroli baru serta peralatan pendukung, pengadaan 1 paket peralatan surveillance, dan pembangunan pos pengamanan perbatasan darat baru.

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.4-3

Bagian II APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019

Fungsi Ketertiban dan Keamanan

Alokasi anggaran pada fungsi ketertiban dan keamanan mencerminkan besaran anggaran yang dialokasikan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang ketertiban dan keamanan. Alokasi anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi ketertiban dan keamanan dalam APBN Tahun 2016 sebesar Rp 109.794,0 miliar, yang menunjukkan peningkatan sebesar 100,8 persen jika dibandingkan dengan alokasinya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp 54.681,0 miliar.

Tingginya peningkatan alokasi pada fungsi ketertiban dan keamanan pada APBN tahun 2016 apabila dibandingkan dengan alokasinya dalam APBNP tahun 2015 terutama disebabkan oleh penyesuaian dan penataan ulang pada ruang lingkup dan terminologi pada klasifikasi menurut fungsi sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.2/2015 tentang Klasifikasi Anggaran. Sebagai konsekuensi atas penataan ulang tersebut, terdapat beberapa program yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai fungsi pelayanan umum direklasifikasi menjadi fungsi ketertiban dan keamanan, antara lain program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Polri pada subfungsi kepolisian dan Program Pengelolaan Belanja Lainnya yang terdiri dari dana cadangan benaca alam dan cadangan bahan bakar minyak dan pelumas.

Arah kebijakan dan langkah-langkah yang ditempuh Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi ketertiban dan keamanan pada tahun 2016 antara lain: (1) peningkatan pelayanan keamanan pada masyarakat; (2) peningkatan profesionalisme Polri; (3) penguatan intelijen; (4) peningkatan peralatan dan fasilitas kepolisian; dan (5) penguatan pencegahan dan penanggulangan narkoba.

Sasaran pembangunan yang ingin dicapai melalui alokasi anggaran untuk fungsi ketertiban dan keamanan pada tahun 2016 tersebut, diantaranya: (1) meningkatnya profesionalisme Polri pada aspek pelayanan publik melalui perbaikan kualitas dan peningkatan operasi kepolisian yang menjadi prioritas kebutuhan masyarakat sebesar 45 persen, penempatan 1 (satu) bhabinkantibmas di setiap desa/kelurahan secara bertahap, pelaksanaan 150 kegiatan penyuluhan hukum kepada masyarakat; (2) menguatnya koordinasi intelijen dengan membentuk

7 organisasi komunitas intelijen yang memanfaatkan data sharing, penambahan 1 infrastruktur jaringan analisis sinyal (JAS) baru; (3) meningkatkan kapasitas rehabilitasi penyalahgunaan narkoba, terkendalikannya laju prevalensi penyalahgunaan narkoba hingga angka 0,05 persen; (4) meningkatnya efektivitas sistem keamanan nasional melalui perbaikan kualitas dan jumlah policy brief yang dihasilkan sistem informasi Wantannas.

Fungsi Ekonomi

Alokasi anggaran pada fungsi ekonomi dalam APBN Tahun 2016 sebesar Rp360.226,7 miliar, menunjukkan peningkatan sebesar 66,5 persen apabila dibandingkan dengan alokasinya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp216.290,6 miliar.

Selanjutnya, arah kebijakan dan langkah-langkah yang akan ditempuh Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi ekonomi pada tahun 2016 antara lain: (1) pembangunan sarana dan prasarana penghubung menuju dan antarkoridor ekonomi dan kawasan-kawasan pertumbuhan ekonomi dalam bentuk pembangunan bandara perintis, pelabuhan, dan jaringan jalan tol; (2) melanjutkan pengembangan moda angkutan laut, kereta api, dan angkutan penyeberangan sistem logistik nasional melalui pengembangan jaringan kereta api di pulau besar, dan pembangunan tol laut; (3) penguatan kelembagaan usaha dan koperasi, kemitraan usaha berbasis

II.4-4 Nota Keuangan dan APBN 2016

APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

rantai nilai (value change ), revitalisasi dan modernisasi koperasi; (4) mendukung program ketahanan pangan dan energi nasional; (5) peningkatan cadangan pasokan energi primer dan bahan bakar, serta energi baru dan terbarukan (EBT); (6) peningkatan produksi padi dan sumber pangan protein; (7) pemberantasan illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing.

Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2016 melalui alokasi anggaran fungsi ekonomi diantaranya yaitu: (1) meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi dan keterpaduan sistem transportasi multimoda dan antarmoda (dilihat dari indikatornya yaitu dikembangkannya jalan nasional; terbangunnya jalan baru; terbangunnya jalur KA; terbangunnya dermaga sungai dan danau, serta meningkatnya kapasitas pelabuhan utama pendukung tol laut sebanyak 24 pelabuhan strategis); (2) meningkatnya kinerja pelayanan dan industri transportasi nasional untuk mendukung konektivitas nasional, Sistem Logistik Nasional (Sislognas) dan konektivitas global, salah satunya dapat dilihat dari meningkatnya jumlah armada pelayaran nasional berumur maksimal 25 tahun sebesar 10 persen; (3) perkuatan ketahanan pangan dan ketahanan air untuk kedaulatan pangan nasional, antara lain dilihat dari indikatornya yaitu meningkatnya produksi bahan pokok antara lain padi, jagung, dan kedelai; (4) terlaksananya pembangungan/peningkatan daerah irigasi baru dan percepatan rehabilitasi jaringan irigasi untuk mendukung kedaulatan pangan, dilihat dari indikatornya antara lain yaitu pembangunan/peningkatan layanan jaringan irigasi dan rehabilitasi jaringan irigasi; (5) perkuatan kedaulatan energi melalui peningkatan produksi sumber daya energi (minyak bumi, gas bumi, dan batubara); (6) meningkatnya pelayanan ketenagalistrikan melalui peningkatan rasio elektrifikasi sebesar 90,15 persen; penambahan kapasitas pembangkit dan konsumsi listrik perkapita menjadi sebesar 985 kWh.

BOKS II.4.1 ANGGARAN KEDAULATAN PANGAN

Dalam visi pemerintah baru, yaitu Trisakti, salah satu butirnya adalah “Indonesia yang lebih berdikari dalam bidang ekonomi” yang kemudian dijabarkan ke dalam misi Pemerintah baru, yaitu Nawa Cita, khususnya untuk cita 6: meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional dan cita 7: mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Kemudian, visi dan misi tersebut dijabarkan lebih lanjut ke dalam dimensi pembangunan, khususnya dimensi pembangunan sektor pendorong pertumbuhan, yaitu salah satu prioritasnya adalah kedaulatan pangan.

Prioritas kedaulatan pangan memiliki makna yang strategis, khususnya terkait dengan peningkatan produksi pangan pokok (a.l. beras, jagung, kedelai, telur ayam, daging sapi/kerbau, ikan) secara berkelanjutan bagi segenap rakyat Indonesia. Dengan demikian, diharapkan ketergantungan terhadap produk impor dapat ditekan atau bahkan dihilangkan.

