Penelitian Terdahulu Mengenai Tataniaga

15 tataniaga di Kecamatan Pamijahan yang menghasilkan produksi padi terutama yang bersumber dari desa Gunung Sari, Ciasiahan, dan Ciasmara akan memberikan potret kecil untuk Negara Indonesia kondisi sistem tataniaga yang sedang terjadi sehingga pemerintah dapat mengambil kebijakan dalam program memperbaiki tataniaga padi yang merupakan komoditi pangan yang paling utama sebagai kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, namun tujuan paling khusus mensejahterakan petani secara merata. Hubungan Persepsi Calo Beras Terhadap Peranannya dengan Fungsinya dalam Tataniaga Beras di Pasar Induk Cipinang Rinaldi, 2002, penelitian yang dilakukan Rinaldi pada sepuluh tahun yang lalu menunjukkan pembahasan sistem tataniaga beras merupakan kajian yang harus dibahas terus menerus karena hasil kesimpulan penelitian ini dengan menggunakan uji korelasi spearman dengan hipotesa hubungan antara persepsi calo beras terhadap peranan pada fungsi-fungsi dan karakteristik personal calo berpengaruh terhadap peranan sistem tataniaga beras. Kesimpulan Rinaldi 2002 terjawab fakta ada ketidakkonsistenan para pelaku pemasaran komoditi beras sehingga perlu ada tindakan yang relevan maka dapat dikaitkan untuk penelitian sekarang dalam memperhatikan dan menganalisis secara tahap demi tahap peranan pelaku-pelaku pemasaran tataniaga sudah berdasarkan teori dan peraturan atau masih terdapat kekacauan dalam sistem tataniaga padi yang menjadikan para petani cenderung mengalami keuntungan yang sangat jauh dari keseimbangan yang diperoleh oleh setiap lembaga tataniaga. Ridwan 2008 yang menganalisis usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik menunjukkan bahwa sistem usahatani padi ramah lingkungan yang dilakukan di Kelurahan Situgede memiliki produktivitas lebih rendah daripada produktivitas padi anorganik. Usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik sama-sama menguntungkan. Berdasarkan analisis RC rasio untuk usahatani padi ramah lingkungan diperoleh bahwa biaya tunai sebesar 2,392 untuk pemilik petani. Petani pemilik usahatani padi anorganik hanya sebesar 2,275 yang menunjukkan dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan petani pemilik usahatani padi ramah lingkungan dapat menghasilkan keuntungan lebih tinggi dibandingkan dengan petani pemilik usahatani padi anorganik sehingga usahatani padi ramah lingkungan lebih layak sebagai pola yang harus diterapkan pada usahatani petani- 16 petani Kecamatan Pamijahan yang baru akan menerapkan semi organik atau ramah lingkungan yang bertujuan meningkatkan keuntungan. Gandhi 2008 menganalisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang dihasilkan oleh petani pemilik jumlah pendapatan lebih besar dibandingkan dengan petani penggarap. Hal tersebut dapat dilihat dari besar RC rasio atas biaya tunai maupun biaya total petani pemilik 2,42 dan 1,19 dari petani penggarap 1,07 dan 1,08. Berdasarkan analisis pendapatan, penerimaan dan RC rasio atas biaya tunai dan atas biaya total, usahatani yang dilakukan oleh kedua jenis yaitu petani pemilik penggarap dan penggarap masih menguntungkan karena RC rasio lebih besar dari satu. Hasil analisis tataniaga yang dilakukan adalah 1 saluran tataniaga yang terbentuk dialokasi penelitian adalah saluran tataniaga beras pandan wangi murni dan beras pandan wangi campuran. Jumlah saluran tataniaga beras pandan wangi campuran 10 saluran lebih banyak dibandingkan dengan yang murni 6 saluran. Analisis margin tataniaga, biaya dan keuntungan tidak dilakukan pada saluran-saluran yang menjual beras pandan wangi campuran. Lembaga-lembaga yang terkait dalam penyaluran beras dari tingkat petani hingga konsumen akhir adalah pedagang pengumpul, pedagang besar daerah dan luar daerah, pasar swalayan dan pedagang pengecer daerah dan daerah luar. Sebaran nilai margin tataniaga beras pandan wangi murni jenis super dan kepala adalah 46,48 hingga 58,04 persen. Besar biaya dan keuntungan untuk beras jenis super adalah 13,12 dan 43,41 persen. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah komoditi yang diteliti dan lokasi penelitian. Penelitian analisis tataniaga beras ini juga menggunakan alat analisis kualitatif dan analisis kuantitatif sehingga pembuktian teori terhadap fakta yang terjadi dapat semakin dikaji dalam menghubungkan penelitian yang lalu dan sekarang. 17 III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Fungsi kerangka pemikiran dalam penelitian adalah untuk menguraikan nalar dari peneliti dalam upaya menjawab tujuan penelitian secara deduktif. Kerangka pemikiran dari sumber bacaan baik dari buku teks, jurnal, dan logika peneliti yang telah terbangun dari pengalaman penelitian yang terdahulu sehingga kualifikasi peneliti harus relevan dengan topik penelitian. Penelitian analisis tataniaga padi ini memerlukan konsep kerangka pemikiran teoritis maupun pemikiran operasional sebagai pelengkap kajian untuk pembahasan penelitian yang bertujuan menarik kesimpulan.

