Analisis Efisiensi Tataniaga Analisis tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan Kab.Bogor, Prov. Jawa Barat

70 tersebut yaitu margin dan farmer’s share maka saluran tataniaga II dapat disimpulkan sebagai saluran tataniaga yang paling efisien dibandingkan saluran tataniaga I dan III karena memiliki farmer’s share yang tertinggi dibanding pada saluran tataniaga I sebesar 40,95 persen dan pada saluran tataniaga III sebesar 44,21 persen. Saluran tataniaga II juga memiliki nilai margin yang terkecil, hal ini sesuai dengan total biaya dari masing-masing saluran tataniaga pada tabel 16, masing-masing saluran tataniaga I sebesar Rp 6.200,- saluran tataniaga II hanya sebesar Rp 4.000,- dan pada saluran tataniaga III sebesar Rp 4.240,-. Dilihat dari sisi rasio keuntungan dan biaya atau Rasio LiCi saluran tataniaga I merupakan saluran tataniaga yang memiliki total Rasio LiCi yang tertinggi yaitu sebesar 1,61 yang berarti setiap Rp 1,- yang dikeluarkan maka akan menghasilkan Rp 1,61,- dengan masing-masing Rasio LiCi pada pedagang pengumpul sebesar 1,16 yang berarti pedagang pengumpul hanya mendapatkan keuntungan Rp 0,16,- setiap mengeluarkan Rp 1,- sedangkan Rasio LiCi pada pedagang pengecer sangat tinggi yaitu sebesar 6,5 yang berarti setiap Rp 1,- yang dikeluarkan maka akan menghasilkan Rp 6,5,-. Peran pedagang pengumpul pada saluran tataniaga I sangat membantu petani dalam meningkatkan harga jual produk hingga ke konsumen akhir karena gabah kering giling memiliki harga tawar yang tinggi. Selain itu, gabah kering giling setelah diproses menjadi beras oleh pedagang pengumpul kembali melakukan menciptakan atau meningkatkan nilai dengan cara melakukan pengemasan sebelum disalurkan kepada pedagang pengecer sehingga pada saluran I dapat menyumbangkan farmer’s share yang cukup tinggi yaitu sebesar 40,95 persen yang tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan saluran tataniaga II sebesar 48,72 persen maupun farmer’s share pada saluran tataniaga III sebesar 44,21 persen padahal saluaran tataniaga III merupakan saluran tataniaga yang terpendek hanya melibatkan pedagang pengumpul dan langsung menjual beras kepada konsumen akhir. Pada saluran tataniaga II juga Rasio LiCi pada pedagang pengecer cukup tinggi sebesar 5,67 sehingga pihak pedagang pengecer memperoleh keuntungan sebesar Rp 4,67,- setiap mengeluarkan Rp 1,- sedangkan pedagang besar sama dengan pedagang pengumpul pada saluran tataniaga I Rasio LiCi hanya sebesar 1,38 atau memperoleh keuntungan sebesar Rp 0,38,- setiap mengeluarkan Rp 1,- 71 berbeda dengan pedagang pengumpul pada saluran tataniaga III yang langsung mendapatkan keuntungan sebesar Rp 0,46 setiap mengeluarkan Rp 1,- tanpa menyalurkan produk ke lembaga tataniaga berikutnya namun nilai farmer’s share pada saluran tataniaga III ini lebih kecil yaitu 44,21 persen dan margin sebesar Rp 4.240,- bila dibandingkan dengan nilai farmer’s share dan margin pada saluran tataniaga II yang masing-masing sebesar 48,72 persen dan Rp 4.000,-. Masing-masing saluran tataniaga memiliki tingkat efisiensi yang berbeda- beda, saluran tataniaga I memiliki Rasio LiCi yang tertinggi namun nilai farmer’s share yang terkecil dan nilai margin yang tertinggi karena terdapat perlakuan yang meningkatkan atau menciptakan nilai untuk membantu para petani dalam meningkatkan harga tawar yang tinggi atas gabah kering giling yang diproduksi oleh petani juga membimbing para petani untuk mandiri dalam hal mampu memproduksi hasil usahatani dengan pendekatan pengetahuan dan teknologi sehingga menghasilkan gabah kering giling yang berkualitas. Pada saluran tataniaga II pedagang besar cukup bijaksana dalam memutuskan harga tawar gabah karing giling yang dibeli dari petani sehingga harga jual ditingkat petani tidak terlalu rendah dan pemutusan harga jual kepada pedagang pengecer juga berdasarkan sasaran konsumen akhir yang dituju sehingga harga jual beras mengikuti harga-harga besar sesuai pasaran. Saluran tataniaga III hanya melibatkan lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul yang sekaligus merangkap sebagai pedagang pengecer atau langsung menyalurkan komoditi beras langsung kepada konsumen akhir, saluran tataniaga III walaupun yang paling terpendek memiliki nilai margin sebesar Rp 4.240,- lebih besar dibandingkan pada saluran tataniaga II karena pedagang pengmpul secara umum menerima setoran gabah kering giling dari petani-petani yang tingkat kualitasnya campur yang berakibat terkadang penyusutan gabah menjadi beras cukup tinggi. Tingkat efisiensi pada saluran tataniaga I, II, maupun III memiliki tingkat keefektifan tersendiri tergantung lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam memutuskan untuk memperlakukan komoditi sebelum disalurkan kepada konsumen akhir, sehingga dapat dikatakan juga hal ini dipengaruhi oleh karakteristik responden bisa dipengaruhi berdasarkan lama pengalaman usahatani, usia, kepemilikkan usahatani, atau pun tingkat pendidikan. 72 VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian analisis tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, maka dapat disimpulkan : 1. Saluran tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan dengan menggunakan sample 30 responden petani di Desa Gunung Sari, Ciasmara, dan Ciasihan melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniaga padi varietas ciherang hingga sampai ke konsumen akhir terdapat tiga saluran yaitu : a Petani – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen akhir b Petani – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen akhir c Petani – pedagang pengumpul – konsumen akhir Setiap saluran tataniaga padi varietas ciherang masing-masing lembaga tataniaga menghadapi proses tataniaga yang berbeda-beda yang dilihat berdasarkan fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar. Fungsi tataniaga ditingkat petani hanya melakukan fungsi pertukaran yaitu penjualan gabah kering giling ke lembaga berikutnya sesuai target petani atau telah berdasarkan perjanjian yang disebabkan oleh peminjaman modal sehingga hasil panen harus disetor sebagai pembayaran. Fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas cenderung dilakukan oleh lembaga tataniaga di tingkat pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. 2. Struktur pasar setiap lembaga tataniaga cenderung pasar persaingan sempurna dikarenakan komoditi bersifat homogen dan penjual pembeli banyak juga mudah keluar masuk pasar. Perilaku pasar pada saluran tataniaga I, II, dan III masing-masing ditingkat petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer melakukan praktik penjualan dan pembelian sesuai target tataniaga lembaga yang akan dituju, sistem penentuan harga lebih berdasarkan informasi harga pasar, dan kerjasama antar lembaga tataniaga lebih berdasarkan karena kepentingan tiap lembaga tataniaga. 73 3. Analisis tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan dengan pendekatan margin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya menunjukkan bahwa tingkat efisiensi oleh masing-masing lembaga tataniaga setiap saluran berbeda-beda. Berikut tingkat efisiensi setiap saluran tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan Tahun 2012 : pada saluran tataniaga I total margin Rp 6.200,- Rasio LiCi 1,61 dan f armer’s share 40,95 persen, saluran tataniaga II total margin Rp 4.000,- rasio LiCi 1,50 dan farmer’s share 48,72 persen, dan pada saluran III total margin Rp 4.240,- rasio LiCi 1.46 dan farmer’s share 44,21 persen.

