Simulasi Kebijakan Dayasaing Kedelai Lokal Pada Pasar Domestik

(1)

SIMULASI KEBIJAKAN

DAYASAING KEDELAI LOKAL

PADA PASAR DOMESTIK

DIAN HANDAYANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

ABSTRACT

DIAN HANDAYANI. Simulation of the Local Soybean Competitiveness on Indonesia Agro industrial Market. Under the direction of TAJUDDIN BANTACUT, JONO M. MUNANDAR, and SLAMET BUDIJANTO.

Soybean is strategic commodity which is using as raw material for food processing and consume by wide Indonesian people. Soybean demand increase every year as increase of population, understanding of nutrition as source of cheap protein and development of soybean food processing. National demand can not cover by local production, due to import soybean with cheaper price. There is a big opportunity to develop soybean business locally which is supported by widely planting area, suitable climate, and viability of suitable technology, human recourses, market demand and government supported.

In the future, anticipating the deficit of local soybean production and increase of competitiveness for local soybean on national market, government policy to control imported soybean and stimulate local soybean production.

Base on the research, indicated soybean harvest area was influence by local soybean real price, maize real price and last year harvest area. Soybean productivity was influenced by rainfall, maize real price and last year productivity. Local soybean price was influenced by soybean real price in producer/farmer level, soybean import real price, quantity of soybean import, productivity and last year soybean real price.

Soybean real price in producer level was influenced by soybean production, imported soybean quantity, soybean consumption, BULOG monopolize and last year real price in producer level. Soybean import quantity was influenced by production and consumption. Imported soybean price was influenced by international price, exchange rates, and last year import price.

Simulation policy increased soybean price in producer level, it will stimulate farmer to increase harvested area and production. Import tariff policy will decrease of import quantity, to increase of local soybean price. Combination policy of increase the soybean price and import tariff 20 percent; it will stimulate the producer to increase harvested area and production.

Strategic to increase competitiveness and national soybean production through program of increase the productivity and extended planting area. The priority for increase the production on region which is low yield and apply the suitable technology. Extended planting area conduct to increase cropping index in the better area region. Protection policy by government is still need to control international price fluctuated and policy should tend to strengthen local soybean competitiveness to import.


(3)

ABSTRAK

DIAN HANDAYANI. Simulasi Kebijakan Terhadap Dayasaing Kedelai Lokal Pada Pasar Agroindustri Indonesia. Dibimbing oleh TAJUDDIN BANTACUT, JONO M. MUNANDAR, dan SLAMET BUDIJANTO.

Kedelai merupakan komoditi pangan strategis, karena peranannya sebagai bahan baku utama berbagai produk pangan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia secara luas. Pengadaan dan pengembangan kedelai sangat penting dan strategis, karena produksi nasional belum mencukupi kebutuhan nasional. Kebutuhan kedelai setiap tahun meningkat seiring peningkatan pertumbuhan penduduk, kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi, sebagai sumber protein yang murah dan berkembangnya industri olahan kedelai. Untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional dilakukan impor. Potensi pengembangan agribisnis kedelai mempunyai prospek cukup besar, didukung potensi lahan, iklim sesuai, ketersediaan teknologi, SDM, besarnya permintaan dalam negeri dan dukungan pemerintah.

Untuk mengatasi defisit produksi kedelai dan peningkatan dayasaing kedelai lokal pada pasar nasional diarahkan pada upaya menekan impor dan meningkatkan produksi kedelai lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas panen kedelai dipengaruhi oleh harga kedelai lokal, harga jagung dan luas panen tahun sebelumnya. Produktivitas kedelai dipengaruhi oleh curah hujan, harga jagung dan produktivitas tahun sebelumnya. Harga kedelai lokal dipengaruhi oleh harga tingkat produsen, harga dan volume impor, produktivitas dan harga tahun sebelumnya. Harga di tingkat produsen dipengaruhi oleh produksi, volume impor, konsumsi, dummy monologi Bulog dan harga tahun sebelumnya. Volume impor dipengaruhi produksi dan konsumsi kedelai. Harga kedelai impor dipengaruhi harga internasional, nilai tukar dan harga impor sebelumnya.

Simulasi kebijakan menaikkan harga kedelai tingkat produsen dan tarif impor 20 persen mendorong petani untuk meningkatkan luas panen dan produksi. Kebijakan tarif impor akan menurunkan volume volume impor dan meningkatnya harga kedelai lokal.

Dalam upaya meningkatkan dayasaing dan produksi kedelai nasional, strategi yang harus dilakukan adalah program peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Program peningkatan produktivitas diprioritaskan pada wilayah sentra produksi yang produktivitasnya masih rendah dan penerapan teknologi budidaya tepat guna. Perluasan areal tanam melalui peningkatan indeks pertanaman di wilayah yang potensi sumberdaya lahannya cukup baik. Proteksi pemerintah masih tetap diperlukan dalam menghadapi pengaruh fluktuasi harga internasional dan kebijakan yang mengarah kepada penguatan dayasaing kedelai lokal terhadap impor.


(4)

SIMULASI KEBIJAKAN

DAYASAING KEDELAI LOKAL

PASAR DOMESTIK

DIAN HANDAYANI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(5)

Judul :Simulasi Kebijakan Dayasaing Kedelai Lokal Pada Pasar Domestik

Nama Mahasiswa : Dian Handayani

NRP : F351020181

Program Studi : Teknologi Industri Pertanian

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc. Ketua

Dr.Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Dr.Ir. Slamet Budijanto, M.Agr

Anggota Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr.Ir. Irawadi Jawaran Prof. Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, M.Sc.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Agustus 1965 di Kotabumi, Lampung Utara sebagai anak ke lima dari dua belas saudara dari Ayah bernama Harmani (almarhum) dan Ibu R.A. Kartini (almarhumah). Pendidikan sekolah dasar hingga menengah pertama ditempuh di Metro, Lampung Tengah, dan sekolah menengah atas ditempuh di Bandar Lampung. Pendidikan sarjana ditempuh di program studi Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 1984 dan lulus tahun 1988. Tahun 1989 penulis mulai bekerja di Dinas Peternakan Propinsi Lampung. Sekarang penulis bekerja di Direktorat Budidaya Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pada tahun 2002 penulis memulai pendidikan program Pascasarjana di program studi Teknologi Industri Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Beasiswa Pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Badan SDM Pertanian, Departemen Pertanian.


(7)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Simulasi Kebijakan Terhadap Dayasaing Kedelai Lokal Pada Pasar Domestik “.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

(1)Komisi Pembimbing : Dr.Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc. sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Dr.Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. dan Dr.Ir. Slamet Budijanto, M.Agr. sebagai anggota yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

(2)Teman-teman Deptan seangkatan (Dewi Darmayanti, Mulyadi dan Napisman), Pak Budi, Rika, Lilis dan andi yang telah banyak memberikan bantuan dan saran kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis.

(3)Teman-teman kantor, khususnya di Subdit Kedelai, Direktorat Bukabi yang telah memberikan pengertian dan dorongan moril kepada penulis.

(4)Selanjutnya kepada semua pihak yang telah ikut membantu penulis mulai dari usulan penelitian hingga selesainya tesis ini.

(5)Tak lupa pula, penulis ucapkan ribuan terima kasih kepada suamiku tercinta Abdul Hamid dan anak-anakku tersayang Irfan dan Surya serta seluruh keluarga atas doa dan pengertiannya mendorong penulis menyelesaikan studi.

Akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan tesis ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan manfaat tesis ini di kemudian hari.

Bogor, Maret 2007 Dian Handayani


(8)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Simulasi Kebijakan Dayasaing Kedelai Lokal Pada Pasar Domestik adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2007

Dian Handayani NRP : F351020181


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………. xii

DAFTAR GAMBAR ……… xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xiv

1. PENDAHULUAN ………. 1

1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Tujuan Penelitian ……… 4

1.3. Ruang Lingkup Penelitian ……….. 4

1.4. Manfaat Penelitian ……….. 5

2. DAYASAING KEDELAI ….……….…………. 6

2.1. Konsep Dayasaing ..……….. 6

2.2. Strategi Bersaing ………... 10

2.3. Keunggulan Bersaing ………. 12

2.4. Dayasaing Komoditas Pertanian ……….... 14

2.5. Dayasaing Komoditi Kedelai ……..….………. 19

3. KEDELAI NASIONAL DAN INTERNASIONAL …..………. 23

3.1. Kedelai Nasional ……….……… 23

3.1.1. Pengembangan Usahatani Kedelai ………..…... 23

3.1.2. Produksi Kedelai ……… 23

3.1.3. Konsumsi kedelai ……….. 24

3.1.4. Preferensi Bahan Baku Kedelai …………..………... 26

3.2. Kedelai Internasional ……….……… 29

3.2.1. Produksi Kedelai ………. 29

3.2.2. Konsumsi …….……… 32

3.3. Kedelai Nasional Versus Internasional ..………. 32

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL ………... 34

4.1. Konsep Kebijakan ………..…………. 34

4.2. Kebijakan Harga …………..……… 36

4.3. Kebijakan Impor dan Tarif ……….……… 37

4.4. Kebijakan Nilai Tukar ……… 41

4.5. Efisiensi Pemasaran .……….. 41

5. METODOLOGI PENELITAN ………. 44

5.1. Kerangka Teoritis ………. 44

5.1.1. Penawaran dan Permintaan ……… 44

5.1.2. Elastisitas ……… 47

5.1.3. Produksi ………. 48


(10)

5.1.6. Impor ……… 51

5.1.7. Tarif ………. 52

5.2. Kerangka Pemikiran ……….... 53

5.3. Teknik Pengumpulan Data ……….. 57

5.4. Waktu dan Lokasi Penelitian ………... 57

5.5. Perumusan Model ..…..………. 57

5.6. Definisi Operasional ………..……… 64

5.7. Tanda Hubungan Antar Variabel ……… 65

5.8. Prosedur Analisis ……….. 66

6. PENDUGAAN MODEL EKONOMETRIKA ……… 73

6.1. Faktor Penentu Dayasaing ……..………..…………. 73

6.2. Dayasaing Kedelai Lokal ..……..………..…………. 74

6.3. Analisis Dayasaing Kedelai ..…..………..…………. 75

6.3.1. Luas Panen Kedelai ………..……… 76

6.3.2. Produktivitas Kedelai ..……….. 78

6.3.3. Harga Kedelai Lokal ……… 81

6.3.4. Harga Kedelai Tingkat Produsen ………... 83

6.3.5. Volume Impor Kedelai ……… 88

6.3.6. Harga Impor Kedelai ………..…….... 90

7. SIMULASI KEBIJAKAN ………. 94

7.1. Kebijakan Harga Kedelai Tingkat Produsen ..……… 94

7.2. Kebijakan Tarif Impor Kedelai ………. 98

7.3. Kombinasi HargaKedelai Tingkat Produsen dan Tarif Impor ……….. 100

8. PROGRAM PENGEMBANGAN KEDELAI …………... 101

8.1. Analisis Kebijakan …………..…..………..………… 101

8.2. Strategi Kebijakan Jangka Pendek ..……… 106

8.2.1. Penciptaan Teknologi Spesifik Lokasi ……… 106

8.2.2. Upaya Peningkatan Produksi Kedelai ………. ……. 108

8.2.3. Harga dan Efisiensi Pemasaran .….……… 109

8.2.4. Upaya Perbaikan Kualitas Kedelai Lokal …………. 111

8.2.5. Dampak Keterkaitan Harga Internasional dan Nasional ……… 112

8.3. Strategi Kebijakan Jangka Panjang ………. 113

9. SIMPULAN DAN SARAN ……….. 118

9.1. Simpulan ……….. 118

9.2. Saran ………..….………... 120

DAFTAR PUSTAKA ……….. 121


(11)

SIMULASI KEBIJAKAN

DAYASAING KEDELAI LOKAL

PADA PASAR DOMESTIK

DIAN HANDAYANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(12)

ABSTRACT

DIAN HANDAYANI. Simulation of the Local Soybean Competitiveness on Indonesia Agro industrial Market. Under the direction of TAJUDDIN BANTACUT, JONO M. MUNANDAR, and SLAMET BUDIJANTO.

