Proyeksi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Jangka Menengah 2017-2019

2.4 Proyeksi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Jangka Menengah 2017-2019

Keberhasilan pencapaian sasaran dan arah pembangunan jangka menengah ke depan tidak dapat lepas dari dukungan arah dan strategi kebijakan fiskal yang menyertainya. Dalam kaitan ini, arah kebijakan fiskal ke depan akan tercermin pada strategi dan kebijakan pengelolaan APBN yang terangkum dalam kerangka MTBF/MTEF. Sebagaimana APBN di tiap tahun, maka penyusunan APBN jangka menengah akan didasarkan pada asumsi-asumsi ekonomi makro ke depan, serta fokus kebijakan belanja negara, pengelolaan defisit dan pembiayaan ke depan. Di samping itu, asumsi dasar ekonomi makro jangka menengah juga merupakan arah pergerakan dan kondisi perekonomian domestik ke depan. Dengan memahami hal-hal tersebut di atas, maka perlu disusun perkiraan dan asumsi ekonomi makro jangka menengah dan panjang. Perkiraan asumsi-asumsi tersebut didasarkan pada berbagai proyeksi perekonomian global dan domestik ke depan, yang dikombinasikan dengan sasaran-sasaran dan rencana program pembangunan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

Dalam beberapa tahun terakhir perekonomian dunia diwarnai kondisi yang kurang kondusif. Sementara beberapa negara maju sudah menunjukkan arah pemulihan, sebagaimana yang dialami Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang, namun di sisi lain perekonomian negara berkembang khususnya Tiongkok menunjukkan perlambatan. Di tahun 2015, perekonomian global diperkirakan sedikit melambat dari pertumbuhan di tahun sebelumnya sebesar 3,4 persen menjadi 3,1 persen. Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh pelemahan kinerja negara-negara berkembang. Di tahun 2016, kondisi tersebut diperkirakan mulai menunjukkan perbaikan. Semakin membaiknya kondisi ekonomi negara maju, khususnya Amerika Serikat, yang telah dimulai di tahun 2013, pada gilirannya memberikan dampak positif pada peningkatan pertumbuhan aktivitas perdagangan dunia. Selanjutnya, perekonomian negara berkembang juga akan membaik seiring peluang ekspor yang lebih besar. Kondisi tersebut pada gilirannya mendorong peningkatan pertumbuhan global.

Perbaikan-perbaikan aktivitas ekonomi global yang terjadi diperkirakan terus berlanjut hingga 2019. Selama periode 2017 hingga 2019, perekonomian negara maju akan tumbuh rata-rata sebesar 2,2 persen, sementara negara-negara berkembang akan tumbuh rata-rata sebesar 5,1 persen. Secara umum, pertumbuhan ekonomi global pada periode tersebut rata- rata tumbuh sebesar 3,9 persen. Kinerja pertumbuhan ekonomi global tersebut diiringi pula dengan pertumbuhan volume perdagangan dunia yang tumbuh pada kisaran 4,6 persen,

II.2-16 Nota Keuangan dan APBN 2016

Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

di atas pertumbuhan sejak krisis global 2009. Seiring perbaikan permintaan global dan aktivitas perdagangan, maka harga-harga komoditas global diperkirakan kembali meningkat dan mendorong inflasi selama 2017-2019 stabil pada tingkat rata-rata 3,5 persen.

TABEL II.2.3 INDIKATOR PEREKONOMIAN DUNIA (Persen, YoY)

2019 2017-2019 Pertumbuhan PDB Dunia

2,2 Kawasan Eropa

Negara Maju

1,9 Negara Berkembang

Indikator Ekonomi Global

4,6 Inflasi

Volume Perdagangan

Su m ber : IMF, Wo rld Eco no m ic Outlo o k , Ok t ober 2 0 1 5

Perbaikan kondisi global akan turut menciptakan kondisi yang lebih kondusif bagi kinerja perekonomian domestik ke depan. Pertama, membaiknya permintaan global dan meningkatnya harga komoditas dunia akan menjadi faktor pendukung perbaikan kinerja neraca perdagangan Indonesia yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami tekanan yang cukup berat. Pertumbuhan ekspor dan impor serta perbaikan harga komoditas di pasar global diperkirakan akan terus meningkat dan diiringi pulihnya surplus neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan. Kedua, membaiknya kondisi ekonomi global juga mendorong pergerakan perekonomian berbagai negara menuju keseimbangan pada kondisi fundamental. Hal ini juga turut menciptakan terjaganya stabilitas likuiditas global dan keseimbangan nilai tukar, yang akan berdampak positif pada stabilitas ekonomi domestik.

