Kerangka Pemikiran Teoritis Analisis tataniaga padi varietas ciherang di Kecamatan Pamijahan Kab.Bogor, Prov. Jawa Barat

18 a Pendekatan fungsi Functional approach, ,menganalisis sistem tataniaga dengan menitikberatkan yang dilakukan dalam mengantarkan produk pertanian dari produsen hingga ke pihak konsumen. b Pendekatan kelembagaan Instutional approach, pendekatan yang memfokuskan kajian pada orang maupun organisasi bisnis yang terlibat dalam proses tataniaga produk pertanian. c Pendekatan perilaku Behavioral-system approach, pendekatan yang menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga seperti perubahan dan perilaku lembaga tataniaga.

3.1.2 Saluran dan Lembaga Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus 1987 saluran tataniaga dapat didefinisikan sebagai himpunan perusahaan atau perorangan atau serangkaian lembaga-lembaga tataniaga yang mengambil alih hak atas barang dan jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. P enyaluran produk yang dihasilkan oleh produsen tidak dapat dilakukan oleh produsen itu sendiri dikarenakan jarak antara produsen dengan konsumen berjauhan, maka fungsi lembaga tataniaga sangat diharapkan untuk menggerakkan produk dari produsen hingga ke konsumen. Perantara ini bisa dalam bentuk perseorangan, perserikatan ataupun perseroan. Penggolongan lembaga tataniaga didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta berdasarkan bentuk usaha. Penggolongan lembaga berdasarkan fungsi yang dilakukan, yaitu : 1 Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pengecer dan grosir; 2 Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan fisik, seperti badan pengangkutantransportasi, pengolahan, dan penyimpanan; dan 3 Lembaga tataniaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas tataniaga, seperti informasi pasar dan kredit desa. Lembaga ini dapat berupa Koperasi Unit Desa KUD atau Bank Unit Desa. Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang, yaitu : 1 Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan, seperti pedagang pengecer, grosir, pengumpul, dan tengkulak; 2 Lembaga tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang 19 dipasarkan, seperti agen, makelar, dan lembaga pelanggan; 3 Lembaga tataniaga yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan, seperti lembaga pengangkutan, pengolahan, dan perkreditan. Fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas ini akan dilakukan oleh lembaga-lembaga perantara tersebut. Lembaga tataniaga ini harus tepat waktu dalam penyaluran barang dan jasa terutama produk pertanian karena sifat dari produk tersebut adalah mudah rusak, volume yang besar dan cepat busuk sehingga dibutuhkan penanganan khusus terhadap produk tersebut. Limbong dan Sitorus 1987 menyebutkan beberapa faktor penting yang menjadi dipertimbangkan produsen ketika memilih pola penyaluran, yaitu : 1 Pertimbangan pasar meliputi siapa yang menjadi konsumen produk rumah tangga atau industri, berapa besar pembeli potensial, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa besar jumlah pesanan, bagaimana kebiasaan konsumen dalam melakukan pembelian. 2 Pertimbangan barang meliputi beberapa besar nilai per unit barang tersebut, berapa besar dan berat barang, apakah mudah sobek atau tidak, bagaimana sifat teknis dari barang tersebut, apakah berupa barang standar atau pesanan, dan bagaimana luas produk lain perusahaan yang mempengaruhi. 3 Pertimbangan dari segi perusahaan meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang diberikan oleh penjual. 4 Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi pelayanan yang dapat diberikan lembaga perantara, kegunaan perantara, sikap perantara terhadap kebijaksanaan produsen serta volume penjualan dan pertimbangan biaya. Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses menjadikan produk atau jasa siap digunakan untuk dikonsumsi Kotler, 2002. Menurut Kohl dan Uhl 2002 lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses tataniaga digolongkan menjadi lima kelompok diantaranya : 1 Pedagang perantara merchant middlemen adalah perantara yang memiliki hak dan menguasai produk yang mereka tangani. Mereka membeli dan menjual produk tersebut untuk mendapatkan keuntungan sendiri. 20 2 Agen perantara agent middlemen adalah perwakilan dari institusi atau lembaga mereka tidak memiliki kekuasaan atas produk tersebut. Agen perantara mendapatkan keuntungan komisi dari penanganan atas produk yang dikehendaki oleh lembaga atau institusi. Agen perantara meliputi pencari komisi commission men dan broker. 3 Spekulator speculative middlemen adalah perantara yang melakukan pembelian dan penjualan atas produk dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari pergerakan harga. 4 Pengolahan dan pabrikan processors and manufacture adalah lembaga yang menangani produk dan merubah bentuk produk yaitu bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau produk akhir. 5 Organisasi facilitative organizations adalah lembaga yang membantu agar aktivitas berjalan dengan lancar. 3.1.3 Fungsi-Fungsi Tataniaga Fungsi-fungsi tataniaga Limbong dan Sitorus 1985 menyatakan proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke tingkat konsumen diperlukan tindakan-tindakan untuk memperlancar kegiatan tersebut dinamakan fungsi tataniaga. Konsep fungsi tataniaga memiliki peranan dalam Agribisnis yaitu : 1 penghubung gap antara kebutuhan produsen dan konsumen; 2 Membantu produsen memahami lebih baik kebutuhan konsumen sehingga produsen dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan tepat; dan 3 Membantu produsen memutuskan apa yang diproduksi dan kapan harus diproduksi. 2 Menurut Kohl dan Uhl 2002 fungsi-fungsi tataniaga dikelompokan menjadi tiga fungsi utama sebagai berikut : 1 Fungsi pertukaran exchange function adalah kegiatan yang berhubungan dengan pemindahan kepemilikan barang dan jasa yang dipasarkan mulai dari produsen kepada konsumen. Fungsi pertukaran meliputi fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian dimulai dengan pencarian pemasok kemudian mengubah bahan baku menjadi produk jadi yang akan dijual kepada konsumen untuk memenuhi permintaan akhir konsumen. 2 Seperich GJ, et.al.1994. Introduction to Agribusiness Marketing. New Jersey : Prentice-Hal, inc. Hlm 18 21 Fungsi penjualan merupakan kegiatan yang meliputi pencarian tempat, waktu, pengemasan, saluran tataniaga yang tepat untuk melakukan penjualan barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen. 2 Fungsi fisik physical function adalah semua tindakan yang berhubungan dengan barang dan jasa sehingga proses tersebut menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan waktu. Fungsi fisik terdiri dari : 1 fungsi penyimpanan, merupakan kegiatan untuk membuat produk selalu tersedia pada waktu yang dibutuhkan; 2 fungsi pengangkutan, merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen menurut waktu, jumlah dan mutu; 3 fungsi pengolahan, merupakan kegiatan untuk meningkatkan nilai tambah pada barang dan jasa dengan cara mengolah bahan baku menjadi komoditi yang dibutuhkan oleh konsumen. 3 Fungsi fasilitas facilitating function adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran barang dan jasa antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas meliputi : 1 fungsi standarisasi merupakan suatu keseragaman dalam penentuan kualitas dan kuantitas produk yang akan diproduksi, sedangkan grading adalah pengelompokkan atau pengklasifikasian hasil-hasil produk menurut standarisasi yang diinginkan; 2 fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk berbagai keperluan produksi dan tataniaga; 3 fungsi penanggungan risiko adalah penerimaan kemungkinan kehilangan selama proses tataniaga produk akibat dari risiko fisik maupun risiko pasar; 4 fungsi informasi pasar merupakan kegiatan mengumpulkan informasi pasar dan menafsirkan informasi tersebut.

