18
a Pendekatan fungsi Functional approach, ,menganalisis sistem tataniaga dengan
menitikberatkan yang dilakukan dalam mengantarkan produk pertanian dari produsen hingga ke pihak konsumen.
b
Pendekatan kelembagaan
Instutional approach,
pendekatan yang
memfokuskan kajian pada orang maupun organisasi bisnis yang terlibat dalam proses tataniaga produk pertanian.
c
Pendekatan perilaku Behavioral-system approach, pendekatan yang menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga seperti
perubahan dan perilaku lembaga tataniaga.
3.1.2 Saluran dan Lembaga Tataniaga
Menurut Limbong dan Sitorus 1987
saluran tataniaga dapat didefinisikan sebagai himpunan perusahaan atau perorangan atau serangkaian lembaga-lembaga
tataniaga yang mengambil alih hak atas barang dan jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. P
enyaluran produk yang dihasilkan oleh produsen tidak dapat dilakukan oleh produsen itu sendiri
dikarenakan jarak antara produsen dengan konsumen berjauhan, maka fungsi lembaga tataniaga sangat diharapkan untuk menggerakkan produk dari produsen
hingga ke konsumen. Perantara ini bisa dalam bentuk perseorangan, perserikatan ataupun perseroan.
Penggolongan lembaga tataniaga didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta berdasarkan bentuk
usaha. Penggolongan lembaga berdasarkan fungsi yang dilakukan, yaitu : 1 Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pengecer dan
grosir; 2 Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan fisik, seperti badan pengangkutantransportasi, pengolahan, dan penyimpanan; dan 3 Lembaga
tataniaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas tataniaga, seperti informasi pasar dan kredit desa. Lembaga ini dapat berupa Koperasi Unit Desa KUD atau Bank
Unit Desa. Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang, yaitu : 1 Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki barang
yang dipasarkan, seperti pedagang pengecer, grosir, pengumpul, dan tengkulak; 2 Lembaga tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang
19 dipasarkan, seperti agen, makelar, dan lembaga pelanggan; 3 Lembaga tataniaga
yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan, seperti lembaga pengangkutan, pengolahan, dan perkreditan. Fungsi pertukaran, fungsi fisik dan
fungsi fasilitas ini akan dilakukan oleh lembaga-lembaga perantara tersebut. Lembaga tataniaga ini harus tepat waktu dalam penyaluran barang dan jasa
terutama produk pertanian karena sifat dari produk tersebut adalah mudah rusak, volume yang besar dan cepat busuk sehingga dibutuhkan penanganan khusus
terhadap produk tersebut. Limbong dan Sitorus 1987 menyebutkan beberapa faktor penting yang
menjadi dipertimbangkan produsen ketika memilih pola penyaluran, yaitu : 1
Pertimbangan pasar meliputi siapa yang menjadi konsumen produk rumah tangga atau industri, berapa besar pembeli potensial, bagaimana konsentrasi
pasar secara geografis, berapa besar jumlah pesanan, bagaimana kebiasaan konsumen dalam melakukan pembelian.
2 Pertimbangan barang meliputi beberapa besar nilai per unit barang tersebut,
berapa besar dan berat barang, apakah mudah sobek atau tidak, bagaimana sifat teknis dari barang tersebut, apakah berupa barang standar atau pesanan, dan
bagaimana luas produk lain perusahaan yang mempengaruhi. 3
Pertimbangan dari segi perusahaan meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang
diberikan oleh penjual. 4
Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi pelayanan yang dapat diberikan lembaga perantara, kegunaan perantara, sikap perantara terhadap
kebijaksanaan produsen serta volume penjualan dan pertimbangan biaya. Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang
terlibat dalam proses menjadikan produk atau jasa siap digunakan untuk dikonsumsi Kotler, 2002. Menurut Kohl dan Uhl 2002 lembaga-lembaga yang
terlibat dalam proses tataniaga digolongkan menjadi lima kelompok diantaranya : 1
Pedagang perantara merchant middlemen adalah perantara yang memiliki hak dan menguasai produk yang mereka tangani. Mereka membeli dan menjual
produk tersebut untuk mendapatkan keuntungan sendiri.
20 2
Agen perantara agent middlemen adalah perwakilan dari institusi atau lembaga mereka tidak memiliki kekuasaan atas produk tersebut. Agen
perantara mendapatkan keuntungan komisi dari penanganan atas produk yang dikehendaki oleh lembaga atau institusi. Agen perantara meliputi pencari
komisi commission men dan broker. 3
Spekulator speculative middlemen adalah perantara yang melakukan pembelian dan penjualan atas produk dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari
pergerakan harga.