Soybean is strategic commodity which is using as raw material for food processing and consume by wide Indonesian people. Soybean demand increase every year as increase of population, understanding of nutrition as source of cheap protein and development of soybean food processing. National demand can not cover by local production, due to import soybean with cheaper price. There is a big opportunity to develop soybean business locally which is supported by widely planting area, suitable climate, and viability of suitable technology, human recourses, market demand and government supported.

In the future, anticipating the deficit of local soybean production and increase of competitiveness for local soybean on national market, government policy to control imported soybean and stimulate local soybean production.

Base on the research, indicated soybean harvest area was influence by local soybean real price, maize real price and last year harvest area. Soybean productivity was influenced by rainfall, maize real price and last year productivity. Local soybean price was influenced by soybean real price in producer/farmer level, soybean import real price, quantity of soybean import, productivity and last year soybean real price.

Soybean real price in producer level was influenced by soybean production, imported soybean quantity, soybean consumption, BULOG monopolize and last year real price in producer level. Soybean import quantity was influenced by production and consumption. Imported soybean price was influenced by international price, exchange rates, and last year import price.

Simulation policy increased soybean price in producer level, it will stimulate farmer to increase harvested area and production. Import tariff policy will decrease of import quantity, to increase of local soybean price. Combination policy of increase the soybean price and import tariff 20 percent; it will stimulate the producer to increase harvested area and production.

Strategic to increase competitiveness and national soybean production through program of increase the productivity and extended planting area. The priority for increase the production on region which is low yield and apply the suitable technology. Extended planting area conduct to increase cropping index in the better area region. Protection policy by government is still need to control international price fluctuated and policy should tend to strengthen local soybean competitiveness to import.


(13)

ABSTRAK

DIAN HANDAYANI. Simulasi Kebijakan Terhadap Dayasaing Kedelai Lokal Pada Pasar Agroindustri Indonesia. Dibimbing oleh TAJUDDIN BANTACUT, JONO M. MUNANDAR, dan SLAMET BUDIJANTO.

Kedelai merupakan komoditi pangan strategis, karena peranannya sebagai bahan baku utama berbagai produk pangan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia secara luas. Pengadaan dan pengembangan kedelai sangat penting dan strategis, karena produksi nasional belum mencukupi kebutuhan nasional. Kebutuhan kedelai setiap tahun meningkat seiring peningkatan pertumbuhan penduduk, kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi, sebagai sumber protein yang murah dan berkembangnya industri olahan kedelai. Untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional dilakukan impor. Potensi pengembangan agribisnis kedelai mempunyai prospek cukup besar, didukung potensi lahan, iklim sesuai, ketersediaan teknologi, SDM, besarnya permintaan dalam negeri dan dukungan pemerintah.

Untuk mengatasi defisit produksi kedelai dan peningkatan dayasaing kedelai lokal pada pasar nasional diarahkan pada upaya menekan impor dan meningkatkan produksi kedelai lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas panen kedelai dipengaruhi oleh harga kedelai lokal, harga jagung dan luas panen tahun sebelumnya. Produktivitas kedelai dipengaruhi oleh curah hujan, harga jagung dan produktivitas tahun sebelumnya. Harga kedelai lokal dipengaruhi oleh harga tingkat produsen, harga dan volume impor, produktivitas dan harga tahun sebelumnya. Harga di tingkat produsen dipengaruhi oleh produksi, volume impor, konsumsi, dummy monologi Bulog dan harga tahun sebelumnya. Volume impor dipengaruhi produksi dan konsumsi kedelai. Harga kedelai impor dipengaruhi harga internasional, nilai tukar dan harga impor sebelumnya.

Simulasi kebijakan menaikkan harga kedelai tingkat produsen dan tarif impor 20 persen mendorong petani untuk meningkatkan luas panen dan produksi. Kebijakan tarif impor akan menurunkan volume volume impor dan meningkatnya harga kedelai lokal.

Dalam upaya meningkatkan dayasaing dan produksi kedelai nasional, strategi yang harus dilakukan adalah program peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Program peningkatan produktivitas diprioritaskan pada wilayah sentra produksi yang produktivitasnya masih rendah dan penerapan teknologi budidaya tepat guna. Perluasan areal tanam melalui peningkatan indeks pertanaman di wilayah yang potensi sumberdaya lahannya cukup baik. Proteksi pemerintah masih tetap diperlukan dalam menghadapi pengaruh fluktuasi harga internasional dan kebijakan yang mengarah kepada penguatan dayasaing kedelai lokal terhadap impor.


(14)

SIMULASI KEBIJAKAN

DAYASAING KEDELAI LOKAL

PASAR DOMESTIK

DIAN HANDAYANI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(15)

Judul :Simulasi Kebijakan Dayasaing Kedelai Lokal Pada Pasar Domestik

Nama Mahasiswa : Dian Handayani

NRP : F351020181

Program Studi : Teknologi Industri Pertanian

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc. Ketua

Dr.Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Dr.Ir. Slamet Budijanto, M.Agr

Anggota Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr.Ir. Irawadi Jawaran Prof. Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, M.Sc.


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Agustus 1965 di Kotabumi, Lampung Utara sebagai anak ke lima dari dua belas saudara dari Ayah bernama Harmani (almarhum) dan Ibu R.A. Kartini (almarhumah). Pendidikan sekolah dasar hingga menengah pertama ditempuh di Metro, Lampung Tengah, dan sekolah menengah atas ditempuh di Bandar Lampung. Pendidikan sarjana ditempuh di program studi Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 1984 dan lulus tahun 1988. Tahun 1989 penulis mulai bekerja di Dinas Peternakan Propinsi Lampung. Sekarang penulis bekerja di Direktorat Budidaya Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pada tahun 2002 penulis memulai pendidikan program Pascasarjana di program studi Teknologi Industri Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Beasiswa Pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Badan SDM Pertanian, Departemen Pertanian.


(17)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Simulasi Kebijakan Terhadap Dayasaing Kedelai Lokal Pada Pasar Domestik “.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

(1)Komisi Pembimbing : Dr.Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc. sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Dr.Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. dan Dr.Ir. Slamet Budijanto, M.Agr. sebagai anggota yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

(2)Teman-teman Deptan seangkatan (Dewi Darmayanti, Mulyadi dan Napisman), Pak Budi, Rika, Lilis dan andi yang telah banyak memberikan bantuan dan saran kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis.

(3)Teman-teman kantor, khususnya di Subdit Kedelai, Direktorat Bukabi yang telah memberikan pengertian dan dorongan moril kepada penulis.

(4)Selanjutnya kepada semua pihak yang telah ikut membantu penulis mulai dari usulan penelitian hingga selesainya tesis ini.

(5)Tak lupa pula, penulis ucapkan ribuan terima kasih kepada suamiku tercinta Abdul Hamid dan anak-anakku tersayang Irfan dan Surya serta seluruh keluarga atas doa dan pengertiannya mendorong penulis menyelesaikan studi.

Akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan tesis ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan manfaat tesis ini di kemudian hari.

Bogor, Maret 2007 Dian Handayani


(18)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Simulasi Kebijakan Dayasaing Kedelai Lokal Pada Pasar Domestik adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2007

Dian Handayani NRP : F351020181


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………. xii

DAFTAR GAMBAR ……… xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xiv

1. PENDAHULUAN ………. 1

1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Tujuan Penelitian ……… 4

1.3. Ruang Lingkup Penelitian ……….. 4

1.4. Manfaat Penelitian ……….. 5

2. DAYASAING KEDELAI ….……….…………. 6

2.1. Konsep Dayasaing ..……….. 6

2.2. Strategi Bersaing ………... 10

2.3. Keunggulan Bersaing ………. 12

2.4. Dayasaing Komoditas Pertanian ……….... 14

2.5. Dayasaing Komoditi Kedelai ……..….………. 19

3. KEDELAI NASIONAL DAN INTERNASIONAL …..………. 23

3.1. Kedelai Nasional ……….……… 23

3.1.1. Pengembangan Usahatani Kedelai ………..…... 23

3.1.2. Produksi Kedelai ……… 23

3.1.3. Konsumsi kedelai ……….. 24

3.1.4. Preferensi Bahan Baku Kedelai …………..………... 26

3.2. Kedelai Internasional ……….……… 29

3.2.1. Produksi Kedelai ………. 29

3.2.2. Konsumsi …….……… 32

3.3. Kedelai Nasional Versus Internasional ..………. 32

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL ………... 34

4.1. Konsep Kebijakan ………..…………. 34

4.2. Kebijakan Harga …………..……… 36

4.3. Kebijakan Impor dan Tarif ……….……… 37

4.4. Kebijakan Nilai Tukar ……… 41

4.5. Efisiensi Pemasaran .……….. 41

5. METODOLOGI PENELITAN ………. 44

5.1. Kerangka Teoritis ………. 44

5.1.1. Penawaran dan Permintaan ……… 44

5.1.2. Elastisitas ……… 47

5.1.3. Produksi ………. 48


(20)