Sasaran utama pembangunan di bidang kedaulatan pangan pada tahun 2016 antara lain sebagai berikut:

1. Meningkatnya produksi bahan pangan utama: padi 76,2 juta ton, jagung 21,4 juta ton, kedelai 1,82 juta ton, daging sapi/kerbau 0,59 juta ton;

2. Meningkatnya produksi ikan perikanan tangkap 6,45 juta ton dan perikanan budidaya sebesar 8,35 juta ton;

3. Tercapainya produksi garam 3,6 juta ton; 4. Pembangunan bendungan baru sebanyak 8 buah.

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.4-5

Bagian II APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019

Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran prioritas tersebut, maka pada tahun 2016 Pemerintah mengalokasikan anggaran kedaulatan pangan sebesar Rp124,1 triliun dalam APBN Tahun 2016, di mana sebesar Rp49,0 triliun dialokasikan melalui belanja K/L dan Rp75,1 triliun dialokasikan melalui belanja non K/L.

Terdapat tiga kementerian yang memegang peran penting di dalam prioritas kedaulatan pangan, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Alokasi Kementerian Pertanian pada tahun 2016 sebesar Rp31,5 triliun secara penuh diarahkan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, antara lain melalui perluasan areal persawahan dengan pencetakan sawah baru serta upaya untuk meningkatkan produktivitas terutama untuk bahan pangan pokok. Anggaran kedaulatan pangan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp7,1 triliun, diarahkan terutama untuk membangun/meningkatkan jaringan irigasi untuk pertanian. Sedangkan alokasi pada Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar Rp10,4 triliun diarahkan antara lain untuk meningkatkan produksi baik perikanan tangkap, perikanan budi daya, serta produk perikanan lainnya.

Untuk alokasi melalui belanja non K/L, dukungan pencapaian prioritas kedaulatan pangan antara lain melalui: (1) penyediaan subsidi pangan untuk 15,5 juta RTS dengan kuantum sebesar 15kg/ RTS/penyaluran yang disalurkan untuk 12 bulan, subsidi pupuk dengan total volume 9,55 juta ton, serta subsidi benih dengan volume 116.500.000 kg yang terdiri atas benih jenis padi hibrida dan inhibrida serta benih kedelai, (2) alokasi transfer ke daerah melalui mekanisme DAK bidang irigasi yang diarahkan antara lain untuk rehabilitasi/peningkatan/pembangunan jaringan irigasi dan bidang pertanian yang diarahkan antar lain untuk pembangunan/rehabilitasi/renovasi UPTD/Balai Diklat Pertanian, dan penyediaan sarana pendukung; (3) belanja lain-lain yang diarahkan antara lain untuk penyediaan cadangan beras pemerintah (CBP) dalam rangka mengantisipasi dampak bencana dan cadangan stabilisasi harga pangan dan ketahanan pangan guna mengantisipasi gejolak harga pangan yang berpotensi meningkatkan beban hidup masyarakat, terutama masyarakat miskin. Adapun rincian anggaran kedaulatan pangan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

ANGGARAN KEDAULATAN PANGAN, 2015-2016

(triliun rupiah)

I. Kementerian Negara/Lembaga

1. Kementerian Pertanian

2. Kementerian Kelautan Perikanan

3. Kementerian PU dan PERA

a.l. a. Subsidi Pangan

b. Subsidi Pupuk

c. Subsidi Benih

2. Belanja Lain-lain

a.l. a. Cadangan Beras Pemerintah

b. Cadangan Stabilisasi Harga Pangan

dan Ketahanan Pangan

3. Transfer ke Daerah (DAK)

Sumber: Kementerian Keuangan

Fungsi Lingkungan Hidup

Alokasi anggaran pada fungsi lingkungan hidup dalam APBN Tahun 2016 sebesar Rp12.087,8 miliar, menunjukkan peningkatan sebesar 3,1 persen jika dibandingkan dengan alokasinya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp11.728,1 miliar. Dengan peningkatan alokasi anggaran

tersebut, bidang SDA dan lingkungan hidup diharapkan mampu menjadi tulang punggung untuk

II.4-6 Nota Keuangan dan APBN 2016

APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

meningkatkan daya saing ekonomi berbasis SDA dan lingkungan hidup, penghasil devisa, dan penghidupan masyarakat luas.

Selanjutnya, sejalan dengan RPJMN, arah kebijakan dan strategi yang akan dilaksanakan antara lain sebagai berikut: (1) penyempurnaan metodologi dan parameter perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH), agar lebih mencerminkan kondisi lingkungan hidup yang terjadi; (2) pemantauan kualitas lingkungan (air, udara, dan lahan) perlu ditingkatkan sebagai dasar untuk mendapatkan data dan informasi lingkungan hidup; (3) upaya pengendalian pencemaran (air,

udara, dan lahan) yang berupa pencegahan timbulnya limbah/sampah dan pemulihan akibat pencemaran, serta pengendalian kerusakan lingkungan masih perlu terus diperkuat; (4) perlunya penguatan kapasitas pengelolaan lingkungan hidup kelembagaan dan SDM lingkungan hidup daerah, penguatan penegakan hukum lingkungan, dan penyelesaian peraturan operasional turunan dari Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH); (5) kemudahan akses untuk pengembangan ketersediaan informasi mengenai nilai ekonomi KEHATI, pemanfaatan KEHATI dan jasa lingkungan serta dalam rangka pengentasan kemiskinan sekitar kawasan hutan perlu diupayakan pemberian akses kepada masyarakat untuk memanfaatkan kawasan hutan melalui pola Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Desa (HD).

Sasaran yang ingin dicapai antara lain sebagai berikut: (1) peningkatan diversifikasi produk sehingga sumber daya hutan dapat dioptimalkan sebagai penyedia bioenergi untuk mendukung penyediaan energi terbarukan, pangan untuk mendukung ketahanan pangan, tanaman biofarmaka untuk mendukung pengembangan industri obat-obatan, serta serat sebagai bahan baku industri biotekstil dan bioplastik; (2) peningkatan hasil produksi hutan, dan mengfungsikan peran hutan sebagai penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah, serta pengembangan jasa lingkungan ; (3) meningkatkan daya dukung DAS dengan cara pengelolaan DAS secara terpadu dan memerhatikan segenap keterkaitan ekologis (ecological linkages) serta keberlanjutan (sustainability) dalam pemanfaatannya; (4) peningkatan potensi penerimaan devisa dari pemanfaatan keanekaragaman hayati mengingat luasnya kawasan hutan konservasi serta tingginya minat dunia usaha dalam melakukan usaha penangkaran dan pemanfaatan bioresources.

Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum

Sebagai salah satu faktor pendorong peningkatan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia pada umumnya, Pemerintah memberikan perhatian khusus kepada sektor perumahan. Dalam APBN Tahun 2016, anggaran yang dialokasikan pada fungsi perumahan dan fasilitas umum mencapai Rp34.651,1 miliar, yang berarti lebih tinggi sebesar 35,4 persen jika dibandingkan dengan alokasi anggaran fungsi perumahan dan fasilitas umum dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp25.587,2 miliar. Peningkatan alokasi anggaran tersebut menunjukkan komitmen Pemerintah dan mendukung tercapainya sasaran pembangunan dari Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum.

Arah kebijakan penataan perumahan/permukiman dan fasilitas umum pada tahun 2016 diarahkan untuk: (1) peningkatan peran fasilitasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas rumah serta menyediakan hunian baru (sewa/milik) dengan dukungan pembiayaan berdasarkan sistem karir perumahan (housing career system); (2) peningkatan tata kelola dan keterpaduan pemangku kepentingan pembangunan perumahan; (3) peningkatan efektivitas dan efisiensi manajemen lahan dan hunian di perkotaan;

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.4-7

Bagian II APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019

(4) pengembangan sistem karir perumahan yang disertai dengan industrialisasi perumahan; (5) pemanfaatan teknologi dan bahan bangunan yang aman dan murah; (6) penyediaan layanan air minum dan sanitasi layak yang terintegrasi dengan perumahan; (7) peningkatan keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk keserasiannya terhadap lingkungan; (8) menjamin ketahanan sumber daya air domestik melalui optimalisasi neraca air domestik dan peningkatan layanan sanitasi, menyediakan infrastruktur produktif melalui penerapan manajemen aset baik pada tahapan perencanaan, penganggaran, dan investasi, serta meningkatkan sinergi pembangunan air minum dan sanitasi. Di samping itu, terdapat arah kebijakan lain dalam fungsi perumahan dan fasilitas umum yang akan dilaksanakan dalam tahun 2016, yaitu antara lain: (1) melanjutkan program fasilitas perumahan sesuai dengan kebutuhan bagi anggota TNI dan Polri; (2) pengembangan perumahan dan kawasan permukiman, terutama di daerah urban.

Adapun sasaran pembangunan yang ingin dicapai dari fungsi perumahan dan fasilitas umum pada tahun 2016 adalah: (1) peningkatan akses masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) termasuk pekerja/buruh terhadap hunian yang layak dengan membangun rumah susun yang

dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) pendukungnya; (2) peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan sebagai bagian dari pengurangan kondisi kumuh di perkotaan; (3) meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk keserasiannya terhadap lingkungan; (4) terbangunnya rumah khusus di daerah pasca bencana/konflik, maritim dan perbatasan negara; (5) terwujudnya keswadayaan masyarakat untuk peningkatan kualitas dan pembangunan rumah/hunian yang layak dan terjangkau dalam lingkungan yang aman, sehat, teratur dan serasi; (6) meningkatkan akses terhadap layanan air minum dan sanitasi yang layak dan berkelanjutan; (7) mengurangi angka backlog perumahan menjadi 6,5 juta rumah tangga.

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, strategi yang akan ditempuh antara lain meliputi: (1) penyusunan dokumen perencanaan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman baik di tingkat pusat maupun daerah; (2) peningkatan keterlibatan setiap pemangku kepentingan dalam fasilitasi penyediaan hunian layak bagi MBR dan penanganan kumuh; (3) pengembangan inovasi pembiayaan perumahan dalam meningkatkan kualitas hidup MBR; (4) peningkatan keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk keserasiannya terhadap lingkungan; (5) menjamin ketahanan air melalui peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku dalam pemanfaatan air minum dan sanitasi.

BOKS II.4.2 ANGGARAN INFRASTRUKTUR

Untuk mendukung pencapaian visi dan misi pemerintah periode 2014-2019, sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2015-2019, pembangunan infrastruktur memiliki peran yang penting dalam strategi pembangunan nasional. Hal ini sejalan dengan tema rencana kerja pemerintah (RKP) tahun 2016, yaitu “Mempercepat Pembangunan Infrastruktur untuk Memperkuat Fondasi Pembangunan yang Berkualitas”. Dari fokus RKP tahun 2016 tersebut, tercermin dalam peningkatan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur memiliki multiplier effect yang besar dan berkelanjutan terhadap perekonomian nasional. Selain itu, pembangunan infrastruktur juga diharapkan menjadi trigger percepatan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.

Secara umum, pembangunan infrastruktur dilaksanakan baik melalui pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun BUMN. Dengan demikian, penganggaran untuk pembangunan infrastruktur dapat

II.4-8 Nota Keuangan dan APBN 2016

APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

diidentifikasi baik dari belanja pemerintah pusat (K/L dan non K/L), transfer ke daerah dan dana desa, maupun pembiayaan (dalam bentuk penyertaan modal negara kepada beberapa BUMN yang bergerak di bidang terkait infrastruktur). Tabel berikut menunjukkan besaran anggaran infrastruktur dalam APBN Tahun 2016, yaitu sebesar Rp313,5 triliun, meningkat dibandingkan alokasinya dalam APBNP tahun 2015.

ANGGARAN INFRASTRUKTUR, 2015 - 2016

(triliun rupiah)

APBNP 2015 APBN 2016 I. Infrastruktur Ekonomi

Uraian

302,6 1. Melalui K/L

1. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

2. Kementerian Perhubungan

3. Kementerian Pertanian

4. Kementerian ESDM

2. Melalui Non K/L

1 VGF (termasuk Cadangan VGF)

2 Belanja Hibah

3. Melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa

1. Dana Alokasi Khusus

2. Perkiraan Dana Desa untuk infrastruktur

4. Melalui Pembiayaan

1. Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)

2. Penyertaan Modal Negara

II. Infrastruktur Sosial

1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

2. Kementerian Agama

III. Dukungan Infrastruktur

2. Kementerian Perindustrian

Sumber: Kementerian Keuangan

Secara umum, anggaran infrastruktur dalam APBN dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok besar, yaitu infrastruktur ekonomi, infrastruktur sosial, dan dukungan infrastruktur. Infrastruktur ekonomi dimaksudkan untuk pembangunan (termasuk pemeliharaan) sarana dan prasarana yang diperlukan dalam rangka kelancaran mobilitas arus barang dan jasa, serta kelancaran proses produksi. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah berbagai kegiatan, baik di K/L, non-K/L, transfer ke daerah dan dana desa, maupun pembiayaan anggaran, yang antara lain terkait dengan transportasi, pengairan/ irigasi, telekomunikasi dan informatika, perumahan/permukiman serta energi (ketenagalistrikan, minyak, dan gas bumi).

