58 Praktik pembelian dan penjualan lembaga tataniaga di tingkat pedagang
pengumpul pada saluran I, pedagang pengumpul melakukan pembelian gabah kering giling dari para petani dengan sistem timbang dan pembayaran secara
tunai. Pedagang pengumpul pada saluran I lebih bersifat membeli gabah kering giling yang lebih terjamin kualitas dan dalam skala besar dengan varietas ciherang
yang bermutu sehingga pedagang pengumpul pada saluran I ini meminta informasi kepada ketua gapoktan atau penyuluh dalam hal ketersediaan gabah
kering giling yang bagus dengan sasaran petani yang akan dituju. Gabah kering giling yang telah dibeli dari petani diangkut ke tempat penggilingan untuk
diproses menjadi beras dan dikemas ke dalam karung dengan ukuran 5 kilogram. Pedagang pengumpul lalu mengangkut kembali beras-beras yang sudah dalam
kemasan tersebut untuk disalurkan atau melakukan praktik penjualan ke lembaga berikutnya yaitu kepada pedagang-pedagang pengecer yang memiliki kios di
perumahan daerah Bogor. Praktik penjualan dan pembelian pada saluran I di tingkat pedagang
pengecer pertama melakukan pembelian komoditi beras dari pedagang pengumpul yang kemudian dipasarkan di kios-kios perumahan. Pedagang pengumpul
biasanya sudah memiliki target pelanggan yang dituju, dan penerapan beras dalam kemasan ini baru diberlakukan sehingga baru belajar dalam mencari pelanggan.
Kios-kios juga tidak khusus menjual komoditi beras dalam satu varietas, tetapi menjual berbagai macam varietas sehingga harus bersaing dengan pemasok beras
dalam kemasan lainnya. Penjualan beras yang dibeli dari pedagang pengumpul oleh pedagang pengecer dijual kembali ke konsumen akhir dalam satuan karung
beras dengan dua pilihan volume yaitu 5 kilogram.
6.3.1.2 Sistem Penentuan Harga
Praktik penentuan harga ditingkat petani pada setiap saluran tataniaga secara umum tidak dapat mempengaruhi penetapan harga, petani hanya bertindak
sebagai price taker penerima harga yang berlaku di pasar. Petani tidak memiliki kuasa karena penentuan harga terbentuk secara alami dengan adanya mekanisme
pasar. Petani yang rata-rata sebagai anggota gapoktan dengan mudah mendapatkan informasi mengenai harga dari ketua kelompok atau penyuluh.
59 Praktik penentuan harga di tingkat pedagang pengumpul pada saluran I ini
telah memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan mulai dari biaya pengangkutan, biaya pembelian gabah kering giling, biaya pengolahan gabah
kering giling menjadi komoditi beras, biaya pengemasan, hingga biaya pendistribusian sehingga menentukan harga beras berdasarkan perhitungan yang
tetap dapat bersaing dengan beras varietas lain yang bertujuan laku di pasaran dan mendapatkan keuntungan. Pedagang pengumpul maupun pedagang besar dalam
mendistribusikan beras ke padagang pengecer dalam kemasan sangat banyak dan komoditas yang diperjualbelikan bersifat homogen sehingga dapat dengan mudah
keluar masuk pasar tetapi kurang dapat mempengaruhi terbentuknya harga disebabkan harga beras berdasarkan mekanisme pasar dan sesuai varietas beras.
Penentuan harga di tingkat pengecer pada saluran tataniaga I berdasarkan perhitungan harga pembelian beras kemudian dijual dengan harga yang diinginkan
namun harga beras tidak dapat dipatok dengan harga yang terlalu tinggi karena konsumen akhir sudah mengetahui harga-harga beras dipasaran berdasarkan
kualitas atau pun varietas. Harga beras dalam kemasan yang ditentukan oleh pedagang pengecer biasanya mengambil keuntungan sedikit dari harga beli
pemasok dan menyesuaikan harga-harga beras di kios-kios lain.