5.1.6. Impor ……… 51

5.1.7. Tarif ………. 52

5.2. Kerangka Pemikiran ……….... 53

5.3. Teknik Pengumpulan Data ……….. 57

5.4. Waktu dan Lokasi Penelitian ………... 57

5.5. Perumusan Model ..…..………. 57

5.6. Definisi Operasional ………..……… 64

5.7. Tanda Hubungan Antar Variabel ……… 65

5.8. Prosedur Analisis ……….. 66

6. PENDUGAAN MODEL EKONOMETRIKA ……… 73

6.1. Faktor Penentu Dayasaing ……..………..…………. 73

6.2. Dayasaing Kedelai Lokal ..……..………..…………. 74

6.3. Analisis Dayasaing Kedelai ..…..………..…………. 75

6.3.1. Luas Panen Kedelai ………..……… 76

6.3.2. Produktivitas Kedelai ..……….. 78

6.3.3. Harga Kedelai Lokal ……… 81

6.3.4. Harga Kedelai Tingkat Produsen ………... 83

6.3.5. Volume Impor Kedelai ……… 88

6.3.6. Harga Impor Kedelai ………..…….... 90

7. SIMULASI KEBIJAKAN ………. 94

7.1. Kebijakan Harga Kedelai Tingkat Produsen ..……… 94

7.2. Kebijakan Tarif Impor Kedelai ………. 98

7.3. Kombinasi HargaKedelai Tingkat Produsen dan Tarif Impor ……….. 100

8. PROGRAM PENGEMBANGAN KEDELAI …………... 101

8.1. Analisis Kebijakan …………..…..………..………… 101

8.2. Strategi Kebijakan Jangka Pendek ..……… 106

8.2.1. Penciptaan Teknologi Spesifik Lokasi ……… 106

8.2.2. Upaya Peningkatan Produksi Kedelai ………. ……. 108

8.2.3. Harga dan Efisiensi Pemasaran .….……… 109

8.2.4. Upaya Perbaikan Kualitas Kedelai Lokal …………. 111

8.2.5. Dampak Keterkaitan Harga Internasional dan Nasional ……… 112

8.3. Strategi Kebijakan Jangka Panjang ………. 113

9. SIMPULAN DAN SARAN ……….. 118

9.1. Simpulan ……….. 118

9.2. Saran ………..….………... 120

DAFTAR PUSTAKA ……….. 121


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Rendemen Tahu dari Beberapa Varietas Kedelai Lokal ……… 28

2. Perkembangan Produksi Kedelai dari Negara Produsen Kedelai 29

3. Perbandingan Negara Eksportir Kedelai Internasional ………… 30

4. Perbandingan Negara Importir Kedelai Internasional …………. 30

5. Luas Tanam, Produksi dan Ekspor di Amerika Serikat ………. 32

6. Tanda Hubungan Antar Variabel Endogen terhadap Eksogen… 66

7. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Luas Panen Kedelai …. 76

8. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Produktivitas Kedelai . 79

9. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Harga Kedelai Lokal … 82

10.Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Harga Kedelai Tingkat Produsen .………. 84

11.Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Volume Impor Kedelai ………..………. 89

12.Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Harga Kedelai Impor .………. 92

13. Simulasi Kenaikan Harga Riil Kedelai Tingkat Produsen …. 95

14. Simulasi Penurunan Harga Riil Kedelai Tingkat Produsen 98

15. Simulasi Kebijakan Tarif Impor Kedelai ……… 99

16. Kombinasi Simulasi Harga Kedelai Tingkat Produsen dan Tarif Impor Naik Sebesar 20 % ………. 100

17. Dukungan Teknologi Untuk Perluasan Areal Tanam Kedelai 109


(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Sistem ‘Diamond’ Nasional …..……….. 7 2. Faktor-faktor Kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri 8 3. Rantai Pemasaran Kedelai di Pulau Jawa ……… 42 4. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Penelitian ………. 56 5. Gambar Kerangka Model Ekonometrika Hipotesis Dayasaing

Kedelai Lokal ……….. 63 6. Garis Waktu Peramalan ……….. 72 7. Gambar Kerangka Model Ekonometrika Dayasaing Kedelai

Lokal ……… 93

xiii


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kriteria Kesesuaian Agroekosistem untuk Tanaman Kedelai …… 125 2. Pohon Industri Kedelai ……… 126 3. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Kedelai 1975 - 2004 …... 127 4. Harga Riil Kedelai Lokal, Produsen, Impor dan Internasional

1975 – 2004 ……….. 128 5. Jumlah Pupuk, Harga Jagung, Benih Kedelai, Urea dan Curah

Hujan Tahun 1975 – 2004 ……… 129 6. Jumlah Penduduk, Konsumsi, Volume dan Tarif Impor, Nilai

Tukar dan IHK (1995) 1975 – 2004 ………. 130 7. Volume, Tarif Impor, dan Nilai Tukar Rupiah 1975 – 2004 …… 131 8. Output Kedelai Untuk Persamaan Luas Panen Kedelai ...……… 132 9. Output Syslin Kedelai Untuk Persamaan Produktivitas Kedelai 133 10. Output Syslin Kedelai Untuk Persamaan Harga Kedelai Lokal 134 11. Output Syslin Kedelai Persamaan Harga Kedelai Tingkat Produsen 135 12. Output Syslin Kedelai Untuk Persamaan Volume Impor ………. 136 13. Output Syslin Kedelai Untuk Persamaan Harga Kedelai Impor … 137 14. Validasi model ... 138 15. Simulasi Harga Kedelai Tingkat Produsen ………. 139 16. Simulasi Tarif Impor Kedelai ………. 140 17. Kombinasi Simulasi Harga Kedelai Produsen dan Tarif Impor 141 18. Hasil Perhitungan Elastisitas ……….. 142 19. Hasil Observasi ke Industri Tahu ……… 143 20. Hasil Observasi ke Industri Tempe ……… 155 21. Hasil Observasi ke Industri Kecap ……… 160


(24)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dayasaing (competitiveness) sangat penting bagi keberhasilan atau kegagalan suatu industri. Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Porter di tahun 1990 memperkenalkan teori dayasaing yang baru, yaitu the diamond model. Menurutnya, negara-negara cenderung berhasil dalam bersaing pada industrinya disebabkan diamond

nasionalnya yang saling mendukung. Diamond tersebut memiliki empat komponen yang saling terkait, yaitu : (1) kondisi faktor, seperti tenaga kerja terampil atau infrastruktur yang bersaing dalam suatu industri, (2) kondisi permintaan pasar untuk barang dan jasa industri, (3) industri terkait dan industri pendukung secara internasional bersifat kompetitif, serta (4) strategi perusahaan, struktur dan persaingan (Cho dan Moon, 2003).

Dalam mencapai kemampuan dayasaing diperlukan strategi untuk mencari posisi bersaing yang menguntungkan dalam suatu industri. Strategi bersaing bertujuan untuk membina posisi yang menguntungkan dan kuat dalam melawan kekuatan yang menentukan persaingan. Daya tarik maupun posisi bersaing akan membuat pemilihan suatu strategi yang menantang dan menarik (Porter, 1990). Salah satu komoditi industri berbahan baku pertanian yang memiliki kemampuan dayasaing adalah kedelai lokal terhadap kedelai impor sebagai bahan baku olahan industri kedelai yang merupakan sumber protein murah yang permintaannya tiap tahun terus meningkat.

Komoditas kedelai (Glicine max) memegang peranan penting dalam ekonomi rumah tangga petani, konsumsi pangan, kebutuhan dan perdagangan pangan nasional. Kedelai merupakan salah satu bahan baku pangan yang telah membudaya di masyarakat Indonesia, khususnya di pulau Jawa (Sudaryanto, 1993). Konstribusi kedelai dalam penyediaan bahan pangan bergizi bagi manusia cukup besar,


(25)

2 sehingga kedelai dijuluki Gold from Soil atau Worlds Miracle. Menurut Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan (2001), biji kedelai mengandung gizi yang cukup tinggi, terutama kandungan proteinnya mencapai + 35 - 38 % yang mendekati kandungan protein susu sapi.

Produk kedelai sebagai bahan olahan pangan berpotensi dan berperan dalam menumbuhkembangkan industri kecil menengah, bahkan berpeluang pula sebagai komoditas ekspor. Berkembangnya industri pangan berbahan baku kedelai membuka peluang kesempatan kerja dalam sistem produksi, mulai dari budidaya, panen, pengolahan, pasca panen, tansportasi, pasar hingga industri pengolahan pangan (Rusastra, 2000).

Kebutuhan kedelai terus meningkat pesat setiap tahunnya, sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya konsumsi per kapita kedelai serta pertumbuhan industri olahan kedelai. Berdasarkan data BPS, konsumsi kedelai perkapita meningkat dari 8,13 kg pada tahun 1998 menjadi 8,97 kg pada tahun 2004 (Suryana, et al., 2005),. Kedelai mendapat perhatian pemerintah karena memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Departemen Pertanian memasukkan kedelai dalam kebijakan pengadaan pangan melalui peningkatan produksi. Pengadaan dan pengembangan kedelai sangat penting dan strategis, sebab dewasa ini produksi nasional belum mencukupi kebutuhan nasional.

Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah permintaan kedelai terus meningkat, namun tidak dapat diimbangi oleh produksi dalam negeri. Untuk memenuhi permintaan tersebut dilakukan impor yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun 1975 posisi Indonesia bergeser dari negara eksportir menjadi negara pengimpor kedelai (Amang, 1996). Hal ini disebabkan permintaan kedelai yang begitu cepat, sementara produksi (penawaran) kedelai berkembang lambat dikarenakan produktivitas kedelai lokal masih rendah (Suryana, 2005).


(26)

Menurut Murkan (2006), saat ini rata-rata kebutuhan kedelai setiap tahunnya + 2.000.000 ton. Produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi + 800.000 ton (+ 40 persen) dari kebutuhan dan selebihnya dipenuhi dari impor yang mencapai + 1.200.000 ton (+ 60 persen).

Pada dasawarsa terakhir terjadi kecenderungan menurunnya luas panen yang berakibat pada menurunnya produksi nasional. Penurunan produksi juga terjadi karena permasalahan harga kedelai yang berpengaruh terhadap keputusan petani dalam memproduksi dan mengusahakan tanaman kedelai. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi kedelai, karena merupakan komoditas penting dalam pencapaian ketahanan pangan masyarakat dan perekonomian nasional. Upaya-upaya dalam peningkatan produksi dan pemenuhan kebutuhan kedelai telah dilakukan pemerintah mulai dari tahun 1986. Namun pada kenyataannya sasaran produksi kedelai belum dapat tercapai karena berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi (Suryana, 2005).

Impor kedelai merupakan jalan pintas untuk memenuhi kekurangan kedelai dalam negeri. Pada umumnya harga kedelai impor selalu lebih rendah daripada kedelai lokal dan kualitasnya lebih baik (Siregar, 2003). Ketergantungan akan konsumsi kedelai yang cukup besar dan telah menjadi tradisi, khususnya di pulau Jawa, tentu akan berdampak pada ketergantungan terhadap impor apabila produksi di dalam negeri tidak mengalami peningkatan yang nyata (Hadipurnomo, 2000). Pemanfaatan biji kedelai selain dapat dikonsumsi langsung, juga merupakan bahan baku industri, seperti tahu, tempe, tauge, tauco, oncom, kecap, minyak makan, susu kedelai, soygurt dan pakan ternak (Hermana, 1985).

Penelitian ini diharapkan dapat mempelajari dan menetapkan faktor-faktor penentu dalam meningkatkan dayasaing kedelai lokal terhadap pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen dalam industri berbahan baku kedelai. Selain itu, diharapkan dengan dilakukannya simulasi kebijakan dapat mengetahui peubah yang berpengaruh dalam upaya meningkatkan dayasaing kedelai lokal pada pasar


(27)

4 nasional. Hubungan antara faktor-faktor tersebut menjadi acuan dalam menetapkan strategi yang perlu dilakukan dalam meningkatkan dayasaing kedelai lokal.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

(1) Mengidentifikasi dan mengkaji faktor-faktor penentu dalam meningkatkan dayasaing kedelai lokal terhadap pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen dalam industri berbahan baku kedelai.

(2) Menganalisis keragaan kedelai lokal dan impor selama 30 tahun terakhir. (3) Melakukan simulasi beberapa kebijakan dalam upaya meningkatkan

dayasaing kedelai lokal.

(4) Merumuskan strategi yang perlu dilakukan dalam meningkatkan dayasaing kedelai lokal dengan menggunakan model ekonometrika.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengumpulkan data primer dan sekunder yang berkaitan dengan komponen-komponen penentu dayasaing kedelai lokal pada pasar nasional sebagai batasan dalam penelitian ini. Data tersebut berupa : (1) perkembangan luas panen, (2) produksi, (3) produktivitas, (4) harga kedelai riil lokal dan tingkat produsen, (5) harga riil benih kedelai, (6) harga riil jagung sebagai komoditi kompetitor, (7) jumlah penggunaan pupuk, (8) curah hujan, (9) jumlah konsumsi kedelai, (10) populasi penduduk Indonesia, (11) volume dan harga riil impor kedelai impor, (12) tarif impor, (13) harga riil kedelai internasional, (14) nilai tukar rupiah terhadap US dolar, dan (15) kebijakan-kebijakan. Data kemudian dianalisis dan sebagai bahan rumusan untuk menyusun strategi dalam rangka meningkatkan dayasaing kedelai lokal tersebut. Penelitian ini diarahkan untuk menentukan strategi peningkatan dayasaing kedelai lokal terhadap kedelai impor di dalam pasar nasional.

Penelitian ini akan dibatasi pada kegiatan produksi dan konsumsi kedelai serta dampak berbagai kebijakan pemerintah di bidang ekonomi terhadap pasar komoditi


(28)

kedelai nasional. Dari sisi produksi, analisis dilakukan dalam simulasi kombinasi berbagai kebijakan yang efektif mendorong pertumbuhan produksi kedelai lokal sekaligus upaya menekan impor kedelai. Dari sisi konsumsi, analisis penggunaan kedelai pada industri pengolahan kedelai, terutama tempe, tahu dan kecap dalam kaitannya dengan berbagai kebijakan pemerintah.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

(1) Memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bagi pengambil keputusan pemerintah dan instansi terkait dalam rangka menentukan kebijakan dalam upaya peningkatan dayasaing kedelai lokal.

(2) Membantu merumuskan strategi dan langkah-langkah perbaikan dalam menunjang peningkatan daya saing kedelai lokal.


(29)

2. DAYASAING KEDELAI

2.1. Konsep Dayasaing

Dayasaing (competitiveness) sangat penting dalam menentukan keberhasilan bagi suatu industri. Dimensi yang terkandung dalam konsep dayasaing sangat banyak, sehingga pendekatannya dapat dikaji dari berbagai disiplin ilmu dan dalam berbagai aspek. Dalam literatur ilmu manajemen dan pemasaran modern, dayasaing sering diterjemahkan sebagai kemampuan atau keunggulan bersaing. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki atau didapat oleh produsen atau perusahaan tertentu karena kemampuannya menggali potensi pasar, memahami dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan atau tuntutan pasar, terutama dilihat dari sudut konsumen (Porter, 1993).

Menurut Tyson dalam Cho dan Moon (2003) dayasaing adalah kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa yang memenuhi uji persaingan internasional sementara para warga negara menikmati standar berkesinambungan. Porter (1993) mengemukakan bahwa secara nasional dayasaing dipandang sebagai suatu fenomena makroekonomi yang berkaitan dengan peubah tingkat kurs, tingkat bunga dan defisit pemerintah. Jika dayasaing diarahkan dengan kebijakan pemerintah (pentargetan, proteksi, promosi impor dan subsidi) akan mendorong suatu industri ke dalam keunggulan global. Dayasaing suatu negara merupakan derajat negara tersebut dalam kondisi pasar yang bebas dan adil dapat memproduksi barang dan jasa yang memenuhi uji pasar internasional secara simultan meningkatkan pendapatan riil warga negaranya. Dayasaing pada tingkat nasional didasarkan pada kinerja produktivitas yang superior.

Faktor penentu keunggulan bersaing pada industri nasional menurut Porter (1993) yaitu (1) kondisi faktor sumberdaya (factor conditions), (2) kondisi permintaan (demand conditions), (3) industri pendukung dan terkait (related and supporting industries), (4) struktur dan strategi perusahaan (structure of


(30)

firms and rivalry). Keempat faktor ini didukung oleh peranan kesempatan (chance) dan pemerintah (Goverment) dalam meningkatkan dayasaing industri nasional, bersama-sama membentuk sistem yang disebut the national ”diamond” (Gambar 1).

Fac tor Conditions

Related and Supporting

Industries

Dem and Conditions

Struc ture of Firm s and

Rivalry Governm ent

Chanc e

Gambar 1. Sistem ‘Diamond’ Nasional (Sumber: Porter, 1990)

Menurut Porter (1993), kekuatan kompetitif menentukan tingkat persaingan dalam suatu industri, baik domestik ataupun internasional yang menghasilkan barang atau jasa. Dalam aturan persaingan tersebut terdapat lima faktor persaingan, yaitu (1) persaingan diantara perusahaan yang ada, (2) masuknya para pendatang baru (barrier-entry), (3) kekuatan tawar menawar (bargaining power) para pembeli, (4) kekuatan tawar menawar para pemasok, dan (5) ancaman dari barang jasa pengganti (substitusi) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.


(31)

8 Menurut Gray, et al. (1992) berpendapat bahwa dayasaing merupakan kemampuan produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu cukup baik dan ongkos produksi yang cukup rendah, sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan produsen dengan memperoleh laba yang mencukupi untuk dapat mempertahankan kelanjutan kegiatan produksinya. Dengan kata lain, dayasaing komoditas tercermin dari harga jual yang bersaing dan mutu yang baik.

Pendatang Baru

Pesaing Industri Persaingan di Antara Perusahaan yang Ada

Pembeli Pemasok

Produk Subtitusi Ancaman Produk atau

Jasa Subtitusi

Ancaman Pendatang Baru

Daya Tawar-Menawar Pembeli

Daya Tawar-menawar Pemasok

Gambar 2. Faktor-Faktor Kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri (Porter, 1993)

Dalam dayasaing suatu produk sangat terkait erat dengan efisiensi pemasaran dalam menghadapi sistem perdagangan. Efisiensi pemasaran hanya dapat ditingkatkan jika pemerintah dapat memperbaiki infrastruktur transportasi dan mengembangkan sistem informasi harga. Untuk pengembangkan produk pertanian ditingkat on farm, maka masalah produktivitas dan efisiensi pasar perlu ditangani dengan baik, sehingga produk tersebut dapat bersaing, terutama terhadap produk impor (Sharples, et al, 1990).


(32)

Konsep dayasaing berpijak dari konsep keunggulan komparatif yang diperkenalkan oleh Ricardo sekitar awal abad ke-19 yang dikenal dengan Model Ricardo atau Hukum Keunggulan Komparatif (The Law of Comparative Advantage). Konsep ini merupakan penyempurnaan dari kelemahan teori keunggulan absolut yang dicetuskan oleh Adam Smith. Konsep keunggulan komparatif maupun keunggulan absolut berasal dari suatu pemikiran yang sama, yaitu bahwa suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi barang yang memiliki keunggulan absolut atau yang diproduksi lebih efisien dibandingkan jika diproduksi oleh negara lain. Kedua negara akan mendapatkan keuntungan bila masing-masing negara berspesialisasi dalam produksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan melakukan perdagangan antar negara (Salvatore, 1996).

Suatu negara akan cenderung mengekspor komoditas yang biaya produksinya relatif lebih murah dibandingkan dengan negara lain, dengan asumsi bahwa tenaga kerja adalah satu-satunya faktor produksi. Dengan demikian keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo hanya didasarkan pada perbedaan produktivitas tenaga kerja antar negara, padahal masih terdapat banyak faktor yang mempengaruhi produksi selain tenaga kerja seperti tanah, modal dan sumberdaya lainnya (Salvatore, 1996).

Teori keunggulan komparatif Ricardo kemudian disempurnakan oleh Haberler (1936) yang mengemukakan konsep keunggulan komparatif berdasarkan Teori Biaya Imbangan (Opportunity Cost Theory). Haberler menyatakan bahwa biaya dari satu komoditi adalah jumlah komoditi kedua terbaik yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumberdaya yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama (Salvatore, 1996).

Konsep ini dikembangkan kembali oleh Heckscer-Ohlin dengan melibatkan lebih dari satu faktor produksi. Dengan lebih dari satu faktor produksi, maka suatu negara/wilayah akan menghasilkan dan mengekspor suatu komoditas yang dihasilkan dari faktor-faktor produksi melimpah dengan biaya cenderung


(33)

10 murah serta mengimpor komoditas yang faktor produksinya relatif langka dan mahal. Keunggulan suatu negara adalah biaya imbangan (opportunity cost) suatu negara dengan negara lain disebabkan karena adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi yang dimilikinya (karunia alam/ faktor endomend).

Keunggulan komparatif yang dimiliki dalam perdagangan memiliki sifat yang dinamis bukan statis. Sifat yang dinamis tersebut membuat negara yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu harus mampu mempertahankannya, agar tidak tersaingi oleh negara lain atau digantikan oleh komoditi substitusinya. Konsep yang dikembangkan oleh Ricardo dan Heckscer-Ohlin ini merupakan suatu dasar yang sering dipakai dalam menjelaskan alokasi sumberdaya di antara industri dalam suatu negara (Salvatore, 1996).

2.2. Strategi Bersaing

Menurut Porter (1980), inti dari persaingan adalah untuk mendapatkan ide memproduksi, menjual, mendistribusikan, dan melayani. Operasional yang efektif adalah dengan meningkatkan daya saing yang lebih baik dan cepat serta menggunakan input lebih kecil dari pesaing. Perusahan yang menerapkan akan mendapat keuntungan sangat besar. Untuk tetap dapat mempertahankan dayasaing tersebut upaya perbaikan terus dilakukan secara berkelanjutan. Operasional yang efektif selalu mengutamakaan produktivitas. Sesuai dengan teknologi yang tersedia, keterampilan, teknik manajemen, menurunkan biaya dan dalam waktu bersamaan juga meningkatkan nilai.

Terdapat tiga prinsip dalam menetapkan strategi bersaing, yaitu :

(1) Strategi merupakan kreasi yang unik dan bernilai dengan melibatkan berbagai kegiatan. Posisi strategi ini muncul dari tiga sumber yang berbeda dalam menyiapkan kebutuhan pelanggan, yaitu : a) menyiapkan sedikit kebutuhan untuk banyak pelanggan, b) menyiapkan banyak kebutuhan untuk sedikit pelanggan, c) menyiapkan banyak kebutuhan untuk banyak pelanggan.


(34)

(2) Strategi yang menghendaki pengelolanya untuk menutup perdagangan dalam suatu kondisi persaingan untuk memilih apa yang tidak akan dikerjakan.

(3) Strategi memilih kecocokan diantara beberapa kegiatan di dalam perusahaan (Porter, 1980).

Strategi bersaing merupakan perpaduan antara tujuan yang diperjuangkan perusahaan atau negara dengan kebijakan perusahaan atau negara tersebut untuk berusaha sampai ke tujuan akhir. Pada dasarnya pengembangan strategi bersaing merupakan pengembangan formula umum mengenai bagaimana bisnis akan bersaing, apa yang seharusnya menjadi tujuan dan kebijakan apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut (Porter, 1993).

Strategi bersaing merupakan upaya untuk mencari posisi bersaing yang menguntungkan bagi suatu perusahaan/negara, sehingga mampu melawan kekuatan yang menentukan persaingan dalam perusahaan/negara. Tujuan akhir dari strategi bersaing adalah menghadapi dan, idealnya, mengubah aturan main persaingan sesuai dengan kepentingan perusahaan/negara. Strategi yang disusun harus mendukung pencapaian misi dan tujuan perusahaan/negara tersebut. Misi perusahaan menjelaskan kegunaan dan alasan mengapa suatu perusahaan itu perlu strategi bersaing. Misi tersebut menggambarkan mengenai ciri pokok produk yang ditawarkan dan teknologi yang digunakan oleh perusahaan, kebutuhan konsumen serta karakter, filosofi diri dan citra perusahaan. Tujuan perusahaan menyediakan dasar untuk perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian dan pengendalian (Purnomo dan Zulkieflimansyah, 1996).

Porter (1980) mengatakan bahwa strategi bersaing atau competitive strategy

merupakan suatu strategi bisnis yang menggunakan pedoman analisa kompetitif. Strategi bersaing dihubungkan dengan formula umum mengenai bagaimana bisnis akan bersaing dan kebijakan apa yang menjadi tujuannya. Namun, perbedaan antara strategi bisnis dan strategi perusahaan bersifat semu karena keduanya saling berkaitan (Glueck dan Jauch, 1997). Manajemen


(35)

12 puncak juga harus menggunakan analisa kompetitif untuk mempertimbangkan apakah akan keluar atau masuk dalam suatu bisnis. Dengan kata lain, banyak perusahaan yang menetapkan strategi bersaing sebagai strategi perusahaan untuk memperjelas cara mencapai misi perusahaan.

Kekuatan kolektif dari kelima faktor persaingan ini menentukan kemampuan perusahaan dalam suatu industri tingkat pengembalian investasi yang melebihi biaya modal. Kekuatan ini berbeda-beda pada masing-masing industri dan dapat berubah dengan berkembangnya industri bersangkutan. Kemampulabaan industri tidak tergantung pada bentuk produk yang dihasilkan atau tingkatan teknologi yang digunakan, melainkan pada struktur industri tersebut. Kelima faktor ini menentukan kemampulabaan industri karena mempengaruhi harga, biaya dan investasi (unsur ROI/ return on investment) yang diperlukan perusahaan. Keunggulan bersaing merupakan hasil kemampuan perusahaan menanggulangi kelima faktor persaingan secara lebih baik dibandingkan para pesaingnya (Porter, 1993).

2.3. Keunggulan Bersaing

Menurut Porter (1993), keunggulan bersaing merupakan jantung kinerja industri dalam pasar bersaing. Pesaing pada industri sejenis dapat merupakan ancaman, namun pesaing yang ‘tepat’ justru dapat memperkuat posisi bersaing. Suatu industri tidak akan pernah dapat berpuas diri menghadapi para pesaingnya atau berhenti berusaha mencari jalan untuk memperoleh keunggulan bersaing. Kegagalan industri sebagai akibat ketidakmampuan menjabarkan strategi bersaing yang luas ke dalam sejumlah langkah tindakan spesifik yang diperlukan untuk memperoleh keunggulan bersaing.

Keunggulan bersaing jangka panjang merupakan satu-satunya hal yang dapat diandalkan untuk mencapai kinerja unggul. Hadirnya pesaing yang ‘baik’ dapat membawa berbagai manfaat strategis yang dapat digolongkan dalam empat katagori umum : (1) meningkatkan keunggulan bersaing, (2) memperbaiki


(36)

struktur industri yang ada, (3) membantu perkembangan pasar, dan (4) menghalangi masuknya pesaing baru (Porter, 1993).

Menurut Glueck dan Jauch (1997), kunci agar tetap berhasil dalam persaingan adalah dengan selalu melakukan inovasi serta riset dan pengembangan sebagai inkubator dari inovasi. Untuk itu setiap persaingan dalam dunia bisnis setiap perusahaan harus melakukan riset dan pengembangan. Persaingan secara global akan terjadi tidak hanya pada perusahaan melainkan juga terhadap negara. Daya saing global tersebut ditunjukkan dengan standar hidup dengan menentukan bagaimana untuk tetap memelihara keadaan saat ini dalam perkembangan ekonomi. Untuk industri negara maju, hal ini mengisyaratkan untuk tetap menjaga inovasi sebagai pengendalian ekonomi (‘driven economi’).

Agar dapat tetap bersaing, industri harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) persaingan dalam pengetahuan dasar, (2) melakukan inovasi, (3) peraturan ekonomi agar industri terus berjalan, (4) komitmen terhadap Riset dan Pengembangan, (5) komitmen terhadap “brand” image (Glueck dan Jauch, 1997).

Analisa lingkungan memegang peranan penting dalam proses manajemen strategi. Semakin gencarnya revolusi informasi dan semakin dekatnya era globalisasi telah menyebabkan lingkungan mengalami perubahan yang luar biasa dengan intensitas yang semakin sering serta sukar diramalkan. Analisa tersebut dikaitkan dengan penelusuran kondisi eksternal dan internal yang dihadapi perusahaan sampai pada pangkalnya. Keputusan yang diambil berdasarkan penilaian pentingnya data hasil analisa lingkungan (Glueck dan Jauch, 1997).

Lingkungan organisasi dapat dikategorikan ke dalam tiga tingkatan yang berbeda, yaitu lingkungan umum, lingkungan industri dan internasional, serta lingkungan internal perusahaan. Lingkungan umum dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, hukum, teknologi dan demografi. Perubahan


(37)

14 pada lingkungan tersebut akan berimplikasi pada semua perusahaan yang terlibat dalam industri sehingga pengaruhnya tidak spesifik (Purnomo dan Zulkieflimansyah, 1996). Menurut Porter (1980), persaingan dalam lingkungan industri ini dipengaruhi oleh lima kekuatan seperti diuraikan pada Gambar 1 di atas.

Menurut Cho dan Moon (2003) dalam mengukur dayasaing, data-data dari komponen yang akan diukur memiliki skala yang berbeda-beda, maka langkah pertama adalah melakukan standarisasi semua nilai sub faktor sebagai berikut :

Indeks = (Xi aktual - Xi minimal)/ (Xi maksimal - Ximinimal) x 100

Langkah kedua adalah menggunakan suatu rata-rata sederhana dari indeks yang distandarisasi (STD) untuk semua sub faktor di dalam suatu faktor utama untuk mendapatkan suatu indeks keseluruhan dari faktor tersebut. Langkah terakhir adalah memberi ranking berdasarkan indeks keseluruhan. Langkah-langkah perhitungan dapat diringkas sebagai berikut :

Data mentah indeks STD indeks keseluruhan ranking

2.4. Dayasaing Komoditas Pertanian

Kinerja pembangunan pertanian tidak akan lepas dari lingkungan strategis, baik domestik maupun internasional yang berkembang sangat dinamis. Bentuk perubahan mendasar lingkungan strategis internasional antara lain globalisasi dan liberalisasi perdagangan, penurunan subsidi dan proteksi usaha pertanian. Perubahan mendasar di lingkungan domestik antar lain perubahan struktur demografis dan globalisasi preferensi konsumen. Perubahan ini tentu akan menimbulkan berbagai dampak perubahan pada sisi penawaran dan permintaan (Purwoto, et al., 1998).

Dalam kerjasama perdagangan bebas di negara-negara ASEAN (AFTA) yang mulai diberlakukan pada 1 Januari 2003, Indonesia dihadapkan pada persaingan


(38)

perdagangan regional yang semakin ketat, khususnya bagi komoditas non migas. Liberalisme ekonomi memang tidak dapat dihindari, terutama dalam perdagangan bebas dunia yang akan dimulai pada tahun 2010. Negara-negara di kawasan ASEAN dayasaing komoditas ini harus benar-benar dipersiapkan agar tidak menjadi obyek dari perdagangan komoditas dan produk negara lain nantinya. Hal ini ditandai dengan keinginan sejumlah negara untuk menciptakan perdagangan dunia yang bebas dari praktek-praktek diskriminasi. Dengan demikian, arus barang dan jasa diharapkan dapat mengalir dari dan ke negara tertentu mengikuti aturan dan prinsip liberalisasi perdagangan (Malian, 2000).

Bagi Indonesia secara umum dalam menghadapi AFTA ini relatif masih perlu di persiapan. Dampak krisis ekonomi yang dialami Indonesia beberapa waktu yang lalu masih menyisakan beberapa permasalahan ekonomi pada beberapa permasalahan ekonomi pada berbagai sektor pembangunan. Menurut (Malian, 2000), terdapat dua masalah besar yang dapat merugikan kepentingan makro ekonomi Indonesia. Pertama, adanya krisis ekonomi yang belum sepenuhnya pulih serta faktor politik dan keamanan. Kedua, adanya Otonomi Daerah yang mungkin dapat melahirkan sikap-sikap kontra produktif bagi perekonomian lokal dan nasional. Krisis ekopolitan belakangan ini telah membuat perhatian pemerintah hanya tertuju untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Akibatnya, isu tentang AFTA menjadi terabaikan dan boleh jadi tidak masuk dalam agenda prioritas pemerintah, padahal AFTA membutuhkan kesiapan yang mendalam, baik bagi pemerintah maupun pelaku ekonomi swasta.

Menurut Hamdy (2000), etoria Otonomi Daerah juga dapat menimbulkan hal yang dapat menurunkan persaingan. Adanya Otonomi Daerah oleh sebagian Pemda diasosiasikan dengan ‘otonomi wilayah’ sehingga kabupaten dan propinsi dapat secara bebas mengatur daerahnya. Padahal, Otonomi Daerah hakekatnya hanya pendelegasian kewenangan untuk mengurus daerah, namun tetap pada tatanan kepentingan nasional secara keseluruhan. Pandangan demikian telah membuat sebagian daerah menerbitkan berbagai atauran yang


(39)

16 terkadang tidak mendukung perekonomian secara keseluruhan bahkan kontra produktif pula dengan AFTA. Misalnya, untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), banyak daerah menerbitkan berbagai peraturan pajak dan retribusi baru yang menyulitkan investor. Langkah ini bukan saja melambankan aktivitas perdagangan, melainkan juga mengurangi minat investasi ke daerah-daerah.

Menurut Siregar (1999), dalam upaya meningkatkan daya saing sektor pertanian perlu dikembangkan produk-produk unggulan yang mampu bersaing di pasar domestik maupun pasar internasional. Pengembangan produk-produk unggulan dilaksanakan melalui serangkaian proses yang saling terkait serta membentuk suatu sistem pra produksi, produksi, pengolahan hasil dan pemasaran

Berdasarkan hasil penelitian Siregar (2003) pemasaran komoditas pertanian sering dipandang tidak efisien karena distorsi yang diakibatkan oleh struktur pasar yang pada akhirnya akan menurunkan dayasaing. Dalam upaya meningkatkan dayasaing produk-produk pertanian menurut Risman (2001), terdapat tujuh hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu :

(1) Kualitas produk, perlu terus dikembangkan standar mutu hasil-hasil pertanian, baik yang menyangkut bahan mentah maupun hasil olahannya sesuai dengan tuntutan konsumen akan mutu yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya taraf hidup penduduk dunia yang menuntut adanya jaminan mutu sejak awal proses produksi hingga ke tangan konsumen.

(2) Kontinuitas. Jaminan kontinuitas suplai merupakan salah satu persyaratan mutlak bagi kelangsungan perdagangan. Kelangsungan suplai ini akan semakin mempengaruhi pemeliharaan pangsa pasar yang ada.

(3) Waktu pengiriman. Ketepatan waktu pengiriman (on time delivery) barang ekspor merupakan tantangan bagi peningkatan ekspor pertanian. Ketepatan waktu ini penting untuk produk-produk yang nilainya lebih


(40)

tinggi dalam bentuk segar merupakan produk yang perlu dipacu ekspornya di masa depan.

(4) Teknologi. Dalam sistem agribisnis, peran teknologi hampir selalu dibutuhkan dalam setiap subsistemnya, mulai dari pengadaan sarana produksi, proses usahatani, agroindustri maupun dalam pemasaran hasilnya. Penyediaan informasi berbagai alternatif teknologi baru yang kompatibel merupakan kebutuhan dalam pengembangan agribisnis secara menyeluruh.

(5) Sumberdaya manusia. Pada sektor pertanian secara keseluruhan dilakukan oleh petani sebagai pelaku utama mencakup seluruh kegiatan subsektor. Kualitas sumberdaya manusia pertanian yang relatif rendah menjadi salah satu penyebab rendahnya produktivitas sektor pertanian.

(6) Negara pesaing Indonesia. Sebagai negara pengekspor produk pertanian, Indonesia memiliki banyak pesaing yang secara tradisional menghasilkan produk yang sama dengan produk-produk Indonesia yang pada umumnya berupa produk pertanian tropis.

(7) Insentif investasi. Investasi pemerintah di sektor pertanian dapat berupa investasi langsung maupun tidak langsung. Investasi langsung misalnya pembangunan pelabuhan, pengadaan sarana produksi. Investasi tidak langsung yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan produktif, seperti pembinaan sumberdaya manusia, penelitian dan pemasaran hasil pertanian. Selain itu, Pemerintah perlu menggerakkan sektor pertanian yang seimbang dengan pengembangan sektor industri.

Berkaitan dengan upaya peningkatan dayasaing komoditas pertanian di pasar regional, Rusastra (2000) menyatakan bahwa negara-negara lain telah lama menikmati previtage dari pemerintah, baik untuk menghadapi pasar bebas maupun untuk melindungi produksi pertaniannya agar kesejahteraan rakyat dapat dinikmati. Proteksi-proteksi untuk komoditas pertanian memang sampai sejauh ini diperlukan untuk perlindungan produksi pertanian Indonesia.


(41)

18 Dalam mengantisipasi hal tersebut perlu ditetapkan tarif bea masuk (pajak impor) yang wajar bagi sejumlah komoditas luar yang memang dibutuhkan, tetapi tidak mampu dipenuhi dari hasil produksi pertanian Indonesia. Sebaliknya, bila para petani Indonesia mampu memasok kebutuhan dalam negeri, maka tarif masuk komoditas dari luar harus ditinggikan

Pemberlakuan Otonomi Daerah dan perdagangan bebas ASEAN (AFTA) menuntut berbagai penyesuaian dan koordinasi anatra Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat untuk menyikapi perkembangan tersebut. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan bagi Pemerintah Daerah menurut Malian (2000), antara lain adalah kesadaran peningkatan dayasaing, adanya political will, pengembangan sumberdaya manusia, pembenahan institusi, antara lain melalui pencabutan peraturan yang menurunkan dayasaing, penerapan kebijakan yang kondusif bagi dunia usaha.

Dalam menghadapi persaingan regional maupun internasional, sistem agribisnis yang dapat diandalkan adalah sistem yang dapat menghasilkan produk pertanian yang berdayasaing tinggi di pasaran. Upaya ke arah itu dapat ditempuh melalui modernisasi dan transformasi yang diharapkan dapat meningkatkan dayasaing produktivitas, kualitas, efektivitas dan efisiensi dan jaminan mutu. Hal-hal tersebut berguna untuk meningkatkan dayasaing, sehingga secara langsung memberikan dampak besar bagi perekonomian nasional saat ini maupun di masa datang (Malian, 2000).

Sudaryanto (2004) mengemukakan bahwa sektor pertanian Indonesia tidak mampu menghasilkan produk yang kompetitif dengan harga yang mampu menghasilkan produk yang kompetitif dengan harga yang mampu bersaing di pasar bebas. Produk-produk yang masuk dari negara lain, seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan China akan sangat mempengaruhi produk-produk yang dihasilkan Indonesia. Beberapa produk pertanian Indonesia, termasuk kedelai saat ini benar-benar tidak mampu bersaing di pasaran tanpa adanya proteksi dalam bentuk bea masuk yang dihasilkan Indonesia. Dari aspek kemampuan


(42)

produksi secara umum hampir semua komoditas pertanian Indonesia dalam kondisi menurun terutama sejak krisis multidimensi beberapa tahun yang lalu.

2.5. Dayasaing Komoditi Kedelai

Visi pembangunan pertanian nasional pada periode 2004 – 2009 adalah terwujudnya sistem pertanian yang berdayasaing, berkeadilan, dan berkelanjutan guna menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat pertanian. Dalam era perdagangan yang semakin liberal dan mengglobal, peningkatan dayasaing harus dilakukan dengan strategi dan kebijakan yang tepat. Dalam mewujudkan visi tersebut, berbagai kebijakan pemerintah diperlukan baik yang bersifat makro maupun mikro, dalam bentuk peraturan perundangan maupun program (Suryana, 2005).

Bentuk visi daya saing tersebut yang bercirikan antara lain berorientasi pasar, meningkatnya pangsa pasar, khususnya pasar internasional dan mengandalkan produktivitas dan nilai tambah melalui pemanfaatan modal (capital driven), pemanfaatan teknologi (innovation driven) serta kreativitas sumberdaya manusia terdidik (skill driven) dan bukan lagi mengandalkan kelimpahan sumberdaya alam dan tenaga kerja tak terdidik (factor driven).

Berkaitan dengan hal diatas pada komoditi kedelai, fakta menunjukkan bahwa kedelai merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang cukup berat dalam menghadapi era liberalisasi perdagangan. Namun dikarenakan kedelai termasuk salah satu komoditi strategis yang diperlukan penduduk Indonesia dalam memenuhi protein pangan yang murah, maka perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan produksi dan menekan ketergantungan akan kedelai impor.

Penelitian Rusastra (1990) menunjukkan bahwa pengembangan kedelai di Indonesia yang memiliki kelayakan ekonomi hanya di luar Jawa, yaitu di wilayah Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Kalimantan. Produksi kedelai di Jawa tidak memiliki keunggulan komparatif untuk tujuan substitusi


(43)

20 impor (IS) atau untuk perdagangan daerah (IR) apalagi untuk tujuan ekspor (CP). Usahatani kedelai di luar Jawa memiliki keunggulan komparatif marginal untuk tujuan perdagangan antar daerah (IR) atau subsitusi impor (IS), tetapi tidak memiliki keunggulan untuk tujuan ekspor (EP) kecuali di Sulawesi. Kelayakan produksi kedelai di luar Jawa, kecuali Sulawesi, masih rentan terhadap penurunan produktivitas, sehingga memiliki stalilitas kelayakan yang relatif rendah. Penurunan produktivitas dengan kisaran 3,2 – 8,1 persen akan menyebabkan usahatani kedelai tidak lagi memiliki keunggulan komparatif.

Untuk melihat dayasaing komoditas kedelai setelah penghapusan subsidi pupuk dan pestisida pada 1998, Siregar dan Sumaryanto (2003) melakukan analisis yang hasilnya memperlihatkan bahwa kebijakan pemerintah tidak lagi memihak kepada petani. Kebijaksanaan pemerintah telah berubah dari kebijakan protektif menjadi tidak protektif terhadap output kedelai. Pada masa lalu, kebijakan pemerintah yang protektif terhadap output produksi dilaksanakan berupa kebijaksanaan harga dan penetapan jumlah impor kedelai yang dilakukan oleh BULOG.

Siregar dan Sumaryanto (2003) meneliti dayasaing usahatani kedelai dari segi keunggulan kompetitif, komparatif dan finansial. Konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran dayasaing (keunggulan) potensial dan dalam artian dayasaing akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Keunggulan komparatif suatu komoditi di suatu negara bersifat dinamis. Suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu secara potensial harus mampu mepertahankan dan bersaing dengan negara lain melalui perumusan kebijakan antisipatif dengan mempertimbangkan perubahan ekonomi dunia, lingkungan domestik dan teknologi.

Untuk kelayakan finansial dilihat dari manfaat suatu aktivitas ekonomi dari sudut lembaga dan dan individu yang terlibat dalam aktivitivas tersebut. Analisis ekonomi menilai suatu aktivitas ekonomi atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan tanpa melihat siapa yang menerima manfaat tersebut


(44)

(Siregar dan Sumaryanto, 2003). Konsep yang sesuai untuk untuk melihat kelayakan finansial adalah keunggulan kompetitif sebagai pengukur dayasaing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual. Menurut Siregar dan Sumaryanto (2003), usahatani kedelai tidak memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan kompetitif. Dilihat dari segi finansial, komoditi kedelai memiliki keunggulan kompetitif. Dalam keunggulan finansial tersebut terdapat tiga faktor penting yang menentukan dayasaing komoditi kedelai, yaitu harga internasional, nilai tukar mata uang dan produktivitas kedelai.

Berdasarkan hasil estimasi Siregar dan Sumaryanto (2003) memperlihatkan bahwa harga kedelai internasional mempengaruhi dayasaing kedelai lokal karena hambatan non-tarif untuk komoditas kedelai sudah tidak ada (dikenakannya tarif masuk kedelai impor 10 %). Sedangkan titik impas harga internasional (CIF) adalah US $ 244/ton kedelai. Komoditas kedelai lokal akan memiliki dayasaing jika harga internasional tersebut paling sedikit naik 6,5 persen (titik impas) di atas CIF yang berlaku, ceteris paribus.

Faktor lain yang ikut menentukan dayasaing finansial komoditi kedelai adalah nilai tukar dolar terhadap rupiah. Estimasi yang dilakukan Siregar dan Sumaryanto (2003) memperlihatkan bahwa komoditas kedelai akan mempunyai dayasaing finansial jika nilai tukar dolar terhadap rupiah turun paling sedikit 9,2 % (Rp 8.500/US $), ceteris paribus.