Dalam periode 2017-2019, terdapat optimisme terhadap kinerja pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Membaiknya kondisi perdagangan internasional dan harga komoditas global akan mendorong kinerja perdagangan internasional dan neraca transaksi berjalan dalam menciptakan insentif bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Perbaikan kinerja eskpor juga didukung oleh perbaikan daya saing dan kinerja sektor manufaktur yang telah menjadi bagian dari program-program pembangunan. Program-program perbaikan infrastruktur, ketahanan pangan, pelaksanaan pembangunan sektor maritim akan turut meningkatkan kapasitas produksi nasional serta mendorong perbaikan peluang usaha di berbagai daerah, serta mampu mendorong percepatan integrasi pasar dalam negeri yang mampu membuka peluang usaha yang lebih baik. Besarnya pasar domestik dan integrasi pasar yang lebih baik akan menjadi daya tarik khusus bagi peningkatan investasi, baik swasta nasional maupun asing. Peningkatan aktivitas investasi tersebut juga akan terus didukung dengan upaya perbaikan efisiensi, peningkatan produktivitas tenaga kerja, pemanfaatan teknologi baru dan aktivitas riset dan pengembangan. Dengan langkah-langkah tersebut maka multiplier effect investasi bagi pertumbuhan ekonomi akan semakin besar.

Sementara itu, upaya untuk terus memperbaiki daya beli masyarakat baik melalui strategi stabilisasi harga dan program-program jaminan sosial masyarakat akan menjadi faktor penunjang pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tetap tinggi. Dari sisi sektoral,

Nota Keuangan dan APBN 2016 II.2-17

Bagian II dan Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019

peningkatan pertumbuhan sektor riil akan ditunjang oleh peningkatan kinerja sektor pertanian, industri pengolahan produk-produk primer, dan kegiatan terkait sektor kemaritiman dan kelautan. Sektor-sektor tersebut telah menjadi titik berat strategi pembangunan dalam RPJMN 2015-2019. Perbaikan daya saing dan nilai tambah sektor riil, khususnya sektor manufaktur, juga akan diupayakan melalui strategi-strategi untuk mendorong masuknya sektor ekonomi Indonesia pada mata rantai jaringan produksi global (global value chain/GVC). Strategi ini juga merupakan bagian dari upaya untuk menghindari middle income trap (MIT). Hal-hal tersebut akan menjadi pendorong bagi pencapaian laju pertumbuhan yang terus meningkat dan berkelanjutan. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang ada, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode 2017-2019 diperkirakan berkisar 6,0 persen hingga 8,2 persen.

Stabilitas ekonomi makro diperkirakan akan semakin terjaga sehingga mampu mendukung upaya percepatan pertumbuhan yang berkelanjutan. Tingkat inflasi akan terus dikelola pada tingkat yang rendah. Perbaikan infrastruktur dan peningkatan kapasitas produksi akan menjadi kebijakan strategis untuk menjaga tersedianya pasokan barang kebutuhan dan kelancaran distribusi ke seluruh wilayah nusantara. Pada saat yang sama, kebijakan-kebijakan Pemerintah lainnya untuk menjaga daya beli masyarakat akan terus menjadi strategi penting. Hal tersebut antara lain tercermin pada program-program kesejahteraan masyarakat dan stabilisasi harga bahan pangan. Dengan terus menjaga tingkat keseimbangan sisi permintaan dan sisi produksi, laju inflasi di tahun 2017 sampai dengan 2019 diperkirakan akan berada pada kisaran 2,5 persen hingga 5,0 persen dengan kecenderungan menurun.