6.3.1.3 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga
Kerjasama antar lembaga tataniaga sangat mendukung kelancaran dan kemudahan lembaga tataniaga dalam menyalurkan komoditi hingga ke target
tujuan juga mempermudah dalam memperoleh informasi. Pada saluran tataniaga I mulai dari kerjasama antara petani dan pedagang pengumpul harus menjalin
kesepakatan dan perjanjian yang dapat saling menguntungkan kedua belah pihak. Petani membutuhkan lembaga tataniaga seperti pedagang pengumpul untuk
membeli gabah kering giling sehingga terjadi kegiatan penjualan. Peran ketua gapoktan atau penyuluh desa juga sebagai lembaga fasilitas yaitu media informasi
dalam mengakses ketersediaan gabah kering giling melalui data keaktifan petani- petani yang memiliki usahatani sehingga pedagang-pedagang pengumpul
mendapatkan gabah kering giling sesuai keinginan yaitu mengutamakan kualitas dan membantu para petani dalam hal menciptkan atau meningkatkan nilai.
60 Pedagang pengumpul setelah membeli gabah kering giling dari petani-petani
juga harus menjalin kerjasama pada lembaga selanjutnya yaitu pedagang pengecer yang siap menjual beras-beras dalam kemasan. Kelancaran dan kemudahan
pendistribusian beras dalam kemasan oleh pedagang pengumpul langsung disalurkan kepada pedagang-pedagang pengecer yang memiliki kios-kios
diperumahan, sehingga pengangkutan dilakukan oleh pedagang pengumpul. Kerjasama antara pedagang pengecer dengan konsumen akhir merupakan
lembaga yang mempermudah konsumen dalam mendapatkan komoditi beras yang sesuai keinginan konsumen. Konsumen dapat menghemat waktu karena
pembelian beras tersedia di kios-kios lingkungan perumahan tanpa harus pergi ke pasar atau petani terlebih dahulu. Peran pedagang pengecer sangat membantu
menyediakan beras yang sebagai kebutuhan pokok konsumen, dan konsumen akhir bersedia menyiapkan uang tunai untuk transaksi jualbeli.
6.3.2 Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga II 6.3.2.1 Praktik Pembelian dan Penjualan
Pada saluran II terdapat tataniaga yang terlibat yaitu petani – pedagang
besar – pedagang pengecer. Petani sebagai produsen utama hanya melakukan
praktik penjualan gabah kering giling kepada pedagang-pedagang besar yang langsung mendatangi petani. Praktik penjualan yang dilakukan oleh pedagang
besar yaitu menjual beras kepada pedagang pengecer, setelah melakukan praktik pembelian dari petani berupa gabah kering giling, pedagang besar langsung
memproses gabah kering giling yang digiling terlebih dahulu dengan menggunakan jasa penggilingan padi hingga menjadi beras. Pedagang pengecer
yang sudah melakukan pembelian beras dari pedagang besar melakukan praktik penjualan di warung untuk disalurkan kepada konsumen akhir.
6.3.2.2 Praktik Penentuan Harga
Penentuan harga di tingkat petani dengan kommditi gabah kering giling mengikuti harga di pasaran karena komoditi yang akan diproses menjadi beras ini
termasuk kebutuhan bahan pokok yang tidak dapat mematok harga sesuai keinginan produsen. Sistem penentuan harga pembelian gabah kering giling di
61 tingkat pedagang besar juga mengikuti mekanisme harga pasar, tetapi terkadang
pedagang besar berani bersaing dalam menawarkan harga pembelian gabah kering giling karena harus bersaing dengan pedagang-pedagang pengumpul dalam
mendapatkan komoditi ini dari para petani di desa-desa Kecamatan Pamijahan. Sistem penentuan harga beras di tingkat pedagang besar yang akan dijual kepada
pedagang pengecer pun menyesuaikan harga-harga beras dipasaran tergantung varietas dan kualitas beras. Pedagang besar juga tidak bisa mengambil keuntungan
yang terlalu besar, karena komoditi ini akan bersaing dengan komoditi beras dengan varietas lain dengan kata lain bersifat homogen. Penentuan harga beras
untuk konsumen akhir di tingkat pedagang pengecer juga mengikuti harga pasar sehingga harga tawar mampu bersaing dengan pesaing-pesaing lain.