3.1.4 Struktur Pasar

Struktur pasar adalah karakteristik dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar yang akan memperngaruhi perilaku pasar dan keragaan pasar. Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan korelasi antara pembeli calon pembeli dan penjual calon penjual yang secara strategis mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar Asmarantaka, 2009. Struktur pasar market structure dapat dijelaskan sebagai 22 suatu kerangka pasar yang menunjukan bagaimana suatu sistem pasar diorganisasikan. Koh l dan Dahl 2002 mengelompokkan pasar ke dalam empat struktur pasar yang berbeda, yaitu 1 pasar persaingan sempurna perfect competition, 2 pasar monopoli atau monopsoni monopolymonopsony, 3 pasar oligopoli atau oligopsoni oligopolyoligopsony, 4 pasar persaingan monopolistik monopolistic competition, berikut penjelasan empat pasar yang dimaksud : 1 Struktur pasar persaingan sempurna adalah pasar dimana terdapat banyak pembeli dan penjual yang memperdagangkan komoditi dimana output yang dihasilkan merupakan sebagian kecil dari total komoditi di pasar oleh karena itu komoditi memiliki sifat homogen sehingga pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi harga di pasar. Tidak ada hambatan untuk memasuki dan keluar pasar baik hambatan dari teknologi, hukum, dan keuangan. Pengetahuan yang dimiliki oleh pembeli dan penjual relatif sempurna dan lengkap. 2 Struktur pasar monopoli adalah keadaan pasar dimana hanya terdapat satu penjual atau satu pembeli. Seorang monopoli dapat menentukan harga dari output yang dihasilkan karena kurva permintaan dari perusahaan sama dengan kurva permintaan dari pasar selain itu penjual juga bebas untuk menentukan tingkatan output yang dihasilkan untuk memaksimalkan keuntungan. Penjual juga memiliki keterbatasan dalam menentukan harga jual dari produk mereka. Dilihat dari sisi permintaan jika harga yang ditetapkan terlalu tinggi maka konsumen akan mencari produk subtitusi. Dilihat dari sisi produksi jika profit yang didapat terlalu tinggi maka perusahaan lain akan mencoba masuk ke dalam pasar. Perusahaan monopoli mempunyai penguasaan terhadap bahan baku dan hak paten yang diberikan karena skala ekonomi yang besar dan tindakan pemerintah. 3 Struktur pasar oligopoli adalah kondisi pasar didominasi oleh beberapa perusahaan besar dalam suatu wilayah. Harga pasar berada di tangan beberapa perusahaan besar dan perusahaan –perusahaan kecil hanya mengikuti perubahan yang terjadi. Perusahaan besar dapat mempengaruhi harga melalui keputusan output yang dihasilkan oleh mereka. Setiap perusahaan yang berada dalam 23 pasar tersebut dalam menetapkan jumlah produksi dan harga harus mempertimbangkan dampak kepada harga pasar dan reaksi pesaing. 4 Struktur pasar persaingan monopolistik adalah keadaan pasar yang berada diantara pasar persaingan sempurna dan oligopoli. Setiap perusahaan berusaha membuat produk atau layanan yang unik dan berbeda dari perusahaan lain. Penjual mengajukan penawaran yang berbeda untuk segmen pembeli dan dengan bebas menggunakan merek, periklanan dan personal selling.

3.1.5 Perilaku Pasar

Perilaku pasar adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli utnuk mencapai tujuannya masing-masing Asmarantaka, 2009. Menurut Dahl dan Hammond 1977 perilaku pasar merupakan pola atau tingkah laku lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan kerjasama antar lembaga tataniaga. Kohl dan Uhl 2002 menjelaskan bahwa ada empat hal yang perlu yang diperhatikan dalam menggambarkan perilaku pasar, yaitu 1 Input-output system, digunakan untuk menerangkan bagaimana perusahaan mengembangkan input yang dimiliki untuk menghasilkan output bagi perusahaan; 2 Power system, menjelaskan bahwa perusahaan mengembangkan kualitas, pemimpin pasar, dan memiliki pertumbuhan yang cepat sehingga dapat menentukan harga; 3 Communications system, menjelaskan bagaimana mendirikan saluran informasi yang efektif; 4 System for adapting to internal and exsternal change, menerangkan bagaimana perusahaan beradaptasi dalam suatu sistem tataniaga dan dapat bertahan di pasar.

3.1.6 Konsep Efisiensi Tataniaga

Menurut Cramer dan Jensen 1991 efisiensi harga merupakan akurasi dan kecepatan dalam penetapan harga produk yang secara tepat menggambarkan permintaan konsumen yang ditransmisikan melalui saluran tataniaga untuk meningkatkan efisiensi harga dengan meningkatkan informasi pasar dan persaingan. Menurut Dahl dan Hammond 1977 efisiensi teknis atau operasional 24 merujuk pada kondisi biaya minimum yang dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar tataniaga yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan dan pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik, serta fasilitas. Menurut Kohl dan Uhl 2002 cara meningkatkan efisiensi operasional adalah penerapan teknologi baru termasuk substitusi modal kerja. Pendekatan efisiensi harga melalui tingkat keterpaduan pasar, sedangkan pendekatan efisiensi operasional melalui analisis terhadap biayamarjin tataniaga, farmer’s share, rasio biaya dan keuntungan tataniaga.