Nilai tukar rupiah selama periode 2017 hingga 2018 diperkirakan cukup stabil, meskipun diperkirakan masih akan mengalami tekanan seiring dengan perkembangan ekonomi global dan domestik. Terjaganya stabilitas ekonomi, serta perkiraan membaiknya kinerja sektor riil sejalan dengan perbaikan fundamental ekonomi nasional melalui percepatan pembangunan infrastruktur serta pembenahan iklim usaha dan investasi diharapkan dapat mengurangi tekanan pada nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam jangka menengah. Selain itu, pelaksanaan kebijakan pendalaman pasar keuangan ( financial deepening) di dalam negeri diharapkan juga dapat memberikan kontribusi positif bagi peningkatan ketersediaan valas di dalam negeri. Sementara itu, tekanan dari sisi eksternal diperkirakan mengalami moderasi seiring dengan mulai berakhirnya proses normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang ada, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat selama periode 2017 hingga 2019 diperkirakan bergerak pada kisaran Rp13.300 hingga Rp13.800 per dolar Amerika Serikat.

Terjaganya stabilitas ekonomi makro yang didukung kondisi fiskal yang sehat diharapkan berdampak positif pada kinerja pasar keuangan domestik dan perbaikan tingkat imbal hasil surat-surat berharga negara. Perbaikan daya dukung pendanaan dalam negeri seiring program- program financial deepening dan financial inclusion, disertai terjaganya laju inflasi domestik pada tingkat yang rendah akan mampu mendukung pengelolaan instrumen surat berharga negara dengan kisaran imbal hasil yang relatif rendah. Pada periode 2017 hingga 2019, suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan berkisar 3,5 persen hingga 6,0 persen.

Pergerakan harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan akan tetap mengikuti perkiraan harga minyak mentah di pasar dunia. Pergerakan harga minyak dunia diperkirakan akan kembali meningkat di beberapa tahun ke depan. Perbaikan permintaan ekonomi dunia akan mendorong peningkatan permintaan minyak mentah global. Di sisi lain, peningkatan pasokan minyak mentah dan sumber energi alternatif lainnya (shale gas, biofuel, energi surya) akan

II.2-18 Nota Keuangan dan APBN 2016

Proyeksi Jangka Menengah Periode 2017-2019 Bagian II

menjadi faktor penghambat kenaikan harga minyak yang tajam. Secara umum harga minyak dunia diperkirakan akan terus meningkat, namun masih tetap berada di bawah 100 dolar Amerika Serikat per barel. Namun demikian, masih perlu diwaspadai risiko gejolak harga minyak dunia mengingat pergerakannya juga dipengaruhi faktor-faktor nonfundamental yang sulit diperkirakan seperti gangguan cuaca dan perkembangan kondisi geopolitik. Dengan memerhatikan faktor-faktor tersebut, harga minyak ICP pada tahun 2017-2019 akan bergerak pada kisaran 60–100 dolar Amerika Serikat per barel.

Selanjutnya, dari sisi lifting migas dalam jangka menengah diupayakan dapat dioptimalkan, namun dengan tetap memerhatikan kapasitas yang ada. Hingga saat ini, tantangan produksi migas terutama disebabkan oleh penurunan kapasitas produksi sumur-sumur minyak akibat usia yang semakin tua. Pemerintah telah menggunakan teknologi baru untuk mendorong lifting migas, namun strategi tersebut baru mampu memperlambat penurunan produksi saja. Berbagai upaya lain akan terus dilanjutkan seperti insentif kebijakan-kebijakan untuk mendorong penemuan sumur-sumur baru, penyederhanaan peraturan dan regulasi untuk mendukung percepatan produksi lapangan-lapangan yang siap olah. Namun perlu disadari pula bahwa penemuan sumur baru membutuhkan upaya yang berat, modal yang tidak sedikit, disertai ketidakpastian yang cukup tinggi. Untuk tahun 2017–2019, lifting minyak diperkirakan akan cenderung menurun. Sementara itu lifting gas bumi diharapkan masih berada di atas 1 juta barel setara minyak sehingga kinerja lifting gas bumi diharapkan akan mampu menggantikan peran lifting minyak mentah. Lifting minyak selama 2017 hingga 2019 diperkirakan akan mencapai kisaran 600 ribu hingga 780 ribu barel per hari dan lifting gas bumi diperkirakan mencapai kisaran 1.100 ribu hingga 1.300 ribu barel setara minyak per hari.

TABEL II.2.4 ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO JANGKA MENENGAH 2017-2019

Pertumbuhan Ekonomi (%,yoy)

6,5-8,2 Inflasi (%,yoy)

6,0-7,2