64
Tabel 15. Presentasi Total Biaya Tataniaga, Keuntungan dan Margin Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012
Uraian Saluran I
Saluran II Saluran III
Biaya Tataniaga 22,62
20,49 22,70
Keuntungan 36,43
30,79 33,09
Margin Tataniaga 59,05
51,28 55,79
Pada tabel 15 dapat dilihat bahwa perbedaan-perbedaan antara biaya tataniaga, keuntungan serta margin tataniaga padi varietas ciherang yang
diperoleh. Pada saluran tataniaga I dan III menunjukkan persentase margin tataniaga yang tinggi bila dibandingkan saluran tataniaga II, hal ini dikarenakan
karakteristik pasar yang dihadapi merupakan pasar persaingan sempurna yang dicirikan dengan banyaknya penjual dan pembeli, produk yang dijual homogen,
mudahnya keluar masuk pasar serta tidak adanya hambatan untuk masuknya pelaku pasar kedalam pasar tersebut.
6.4.1 Margin Tataniaga
Efisiensi tataniaga suatu produk salah satunya dapat analisis melalui analisis margin tataniaga dengan melihat perbedaan yang terjadi di setiap lembaga-
lembaga tataniaga yang terlibat. Besar kecilnya margin tataniaga dapat ditentukan oleh besarnya biaya dan keuntungan yang diterima oleh lembaga tataniaga. Besar
biaya tiap saluran tataniaga berbeda-beda karena saluran yang ditempuh berdasarkan keputusan yang berhubungan dengan karakteristik responden bisa
dilihat melalui lama pengalaman berusahatani, usia, atau tingkat pendidikan. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga padi varietas ciherang di
Kecamatan Pamijahan yaitu biaya penggilingan, biaya pengemasan, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, dan biaya pengangkutan. Perincian biaya-biaya tataniaga
dengan angka pada saluran I, II, dan III dapat dilihat pada lampiran 5. Pada saluran I, II, dan III petani tidak mengeluarkan biaya tataniaga karena
petani hanya berperan menjual gabah kering giling tanpa melakukan pengolahan atau pun pengemasan. Lembaga tataniaga pada saluran I yaitu pedagang
pengumpul setelah melakukan pembelian gabah kering panen dari petani melakukan pengolahan untuk menciptakan atau meningkatkan nilai tambah
65 sehingga harus ada biaya-biaya yang dikorbankan. Pedagang pengumpul pada
saluran I mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 2.175,- per kilogram beras. Biaya-biaya tersebut terdiri dari biaya penyusutan Rp 1.385,-kg, biaya
penggilingan Rp 125,-kg, biaya tenaga kerja Rp 65,-kg, biaya pengemasan Rp 500,-kg, dan biaya pengangkutan Rp 100,- sedangkan lembaga tataniaga
berikutnya yang terlibat pada saluran I ini yaitu pedagang pengecer yang menjual beras dalam kemasan secara eceran atau per karung dengan berat 5 kg beras juga
mengalami biaya tataniaga sebesar Rp 200,-kg sebagai biaya pengemasan sehingga tota biaya tataniaga pada saluran I sebesar Rp 2.375,- per kilogram.