Dalam tahun 2016, anggaran infrastruktur ekonomi, diperkirakan mencapai Rp302,6 triliun. Jumlah tersebut dialokasikan melalui: (1) belanja K/L (antara lain Kementerian PU dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, dan Kementerian Pertanian); (2) BA non K/L dalam bentuk antara lain alokasi viability gap fund (VGF) dan belanja hibah untuk berbagai kegiatan infrastruktur di daerah; (3) Transfer ke daerah dan dana desa, antara lain dalam bentuk dana alokasi khusus pada beberapa bidang terkait infrastruktur (seperti transportasi, jalan, irigasi, air minum dan sanitasi, serta energi perdesaan) dan dana desa, yang diperkirakan digunakan untuk pembangunan infrastruktur di perdesaan; (4) Pembiayaan Anggaran, antara lain dalam berbagai bentuk investasi Pemerintah (seperti fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan/FLPP maupun PMN kepada beberapa BUMN yang bergerak di bidang infrastruktur) sebagai upaya untuk meningkatkan peran BUMN dalam pembangunan dan diharapkan dapat memberikan multiplier effect yang lebih besar.

Selanjutnya, anggaran infrastruktur sosial, dialokasikan dalam bentuk kegiatan untuk membangun infrastruktur di bidang pendidikan, baik pembangunan/rehabilitasi baik sekolah maupun ruang

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.4-9

Bagian II APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019

kelas. Kegiatan terkait infrastruktur bidang pendidikan dialokasikan melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Agama, yang secara umum bersifat investasi jangka panjang, mengingat dampaknya baru akan dapat dirasakan dalam beberapa tahun ke depan.

Sementara itu, terdapat pula berbagai kegiatan di Kementerian Negara/Lembaga yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan berbagai program infrastruktur, seperti pengelolaan tanah/lahan, pengembangan wilayah industri, perbaikan iklim investasi, dan koordinasi kebijakan terkait infrastruktur. Kegiatan-kegiatan tersebut, diklasifikasikan dalam dukungan infrastruktur, sebagai bagian dari anggaran infrastruktur, mengingat perannya dalam efektivitas berbagai program di bidang infrastruktur.

Adapun sasaran pembangunan infrastruktur dalam APBN Tahun 2016 dapat dijelaskan sebagai berikut. Di bidang energi, rasio elektrifikasi diharapkan mencapai 90,15 persen. Kemudian, di bidang kedaulatan pangan, pembangunan infrastruktur dalam tahun 2016 diarahkan antara lain untuk pengembangan jaringan dan optimasi air, termasuk irigasi seluas 400.000 ha. Selain itu, pembangunan infrastruktur tahun 2016 diarahkan antara lain untuk mencapai produksi bahan pangan pokok, yaitu padi 76,2 juta ton, jagung 21,4 juta ton, kedelai 1,82 juta ton, produksi 6,45 juta ton perikanan tangkap, 8,35 juta ton perikanan budidaya, serta meningkatkan nilai tukar petani, nelayan dan pembudidaya ikan. Kemudian untuk bidang perumahan, air minum, dan sanitasi, pembangunan infrastruktur tahun 2016 diarahkan antara lain untuk pembangunan 11.642 unit rusun, penyediaan fasilitas untuk rumah swadaya sebanyak 94.000 RT, serta pembangunan 387 embung dan bangunan penampung air. Sasaran pembangunan infrastruktur bidang konektivitas diarahkan untuk: (1) pembangunan 768,7 km ruas jalan baru dan 28,95 km ruas jalan tol; (2) pembangunan jalur kereta api sepanjang 142,12 km’sp; serta (3) pembangunan 15 bandara baru.

Fungsi Kesehatan

Alokasi anggaran pada fungsi kesehatan dalam APBN tahun 2016 sebesar Rp67.213,7 miliar. Tingginya peningkatan alokasi fungsi kesehatan pada APBN tahun 2016 apabila dibandingkan dengan alokasinya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp24.208,5 miliar, terutama disebabkan oleh penyesuaian dan penataan ulang pada ruang lingkup dan terminologi pada klasifikasi menurut fungsi sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 127/PMK.2/2015 tentang Klasifikasi Anggaran. Sebagai konsekuensi atas penataan ulang tersebut, terdapat beberapa program yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai fungsi pelayanan umum direklasifikasi menjadi fungsi kesehatan, seperti Program Penguatan Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar Rp25.616,7 miliar direklasifikasi dari fungsi pelayanan umum menjadi fungsi kesehatan.

Selanjutnya, arah kebijakan dan langkah-langkah yang akan ditempuh Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi kesehatan pada tahun 2016 difokuskan untuk mendukung upaya peningkatan layanan kesehatan antara lain melalui: (1) meningkatkan akses dan kualitas continuum of care pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja, dan lanjut usia; (2) mempercepat dan meningkatkan akses dan mutu paket pelayanan gizi masyarakat; (3) meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan melalui peningkatan surveilans epidemiologi faktor risiko dan penyakit; (4) mengembangkan dan meningkatkan efektivitas pembiayaan kesehatan; (5) peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; (6) mengendalikan kuantitas penduduk dengan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata; dan (7) memantapkan efektivitas pelaksanaan SJSN kesehatan, baik dari sisi demand side maupun supply side, termasuk pemenuhan kebutuhan dan kualitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.

II.4-10 Nota Keuangan dan APBN 2016

APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2016 melalui alokasi anggaran fungsi kesehatan diantaranya yaitu: (1) meningkatnya cakupan jumlah peserta KB baru sebanyak 6,96 juta jiwa dan peserta KB aktif sebanyak 30,02 juta jiwa; (2) meningkatnya tingkat persalinan ibu melahirkan di fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 77 persen; (3) meningkatnya persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap sebesar 91,5 persen; (4) meningkatnya tingkat pengendalian penyakit menular dan tidak menular; (5) meningkatnya jumlah Puskesmas yang telah bekerjasama melalui Dinas Kesehatan dengan UTD dan RS sebanyak 1.600 Puskesmas; (6) meningkatnya jumlah kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional sebanyak 190 kabupaten/kota; dan (7) meningkatnya mutu sarana produksi dan distribusi obat tradisional dan suplemen kesehatan sesuai dengan good manufacturing practices (GMP) dan good distribution practices (GDP).

BOKS II.4.3 PEMENUHAN 5 PERSEN ANGGARAN KESEHATAN

Pada tahun 2009, Pemerintah bersama-sama DPR menerbitkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Salah satu poin penting yang diatur dalam UU kesehatan tersebut adalah pemenuhan alokasi anggaran kesehatan sebesar 5 persen untuk pusat dan 10 persen untuk daerah dari total anggaran APBN/APBD Provinsi/Kabupaten/Kota setiap tahunnya di luar gaji pegawai sebagaimana ketentuan Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2).

Dalam APBN, metode perhitungan anggaran kesehatan mengikuti perhitungan anggaran pendidikan, dengan pendekatan tematik. Dengan pendekatan tematik tersebut, anggaran kesehatan selain memerhitungkan alokasi dalam Belanja Pemerintah Pusat (Belanja K/L dan Non K/L) juga memperhitungkan alokasi dari Transfer ke Daerah dan Dana Desa maupun pengeluaran Pembiayaan, sebagai berikut:

1. Belanja K/L a. K/L yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kesehatan, maka seluruh alokasi/pagunya

dihitung sebagai anggaran kesehatan. K/L tersebut meliputi Kementerian Kesehatan, BKKBN, dan BPOM.

b. K/L Lainnya, yang alokasi/pagunya sebagian dipergunakan untuk program/kegiatan terkait kesehatan seperti memiliki rumah sakit/menyediakan pelayanan kesehatan.