4
Pengolahan dan pabrikan processors and manufacture adalah lembaga yang menangani produk dan merubah bentuk produk yaitu bahan baku menjadi bahan
setengah jadi atau produk akhir.
5
Organisasi facilitative organizations adalah lembaga yang membantu agar aktivitas berjalan dengan lancar.
3.1.3 Fungsi-Fungsi Tataniaga Fungsi-fungsi tataniaga Limbong dan Sitorus 1985 menyatakan proses
penyampaian barang dari tingkat produsen ke tingkat konsumen diperlukan tindakan-tindakan untuk memperlancar kegiatan tersebut dinamakan fungsi
tataniaga. Konsep fungsi tataniaga memiliki peranan dalam Agribisnis yaitu : 1 penghubung gap antara kebutuhan produsen dan konsumen; 2 Membantu
produsen memahami lebih baik kebutuhan konsumen sehingga produsen dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan tepat; dan 3 Membantu produsen
memutuskan apa yang diproduksi dan kapan harus diproduksi.
2
Menurut Kohl dan Uhl 2002 fungsi-fungsi tataniaga dikelompokan
menjadi tiga fungsi utama sebagai berikut :
1 Fungsi pertukaran exchange function adalah kegiatan yang berhubungan
dengan pemindahan kepemilikan barang dan jasa yang dipasarkan mulai dari produsen kepada konsumen. Fungsi pertukaran meliputi fungsi pembelian dan
fungsi penjualan. Fungsi pembelian dimulai dengan pencarian pemasok kemudian mengubah bahan baku menjadi produk jadi yang akan dijual kepada
konsumen untuk memenuhi permintaan akhir konsumen.
2
Seperich GJ, et.al.1994. Introduction to Agribusiness Marketing. New Jersey : Prentice-Hal, inc. Hlm 18
21 Fungsi penjualan merupakan kegiatan yang meliputi pencarian tempat, waktu,
pengemasan, saluran tataniaga yang tepat untuk melakukan penjualan barang
dan jasa yang diinginkan oleh konsumen.
2 Fungsi fisik physical function adalah semua tindakan yang berhubungan
dengan barang dan jasa sehingga proses tersebut menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan waktu. Fungsi fisik terdiri dari : 1
fungsi penyimpanan, merupakan kegiatan untuk membuat produk selalu tersedia pada waktu yang dibutuhkan; 2 fungsi pengangkutan, merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen menurut waktu, jumlah dan
mutu; 3 fungsi pengolahan, merupakan kegiatan untuk meningkatkan nilai tambah pada barang dan jasa dengan cara mengolah bahan baku menjadi
komoditi yang dibutuhkan oleh konsumen.
3 Fungsi fasilitas facilitating function adalah kegiatan yang bertujuan untuk
memperlancar kegiatan pertukaran barang dan jasa antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas meliputi : 1 fungsi standarisasi merupakan suatu
keseragaman dalam penentuan kualitas dan kuantitas produk yang akan diproduksi, sedangkan grading adalah pengelompokkan atau pengklasifikasian
hasil-hasil produk menurut standarisasi yang diinginkan; 2 fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk berbagai keperluan produksi dan
tataniaga; 3 fungsi penanggungan risiko adalah penerimaan kemungkinan kehilangan selama proses tataniaga produk akibat dari risiko fisik maupun
risiko pasar; 4 fungsi informasi pasar merupakan kegiatan mengumpulkan
informasi pasar dan menafsirkan informasi tersebut.
3.1.4 Struktur Pasar
Struktur pasar adalah karakteristik dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar yang akan memperngaruhi perilaku pasar dan keragaan pasar.
Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan korelasi antara pembeli calon pembeli dan penjual calon penjual
yang secara strategis mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar Asmarantaka, 2009. Struktur pasar market structure dapat dijelaskan sebagai
22 suatu kerangka pasar yang menunjukan bagaimana suatu sistem pasar
diorganisasikan. Koh
l
dan Dahl 2002
mengelompokkan pasar ke dalam empat struktur pasar yang berbeda, yaitu 1 pasar persaingan sempurna perfect
competition, 2 pasar monopoli atau monopsoni monopolymonopsony, 3 pasar oligopoli atau oligopsoni oligopolyoligopsony, 4 pasar persaingan
monopolistik monopolistic competition, berikut penjelasan empat pasar yang dimaksud :
1 Struktur pasar persaingan sempurna adalah pasar dimana terdapat banyak
pembeli dan penjual yang memperdagangkan komoditi dimana output yang dihasilkan merupakan sebagian kecil dari total komoditi di pasar oleh karena
itu komoditi memiliki sifat homogen sehingga pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi harga di pasar. Tidak ada hambatan untuk memasuki dan keluar
pasar baik hambatan dari teknologi, hukum, dan keuangan. Pengetahuan yang dimiliki oleh pembeli dan penjual relatif sempurna dan lengkap.
