a. Pertumbuhan wisatawan belum dapat memberikan konstribusi maksimum terhadap perekonomian kawasan, akan tetapi secara berkesinambungan
proses ini akan merujuk pada pertumbuahan wisatawan yang konstant. b. Kesiapan masyarakat dalam menerima wisatawan akan lebih baik.
c. Implikasi dari strategi ini dapat dilihat perkembangannya dalam Tabel 43.
Tabel 43. Implikasi terhadap strategi moderat
Time wisatawan Tenaga kerja
pendapatan kebutuhan lahan
indeks polusi 2000
570 125
955892280 2001
634 196 1063220536
14256 0.218
2002 705
275 1182287820 14256
0.444 2003
783 364 1313094132
14256 0.678
2004 868
462 1455639472 14256
0.92 2005
961 571 1611600844
14257 1.17
2006 1063
691 1782655252 14257
1.44 2007
1175 825 1970479700
14257 1.75
2008 1295
972 2171720180 14257
2 2009
1427 1134 2393084708
14258 2.3
2010 1568
1313 2629542272 14258
2.61 2011
1722 1510 2887800888
14258 2.95
2012 1886
1726 3162829544 14259
3.29 2013
2062 1962 3457982248
14259 3.66
2014 2251
2221 3774936004 14260
4.05 2015
2452 2502 4112013808
14260 4.47
2016 2664
2810 4467538656 14261
4.9 2017
2887 3144 4841510548
14261 5.37
2018 3122
3506 5235606488 14262
5.86 2019
3366 3897 5644795464
14262 6.39
2020 3620
4319 6070754480 14263
6.95 2021
3880 4773 6506775520
14264 7.54
2022 4145
5259 6951181580 14265
8.18 2023
4413 5778 7400618652
14266 8.86
2024 4680
6333 7848378720 14267
9.58
2025 4999
6918 8383342996 14268
10.35
7.3.3 Strategi pengembangan pesimis
Skenario pengembangan pesimis dibangun atas dasar kondisi saat ini existing condition
. Skenario ini memberikan pengertian bahwa strategi yang dirumuskan
masih didasarkan tanpa adanya upaya yang dilakukan baik oleh pemerintah daerah, industri wisata dan masyarakat, untuk mengelola mendorong pertumbuhan
sektor wisata. Kondisi ini diakibatkan oleh tidak adanya kebijakan yang jelas dalam pengembangan sektor wisata, lemahnya sumber daya manusia dalam
pengelolaan kawasan, tidak adanya koordinasi antar institusi. Strategi pesimis dibangun berdasarkan keadaan dan faktor faktor kuncipenentu ya ng dapat
dijabarkan dibawah ini; 1. Tidak adanya regulasi untuk pengelolaan kawasan dan tidak danya program
pengembangan sektor wisata. Anggapan ini dibangun oleh pemerintah daerah karena asumsi pengembangan wisata hanya dapat berhasil dalam jangka
panjang sehingga kurang dapat memberikan dampak ekonomis langsung terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Disamping biaya cost yang
diperlukan dalam upaya pengembangan sektor ini sangat tinggi, sementara keterbatasan dana pemerintah dan tingginya kebutuhan pendanaan sektor lain
seperti; pertanian, peternakan, dan perikanan yang menjadi hajat hidup dari masyarakat perlu mendapat perhatian khusus.
2. Kondisi masyarakat yang masih sangat rentan setelah krisis ekonomi menyebabkan mereka mencari jalan keluar yang paling mudah dengan
mengubah fungsi kawasan konservasi menjadi kawasan budidaya dan pertambakan yang kemudian menimbulkan dampak negatif lingkungan yang
besar. Hilangnya struktur hutan bakau sebagai akibat konversi lahan menyebabkan nilai keunikan kawasan sebagai habitat burung endemis Ibis
Mandar Aromodopsis Plateni dan burung Pelicanus Australiensis menjadi terancam.
3. Keamanan didalam kawasan akan semakin berkurang bersamaan menurunnya ekosistem yang diakibatkan perambahan oleh masyarakat sekitar. Tingginya
konflik horizontal dimasyarakat sebagai akibat dari keinginan untuk penguasaan lahan. Tuntutan hukum yang dilakukan masyarakat terhadap
kepemilikan lahan menjadikan konflik vertikal antara pengelola kawasan BKSDA dan masyarakat lokal menjadi semakin tajam.
4. Aksesibilitas semakin menurun, sebagai akibat dari tidak adanya upaya pemerintah untuk meningkatan sarana dan prasarana transportasi sebagai
akibat dari menurunnya faktor keamanan. 5. Adapun strategi kebijakan yang dilakukan adalah sebagai berikut ;
a. Penguatan lembaga swadaya masyarakat NGO, dan kelembagaan adat akan lebih berfungsi dalam upaya untuk menjaga kelestarian kawasan
suaka margasatwa Mampie- lampoko. b. Pemamfaatan daerah penyangga untuk kegiatan pembangunan perlu
ditingkatkan melalui pengembangan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada pertanian, perikanan dan agroindustri ditingkatkan sebagai jalan
keluar untuk mencapai kesejahteraan. c. Perlunya upaya melakukan negosiasi dengan pemerintah daerah untuk
dapat menjaga eksisiting kawasan suaka margasatwa. 6. Adapun Implikasi yang terjadi dari strategi tersebut adalah :
a. Jumlah wisatawan tidak bertumbuh sebagai akibat tidak terjaganya kelestaria n lingkungan, menurunnya aksesibilitas dan faktor keamanan.
b. Kondisi ini diperparah dengan munculnya konflik kepemilikan lahan dan adanya alih fungsi lahan yang menyebabkan degradasi lingkungan.
Tabel 44. Implikasi strategi pesimis
Time wisatawan Tenaga kerja pendapatan
kebutuhan lahan
Indeks polusi
2000 570
125 955892280
2001 594
196 996140376
14256 0.218
2002 619
270 1038065476 14256
0.442 2003
644 348 1079990576
14256 0.673
2004 661
429 1108499644 14256
0.911 2005
690 513 1157132760
14257 1.16
2006 719
600 1205765876 14257
1.41 2007
744 690 1247690976
14257 1.67
2008 769
783 1289616076 14257
1.94 2009
793 880 1329864172
14258 2.23
2010 817
979 1370112268 14258
2.52 2011
840 1082 1408683360
14258 2.82
2012 862
1187 1445577448 14258
3.14 2013
883 1295 1480794532
14259 3.46
2014 903
1406 1514334612 14259
3.81 2015
921 1519 1544520684
14259 4.16
2016 938
1634 1573029752 14259
4.53 2017
953 1752 1598184812
14260 4.91
2018 967
1871 1621662868 14260
5.23 2019
978 1993 1640109912
14260 5.73
2020 987
2115 1655202948 14261
6.17 2021
993 2239 1665264972
14261 6.63
2022 998
2364 1673649992 14262
7.1 2023
997 2483 1671972988
14263 7.6
2024 996
2614 1670295984 14263
8.12 2025
991 2739 1661910964
14262 8.66
7.4 Perbandingan Antar Strategi Pengembangan Ekowisata