2. Belanja Non K/L Belanja non K/L yang terkait dengan kesehatan, yaitu anggaran untuk iuran jaminan kesehatan

nasional PNS/TNI/Polri, veteran, penerima pensiun, serta jaminan kesehatan pejabat negara pada pos belanja pegawai (jaminan pelayanan kesehatan) dan cadangan bidang kesehatan untuk program JKN pada pos belanja lain-lain.

3. Transfer ke Daerah dan Dana Desa Anggaran Kesehatan yang bersumber dari Transfer ke Daerah dan Dana Desa adalah DAK

Bidang Kesehatan, DAK Bidang Keluarga Berencana, serta sebagian dari Dana Otonomi Khusus Papua (sesuai dengan ketentuan dari UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, Pasal 36 ayat 2), yang diperhitungkan 15 persen dari Dana Otsus Provinsi Papua dan Papua Barat.

4. Pembiayaan Anggaran Kesehatan yang bersumber dari Pembiayaan adalah investasi atau Penyertaan Modal

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.4-11

Bagian II APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019

Negara (PMN) yang terkait dengan bidang kesehatan. Dalam tahun 2015, terdapat PMN kepada BPJS Kesehatan untuk program Dana Jamsos Kesehatan, yang diperhitungkan sebagai anggaran kesehatan.

Dalam penggunaan, metode perhitungan tersebut sebenarnya masih terdapat potensi beberapa komponen yang terkait dengan anggaran kesehatan yang belum diperhitungkan sebagai anggaran kesehatan. Beberapa komponen tersebut, antara lain alokasi anggaran untuk air minum, sanitasi, dan persampahan.

Dalam APBN Tahun 2016, dengan tekad dan komitmen untuk melaksanakan amanat UU Nomor

36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, maka untuk pertama kalinya Pemerintah memenuhi anggaran kesehatan hingga mencapai sebesar 5 persen dari belanja Negara. Hal ini tercermin dari alokasi anggaran kesehatan dalam APBN Tahun 2016 yang mencapai Rp104,8 triliun meningkat cukup signifikan (Rp30,0 triliun) dari alokasi dalam APBNP tahun 2015. Perkembangan alokasi anggaran kesehatan dalam tahun 2015-2016 disajikan dalam tabel berikut ini.

ANGGARAN KESEHATAN, 2015 - 2016

(triliun rupiah)

Pemenuhan anggaran kesehatan sebesar

5 persen dari APBN, dengan didukung Komponen

APBNP APBN

program yang lebih efektif dan luas,

I. Anggaran Kesehatan melalui Belanja Pemerintah Pusat

untuk mencapai: (a) meningkatnya

A. Anggaran Kesehatan pada Kementerian Negara/Lembaga 56,7

status kesehatan dan gizi ibu dan anak;

1. Kementerian Kesehatan

(b) meningkatnya pengendalian penyakit;

2. Badan POM

(c) meningkatnya akses dan mutu pelayanan

3. BKKBN

4. Kementerian Negara/Lembaga lainnya

kesehatan dasar dan rujukan terutama di

B. Anggaran Kesehatan pada Non K/L

daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan;

1. Jaminan Pelayanan Kesehatan

(d) meningkatnya cakupan pelayanan

2. Cadangan Program Jaminan Kesehatan Nasional

kesehatan universal melalui Kartu

II. Anggaran Kesehatan melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa 7,8 22,1

A. DAK Kesehatan dan Keluarga Berencana

Indonesia Sehat (KIS) serta kualitas dan

B. Perkiraan Anggaran Kesehatan dari Dana Otsus Papua

keberlanjutan pengeloaan SJSN Kesehatan

III. Anggaran Kesehatan melalui Pengeluaran Pembiayaan

(dari sisi demand dan supply), termasuk

Penyertaan Modal Negara kepada BPJS Kesehatan

104,8 perbaikan kebijakan dan regulasinya;

Total Anggaran Kesehatan

Total Belanja Negara

serta (e) terpenuhinya kebutuhan tenaga

Rasio Anggaran Kesehatan thd Belanja Negara (%)

kesehatan, obat dan vaksin secara merata. Sumber : Kementerian Keuangan Pemenuhan alokasi anggaran kesehatan

SASARAN ANGGARAN KESEHATAN DALAM TAHUN 2016

sebesar 5 persen dari belanja negara tersebut

mengurangi ruang gerak fiskal Pemerintah No

Uraian

Target

dalam mendukung pelaksanaan berbagai program prioritas pembangunan yang

1 meningkatkan persentase persalinan di

fasilitas pelayanan kesehatan

77 persen

lain. Hal ini mengingat anggaran belanja

2 meningkatkan persentase anak usia 0-11

negara masih didominasi oleh belanja-

bulan yang mendapat imunisasi dasar

91,5 persen

belanja yang sifatnya wajib atau mengikat,

lengkap

seperti belanja pegawai, belanja barang

3 menurunkan prevalensi kekurangan gizi

18,3 persen

operasional, kewajiban pembayaran bunga utang, dan juga alokasi yang diwajibkan

(underweight ) pada anak balita

4 jumlah kecamatan yang memiliki minimal

peraturan perundang-undangan (anggaran 700 Kecamatan

satu puskesmas yang tersertifikasi

akreditasi

pendidikan, transfer ke daerah, dan dana

5 jumlah puskesmas yang minimal memiliki

desa). Untuk itu diperlukan pengelolaan

5 jenis tenaga kesehatan

2.000 Puskesmas

fiskal yang lebih hati-hati. Adapun sasaran

6 jumlah penduduk miskin dan tidak mampu

dari anggaran kesehatan dalam tahun 2016

yang terdaftar sebagai peserta PBI melalui 92,4 juta jiwa

antara lain adalah sebagaimana tercermin

JKN/Kartu Indonesia Sehat (KIS) 7 persentase obat yang memenuhi syarat

pada tabel berikut ini. 92,5 persen

II.4-12 Nota Keuangan dan APBN 2016

APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

Fungsi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Dalam APBN Tahun 2016, alokasi anggaran untuk fungsi pariwisata dan ekonomi kreatif sebesar Rp 7.432,7 miliar. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 97,4 persen jika dibandingkan dengan alokasinya pada APBNP tahun 2015 sebesar Rp 3.765,5 miliar.