Pada saluran II yang terlibat setelah dari pembelian gabah kering giling dari petani, lembaga yang selanjutnya menyalurkan komoditi hingga sampai ke
konsumen akhir yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer. Pedagang besar mengeluarkan total biaya tataniaga sebesar Rp 1.553,-kg berupa biaya
penyusutan, biaya penggilingan, biaya tenaga kerja dan pengangkutan masing- masing berkisar Rp 1.368,-kg, Rp 120,-kg, dan Rp 65,-kg sedangkan untuk
pedagang pengecer mengeluarkan biaya tataniaga terdiri dari biaya pengangkutan Rp 25,-kg dan biaya pengemasan Rp 20,-kg dengan total Rp 45,-kg sehingga
total biaya tataniaga pada saluran II sebesar Rp 1.598,-kg. Pada saluran tataniaga III bisa dikatakan tataniaga yang terpendek
dibandingkan pada saluran tataniaga I dan II karena setelah dari petani lembaga tataniaga berikutnya yaitu pedagang pengumpul yang merangkap berperan
sebagai pedagang pengecer dalam menyalurkan komoditi beras secara eceran untuk langsung bisa dibeli konsumen akhir, pembeli mulai dari petani, warga
setempat, atau pun terkadang pembeli dari luar daerah. Pada saluran III hanya pedagang pengumpul yang mengeluarkan biaya tataniaga yang terdiri dari biaya
penyusutan Rp 1.210,-kg, biaya penggilingan Rp 120,-kg, biaya tenaga kerja Rp 55,-kg, biaya pengemasan Rp 265,-kg, dan biaya pengangkutan Rp 75,-kg
sehingga total biaya tataniaga pada saluran III sebesar Rp 1.725,-kg. Pada lampiran 3 dapat dilihat rincian perhitungan dari biaya, margin, dan
keuntungan tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Tahun 2012.
66
6.4.2 Farmer’s Share
Analisis Farmer’s share merupakan hasil pembagian harga yang diterima
oleh petani dibandingkan dengan harga di konsumen akhir yang ditentukan dalam persentase perbandingan harga ditingkat petani dengan harga ditingkat
konsumen akhir, farmer’s share juga memiliki hubungan negatif dengan margin
tataniaga. Semakin tinggi margin tataniaga maka sebaliknya bagian yang didapatkan oleh petani akan semakin kecil.
Farmer’s share digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja suatu sistem tataniaga, tetapi
farmer’s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa suatu sistem tataniaga berjalan
secara efisien. Hal ini berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambah dalam suatu produk value added yang dilakukan oleh lembaga perantara untuk
memenuhi kebutuhan konsumen. Berdasarkan pembahasan sebelumnya telah dijelaskan terdapat saluran
tataniaga yang meningkatkan atau menciptakan nilai yaitu pada saluran I sehingga menunjukkan
farmer’s share yang tinggi sebesar 40,95 persen dan 48,72 persen terdapat pada saluran II yang merupakan
farmer’s share yang tertinggi namun pada saluran II telah diketahui lembaga tataniaga tidak meningkatkan atau
menciptakan nilai seperti yang dilakukan pada pasaluran I tetapi farmer’s share
yang tinggi pada saluran II lebih dikarenakan hasil perhitungan menunjukkan margin tataniaga pada saluran lebih kecil bila dibandingkan dengan saluran I,
sedangkan f armer’s share pada saluran tataniaga III sebesar 44,21 persen. Hal ini
menunjukkan pada saluran tataniaga I harga ditingkat petani terhadap harga ditingkat konsumen cukup saling menguntungkan karena pedagang pengumpul
melakukan pengolahan produk terlebih dahulu untuk meningkatkan nilai sebelum menyalurkan kembali ke pedagang pengecer dan konsumen akhir, sedangkan pada
saluran tataniaga II pedagang besar hanya melakukan penggilingan gabah kering giling menjadi beras lalu kembali menyalurkan kepada pedagang pengecer begitu
juga pada saluran III lembaga tataniaga yang terlibat hanya pedagang pengumpul yang langsung menjual kepada konsumen akhir. Tabel 16 memperlihatkan
Farmer’s share pada saluran tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Tahun 2012.
67
Tabel 16. Farmer’s share pada Saluran Tataniaga Padi Varietas Ciherang di
Kecamatan Pamijahan Tahun 2012
Saluran Tataniaga
Harga di Tingkat Petani Rpkg
Harga di Tingkat Konsumen Akhir RpKg
Farmers share
I 4.300
10.500 40,95
II 3.800
7.800 48,72
III 3.360
7.600 44,21
6.4.3 Rasio Keuntungan dan Biaya
Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan, semakin meratanya
penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka secara teknis operasional sistem tataniaga akan semakin efisien. Pada saluran tataniaga I, II, maupun III petani
tidak mengeluarkan biaya tataniaga sehingga tidak dapat dihitung rasio keuntungan dan biayanya. Lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran tataniaga
I yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer hasil analisis yang diperoleh masing-masing rasio keuntungan dan biaya tataniaga sebesar 1,16 dan 6,50
dengan total rasio sebesar 1,61 yang berarti bahwa setiap Rp 1,-kg yang dikeluarkan akan menghasilkan sebesar Rp 1,61,-kg.