3.1.1 Sistem Tataniaga

Definisi tataniaga adalah serangkaian fungsi yang diperlukan dalam penanganan atau pergerakan input ataupun produk mulai dari titik produksi primer sampai ke konsumen akhir Hammond dan Dahl, 1977. Limbong dan Sitorus 1987 menyatakan bahwa tataniaga mencakup segala aktivitas yang diperlukan dalam pemindahan hak milik yang menyelenggarakan saluran fisiknya termasuk jasa-jasa dan fungsi-fungsi dalam menjalankan distribusi barang dari produsen sampai ke konsumen termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan-perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan yanng lebih tinggi kepada konsumen sehingga tataniaga dapat didefinisikan sebagai fungsi yang digunakan untuk menggerakan produk jadi dari produsen hingga konsumen akhir. Sistem tataniaga merupakan keterkaitan antara sub-sub sistem dalam aliran tataniaga tersebut,mulai dari aliran produk atau jasa yang melibatkan semua perusahaan, industri dengan berbagai aktifitas bisnis fungsi-fungsi tataniaga yang sasarannya kepuasan konsumen Asmarantaka, 2009. Kohl dan Uhl 2002 menjelaskan bahwa tataniaga adalah seluruh aktivitas bisnis yang terlibat dalam arus produk dan pelayanan dari titik awal produk tersebut dihasilkan hingga produk tersebut sampai ke tangan konsumen juga menyatakan bahwa untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan sebagai berikut : 18 a Pendekatan fungsi Functional approach, ,menganalisis sistem tataniaga dengan menitikberatkan yang dilakukan dalam mengantarkan produk pertanian dari produsen hingga ke pihak konsumen. b Pendekatan kelembagaan Instutional approach, pendekatan yang memfokuskan kajian pada orang maupun organisasi bisnis yang terlibat dalam proses tataniaga produk pertanian. c Pendekatan perilaku Behavioral-system approach, pendekatan yang menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga seperti perubahan dan perilaku lembaga tataniaga.

3.1.2 Saluran dan Lembaga Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus 1987 saluran tataniaga dapat didefinisikan sebagai himpunan perusahaan atau perorangan atau serangkaian lembaga-lembaga tataniaga yang mengambil alih hak atas barang dan jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. P enyaluran produk yang dihasilkan oleh produsen tidak dapat dilakukan oleh produsen itu sendiri dikarenakan jarak antara produsen dengan konsumen berjauhan, maka fungsi lembaga tataniaga sangat diharapkan untuk menggerakkan produk dari produsen hingga ke konsumen. Perantara ini bisa dalam bentuk perseorangan, perserikatan ataupun perseroan. Penggolongan lembaga tataniaga didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta berdasarkan bentuk usaha. Penggolongan lembaga berdasarkan fungsi yang dilakukan, yaitu : 1 Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pengecer dan grosir; 2 Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan fisik, seperti badan pengangkutantransportasi, pengolahan, dan penyimpanan; dan 3 Lembaga tataniaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas tataniaga, seperti informasi pasar dan kredit desa. Lembaga ini dapat berupa Koperasi Unit Desa KUD atau Bank Unit Desa. Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang, yaitu : 1 Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan, seperti pedagang pengecer, grosir, pengumpul, dan tengkulak; 2 Lembaga tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang