2. DAYASAING KEDELAI
2.1. Konsep Dayasaing
Dayasaing competitiveness sangat penting dalam menentukan keberhasilan bagi suatu industri. Dimensi yang terkandung dalam konsep dayasaing sangat
banyak, sehingga pendekatannya dapat dikaji dari berbagai disiplin ilmu dan dalam berbagai aspek. Dalam literatur ilmu manajemen dan pemasaran modern,
dayasaing sering diterjemahkan sebagai kemampuan atau keunggulan bersaing. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki atau didapat oleh
produsen atau perusahaan tertentu karena kemampuannya menggali potensi pasar, memahami dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan atau tuntutan
pasar, terutama dilihat dari sudut konsumen Porter, 1993. Menurut Tyson dalam Cho dan Moon 2003 dayasaing adalah kemampuan
untuk memproduksi barang dan jasa yang memenuhi uji persaingan internasional sementara para warga negara menikmati standar
berkesinambungan. Porter 1993 mengemukakan bahwa secara nasional dayasaing dipandang sebagai suatu fenomena makroekonomi yang berkaitan
dengan peubah tingkat kurs, tingkat bunga dan defisit pemerintah. Jika dayasaing diarahkan dengan kebijakan pemerintah pentargetan, proteksi,
promosi impor dan subsidi akan mendorong suatu industri ke dalam keunggulan global. Dayasaing suatu negara merupakan derajat negara tersebut
dalam kondisi pasar yang bebas dan adil dapat memproduksi barang dan jasa yang memenuhi uji pasar internasional secara simultan meningkatkan
pendapatan riil warga negaranya. Dayasaing pada tingkat nasional didasarkan pada kinerja produktivitas yang superior.
Faktor penentu keunggulan bersaing pada industri nasional menurut Porter 1993 yaitu 1 kondisi faktor sumberdaya factor conditions, 2 kondisi
permintaan demand conditions, 3 industri pendukung dan terkait related and supporting industries
, 4 struktur dan strategi perusahaan structure of
7
firms and rivalry . Keempat faktor ini didukung oleh peranan kesempatan
chance dan pemerintah Goverment dalam meningkatkan dayasaing industri nasional, bersama-sama membentuk sistem yang disebut the national
”diamond” Gambar 1.
Fac tor Conditions
Related and Supporting
Industries Dem and
Conditions
Struc ture of Firm s and
Rivalry Governm ent
Chanc e
Gambar 1. Sistem ‘Diamond’ Nasional Sumber: Porter, 1990 Menurut Porter 1993, kekuatan kompetitif menentukan tingkat persaingan
dalam suatu industri, baik domestik ataupun internasional yang menghasilkan barang atau jasa. Dalam aturan persaingan tersebut terdapat lima faktor
persaingan, yaitu 1 persaingan diantara perusahaan yang ada, 2 masuknya para pendatang baru barrier-entry, 3 kekuatan tawar menawar bargaining
power para pembeli, 4 kekuatan tawar menawar para pemasok, dan 5
ancaman dari barang jasa pengganti substitusi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
8
Menurut Gray, et al. 1992 berpendapat bahwa dayasaing merupakan kemampuan produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu cukup
baik dan ongkos produksi yang cukup rendah, sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan produsen dengan
memperoleh laba yang mencukupi untuk dapat mempertahankan kelanjutan kegiatan produksinya. Dengan kata lain, dayasaing komoditas tercermin dari
harga jual yang bersaing dan mutu yang baik.
Pendatang Baru
Pesaing Industri
Persaingan di Antara Perusahaan yang Ada
Pembeli Pemasok
Produk Subtitusi Ancaman Produk atau
Jasa Subtitusi Ancaman Pendatang
Baru
Daya Tawar-Menawar Pembeli
Daya Tawar- menawar Pemasok
Gambar 2. Faktor-Faktor Kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri Porter, 1993
Dalam dayasaing suatu produk sangat terkait erat dengan efisiensi pemasaran dalam menghadapi sistem perdagangan. Efisiensi pemasaran hanya dapat
ditingkatkan jika pemerintah dapat memperbaiki infrastruktur transportasi dan mengembangkan sistem informasi harga. Untuk pengembangkan produk
pertanian ditingkat on farm, maka masalah produktivitas dan efisiensi pasar perlu ditangani dengan baik, sehingga produk tersebut dapat bersaing, terutama
terhadap produk impor Sharples, et al, 1990.
9
Konsep dayasaing berpijak dari konsep keunggulan komparatif yang diperkenalkan oleh Ricardo sekitar awal abad ke-19 yang dikenal dengan
Model Ricardo atau Hukum Keunggulan Komparatif The Law of Comparative Advantage
. Konsep ini merupakan penyempurnaan dari kelemahan teori keunggulan absolut yang dicetuskan oleh Adam Smith. Konsep keunggulan
komparatif maupun keunggulan absolut berasal dari suatu pemikiran yang sama, yaitu bahwa suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi barang
yang memiliki keunggulan absolut atau yang diproduksi lebih efisien dibandingkan jika diproduksi oleh negara lain. Kedua negara akan
mendapatkan keuntungan bila masing-masing negara berspesialisasi dalam produksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan melakukan
perdagangan antar negara Salvatore, 1996. Suatu negara akan cenderung mengekspor komoditas yang biaya produksinya
relatif lebih murah dibandingkan dengan negara lain, dengan asumsi bahwa tenaga kerja adalah satu-satunya faktor produksi. Dengan demikian keunggulan
komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo hanya didasarkan pada perbedaan produktivitas tenaga kerja antar negara, padahal masih terdapat banyak faktor
yang mempengaruhi produksi selain tenaga kerja seperti tanah, modal dan sumberdaya lainnya Salvatore, 1996.
Teori keunggulan komparatif Ricardo kemudian disempurnakan oleh Haberler 1936 yang mengemukakan konsep keunggulan komparatif berdasarkan Teori
Biaya Imbangan Opportunity Cost Theory. Haberler menyatakan bahwa biaya dari satu komoditi adalah jumlah komoditi kedua terbaik yang harus
dikorbankan untuk memperoleh sumberdaya yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama Salvatore, 1996.
Konsep ini dikembangkan kembali oleh Heckscer-Ohlin dengan melibatkan lebih dari satu faktor produksi. Dengan lebih dari satu faktor produksi, maka
suatu negarawilayah akan menghasilkan dan mengekspor suatu komoditas yang dihasilkan dari faktor-faktor produksi melimpah dengan biaya cenderung
10
murah serta mengimpor komoditas yang faktor produksinya relatif langka dan mahal. Keunggulan suatu negara adalah biaya imbangan opportunity cost
suatu negara dengan negara lain disebabkan karena adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi yang dimilikinya karunia alam faktor endomend.
Keunggulan komparatif yang dimiliki dalam perdagangan memiliki sifat yang dinamis bukan statis. Sifat yang dinamis tersebut membuat negara yang
memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu harus mampu mempertahankannya, agar tidak tersaingi oleh negara lain atau digantikan oleh
komoditi substitusinya. Konsep yang dikembangkan oleh Ricardo dan Heckscer-Ohlin ini merupakan suatu dasar yang sering dipakai dalam
menjelaskan alokasi sumberdaya di antara industri dalam suatu negara Salvatore, 1996.
2.2. Strategi Bersaing