5 Pengembangan teknologi pengolahan produk berbasis kedelai domestic yang sesuai dengan kebutuhan industri dan pasar.
Program yang perlu dikembangkan ke depan antara lain dengan pembelian kedelai petani oleh pemerintah proteksi produk untuk meningkatkan gairah petani untuk
berproduksi.
8.2.4. Upaya Perbaikan Kualitas Kedelai Lokal
Kualitas kedelai sangat penting dalam pemilihan bahan baku industri. Perbedaan kualitas antara kedelai lokal dengan impor sangat berpengaruh terhadap pemilihan
bahan baku untuk industri. Industri tempe membutuhkan kedelai dengan kualitas tinggi terutama di perkotaan, karena penampakan fisik kedelai berpengaruh
terhadap kualitas produk tempe yang dihasilkan dan akibatnya indutri tempe cenderung menggunakan kedelai impor. Sementara itu industri tahu yang
dibutuhkan adalah sari kedelai rendemennya lebih tinggi yang diperoleh dari kedelai lokal, sehingga kualitas kedelai tidak menjadi permasalahan.
Menurut Siregar 2000, perbedaan kualitas suatu komoditi dapat diukur dari
perbedaan harga premium kualitas. Nilai premium kualitas akan semakin tinggi apabila perbedaan mutu semakin besar. Peningkatan nilai premium kualitas
bersamaan dengan peningkatan harga kedelai impor yang mengindikasikan bahwa daya subsititusi kedelai lokal terhadap impor rendah. Untuk memperbaiki kualitas
kedelai lokal, maka penanganan pasca panen di tingkat petani perlu mendapat perhatian serius.
Perbaikan kualitas kedelai lokal ini merupakan masalah dilematik. Produksi kedelai nasional masih jauh di bawah kebutuhan nasional, tentu saja harga kedelai lokal
cukup tinggi. Kondisi ini diduga kurang menumbuhkan disintensif bagi petani untuk meningkatkan kualitas dengan melakukan pasca panen yang lebih baik agar
produk kedelai yang dihasilkan memperoleh harga lebih tinggi. Sementara itu, pedagang pengumpul desa umumnya tidak memberikan perbedaan harga beli yang
memadai terhadap kualitas kedelai yang lebih baik dan kedelai yang dikeringkan secara sempurna atau tidak.
8.2.5. Dampak keterkaitan harga internasional dan nasional
Dalam perdagangan global, status Indonesia adalah pengimpor bersih net importer
dengan proporsi volume impor yang relatif kecil terhadap volume perdagangan dunia. Proporsi volume impor kedelai Indonesia rata-rata sebesar 1- 2
persen dari volume perdagangan kedelai dunia. Hal ini berarti Indonesia tidak dapat mempengaruhi harga di pasar dunia atau Indonesia berada dalam posisi
sebagai penerima harga price taker. Menurut Saliem, et al. 2004, hubungan antara pasar dunia dan pasar nasional bersifat hierarkies, dalam arti pasar dunia
merupakan pasar sentral pemimpin, sedangkan pasar nasional merupakan pasar cabang. Dalam konteks ini, harga di tingkat importir menjadi acuan dalam
pembentukan harga di tingkat pedagang besar, selanjutnya harga di tingkat pedagang besar dijadikan acuan dalam pembentukan harga di tingkat produsen
maupun pengecer. Dengan demikian, harga kedelai di tingkat petani ditentukan oleh pedagang pengumpul desa yang mengacu kepada harga kedelai impor. Apabila
harga kedelai impor murah, maka harga kedelai tingkat petani juga murah, sehingga tidak dapat menutupi biaya usahataninya
Menurut Saliem 2004 pada era perdagangan bebas, persaingan yang semakin ketat merupakan tantangan sekaligus peluang bagi pengembangan kedelai. Agar
dapat menangkap peluang tersebut sebesar-besarnya, sistem pertanian Indonesia harus dapat selalu menyesuaikan dengan lingkungan yang dinamis dan melakukan
efisiensi. Untuk mengatasi berbagai perubahan tersebut, maka arah kebijakan pembangunan sektor pertanian pada umumnya dan khususnya pada pengembangan
kedelai, antara lain : 1 dari kebijakan sentralisasi ke arah desentralisasi,
2 dari pendekatan komoditas ke pendekatan yang memperhitungkan keunggulan, 3 dari pendekatan yang berorientasi produksi ke pendekatan yang mengutamakan
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani,
4 dari teknologi padat karya ke teknologi padat keterampilan dan penggunaan alat mekanisasi pertanian secara tepat guna,
5 dari strategi substitusi impor ke promosi ekspor yang mempercepat pembangunan,
6 dari pertanian subsistein ke pertanian yang mengandalkan agribisnis dan mengarah pada sistem pasar terbuka dalam era globalisasi.
7 dari produksi komoditas primer ke produksi agroindustri yang meningkatkan nilai tambah,
8 pergeseran pusat-pusat pertumbuhan yang telah ada ke upaya mencari sumber pertumbuhan baru,
9 dari dominasi peran pemerintah kepada meningkatnya partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan pertanian, seiring dengan upaya
kebijaksanaan deregulasi yang dilaksanakan secara konsisten dan bertahap.
8.3. Strategi Kebijakan Jangka Panjang