2 Struktur pasar monopoli adalah keadaan pasar dimana hanya terdapat satu
penjual atau satu pembeli. Seorang monopoli dapat menentukan harga dari output yang dihasilkan karena kurva permintaan dari perusahaan sama dengan
kurva permintaan dari pasar selain itu penjual juga bebas untuk menentukan tingkatan output yang dihasilkan untuk memaksimalkan keuntungan. Penjual
juga memiliki keterbatasan dalam menentukan harga jual dari produk mereka. Dilihat dari sisi permintaan jika harga yang ditetapkan terlalu tinggi maka
konsumen akan mencari produk subtitusi. Dilihat dari sisi produksi jika profit yang didapat terlalu tinggi maka perusahaan lain akan mencoba masuk ke
dalam pasar. Perusahaan monopoli mempunyai penguasaan terhadap bahan baku dan hak paten yang diberikan karena skala ekonomi yang besar dan
tindakan pemerintah. 3
Struktur pasar oligopoli adalah kondisi pasar didominasi oleh beberapa perusahaan besar dalam suatu wilayah. Harga pasar berada di tangan beberapa
perusahaan besar dan perusahaan –perusahaan kecil hanya mengikuti perubahan
yang terjadi. Perusahaan besar dapat mempengaruhi harga melalui keputusan output yang dihasilkan oleh mereka. Setiap perusahaan yang berada dalam
23 pasar tersebut dalam menetapkan jumlah produksi dan harga harus
mempertimbangkan dampak kepada harga pasar dan reaksi pesaing. 4
Struktur pasar persaingan monopolistik adalah keadaan pasar yang berada diantara pasar persaingan sempurna dan oligopoli. Setiap perusahaan berusaha
membuat produk atau layanan yang unik dan berbeda dari perusahaan lain. Penjual mengajukan penawaran yang berbeda untuk segmen pembeli dan
dengan bebas menggunakan merek, periklanan dan personal selling.
3.1.5 Perilaku Pasar
Perilaku pasar adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli utnuk mencapai tujuannya masing-masing
Asmarantaka, 2009. Menurut Dahl dan Hammond 1977 perilaku pasar merupakan pola atau tingkah laku lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan
dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan kerjasama antar lembaga tataniaga.
Kohl dan Uhl 2002 menjelaskan bahwa ada empat hal yang perlu yang diperhatikan dalam menggambarkan perilaku pasar, yaitu 1 Input-output system,
digunakan untuk menerangkan bagaimana perusahaan mengembangkan input yang dimiliki untuk menghasilkan output bagi perusahaan; 2 Power system,
menjelaskan bahwa perusahaan mengembangkan kualitas, pemimpin pasar, dan memiliki pertumbuhan yang cepat sehingga dapat menentukan harga; 3
Communications system, menjelaskan bagaimana mendirikan saluran informasi yang efektif; 4 System for adapting to internal and exsternal change,
menerangkan bagaimana perusahaan beradaptasi dalam suatu sistem tataniaga dan dapat bertahan di pasar.
3.1.6 Konsep Efisiensi Tataniaga
Menurut Cramer dan Jensen 1991 efisiensi harga merupakan akurasi dan kecepatan dalam penetapan harga produk yang secara tepat menggambarkan
permintaan konsumen yang ditransmisikan melalui saluran tataniaga untuk meningkatkan efisiensi harga dengan meningkatkan informasi pasar dan
persaingan. Menurut Dahl dan Hammond 1977 efisiensi teknis atau operasional
24 merujuk pada kondisi biaya minimum yang dicapai dalam pelaksanaan fungsi
dasar tataniaga yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan dan pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik, serta fasilitas. Menurut Kohl dan Uhl 2002 cara
meningkatkan efisiensi operasional adalah penerapan teknologi baru termasuk substitusi modal kerja. Pendekatan efisiensi harga melalui tingkat keterpaduan
pasar, sedangkan pendekatan efisiensi operasional melalui analisis terhadap biayamarjin tataniaga,
farmer’s share, rasio biaya dan keuntungan tataniaga.