7.2 Saran

Hasil penelitian analisis tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan pada Tahun 2012 diketahui terdapat tiga saluran tataniaga sehingga perlu dievaluasi kembali dalam bentuk saran : 1. Saluran tataniaga I melibatkan petani – pedagang pengumpul – pedagang pengecer, gabah kering giling dari petani oleh pedagang pengumpul diolah menjadi beras lalu untuk menciptakan atau meningkatkan nilai melakukan pengemasan. Di lokasi penelitian ini hanya bebarapa pedagang pengumpul yang baru meningkatkan nilai tambah dengan memperoleh kualitas gabah kering giling berdasarkan informasi ketua gapoktan dan penyuluh desa sehingga perlu peningkatan produksi beras dalam kemasan dan pemasaran agar harga gabah kering giling ditingkat petani lebih memiliki harga tawar yang makin tinggi. 2. Saluran tataniaga III melibatkan lembaga tataniaga mulai dari petani dan pedagang pengumpul. Gabah kering giling hasil produksi petani harus disetor kepada pedagang pengumpul sebagai pembayaran sehingga membatasi peluang para petani untuk menjual ke pedagang-pedagang besar dan pengumpul lainnya, sebaiknya para petani pada saluran III meminta kebijakan kepada ketua gapoktan atau penyuluh mengenai peminjaman modal sekalipun pembayaran dengan gabah kering giling namun memiliki harga tawar tinggi gabah kering panen di tingkat petani dengan kerjasama pada pedagang pengumpul yang telah meningkatkan atau menciptakan nilai tambah.