Pada saluran II terdapat dua lembaga tataniaga yang terlibat yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer. Total rasio keuntungan dan biaya sebesar 1,50 yang
berarti bahwa setiap Rp 1,-kg yang dikeluarkan akan menghasilkan Rp 1,50,-kg dengan masing-masing rasio keuntungan dan biaya pada pedagang besar sebesar
1,38 sedangkan pedagang pengecer sebesar 5,67. Pada saluran I dan II menunjukkan rasio keuntungan dan biaya yang tertinggi yaitu 6,50 dan 5,67
masing-masing pada pihak pedagang pengecer, artinya pedagang pengumpul maupun pedagang besar sangat kecil memperoleh keuntungan namun secara peran
sangat membantu petani dalam menyalurkan komoditi hingga sampai ke konsumen akhir walau masing-masing rasio keuntungan dan biaya pada saluran I
pedagang pengumpul hanya sebesar 1,16 dan pada saluran II pedagang besar 1,38. Petani-petani yang menjual gabah kering giling langsung ke pedagang
pengumpul pada saluran III ini cenderung dikarenakan memiliki kesepakatan perjanjian dalam hal peminjaman modal sehingga pembayaran berupa setoran
gabah kering giling. Peran pedagang pengumpul pada saluran III juga merangkap
68 sebagai pedagang pengecer dengan sasaran konsumen akhir para petani yang
menjual gabah kering giling tersebut. Paradigma seperti ini mengarahkan para petani tidak mandiri karena telah terikat oleh sistem pinjam modal dan
pembayaran dengan barter hasil produksi padi. Total rasio keuntungan dan biaya pedagang pengumpul pada saluran III ini lebih besar yaitu 1,46 bila dibandingkan
dengan pedagang pengumpul pada saluran I yang hanya 1,16 begitu juga pedagang besar pada saluran II yang hanya 1,38. Berdasarkan penjelasan, tabel 17
memperlihatkan rincian rasio keuntungan dan biaya lembaga-lembaga tataniaga pada masing-masing saluran tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan
Pamijahan Tahun 2012 berdasarkan hasil analisis pengolahan data.
Tabel 17. Rasio Keuntungan dan Biaya pada Masing-Masing Saluran Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012
Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga
I II
III Pedagang Pengumpul
Li 2.525
2.515 Ci
2.175 1.725
Rasio LiCi 1,16
1,46
Pedagang Besar
Li 2.147
Ci 1.553
Rasio LiCi 1,38
Pedagang Pengecer
Li 1.300
255 Ci
200 45
Rasio LiCi 6,50
5,67 Keterangan : Li = Keuntungan
Ci = Biaya
69
6.5 Analisis Efisiensi Tataniaga
Konsep efisiensi tataniaga merujuk pada pendekatan efisiensi harga melalui tingkat keterpaduan pasar, sedangkan pendekatan efisiensi operasional melalui
analisis terhadap biayamargin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan
biaya tataniaga. Efisiensi tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan dapat dilihat dengan membandingkan total biaya yang dikeluarkan,
penerimaan petani berdasarkan harga yang dijual pada lembaga terakhir, dan margin tataniaga. Berikut tabel 18 yang menunjukkan indikator efisiensi tataniaga
padi varietas ciherang pada masing-masing saluran tataniaga di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor Tahun 2012.