3.1.6.1 Konsep Biaya dan Marjin Tataniaga
Menurut Limbong dan Sitorus 1987 harga semua barang serta penambahan aktivitas dan fungsi keragaan dari tataniaga perusahaan. Harga
tersebut termasuk biaya tataniaga juga keuntungan tataniaga perusahaan. Marjin tataniaga juga merupakan perbedaan harga dari tingkat produsen dengan harga di
tingkat lembaga pertama, atau perbedaan harga yang terjadi antara lembaga yang satu dengan lembaga tataniaga berikut dalam saluran tataniaga komoditi yang
sama. Marjin tataniaga adalah perbedaan antara apa yang konsumen bayar untuk suatu barang dan jasa dan apa yang petaniprodusen terima.
Gambar 2. Kurva Marjin Pemasaran
Sumber : Hammond dan Dahl, 1977 Keterangan :
Sd : Derived supply kurva penawaran turunan sama dengan penawaran produk di tingkat pedagang
25 Sp : Primary suppy kurva penawaran primer atau penawaran produk di tingkat
petani Dd : Derived demand kurva permintaan turunan atau permintaan pedagang
Dp : Primary demand kurva permintaan primer atau kurva permintaan di tingkat konsumen akhir
Pr : Harga di tingkat pedagang pengecer Pf : Harga di tingkat petani
Q: Jumlah produk di tingkat petani dan pedagang pengecer. Gambar 2, menunjukkan marjin tataniaga adalah perbedaan harga di tingkat
pedagang dan petani Pr-Pf. Nilai marjin tataniaga value of marketing marjin merupakan perbedaan harga di tingkat pedagang dan petani kemudian dikalikan
dengan jumlah produk yang dipasarkan. Nilai tersebut terdiri dari marketing cost dan marketing charge. Pendekatan marjin tataniaga dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu return to factor dan return to institution. Return to factor adalah penerimaan terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses
tataniaga seperti wages, interest, rent, dan profit. Return to institution adalah pengembalian return terhadap jasa atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan setiap
lembaga dalam proses tataniaga Hammond dan Dahl, 1977. Terkadang tinggi atau rendahnya marjin tataniaga menjadi salah satu tolak
ukur apakah kegiatan tataniaga tersebut sudah efisien atau belum. Menurut Limbong dan Sitorus 1987 tinggi atau rendahnya marjin tataniaga tidak
selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi kegiatan tataniaga. Tingginya marjin tataniaga dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam
proses kegiatan tataniaga antara lain : ketersediaan fasilitas fisik tataniaga meliputi pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, dan risiko kerusakan. Nilai
marjin tataniaga merupakan hasil kali dari perbedaaan harga di tingkat pedagang dan harga di tingkat petani dengan jumlah yang diperdagangkan.
Nilai dari perbedaan nilai marjin antara harga di tingkat pedagang dan di tingkat petani diukur berdasarkan komoditi per unit. Marjin tataniaga terdiri dari
dua komponen yaitu biaya dan keuntungan tataniaga. Biaya tataniaga adalah semua jumlah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam
26 tataniaga suatu komoditi mulai dari produsen hingga ke konsumen. Rumus yang
dapat ditulis : Mi = Pri - Pfi Keterangan :
Mi : Marjin tataniaga pada lembaga ke-i Pri : Harga di tingkat pedagang pada lembaga ke-i
Pfi : Harga di tingkat petani pada lembaga ke-i
3.1.6.2 Konsep Farmer’s Share pada Tataniaga
Farmer’s Share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga yang dapat dilihat dari sisi pendapatan petani.
Saluran tataniaga yang tidak efisien akan menyebabkan marjinbiaya tataniaga yang lebih besar. Marjinbiaya tataniaga ini kecenderungan dibebankan kepada
petani dan konsumen melalui penetapan harga di tingkat petani Pf yang rendah dan harga di tingkat konsumen Pr yang tinggi. Perbedaan harga di tingkat petani
dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen yang besar akan menurunkan nilai farmer’s share. Saluran tataniaga yang efektif dan efisien, marjinbiaya tataniaga
menjadi lebih rendah sehingga perbedaan harga di tingkat petani dengan konsumen lebih kecil maka akan menyebabkan nilai
farmer’s share meningkat. Nilai
farmer’s share ditentukan oleh besar rasio harga yang diterima produsen Pf dan harga yang dibayarkan konsumen Pr, secara matematik dapat
dirumuskan sebagai berikut : Fs = PfPr x 100 Keterangan :
Fs : Farmer’s share
Pf : Harga ditingkat petani Pr : Harga ditingkat konsumen
Farmer’s share adalah selisih antara harga retail dan marjin tataniaga. Hal ini digunakan untuk mengetahui porsi harga di tingkat konsumen yang dinikmati
oleh petani Kohl dan Uhl, 2002. Besarnya farmer’s share dipengaruhi oleh 1
tingkat pemrosesan; 2 biaya transportasi; 3 keawetan produk; dan 4 jumlah produk.
