Perkembangan Kebijakan dan Pelaksanaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat

4.1 Perkembangan Kebijakan dan Pelaksanaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat

Dalam rangka mencapai sasaran-sasaran pembangunan sebagaimana telah ditetapkan dalam RPJMN 2010–2014 yang kemudian diterjemahkan setiap tahunnya ke dalam RKP, Pemerintah menempuh berbagai kebijakan, baik yang sifatnya administratif (administrative measures) maupun yang sifatnya substantif (policy measures), termasuk pengalokasiannya dalam APBN. Terkait dengan anggaran belanja pemerintah pusat, kebijakan yang dilakukan diarahkan antara lain untuk mendukung stabilitas dan kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan ekonomi, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, serta mengurangi tingkat kemiskinan, dengan tetap menjaga kelancaran kegiatan penyelenggaraan operasional pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

Kebijakan yang secara substantif ditempuh oleh Pemerintah dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan anggaran untuk kesejahteraan rakyat, antara lain berupa langkah-langkah peningkatan kualitas belanja melalui penajaman anggaran untuk kegiatan prioritas. Dengan alokasi yang tepat pada kegiatan-kegiatan yang prioritas, belanja pemerintah diharapkan dapat memberikan multiplier effect yang lebih besar dan berkesinambungan terhadap kesejahteraan rakyat, memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, perluasan dan penciptaan lapangan pekerjaan baru, serta pengurangan tingkat kemiskinan.

Kebijakan substantif tersebut antara lain terdiri atas: (1) peningkatan produktivitas belanja melalui pengurangan belanja yang bersifat konsumtif seperti penerapan efisiensi belanja operasional serta mempertajam alokasi belanja untuk pendanaan pembangunan infrastruktur dalam mendukung upaya debottlenecking, domestic connectivity, ketahanan pangan, ketahanan energi, dan kesejahteraan masyarakat; (2) peningkatan alokasi anggaran serta cakupan program perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat, dan penanggulangan bencana; (3) pengendalian subsidi, khususnya subsidi energi melalui kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan tarif tenaga listrik, serta pengendalian volume konsumsi BBM bersubsidi; (4) penghematan berbagai kegiatan yang kurang produktif antara lain pelaksanaan seminar, rapat kerja, dan workshop.

Di sisi lain, Pemerintah juga menempuh langkah administratif melalui perbaikan sistem alokasi, pelaksanaan anggaran, dan tata kelola penganggaran dalam rangka optimalisasi anggaran belanjanya. Reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara, khususnya terkait dengan penyusunan dan pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat, telah dimulai pada tahun 2005 dan terus berlanjut hingga saat ini. Reformasi ini merupakan pelaksanaan dari amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang mengamanatkan penerapan pembaharuan sistem penganggaran belanja negara, yaitu meliputi: (1) penganggaran terpadu ( unified budgeting); (2) penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting); (3) kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework). Untuk

IV.4-1 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

mewujudkan pembaharuan sistem penganggaran belanja negara tersebut, Pemerintah telah menetapkan beberapa tahap strategi, mulai dari: (1) strategi pengenalan untuk periode tahun 2005–2009; (2) strategi pemantapan untuk periode tahun 2010–2014; (3) strategi penyempurnaan, yang dilaksanakan mulai tahun 2015.

Langkah administratif lainnya yang ditempuh Pemerintah adalah penerapan kebijakan yang terkait dengan pelaksanaan anggaran, yakni kebijakan reward and punishment yang bertujuan agar K/L lebih disiplin dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Sistem reward and punishment dilakukan dengan mempertimbangkan kinerja K/L baik dari aspek penyerapan anggaran maupun capaian sasaran/target kegiatan. Kebijakan reward and punishment dilaksanakan mulai tahun 2011 dengan basis perhitungan evaluasi anggaran tahun 2010. Dalam perkembangannya, berdasarkan kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembahasan APBN tahun 2014, kebijakan reward and punishment akan dilakukan dengan mengacu pada kinerja pelaksanaan anggaran hasil audit. Dengan demikian, evaluasi pelaksanaan anggaran tahun 2013 akan diperhitungkan dalam proses perencanaan anggaran tahun 2015. Selanjutnya, terkait konsep reward and punishment akan dilakukan sinkronisasi dengan implementasi Undang- undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Terkait dengan besarannya, realisasi belanja pemerintah pusat dalam kurun waktu 2010–2014, secara nominal mengalami peningkatan, yaitu dari Rp697.406,4 miliar pada tahun 2010, menjadi Rp1.203.577,2 miliar pada tahun 2014. Apabila dilihat dari proporsinya terhadap belanja negara, anggaran belanja pemerintah pusat sedikit mengalami peningkatan, dari 66,9 persen pada tahun 2010 menjadi 67,7 persen pada tahun 2014. Perkembangan anggaran belanja pemerintah pusat dalam kurun waktu tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang secara signifikan mempengaruhi antara lain adalah harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional (ICP), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan kondisi perekonomian global. Sementara itu, faktor internal yang mempengaruhi pelaksanaan APBN antara lain kebutuhan belanja operasional untuk penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan kegiatan skala besar dengan siklus tertentu seperti Pemilu, dan pelaksanaan langkah-langkah kebijakan di bidang belanja pemerintah pusat untuk pendanaan berbagai program pemerintah yang ditetapkan dalam APBN.

Sementara itu, belanja pemerintah pusat dalam APBNP tahun 2015 dialokasikan sebesar Rp1.319.549,0 miliar. Apabila dilihat dari proporsinya terhadap belanja negara, maka nilai tersebut setara dengan 66,5 persen, lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun terakhir. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh berbagai kebijakan yang diambil oleh Pemerintah periode 2015–2019 di tahun awal masa kerja antara lain kebijakan reformasi subsidi energi dan pendanaan atas berbagai program prioritas. Kebijakan reformasi di bidang subsidi energi yang dilaksanakan oleh Pemerintah dengan penerapan subsidi tetap ( fixed subsidy) BBM jenis minyak solar dan penghapusan subsidi untuk BBM jenis premium, yang menyebabkan alokasi subsidi BBM turun secara signifikan (pada periode tahun 2010–2014 alokasi subsidi BBM sebesar 7,9 sampai dengan 13,5 persen terhadap belanja negara, namun pada tahun 2015 alokasinya hanya sebesar 3,3 persen terhadap belanja negara). Penghematan dampak dari kebijakan ini untuk kemudian dialihkan kepada belanja-belanja prioritas yang lebih produktif.

Selanjutnya, mengenai perkembangan belanja pemerintah pusat dalam tahun 2010–2015 menurut fungsi dan organisasi dapat diuraikan sebagai berikut.

IV.4-2 Nota Keuangan dan APBN 2016

Bagian IV Pemerintah Pusat Tahun 2010-2015

IV.4-3 Nota Keuangan dan APBN 2016