3.1.6.1 Konsep Biaya dan Marjin Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus 1987 harga semua barang serta penambahan aktivitas dan fungsi keragaan dari tataniaga perusahaan. Harga tersebut termasuk biaya tataniaga juga keuntungan tataniaga perusahaan. Marjin tataniaga juga merupakan perbedaan harga dari tingkat produsen dengan harga di tingkat lembaga pertama, atau perbedaan harga yang terjadi antara lembaga yang satu dengan lembaga tataniaga berikut dalam saluran tataniaga komoditi yang sama. Marjin tataniaga adalah perbedaan antara apa yang konsumen bayar untuk suatu barang dan jasa dan apa yang petaniprodusen terima. Gambar 2. Kurva Marjin Pemasaran Sumber : Hammond dan Dahl, 1977 Keterangan : Sd : Derived supply kurva penawaran turunan sama dengan penawaran produk di tingkat pedagang 25 Sp : Primary suppy kurva penawaran primer atau penawaran produk di tingkat petani Dd : Derived demand kurva permintaan turunan atau permintaan pedagang Dp : Primary demand kurva permintaan primer atau kurva permintaan di tingkat konsumen akhir Pr : Harga di tingkat pedagang pengecer Pf : Harga di tingkat petani Q: Jumlah produk di tingkat petani dan pedagang pengecer. Gambar 2, menunjukkan marjin tataniaga adalah perbedaan harga di tingkat pedagang dan petani Pr-Pf. Nilai marjin tataniaga value of marketing marjin merupakan perbedaan harga di tingkat pedagang dan petani kemudian dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan. Nilai tersebut terdiri dari marketing cost dan marketing charge. Pendekatan marjin tataniaga dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu return to factor dan return to institution. Return to factor adalah penerimaan terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses tataniaga seperti wages, interest, rent, dan profit. Return to institution adalah pengembalian return terhadap jasa atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan setiap lembaga dalam proses tataniaga Hammond dan Dahl, 1977. Terkadang tinggi atau rendahnya marjin tataniaga menjadi salah satu tolak ukur apakah kegiatan tataniaga tersebut sudah efisien atau belum. Menurut Limbong dan Sitorus 1987 tinggi atau rendahnya marjin tataniaga tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi kegiatan tataniaga. Tingginya marjin tataniaga dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses kegiatan tataniaga antara lain : ketersediaan fasilitas fisik tataniaga meliputi pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, dan risiko kerusakan. Nilai marjin tataniaga merupakan hasil kali dari perbedaaan harga di tingkat pedagang dan harga di tingkat petani dengan jumlah yang diperdagangkan. Nilai dari perbedaan nilai marjin antara harga di tingkat pedagang dan di tingkat petani diukur berdasarkan komoditi per unit. Marjin tataniaga terdiri dari dua komponen yaitu biaya dan keuntungan tataniaga. Biaya tataniaga adalah semua jumlah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam 26 tataniaga suatu komoditi mulai dari produsen hingga ke konsumen. Rumus yang dapat ditulis : Mi = Pri - Pfi Keterangan : Mi : Marjin tataniaga pada lembaga ke-i Pri : Harga di tingkat pedagang pada lembaga ke-i Pfi : Harga di tingkat petani pada lembaga ke-i

3.1.6.2 Konsep Farmer’s Share pada Tataniaga

Farmer’s Share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga yang dapat dilihat dari sisi pendapatan petani. Saluran tataniaga yang tidak efisien akan menyebabkan marjinbiaya tataniaga yang lebih besar. Marjinbiaya tataniaga ini kecenderungan dibebankan kepada petani dan konsumen melalui penetapan harga di tingkat petani Pf yang rendah dan harga di tingkat konsumen Pr yang tinggi. Perbedaan harga di tingkat petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen yang besar akan menurunkan nilai farmer’s share. Saluran tataniaga yang efektif dan efisien, marjinbiaya tataniaga menjadi lebih rendah sehingga perbedaan harga di tingkat petani dengan konsumen lebih kecil maka akan menyebabkan nilai farmer’s share meningkat. Nilai farmer’s share ditentukan oleh besar rasio harga yang diterima produsen Pf dan harga yang dibayarkan konsumen Pr, secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut : Fs = PfPr x 100 Keterangan : Fs : Farmer’s share Pf : Harga ditingkat petani Pr : Harga ditingkat konsumen Farmer’s share adalah selisih antara harga retail dan marjin tataniaga. Hal ini digunakan untuk mengetahui porsi harga di tingkat konsumen yang dinikmati oleh petani Kohl dan Uhl, 2002. Besarnya farmer’s share dipengaruhi oleh 1 tingkat pemrosesan; 2 biaya transportasi; 3 keawetan produk; dan 4 jumlah produk. Farmer’s share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja suatu sistem tataniaga, tetapi farmer’s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa suatu sistem tataniaga berjalan secara efisien. Hal ini 27 berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan dalam suatu produk value added yang dilakukan oleh lembaga perantara untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Faktor penting yang perlu diperhatikan adalah total penerimaan yang didapatkan oleh produsen dari hasil penjualan produk yang mereka hasilkan. Farmer’s share merupakan suatu alat analisis untuk menentukan efisiensi tataniaga suatu komoditi selain marjin tataniaga dan analisis keuntungan atas biaya yang menunjukan bagian yang diterima oleh petani.