Arah kebijakan dan langkah-langkah yang ditempuh Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi pariwisata dan ekonomi kreatif pada tahun 2016 antara lain: (1) penguatan sinergitas dan keterpaduan pemasaran dan promosi lokasi destinasi pariwisata; (2) peningkatan kualitas destinasi pariwisata (termasuk destinasi pariwisata baru); (3) peningkatan dan pengembangan industri pariwisata; (4) penguatan sumber daya dan teknologi ekonomi kreatif; (5) penguatan industri kreatif; (6) peningkatan akses pembiayaan bagi industri kreatif; (7) peningkatan apresiasi dan akses pasar di dalam dan luar negeri bagi industri kreatif. Arah kebijakan tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan pembangunan sektor pariwisata guna memberikan multiplier effect yang signifikan terhadap perkembangan perekonomian.

Sasaran pembangunan yang ingin dicapai dari fungsi pariwisata dan ekonomi kreatif pada tahun 2016, diantaranya yaitu: (1) tercapainya devisa di sektor pariwisata sebesar Rp172,8 triliun; (2) tercapainya kontribusi bidang pariwisata terhadap PDB sebesar 5 persen; (3) tercapainya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 12 juta orang dan wisatawan Nusantara sebanyak 260 juta kunjungan; (4) penambahan tenaga kerja dari sektor ekonomi kreatif dan menciptakan pertumbuhan orang kreatif menjadi start-up usaha baru.

Fungsi Agama

Alokasi anggaran pada fungsi agama dalam APBN Tahun 2016 sebesar Rp 9.785,1 miliar, menunjukkan peningkatan sebesar 41,4 persen apabila dibandingkan dengan alokasinya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp 6.920,5 miliar.

Selanjutnya, arah kebijakan dan langkah-langkah yang akan ditempuh Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi agama pada tahun 2016 antara lain: (1) meningkatkan pemahaman, penghayatan, pengamalan, dan pengembangan nilai-nilai keagamaan; (2) meningkatkan kerukunan umat beragama; (3) meningkatkan pelayanan kehidupan beragama; (4) meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji; (5) meningkatkan tata kelola pembangunan bidang agama.

Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2016 melalui alokasi anggaran fungsi agama diantaranya yaitu: (1) meningkatnya kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama, kualitas pelayanan kehidupan beragama, serta harmoni sosial dan kerukunan hidup umat beragama; (2) kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang transparan, efisien, dan akuntabel yang ditunjukkan dengan meningkatnya indeks kepuasan jemaah haji sebesar 84,0 persen pada tahun 2016.

Fungsi Pendidikan

Dimensi pembangunan manusia yang salah satu prioritasnya adalah sektor pendidikan dengan melaksanakan Program Indonesia Pintar merupakan penjabaran dari cita kelima dan cita kedelapan dari Nawa Cita (Agenda Pembangunan Nasional-RPJMN 2015-2019). Pemerintah dalam APBN Tahun 2016 mengalokasikan anggaran fungsi pendidikan sebesar Rp 150.090,0 miliar atau 11,3 persen dari total belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan Program Indonesia Pintar tersebut.

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.4-13

Bagian II APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019

Alokasi anggaran fungsi pendidikan tersebut digunakan Pemerintah untuk menempuh kebijakan yang diarahkan pada: (1) melaksanakan dan meningkatkan kualitas wajib belajar dua belas tahun yang merata; (2) meningkatkan akses, kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi; (3) meningkatkan profesionalisme dan pembenahan distribusi guru dan tenaga kependidikan serta jaminan hidup dan fasilitas pengembangan keilmuan dan karir bagi guru di daerah khusus; (4) meningkatkan akses dan kualitas pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pendidikan masyarakat; (5) memantapkan pelaksanaan sistem pendidikan nasional; (6) meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen pelayanan pendidikan; (7) meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan (baik pendidikan umum maupun pendidikan agama) untuk mengurangi kesenjangan taraf pendidikan antarwilayah, antarjenis kelamin, dan antarkelompok sosial- ekonomi; dan (8) memperluas dan meningkatkan pemerataan pendidikan menengah yang berkualitas.

Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2016 melalui alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yaitu meningkatnya taraf pendidikan penduduk, yang ditunjukkan dengan: (1) meningkatnya angka partisipasi pendidikan yang ditunjukkan oleh meningkatnya: (a) angka partisipasi PAUD; (b) angka partisipasi kasar (APK) SD/MI dari 110,77 pada tahun 2015 menjadi 111,14 persen pada tahun 2016; (c) APK SMP/MTs dari 102,80 pada tahun 2015 menjadi 104,47 persen pada tahun 2016; (d) APK SMA/MA/SMK/Sederajat dari 82,42 pada tahun 2015 menjadi 85,51 persen pada tahun 2016; (e) APK Pendidikan Tinggi dari 29,84 pada tahun 2015 menjadi 31,31 persen pada tahun 2016; (2) meningkatnya rata-rata lama sekolah penduduk usia diatas 15 tahun menjadi 8,5 tahun; (3) meningkatnya rata-rata angka melek aksara penduduk usia di atas 15 tahun; (4) meningkatnya Prodi Pendidikan Tinggi minimal terakreditasi B menjadi 58,8 persen; (5) meningkatnya persentase sekolah yang berakreditasi minimal B masing-masing menjadi: (a) SD/MI menjadi 76,5 persen; (b) SMP/MTs menjadi 71,8 persen; (c) SMA/MA menjadi 79,1 persen; (6) meningkatnya persentase kompetensi keahlian SMK berakreditasi minimal B menjadi 56,6 persen; (7) menurunnya kesenjangan partisipasi pendidikan antarkelompok masyarakat antara lain ditunjukkan dengan tercapainya rasio APK antara 20 persen penduduk termiskin dan 20 persen penduduk terkaya pada jenjang SMP/ MTs dan SMA/SMK/MA masing-masing menjadi 0,87 dan 0,58; (8) meningkatnya jaminan hidup dan fasilitas pengembangan ilmu pengetahuan dan karir bagi guru yang ditugaskan di daerah khusus.

BOKS II.4.4 ANGGARAN PENDIDIKAN

Pasal 31 Ayat 4 UUD 1945 menyebutkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Pemenuhan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN untuk peningkatan akses dan kualitas pendidikan, antara lain melalui: (a) wajib belajar 12 tahun melalui pemberian Kartu Indonesia Pintar (KIP); (b) meningkatkan kualitas pembelajaran; (c) meningkatkan akses terhadap layanan pendidikan dan pelatihan keterampilan; (d) meningkatkan pengelolaan dan penempatan guru; serta (e) meningkatkan pemerataan akses dan kualitas serta relevansi dan daya saing pendidikan tinggi.

Dalam APBN Tahun 2016, alokasi anggaran pendidikan mencapai Rp419,2 triliun (20,0 persen terhadap belanja negara), yang berarti meningkat cukup signifikan (Rp10,6 triliun) dari APBNP tahun 2015. Perkembangan alokasi anggaran pendidikan dalam tahun 2015-2016 dan sasaran anggaran pendidikan dalam tahun 2016 antara lain disajikan pada tabel-tabel berikut ini.

II.4-14 Nota Keuangan dan APBN 2016

APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

ANGGARAN PENDIDIKAN, 2015 - 2016

SASARAN BIDANG PENDIDIKAN TAHUN 2016

(triliun rupiah)

I. Anggaran Pendidikan melalui Belanja Pemerintah Pusat

1 Kartu Indonesia Pintar (siswa) 1 9 ,54 juta

Anggaran Pendidikan pada Kementerian Negara/Lembaga

2 Beasiswa bidik m isi dan bantuan siswa 3 06 ribu

1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

m iskin (m ahasiswa)

2. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

3. Kementerian Agama

3 Pem bangunan unit:

4. Kementerian Negara/Lembaga lainnya

- sekolah baru (unit) 9 81

II. Anggaran Pendidikan melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa

1. DBH yang diperkirakan untuk anggaran pendidikan

- ruang kelas baru (ruang) 1 4 .56 6

2. DAU yang diperkirakan untuk anggaran pendidikan

- rehabilitasi ruang kelas (ruang) 1 1 .6 2 5

3. Dana Transfer Khusus

4 - Pemberian BOS (sekolah pendidikan agama)

4. Dana Insentif Daerah

5. Otsus yang diperkirakan untuk anggaran pendidikan

- MI/Ula (santri) 3 ,6 juta

III. Anggaran Pendidikan melalui Pengeluaran Pembiayaan

- MTs/Wustha (santri) Dana Pengembangan Pendidikan Nasional - 5,0 3 ,4 juta

Total Anggaran Pendidikan

- MA/Uly a (santri)

1 ,3 juta

Total Belanja Negara

5 Peningkatan kom petensi tenaga pendidik 4 9 7 ,6 ribu

Rasio Anggaran Pendidikan thd Belanja Negara (%)

Sumber : Kementerian Keuangan

Fungsi Perlindungan Sosial

Alokasi anggaran pada fungsi perlindungan sosial dalam APBN tahun 2016 sebesar Rp158.088,8 miliar. Tingginya peningkatan alokasi pada fungsi kesehatan pada APBN tahun 2016 apabila dibandingkan dengan alokasinya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp22.615,8 miliar, terutama disebabkan oleh penyesuaian dan penataan ulang pada ruang lingkup dan terminologi pada klasifikasi menurut fungsi sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 127/ PMK.2/2015 tentang Klasifikasi Anggaran. Sebagai konsekuensi atas penataan ulang tersebut, terdapat beberapa program yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai fungsi pelayanan umum direklasifikasi menjadi fungsi perlindungan sosial, seperti Program Pengelolaan Transaksi Khusus yang didalamnya terdapat kegiatan antara lain kontribusi sosial untuk anggaran manfaat pensiun dan jaminan pelayanan kesehatan (BPJS Kesehatan) sebesar Rp108.579,8 miliar direklasifikasi dari fungsi pelayanan umum menjadi fungsi perlindungan sosial.

Selanjutnya, arah kebijakan dan langkah-langkah yang akan ditempuh Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi perlindungan sosial pada tahun 2016 antara lain: (1) peningkatan akses semua anak terhadap pelayanan yang berkualitas dalam rangka mendukung tumbuh kembang dan kelangsungan hidup; (2) peningkatan perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya; (3) meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan; (4) meningkatkan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan; (5) peningkatan efektivitas pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan anak; (6) peningkatan pelayanan dasar bagi masyarakat miskin dan rentan; (7) penyempurnaan dan pengembangan sistem perlindungan sosial yang komprehensif.

Sasaran yang ingin dicapai dari pengalokasian anggaran pada fungsi perlindungan sosial pada tahun 2016 antara lain, yaitu: (1) menurunnya tingkat kesenjangan antarkelompok masyarakat yang ditunjukkan dengan rasio gini sebesar 0,39; (2) meningkatnya sasaran/ coverage program-program perlindungan sosial termasuk perluasan bantuan tunai bersyarat/ conditional cash transfer (CCT) dengan sasaran sebanyak 6 juta KSM; (3) meningkatnya jumlah RTSM yang digraduasi dari program perlindungan dan jaminan sosial sebanyak 189.963 RTSM; (4) meningkatnya cakupan pelayanan dasar dan akses masyarakat kurang mampu terhadap

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.4-15

Bagian II APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019

ekonomi produktif; (5) meningkatnya akses penduduk rentan dan kurang mampu terhadap air minum dan sanitasi layak sebesar 70 persen; (6) meningkatnya kualitas hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan; dan (7) meningkatnya akses dan kualitas hidup penyandang disabilitas dan lanjut usia; dan (8) meningkatnya jumlah pengawasan pelaksanaan perlindungan anak dari tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya.

Mengenai bantuan tunai bersyarat yang diperluas cakupan sasarannya pada tahun 2016 merupakan pengembangan dari program perlindungan yang sudah ada, berupa bantuan tunai yang diberikan kepada keluarga sangat miskin (KSM). Namun demikian, untuk mendapatkan bantuan tersebut, KSM harus memenuhi beberapa syarat, terutama dikaitkan dengan perilaku

hidup sehat dan pendidikan. Dengan demikian, program ini dapat meningkatkan kualitas hidup KSM melalui peningkatan pendapatan, dan peningkatan produktivitas, serta merupakan salah satu upaya memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan.

Perluasan cakupan program ini menyasar kepada daerah-daerah yang belum sepenuhnya tersentuh oleh program-program perlindungan sosial. Bantuan tunai bersyarat tersebut terdiri dari bantuan tetap, bantuan untuk kesehatan terutama bagi ibu hamil dan balita, serta bantuan untuk pendidikan bagi keluarga yang memiliki anak sekolah tingkat SD sampai dengan SMA. Dengan demikian, program bantuan tunai bersyarat diharapkan dapat membantu KSM menghindari kemiskinan dan memastikan generasi berikutnya tumbuh sehat serta dapat menyelesaikan jenjang pendidikan (SD sampai dengan SMA).

BOKS II.4.5 PELAKSANAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL PROGRAM JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2014-2015 dan PROYEKSI TAHUN 2016

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) utamanya Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014 diselenggarakan oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Tujuan utama program JKN adalah memberikan jaminan agar setiap peserta dan/atau anggota keluarganya memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis yang selanjutnya dapat meningkatkan kualitas hidup agar menjadi lebih produktif.

Kepesertaan dalam program JKN dikelompokkan ke dalam segmentasi Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang meliputi fakir miskin dan orang tidak mampu serta Bukan PBI yang meliputi

Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan

Pekerja (BP). PPU meliputi PNS, TNI, POLRI, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) dan pegawai badan usaha swasta/BUMN/BUMD. PBPU meliputi pekerja diluar hubungan kerja atau peserta mandiri. BP meliputi investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran dan perintis kemerdekaan. Sampai dengan 31 Desember 2014, jumlah peserta program JKN telah mencapai 133.423.653 jiwa dan ditargetkan terus meningkat setiap tahun sampai dengan mencapai

II.4-16 Nota Keuangan dan APBN 2016

APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

universal health coverage sesuai road map SJSN Kesehatan. Perkembangan peserta program JKN tersaji dalam tabel berikut.