6.3.2.3 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga
Pada saluran tataniaga II ini petani langsung menjual gabah kering giling kepada pedagang besar yang mau menampung gabah kering giling walau hanya
berkisar kurang dari 500 kg dan biasanya pedagang besar ini mendatangi langsung petani dengan karakteristik seperti ini sehingga mempermudah petani dalam
menyalurkan hasil panen tanpa menyalurkan ke pedagang pengumpul terlebih dahulu yang identik membeli dalam skala besar. Pedagang besar dalam menjaga
keberlangsungan bisnis usaha ini harus memiliki pelanggan-pelanggan dari petani yang bersedia menjual gabah kering giling kepada pedagang besar berdasarkan
kesepakatan kesesuaian harga dan kualitas komoditi sehingga saling menjaga keterjaminan pembelian gabah kering panen di pihak petani dan keterjaminan
ketersediaan bahan baku berupa gabah kering giling di pihak pedagang besar. Kerjasama antara lembaga tataniaga pedagang besar dan pedagang pengecer
lebih mengarah pada ketersediaan beras di tingkat pedagang besar sehingga pedagang pengecer dengan mudah kapan pun dapat membeli beras pada pedagang
besar yang menyediakan dan memperlancar transaksi jual beli antara pedagang pengecer
kepada konsumen
akhir. Kerjasama
yang saling
menjaga keberlangsungan usaha ini akan mengarahkan ke sistem menjadi pelanggan antara
petani kepada pedagang besar, pedagang besar kepada pedagang pengecer, dan pedagang pengecer kepada konsumen akhir.
62
6.3.3 Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga III 6.3.3.1 Praktik Pembelian dan Penjualan
Perilaku pasar pada saluran tataniaga III untuk praktik penjualan dan pembelian di tingkat petani hanya melakukan praktik penjualan yaitu menjual
gabah kering panen ke lembaga tataniaga yang sebagai pedagang pengumpul. Praktik pembelian dan penjualan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul pada
saluran tataniaga III ini setelah melakukan pembelian gabah kering giling, pedagang pengumpul melakukan penjualan komoditi beras langsung kepada
konsumen akhir yang langsung membeli di lokasi penggilingan padi.
6.3.3.2 Sistem Penentuan Harga
Sistem penentuan harga di tingkat petani pada saluran tataniaga III ini sama halnya pada saluaran tataniaga I dan II, petani hanya sebagai price taker
penerima harga terlebih lagi petani tidak bisa dengan leluasa mematok harga tawar sebab sebagian besar petani sebelumnya meminjam modal kepada pedagang
pengumpul dan harus mengembalikan modal tersebut dengan cara menyetor gabah kering giling berdasarkan harga yang lebih disepakati oleh pedagang
pengumpul sepihak namun tetap mendekati kesesuaian informasi harga pasar. Pedagang pengumpul dalam mematok harga beras untuk didistribusikan langsung
ke konsumen akhir juga menyesuaikan harga-harga beras dipasaran.
6.3.3.3 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga
Kerjasama lembaga tataniaga pada saluaran III ini terlihat antara petani dan pedagang pengumpul dalam hal permodalan. Petani-petani di desa-desa
Kecamatan Pamijahan walau termasuk anggota gapoktan akan tetapi lebih membiasakan diri meminjam modal kepada pedagang pengumpul dengan
kesepakatan perjanjian hasil panen berupa gabah kering giling disetor kepada pihak yang meminjamkan modal sebagai pembayaran sehingga petani harus
melakukan penjualan gabah kering giling kepada pedagang pengumpul yang telah ditetapkan. Pedagang pengumpul yang langsung menyalurkan komoditi beras
kepada konsumen akhir juga sangat mempermudah konsumen di dalam daerah maupun luar daerah dalam mendapatkan kebutuhan pokok untuk dikonsumsi.