Keunggulan finansial dayasaing kedelai dapat pula ditingkatkan jika produktivitas dapat ditingkatkan. Titik impas produktivitas berasal dari hasil bagi antara biaya total dengan harga komoditi. Dengan rumus ini Siregar dan Sumaryanto (2003) memperlihatkan bahwa titik impas produktivitas kedelai sekitar 1,5 ton per hektar. Ini berarti bahwa jika faktor-faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus), maka produktivitas kedelai harus dapat ditingkatkan paling sedikit 27,4 persen agar kedelai dapat memiliki dayasaing finansial. Sebenarnya kenaikan produktivitas sebesar itu tidak sulit untuk dicapai melalui perbaikan teknologi, misalnya dengan penggunaan benih bermutu dan pupuk


(45)

22 berimbang. Peningkatan dayasaing kedelai dalam jangka relatif panjang dapat dilakukan melalui pengembangan varietas yang selama ini relatif mengalami stagnasi.

Mengingat kemampuan produksi dalam negeri yang masih rendah, sementara permintaan terhadap kedelai akan meningkat sekitar 2,92 persen per tahun, maka impor kedelai akan meningkat dari 1,04 juta ton pada tahun 2000 menjadi 1,35 juta pada tahun 2004. Karena itu, maka upaya peningkatan produksi kedelai di dalam negeri akan semakin penting. Upaya ini merupakan tantangan yang tidak mudah dikarenakan kebijakan untuk melindungi petani di dalam negeri semakin tidak sesuai dengan dayasaing internasional dan tuntutan perdagangan bebas. Meskipun demikian, pemerintah masih dapat menganjurkan kepada petani untuk bertanam kedelai untuk meningkatkan produksi dalam negeri asalkan dapat memberikan keuntungan yang tinggi. (Sudaryanto, 1996).

Di sisi pertanaman kedelai terhadap tanaman pesaingnya, maka tanaman kedelai harus dapat memberikan keuntungan bersih paling sedikit sama dengan keuntungan bersih tanaman pesaing, seperti jagung. Menurut Siregar (2000), terdapat dua kemungkinan yang dapat ditempuh untuk meningkatkan dayasaing kedelai tersebut. Kemungkinan pertama adalah dengan peningkatan hasil per satuan luas dengan asumsi bahwa harga input dan output tidak berubah. Kemungkinan kedua adalah peningkatan harga kedelai dengan asumsi bahwa tingkat hasil dan harga-harga input tidak berubah. Pada saat ini kemungkinan kedua ini sulit dilaksanakan karena penerapan harga dasar sulit diterapkan. Meskipun demikian, analisis dayasaing kedelai yang kedua tersebut masih digunakan untuk meramalkan kemungkinan perluasan atau pengurangan pertanaman kedelai, apabila harga-harga dapat diramalkan sebelumnya.


(46)

3. KEDELAI NASIONAL DAN INTERNASIONAL

3.1. Kedelai Nasional

3.1.1. Pengembangan Usahatani Kedelai

Menurut sejarah, kedelai berasal dari Cina bagian utara pada abad kesebelas SM, kemudian tersebar sampai ke Korea, Jepang, Amerika Serikat, Asia Selatan dan Tenggara (Van der Maesen dan Somaatmadja, 1993). Menurut Adisarwanto, et al. (1993), tanaman kedelai responsif terhadap faktor iklim karena berasal dari daerah subtropis. Namun tanaman kedelai dapat tumbuh subur di daerah tropis apabila berbagai persyaratan teknis penamanan dapat dipenuhi. Masa panen tanaman kedelai di daerah tropis adalah tiga bulan. Tanaman ini tumbuh baik pada tempat terbuka dengan ketinggian 50 – 500 m di atas permukaan laut, pH tanah 5.8 – 6.9, suhu optimal 25 – 28 oC, dan rata-rata curah hujan selama musim tanam 300 - 400 mm per tiga bulan. Pertumbuhan optimal pada musim kering dengan kelembaban tanah rata-rata 65 persen (Soemarno, 1985). Untuk lebih jelasnya diuraikan pada Lampiran 1.

Pengembangan usahatani kedelai dalam upaya peningkatan produksi ditempuh melalui usaha pokok intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi. Menurut Manwan, et al. (1996) sejalan dengan usaha pokok tersebut, pengembangan usahatani, baik dilahan sawah maupun lahan kering dapat ditempuh melalui : (a) perluasan areal tanam, (b) peningkatan produktivitas, (c) pengurangan kehilangan hasil dan (d) sistem produksi yang berlanjutan dan berwawasan lingkungan.

3.1.2. Produksi Kedelai

Pengembangan produksi kedelai nasional telah dilakukan pemerintah agar dapat memenuhi kebutuhan pangan dan industri olahan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor teknis, ekonomi dan sosiokultural masyarakat. Pada dasawarsa terakhir ini


(47)

24 produksi kedelai cenderung menurun tajam, sejalan dengan merosotnya luas panen kedelai setiap tahunnya. Perkembangan luas panen produksi dan produktivitas kedelai dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik, pada tahun 1976 produksi kedelai 521.777 ton dari luas panen seluas 646.336 ha. Pada tahun 1986 produksi kedelai mencapai 1.226.654 ton dari luas panen seluas 1.253.671 ha. Pada tahun 1992 Indonesia pernah mencapai produksi tertinggi sebesar + 1,87 juta ton, dan di tahun 1999 produksi kedelai mencapai + 1,38 juta ton (turun + 36 %). Setelah itu produksi kedelai menurun terus, bahkan pada tahun 2004 produksi nasional hanya mencapai 0,72 juta ton (turun + 48 %) sebagai akibat penurunan luas tanam yang sangat drastis. Di lain pihak untuk memenuhi kekurangan tersebut dilakukan impor yang terus meningkat, memboroskan devisa dan menghilangkan lapangan kerja yang cukup besar. Perkembangan luas panen, produktivitas, produksi dan impor kedelai tahun 1975 – 2004 dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.

Berdasarkan paket teknologi yang ada sekarang, produktivitas kedelai 1,6 ton/ha secara teknis dapat tercapai. Produktivitas kedelai di petak percobaan dapat mencapai 2.5 – 3 ton/ha, sedangkan di tingkat petani rata-rata 1.3 ton/ha. Penggunaan input sarana produksi di Indonesia adalah penggunaan benih 40 – 50 kg/ha, pupuk hayati yang dapat memghemat dosis urea setengahnya, sehingga penggunaan urea, SP-36 dan KCl masing-masing sebesar 50 kg/ha. Pengelolaan usahatani milik petani masih tradisional dengan menggunakan tenaga manusia dan lahan kepemilikan yang tidak terlalu luas.

3.1.3. Konsumsi Kedelai

Sebagian besar konsumsi kedelai nasional untuk bahan makanan dalam bentuk olahan tahu, tempe, kecap, tauco dan susu kedelai. Bila ditinjau dari segi harga, kedelai merupakan sumber protein yang termurah, sehingga sebagian besar kebutuhan protein nabati dapat dipenuhi dari hasil olahan kedelai. Biji kedelai tidak dapat dimakan langsung karena mengandung tripsine inhibitor, namun kandungan ini dapat dinetralkan dengan direbus.


(48)

Kedelai bernilai gizi tinggi dengan kadar protein + 35 – 38 persen, tertinggi dari semua kacang-kacangan lainnya dan menduduki tempat kelima sebagai sumber protein. Meskipun kadar minyaknya tinggi (+ 18 persen), tetapi lemak jenuhnya rendah. Kandungan asam amino penting di dalam kedelai adalah : Isoleucine, Leucine, Lysine, Methionine, Phenylalanine, Threonin, Thryptophane dan Valine. Disamping itu, kedelai mengandung kalsium, fosfor, besi, vitamin A dan B (Maesen dan Somaatmadja, 1993).

Kedelai dapat digunakan untuk berbagai keperluan, yaitu pangan, pakan dan bahan industri. Di Indonesia penggunaan kedelai masih terbatas sebagai pangan dan pakan (Suprapto, 2004). Menurut Sarwono (2004), konsumsi kedelai 95 persen dalam bentuk olahan, 4 persen dikonsumsi langsung dan 1 persen untuk benih.

Pemanfaatan biji kedelai selain dapat dikonsumsi langsung, juga merupakan bahan baku industri, seperti tahu, tempe, tauge, tauco, oncom, kecap, minyak makan, susu kedelai, soygurt dan pakan ternak. Dewasa ini telah berkembang industri susu kedelai dan disukai oleh masyarakat. Selain harganya lebih murah dibandingkan susu sapi, nilai gizinya juga tinggi dan tidak mengakibatkan alergi bagi penderita

lactose intolerance.

Melalui teknologi pengolahan dapat dihasilkan berbagai produk olahan yang bernilai tinggi, seperti digambarkan dalam bentuk pohon industri pada Lampiran 2. Produk-produk olahan kedelai antara lain :

(1) Produk hasil fermentasi : kecap, tauco, natto, tempe, dan soyghurt.

(2) Produk non-fermentasi : tahu dan produk olahannya, limbah tahu (pakan ternak), susu kedelai, tepung dan bubuk kedelai, isolat protein, konsentrat protein, daging tiruan, serat kedelai, minyak kedelai kasar, dan tauge.

(3) Dari minyak kedelai kasar dapat dihasilkan :

a. Aplikasi produk pangan : minyak salad, minyak goreng, mayonnaise, margarin, shortening, dan lesitin (pangan, non pangan, kosmetik, dan obat-obatan sebagai pengemulsi, penstabil, pelembut, pembasah, dan lain-lain). b. Aplikasi produk non-pangan/bidang teknik : lapisan pelindung, pengenyal,


(49)

26 Pemanfaatan kedelai di Indonesia memiliki pola berbeda dengan di negara Barat. Di Indonesia harga kedelai relatif mahal jika dimanfaatkan sebagai pakan dan kurang mampu bersaing bila diolah menjadi minyak makan. Karakter industri pangan dari kedelai di Indonesia adalah (1) sebagian besar berproduksi dalam skala industri kecil dan rumah tangga, (2) semua proses pengolahannya diawali dengan perendaman yang membutuhkan banyak air (Suryana, et al., 2005).

Berdasarkan survei SUSENAS oleh Biro Pusat Statistik setiap enam tahun sekali, konsumsi kedelai dalam bentuk biji dan olahan terus meningkat. Tahu dan tempe merupakan produk kedelai yang dominan dikonsumsi penduduk desa maupun kota. Rata-rata konsumsi tahu dan tempe penduduk kota lebih tinggi dari penduduk desa.

3.1.4. Preferensi Bahan Baku Kedelai

Industri tahu dan tempe merupakan pengguna kedelai terbesar. Informasi tentang estimasi kebutuhan kedelai untuk industri tahu dan secara akurat masih sulit diperoleh, karena makin berkembangnya industri tersebut dan masih banyak industri-industri kecil yang belum terdata.