3.1.6.3 Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya pada Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus 1987 rasio keuntungan terhadap biaya dapat digunakan untuk melihat efisiensi suatu sistem tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian, semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka secara teknis operasional sistem tataniaga akan semakin efisien. Besar rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio keuntungan dan biaya = LiCi Keterangan : Li : Keuntungan Lembaga tataniaga ke-i Ci : Biaya tataniaga

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Paradigma petani tradisional ke tahap petani modern masih sulit dikembangkan di daerah-daerah pedesaan karena hasil produksi padi yang diolah menjadi beras untuk diproses menjadi nasi juga merupakan kebutuhan dasar sebagai makanan pokok para petani yang menanam komoditi tersebut. Beras yang diolah menjadi nasi merupakan makanan sehari-hari masyarakat Indonesia mulai dari sarapan hingga makan malam secara umum mengandung bahan baku dari komoditi beras yang sudah menjadi kebiasaan harus dikonsumsi. Beras adalah komoditi pangan yang utama harus disediakan secara skala besar dan jangka 28 panjang sekaligus berkelanjutan sehingga cadangan komoditi beras pun harus siap sedia tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat harga. Kepemilikan lahan-lahan untuk produksi pertanian cenderung dikuasai oleh para pengusaha sehingga para petani hanya sebagai penggarap atau sewa lahan jika pun milik pribadi rata-rata setiap petani memiliki lahan seluas 0,1 ha hingga lebih dari 1 hektar. Kesuburan lahan masih dinyatakan kondisi mendukung produksi tanaman padi. Hasil produksi padi perlu dibahas terus menerus sebagai pengetahuan yang terkini sekalipun risiko telah dapat diminimalisasi, sasaran pemasaran sudah tepat tetapi jika saluran tataniaga tidak efektif dan efesian maka perlu pengkajian sebagai upaya evaluasi dalam memperbaiki dan memperbarui rantai tataniaga hasil produksi padi yang diproduksi oleh petani-petani yang berlokasi di Kecamatan Pemijahan, kabupaten Bogor, Jawa Barat sebagai gambaran kajian yang penting dianalisis yang bertujuan mencakup kesimpulan pola tataniaga padi di negara Indonesia karena komoditi beras memiliki demand yang tinggi dan berkelanjutan sehingga perlu menjaga ketepatan penyaluran beras hingga ke pihak konsumen akhir dengan harga yang tidak memonopoli. Tataniaga merupakan pembahasan inti yang mesti dibahas secara terus menerus terutama tataniaga yang dibahas ini komoditi beras yang berkaitan kebutuhan hajat orang banyak dan terus menerus sehingga perlu mengetahui sistem tataniaga padi hingga menjadi komoditi beras sekalipun sudah terjamah oleh peneliti lain untuk menganalisis sudah mendekati sistem tataniaga yang tepat atau perlu pembenahan sistem tataniaga yang lebih tepat lagi. Pendekatan untuk memahami analisis tataniaga padi pada Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yaitu melalui analisis deskriptif mengenai saluran tataniaga, lembaga- lembaga tataniaga yang terlibat beserta fungsi tataniaga yang dilakukan. Pendekatan kuantitatif untuk menganalisis efisiensi sistem dengan menggunakan analisis marjin tataniaga, analisis farmer’s share, dan analisis LiCi ratio untuk mengkaji tingkat efisiensi tataniaga secara ekonomi sehingga diperoleh gambaran saluran tataniaga beras yang paling efektif dan efisien.