63 Berdasarkan penjelasan maka analisis tentang perilaku pasar padi varietas
ciherang di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dapat dilihat pada tabel 14 yang menunjukkan masing-masing lembaga tataniaga yang tidak
atau melakukan perilaku pasar yaitu praktik penjualan dan pembelian, sistem penentuan harga, dan kerjasama antar lembaga tataniaga.
Tabel 14. Perilaku Pasar yang Dihadapi oleh Lembaga Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012
Saluran dan Lembaga Tataniaga
Perilaku Pasar Praktik
Penjualan dan Pembelian
Sistem Penentuan
Harga Kerjasama
Antar Lembaga Tataniaga
Saluran I
Petani Pedagang Pengumpul
Pedagang Pengecer
√ √
√ --
√ √
√ √
√
Saluran II
Petani Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
√ √
√ --
√ √
√ √
√
Saluran III
Petani
Pedagang Pengumpul
√ √
-- √
√ √
6.4 Keragaan Pasar
Keragaan pasar dipengaruhi oleh struktur dan perilaku pasar. Keragaan pasar mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan oleh setiap lembaga tataniaga yang
terlibat dalam sistem tataniaga padi varietas ciherang, keuntungan lembaga- lembaga tataniaga yang terlibat serta nilai margin yang terletak pada saluran
tataniaga. Pada tabel 16 dapat dilihat presentasi total biaya tataniaga, keuntungan, dan margin tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat Tahun 2012.
64
Tabel 15. Presentasi Total Biaya Tataniaga, Keuntungan dan Margin Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012
Uraian Saluran I
Saluran II Saluran III
Biaya Tataniaga 22,62
20,49 22,70
Keuntungan 36,43
30,79 33,09
Margin Tataniaga 59,05
51,28 55,79
Pada tabel 15 dapat dilihat bahwa perbedaan-perbedaan antara biaya tataniaga, keuntungan serta margin tataniaga padi varietas ciherang yang
diperoleh. Pada saluran tataniaga I dan III menunjukkan persentase margin tataniaga yang tinggi bila dibandingkan saluran tataniaga II, hal ini dikarenakan
karakteristik pasar yang dihadapi merupakan pasar persaingan sempurna yang dicirikan dengan banyaknya penjual dan pembeli, produk yang dijual homogen,
mudahnya keluar masuk pasar serta tidak adanya hambatan untuk masuknya pelaku pasar kedalam pasar tersebut.
6.4.1 Margin Tataniaga
Efisiensi tataniaga suatu produk salah satunya dapat analisis melalui analisis margin tataniaga dengan melihat perbedaan yang terjadi di setiap lembaga-
lembaga tataniaga yang terlibat. Besar kecilnya margin tataniaga dapat ditentukan oleh besarnya biaya dan keuntungan yang diterima oleh lembaga tataniaga. Besar
biaya tiap saluran tataniaga berbeda-beda karena saluran yang ditempuh berdasarkan keputusan yang berhubungan dengan karakteristik responden bisa
dilihat melalui lama pengalaman berusahatani, usia, atau tingkat pendidikan. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga padi varietas ciherang di
Kecamatan Pamijahan yaitu biaya penggilingan, biaya pengemasan, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, dan biaya pengangkutan. Perincian biaya-biaya tataniaga
dengan angka pada saluran I, II, dan III dapat dilihat pada lampiran 5. Pada saluran I, II, dan III petani tidak mengeluarkan biaya tataniaga karena
petani hanya berperan menjual gabah kering giling tanpa melakukan pengolahan atau pun pengemasan. Lembaga tataniaga pada saluran I yaitu pedagang
pengumpul setelah melakukan pembelian gabah kering panen dari petani melakukan pengolahan untuk menciptakan atau meningkatkan nilai tambah