Tempe merupakan makanan tradisional yang telah lama dikenal di Indonesia. Indonesia merupakan negara penghasil tempe terbesar di dunia. Pembuatan tempe dilakukan dengan cara fermentasi. Tempe merupakan sumber protein yang relatif murah. Menurut Sarwono (2004), sekitar 57 persen kedelai di Indonesia dikonsumsi dalam bentuk tempe, 38 persen dalam bentuk tahu, dan sisanya dalam bentuk kecap, taoco, kembang tahu, dan lain-lain. Tempe kedelai mengandung protein sekitar 19,5 persen, lemak 4 persen, karbohidrat 9,4 persen, vitamin B12 antara 3,9-5 mgram per 100 gram tempe. Sedangkan dalam 100 gram daging mengandung protein 18,8 gram dan telur 12,2 gram. Menurut hasil penelitian Aryanie (1999), dari 1000 gram kedelai (varietas tidak disebutkan) menghasilkan tempe dari : a) kedelai lokal rata-rata 1.580 gram, b) kedelai impor rata-rata 1.683 gram.


(1)

 

Lampiran 13. Output Syslin Persamaan Harga Kedelai Impor 

 

       

The SYSLIN Procedure 

       Two‐Stage Least Squares Estimation   

      Model      EQ6        Dependent Variable         PIT   

 

       Analysis of Variance   

      Sum of        Mean 

Source       DF     Squares      Square    F Value    Pr > F   

Model       5     1300817    260163.4      75.73    <.0001 

Error      18    61835.49    3435.305 

Corrected Total        23     1362653   

 

      Root MSE      58.61147    R‐Square       0.95462        Dependent Mean     708.10667    Adj R‐Sq       0.94202        Coeff Var      8.27721 

   

      Parameter Estimates   

       Parameter    Standard 

      Variable         DF     Estimate       Error    t Value    Pr > |t|   

      Intercept         1     ‐394.483    373.1545      ‐1.06      0.3044        PLT       1     1.103956    0.107325      10.29      <.0001        ERT       1     0.041406    0.039835       1.04      0.3124        DBT       1     258.7204    271.6521       0.95      0.3535        PNT       1     0.966653    2.889946       0.33      0.7419        LPIT      1     0.129695    0.075080       1.73      0.1012   

 

      Correlations of Parameter Estimates   

       Intercept       PLT         ERT      DBT      PNT      LPIT 

Intercept   1.0000       0.3586      ‐0.9334      ‐0.9813      ‐0.9066      ‐0.6659 

PLT         0.3586       1.0000      ‐0.6058      ‐0.4838      ‐0.4482      ‐0.1805 

ERT        ‐0.9334      ‐0.6058       1.0000       0.9701       0.8893       0.4705 

DBT        ‐0.9813      ‐0.4838       0.9701       1.0000       0.8780       0.5757 

TI         ‐0.9066      ‐0.4482       0.8893       0.8780       1.0000       0.5943 

LPIT       ‐0.6659      ‐0.1805       0.4705       0.5757       0.5943       1.0000   

 

      Durbin‐Watson      2.171613        Number of Observations       24        First‐Order Autocorrelation    ‐0.10044 


(2)

Tabel 14. Validasi Model Ekonometrika

Peubah

N

Rerata Prediksi

MAPE

RMPsE

(2000-2004)

LPT

5

626955

945886

53,29306

55,2091

YKT

5

1,25

1,2277

1,99245

2,4741

PDT

5

997,374

1217

24,53752

27,1894

PPT

5

876,994

850,5981

7,76405

8,5934

QIT

5

1252758

841057

32,84746

33,262

PIT

5

902,972

908,9223

11,56821

13,4205

QKT

5

781755

1161089

50,45725

52,031

Peubah

N

Rerata Prediksi

MAPE

RMPsE

(1995-2004)

LPT

10

925228

1259915

53,6094

68,5875

YKT

10

1,2180

1,1766

3,3482

3,7152

PDT

10

1119

1371

26,4402

32,7253

PPT

10

880,0300

941,3926

15,0726

20,8872

QIT

10

988308

573965

44,9172

51,4290

PIT

10

891,9990

902,4566

7,6429

10,1152


(3)

U-Theil

0,203

0,0127

0,1156

0,0423

0,1991

0,0655

0,1956

U-Theil

0,1863

0,0194

0,1195

0,0851

0,2990

0,0464

0,1777


(4)

Lampiran 15. Simulasi Harga Kedelai Tingkat Produsen

Peubah N Simulasi

(1995-2004) Dasar Nominal % Nominal % Nominal % Nominal % Nominal %

LPT 10 1259915 1252064 -0,623 1257261 -0,211 1262458 0,202 1267655 0,614 1272853 1,027

YKT 10 1,1766 1,1766 0,000 1,1766 0,000 1,1766 0,000 1,1767 0,008 1,1767 0,008

PDT 10 1370,6 1365,6 -0,365 1368,9 -0,124 1372,3 0,124 1375,6 0,365 1378,7 0,591

PPT 10 941,4 940,1 -0,138 940,9 -0,053 941,8 0,042 942,7 0,138 943,6 0,234

QIT 10 573965 583283 1,623 577115 0,549 570946 -0,526 564777 -1,601 558606 -2,676

PIT 10 902,5 902,5 0,000 902,5 0,000 902,5 0,000 902,5 0,000 902,5 0,000

QKT 10 1480840 1471476 -0,632 1477675 -0,214 1483874 0,205 1490074 0,624 1496275 1,042

Peubah N Simulasi

(1995-2004) Dasar Nominal % Nominal %

LPT 10 1259915 1246868 -1,036 1241672 -1,448

YKT 10 1,1766 1,1765 -0,008 1,1765 -0,008

PDT 10 1370,6 1362,2 -0,613 1358,9 -0,854

PPT 10 941,4 939,2 -0,234 938,3 -0,329

QIT 10 573965 589449 2,698 595615 3,772

PIT 10 902,5 902,5 0,000 902,5 0,000

QKT 10 1480840 1465279 -1,051 1459082 -1,469

PPT=902,5 PPT Naik 5 %

PPT Turun 5%

PPT Naik 20 % PPT Naik 10 %

PPT Turun 10 %


(5)

Lampiran 16. Simulasi Tarif Impor Kedelai

Peubah N Simulasi

(1995-2004) Dasar Nominal % Nominal % Nominal % Nominal % Nominal %

LPT 10 1259915 1248809 -0,881 1249393 -0,835 1249977 -0,789 1250562 -0,742 1251731 -0,650

YKT 10 1,1766 1,1766 0,000 1,1766 0,000 1,1766 0,000 1,1766 0,000 1,1766 0,000

PDT 10 1370,6 1363 -0,555 1363,4 -0,525 1363,8 -0,496 1364,2 -0,467 1365 -0,409

PPT 10 941,4 942 0,064 942 0,064 941,9 0,053 941,9 0,053 941,8 0,042

QIT 10 573965 587063 2,282 586374 2,162 585685 2,042 584995 1,922 583617 1,682

PIT 10 902,5 898,9 -0,399 899,1 -0,377 899,3 -0,355 899,5 -0,332 899,8 -0,299

QKT 10 1480840 1467657 -0,890 1468350 -0,843 1469044 -0,797 1469738 -0,750 1471125 -0,656

Lampiran 17. Kombinasi Simulasi Harga Kedelai Tingkat Produsen dan Tarif Impor Kedelai

Peubah N Simulasi

(1995-2004) Dasar Nominal % Nominal % Nominal % Nominal %

LPT 10 1259915 1246155 -1,092 1246739 -1,046 1247323 -0,999 1247908 -0,953

YKT 10 1,1766 1,1766 0,000 1,1766 0,000 1,1766 0,000 1,1766 0,000

PDT 10 1370,6 1361,3 -0,679 1361,7 -0,649 1362,1 -0,620 1362,5 -0,591

PPT 10 941,4 941,5 0,011 941,5 0,011 941,5 0,011 941,5 0,011

QIT 10 573965 590213 2,831 589524 2,711 588834 2,591 588145 2,471

PIT 10 902,5 898,9 -0,399 899,1 -0,377 899,3 -0,355 899,5 -0,332

QKT 10 1480840 1464491 -1,104 1465185 -1,057 1465878 -1,010 1466572 -0,964

Peubah N Simulasi

(1995-2004) Dasar Nominal % Nominal % Nominal % Nominal %

LPT 10 1259915 1251352 -0,680 1251936 -0,633 1252520 -0,587 1253105 -0,541

YKT 10 1,1766 1,1766 0,000 1,1766 0,000 1,1766 0,000 1,1766 0,000

PPT Naik 10%; TI = 20% PPT Naik 10%; TI = 5% PPT Naik 10%; TI = 10% PPT Naik 10%; TI = 15%

PPT Naik 5%; TI = 20% TI = 20%

PPT Naik 5%; TI = 5% PPT Naik 5%; TI = 10% PPT Naik 5%; TI = 15%


(6)

PDT 10 1370,6 1364,7 -0,430 1365,1 -0,401 1365,5 -0,372 1365,9 -0,343

PPT 10 941,4 942,4 0,106 942,4 0,106 942,4 0,106 942,3 0,096

QIT 10 573965 584045 1,756 583356 1,636 582667 1,516 581977 1,396

PIT 10 902,5 898,9 -0,399 899,1 -0,377 899,3 -0,355 899,5 -0,332

QKT 10 1480840 1470690 -0,685 1471383 -0,639 1472077 -0,592 1472771 -0,545

Peubah N Simulasi

(1995-2004) Dasar Nominal % Nominal % Nominal % Nominal %

LPT 10 1259915 1256549 -0,267 1257133 -0,221 1257717 -0,174 1258302 -0,128

YKT 10 1,1766 1,1767 0,008 1,1767 0,008 1,1767 0,008 1,1767 0,008

PDT 10 1370,6 1368 -0,190 1368,4 -0,161 1368,8 -0,131 1369,2 -0,102

PPT 10 941,4 943,3 0,202 943,3 0,202 943,2 0,191 943,2 0,191

QIT 10 573965 577876 0,681 577187 0,561 576498 0,441 575808 0,321

PIT 10 902,5 898,9 -0,399 899,1 -0,377 899,3 -0,355 899,5 -0,332

QKT 10 1480840 1476889 -0,267 1477583 -0,220 1478277 -0,173 1478970 -0,126

Peubah N Simulasi

(1995-2004) Dasar Nominal % Nominal % Nominal % Nominal %

LPT 10 1259915 1261746 0,145 1262331 0,192 1262915 0,238 1263499 0,284

YKT 10 1,1766 1,1767 0,008 1,1767 0,008 1,1767 0,008 1,1767 0,008

PDT 10 1370,6 1371,3 0,051 1371,7 0,080 1372,1 0,109 1372,5 0,139

PPT 10 941,4 944,2 0,297 944,1 0,287 944,1 0,287 944,1 0,287

QIT 10 573965 571706 -0,394 571017 -0,514 570328 -0,634 569639 -0,754

PIT 10 902,5 898,9 -0,399 899,1 -0,377 899,3 -0,355 899,5 -0,332

QKT 10 1480840 1483089 0,152 1483783 0,199 1484477 0,246 1485171 0,292

PPT Naik 15%; TI = 5% PPT Naik 15%; TI = 10% PPT Naik 15%; TI = 15% PPT Naik 15%; TI = 20%