Tabel 18. Nilai Efisiensi Tataniaga Pada Masing-Masing Saluran Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012
Saluran Tataniaga
Keuntungan RpKg
Total Biaya RpKg
Margin Rp
Farmers share LiCi
I 3.825
2.375 6.200
40,95 1,61
II
2.402 1.598
4.000 48,72
1,50 III
2.515 1.725
4.240 44,21
1,46 Tingkat efisiensi saluran tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan
Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Tahun 2012 dapat dilihat dari mengetahui nilai margin yang terjadi pada setiap saluran tataniaga yang terdiri
dari lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran tersebut. Saluran II merupakan saluran tataniaga yang memiliki magin terkecil yaitu sebesar Rp 4.000,- lembaga
yang terlibat mulai dari petani, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Dilihat dari sisi margin tataniaga yang diperoleh, saluran tataniaga II dapat dikatakan
lebih efisien dari saluran tataniaga I dan III. Selain dilihat dari sisi margin, efisiensi saluran tataniaga juga dapat dilihat dari mengetahui nilai
farmer’s share pada setiap saluran tataniaga, berdasarkan tabel 16
farmer’s share tertinggi juga terdapat pada saluran tataniaga II sebesar 48,72 persen.
Farmer’s share yang tinggi pada saluran tataniaga II dapat dikarenakan pedagang besar memiliki harga tawar yang tinggi untuk membeli produk yang
dihasilkan oleh petani-petani yaitu berupa gabah kering giling. Dua indikator
70 tersebut yaitu margin dan
farmer’s share maka saluran tataniaga II dapat disimpulkan sebagai saluran tataniaga yang paling efisien dibandingkan saluran
tataniaga I dan III karena memiliki farmer’s share yang tertinggi dibanding pada
saluran tataniaga I sebesar 40,95 persen dan pada saluran tataniaga III sebesar 44,21 persen. Saluran tataniaga II juga memiliki nilai margin yang terkecil, hal ini
sesuai dengan total biaya dari masing-masing saluran tataniaga pada tabel 16, masing-masing saluran tataniaga I sebesar Rp 6.200,- saluran tataniaga II hanya
sebesar Rp 4.000,- dan pada saluran tataniaga III sebesar Rp 4.240,-. Dilihat dari sisi rasio keuntungan dan biaya atau Rasio LiCi saluran
tataniaga I merupakan saluran tataniaga yang memiliki total Rasio LiCi yang tertinggi yaitu sebesar 1,61 yang berarti setiap Rp 1,- yang dikeluarkan maka akan
menghasilkan Rp 1,61,- dengan masing-masing Rasio LiCi pada pedagang pengumpul sebesar 1,16 yang berarti pedagang pengumpul hanya mendapatkan
keuntungan Rp 0,16,- setiap mengeluarkan Rp 1,- sedangkan Rasio LiCi pada pedagang pengecer sangat tinggi yaitu sebesar 6,5 yang berarti setiap Rp 1,- yang
dikeluarkan maka akan menghasilkan Rp 6,5,-. Peran pedagang pengumpul pada saluran tataniaga I sangat membantu petani dalam meningkatkan harga jual
produk hingga ke konsumen akhir karena gabah kering giling memiliki harga tawar yang tinggi. Selain itu, gabah kering giling setelah diproses menjadi beras
oleh pedagang pengumpul kembali melakukan menciptakan atau meningkatkan nilai dengan cara melakukan pengemasan sebelum disalurkan kepada pedagang
pengecer sehingga pada saluran I dapat menyumbangkan farmer’s share yang
cukup tinggi yaitu sebesar 40,95 persen yang tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan saluran tataniaga II sebesar 48,72
persen maupun farmer’s share pada saluran tataniaga III sebesar 44,21 persen padahal saluaran tataniaga
III merupakan saluran tataniaga yang terpendek hanya melibatkan pedagang pengumpul dan langsung menjual beras kepada konsumen akhir.
Pada saluran tataniaga II juga Rasio LiCi pada pedagang pengecer cukup tinggi sebesar 5,67 sehingga pihak pedagang pengecer memperoleh keuntungan
sebesar Rp 4,67,- setiap mengeluarkan Rp 1,- sedangkan pedagang besar sama dengan pedagang pengumpul pada saluran tataniaga I Rasio LiCi hanya sebesar
1,38 atau memperoleh keuntungan sebesar Rp 0,38,- setiap mengeluarkan Rp 1,-