Farmer’s share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja suatu sistem tataniaga, tetapi
farmer’s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa suatu sistem tataniaga berjalan secara efisien. Hal ini
27 berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan dalam suatu produk
value added yang dilakukan oleh lembaga perantara untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Faktor penting yang perlu diperhatikan adalah total penerimaan yang
didapatkan oleh produsen dari hasil penjualan produk yang mereka hasilkan. Farmer’s share merupakan suatu alat analisis untuk menentukan efisiensi
tataniaga suatu komoditi selain marjin tataniaga dan analisis keuntungan atas biaya yang menunjukan bagian yang diterima oleh petani.
3.1.6.3 Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya pada Tataniaga
Menurut Limbong dan Sitorus 1987 rasio keuntungan terhadap biaya dapat digunakan untuk melihat efisiensi suatu sistem tataniaga. Rasio keuntungan
dan biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian, semakin meratanya penyebaran
rasio keuntungan dan biaya, maka secara teknis operasional sistem tataniaga akan semakin efisien.
Besar rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rasio keuntungan dan biaya = LiCi Keterangan :
Li : Keuntungan Lembaga tataniaga ke-i Ci : Biaya tataniaga
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Paradigma petani tradisional ke tahap petani modern masih sulit dikembangkan di daerah-daerah pedesaan karena hasil produksi padi yang diolah
menjadi beras untuk diproses menjadi nasi juga merupakan kebutuhan dasar sebagai makanan pokok para petani yang menanam komoditi tersebut. Beras yang
diolah menjadi nasi merupakan makanan sehari-hari masyarakat Indonesia mulai dari sarapan hingga makan malam secara umum mengandung bahan baku dari
komoditi beras yang sudah menjadi kebiasaan harus dikonsumsi. Beras adalah komoditi pangan yang utama harus disediakan secara skala besar dan jangka
28 panjang sekaligus berkelanjutan sehingga cadangan komoditi beras pun harus siap
sedia tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat harga. Kepemilikan lahan-lahan untuk produksi pertanian cenderung dikuasai oleh
para pengusaha sehingga para petani hanya sebagai penggarap atau sewa lahan jika pun milik pribadi rata-rata setiap petani memiliki lahan seluas 0,1 ha hingga
lebih dari 1 hektar. Kesuburan lahan masih dinyatakan kondisi mendukung produksi tanaman padi. Hasil produksi padi perlu dibahas terus menerus sebagai
pengetahuan yang terkini sekalipun risiko telah dapat diminimalisasi, sasaran pemasaran sudah tepat tetapi jika saluran tataniaga tidak efektif dan efesian maka
perlu pengkajian sebagai upaya evaluasi dalam memperbaiki dan memperbarui rantai tataniaga hasil produksi padi yang diproduksi oleh petani-petani yang
berlokasi di Kecamatan Pemijahan, kabupaten Bogor, Jawa Barat sebagai gambaran kajian yang penting dianalisis yang bertujuan mencakup kesimpulan
pola tataniaga padi di negara Indonesia karena komoditi beras memiliki demand yang tinggi dan berkelanjutan sehingga perlu menjaga ketepatan penyaluran beras
hingga ke pihak konsumen akhir dengan harga yang tidak memonopoli. Tataniaga merupakan pembahasan inti yang mesti dibahas secara terus
menerus terutama tataniaga yang dibahas ini komoditi beras yang berkaitan kebutuhan hajat orang banyak dan terus menerus sehingga perlu mengetahui
sistem tataniaga padi hingga menjadi komoditi beras sekalipun sudah terjamah oleh peneliti lain untuk menganalisis sudah mendekati sistem tataniaga yang tepat
atau perlu pembenahan sistem tataniaga yang lebih tepat lagi. Pendekatan untuk memahami analisis tataniaga padi pada Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat yaitu melalui analisis deskriptif mengenai saluran tataniaga, lembaga- lembaga tataniaga yang terlibat beserta fungsi tataniaga yang dilakukan.
Pendekatan kuantitatif untuk menganalisis efisiensi sistem dengan menggunakan analisis marjin tataniaga, analisis
farmer’s share, dan analisis LiCi ratio untuk mengkaji tingkat efisiensi tataniaga secara ekonomi sehingga diperoleh gambaran
saluran tataniaga beras yang paling efektif dan efisien.