KEPESERTAAN PROGRAM JKN, 2014-2016 Jum lah Peserta (Juta Jiwa)

No.

Segm en Peserta

s.d

Proy eksi

T arget

4 PPU-Badan Usaha

Sumber : BPJS Kesehatan

Sumber utama pendanaan penyelenggaraan program JKN berasal dari iuran (kontribusi premi) peserta, yakni PBI yang dibayar oleh Pemerintah, PPU baik pekerja pemerintah maupun swasta ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja, sedangkan PBPU dan BP dibayar seluruhnya oleh peserta yang bersangkutan, kecuali untuk penerima pensiun PNS, TNI, POLRI, Pejabat Negara ditanggung bersama oleh Pemerintah dan penerima pensiun serta peserta iuran veteran ditanggung oleh Pemerintah. Akumulasi dana iuran peserta program JKN (Dana Jaminan Sosial/DJS Kesehatan) tersebut sebagian besar dimanfaatkan untuk mendanai pelayanan kesehatan yang telah digunakan oleh pesertanya. Sampai dengan tahun 2014, realisasi pendapatan baik dari iuran maupun hasil investasi lebih kecil dari biaya pelayanan kesehatan sehingga terdapat defisit. Kondisi ini diperkirakan juga akan terjadi pada tahun 2015. Hal ini terutama disebabkan oleh banyaknya peserta PBPU yang mendaftarkan diri sudah dalam keadaan sakit, sehingga rasio klaim kelompok peserta ini cenderung lebih tinggi dari kelompok lainnya. Rasio klaim peserta program JKN disajikan dalam tabel berikut.

RASIO KLAIM TAHUN 2014

1. Jumlah peserta (jiwa) 9.052.859 124.370.794 133.423.653 2. Iuran Peserta (Miliar Rp) 1.885,4 38.834,4 40.719,9 3. Biaya Pelkes (Miliar Rp)

Rasio klaim (%)

Sumber : BPJS Kesehatan

Akumulasi dana iuran JKN sebagian besar digunakan untuk mendanai manfaat jaminan kesehatan. JKN mengadopsi managed care sehingga manfaat yang berupa pelayanan kesehatan diberikan oleh fasilitas kesehatan (Faskes) yang menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Sebagai kompensasinya, Faskes menerima pembayaran dari BPJS Kesehatan yang dilakukan dengan Kapitasi (Faskes Primer) dan INA-CBGs (Faskes Lanjutan). Akumulasi dana iuran juga dimanfaatkan untuk mendanai biaya operasional BPJS (terdiri atas biaya personel dan biaya nonpersonel) serta pembentukan cadangan.

Dalam penyelenggaraan program JKN terdapat beberapa tantangan, antara lain: 1. Tingginya pemanfaatan pelayanan kesehatan (rasio klaim) peserta PBPU/Pekerja Mandiri dan

tidak diimbangi dengan tingkat kepatuhan pembayaran iuran (kolektibilitas). 2. Masih rendahnya partisipasi langsung dari Pekerja Penerima Upah (PPU) sektor swasta dan

masyarakat umum yang sehat untuk ikut mendaftar dalam program JKN.

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.4-17

Bagian II APBN Tahun 2016 dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019

3. Jumlah dan penyebaran fasilitas kesehatan belum merata serta jumlah dan kualitas SDM bidang kesehatan perlu ditingkatkan untuk mengimbangi pertumbuhan permintaan pelayanan kesehatan.

Untuk menjawab tantangan dan kendala di atas sekaligus menjaga keberlanjutan penyelenggaraan program JKN dan likuiditas DJS Kesehatan, Pemerintah dan BPJS Kesehatan bersama-sama telah melakukan langkah-langkah perbaikan. Untuk itu, Pemerintah menempuh beberapa kebijakan antara lain:

1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas fasilitas kesehatan baik fasilitas kesehatan tingkat pertama/ FKTP (a.l Puskesmas) maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan/FKTL (a.l ruang rawat inap kelas III dan tempat tidur Rumah Sakit).

2. Memperkuat dan meningkatkan peran Puskesmas dan FKTP sebagai gate keeper untuk memastikan sistem rujukan berjenjang berjalan dengan optimal.

3. Meningkatkan jumlah, penyebaran, dan kompetensi SDM Kesehatan (a.l Dokter, Perawat) dan obat-obatan/bahan medis agar dapat menjangkau seluruh wilayah.

4. Memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BPJS Kesehatan pada tahun 2014 sebesar Rp500 miliar (sebagai modal awal) dan dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp5.000 miliar untuk memperkuat likuiditas BPJS Kesehatan (termasuk cadangan pembiayaan DJS Kesehatan sebesar Rp1.540,0 miliar).

5. Melakukan penyesuaian besaran iuran peserta program JKN secara berkelanjutan. Di mana dalam APBN Tahun 2016 direncanakan dilakukan penyesuaian iuran peserta PBI menjadi

sebesar Rp23.000/popb dengan sasaran 92,4 juta jiwa. Selanjutnya, BPJS Kesehatan bersama Pemerintah telah melakukan tindakan khusus

antara lain: (1) Pengendalian biaya Jaminan Kesehatan baik dari aspek regulasi maupun operasional; (2) Pemberian kontribusi surplus BPJS Kesehatan tahun 2014 kepada DJS

Kesehatan; (3) Penurunan dana operasional; (4) Pemberian dana talangan BPJS Kesehatan ke DJS Kesehatan; (5) Peningkatan rekrutmen peserta dari masyarakat yang sehat.

Di sisi lain, diharapkan tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat atas pentingnya program JKN yang dibangun berdasarkan azas kemanusiaan, manfaat, keadilan sosial, dan prinsip asuransi sosial

dapat meningkat sehingga pada akhirnya universal health coverage program JKN dapat dicapai.

Program JKN sebagai program pemeliharaan kesehatan yang akan mencakup seluruh rakyat Indonesia perlu terus dijaga keberlanjutannya. Untuk mencapai harapan tersebut, BPJS Kesehatan harus menerapkan praktek-praktek pengelolaan yang baik, antara lain dengan terus memperkuat fungsi pelayanan di FKTP, menerapkan sistem layanan berjenjang secara tertib dan optimal, meningkatkan jumlah RS swasta yang bekerja sama, serta melakukan evaluasi menyeluruh atas pelaksanaan layanan kesehatan. Di samping itu, dari aspek keuangan perlu diterapkan praktikum pengelolaan keuangan yang cermat dan hati-hati yang didukung dengan sistem pemantauan yang handal. Sementara itu, Pemerintah akan terus berupaya untuk mencukupi ketersediaan dan peningkatan mutu dan kualitas fasilitas kesehatan dan tenaga medis secara merata di seluruh wilayah Indonesia, serta meningkatkan akurasi data peserta PBI. Selain itu, kegiatan promotif, preventif, dan edukatif tetap terus ditingkatkan terutama terkait dengan pola hidup sehat.