kerja masyarakat sebagai akibat dari kebutuhan tenaga kerja untuk wisata, sehingga kehilangan identitas sebagai masyarakat pertanian.
Berdasarkan berbagai kondisi diatas maka dampak yang paling mungkin terjadi dengan berkembangnya strategi progresif hingga tahun 2025 berdasarkan
hasil analisis model dinamik dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 42. Implikasi skenario progresif
time Wisatawan Tenaga kerja pendapatan kebutuhan lahan
indeks polusi 2000
570 125
955892280 2001
640 182
1073282560 14256
0.219 2002
718 246
1204088872 14256
0.445 2003
805 318
1349988220 14256
0.681 2004
903 399
1514334612 14256
0.925 2005
1012 489
1697128048 14257
1.18 2006
1133 591
1900045532 14257
1.44 2007
1268 705
2126441072 14257
1.72 2008
1418 832
2377991672 14258
2.01 2009
1584 974
2656374336 14258
2.31 2010
1769 1133
2966620076 14259
2.63 2011
1974 1310
3310405896 14259
2.97 2012
2201 1501
3691085804 14260
3.32 2013
2451 1729
4110336804 14261
3.7 2014
2722 1975
4564804888 14262
4.1 2015
3032 2249
5084676128 14263
4.52 2016
3367 2553
5646472468 14264
4.97 2017
3734 2890
6261932936 14266
5.45 2018
4137 3265
6937765548 14268
5.96 2019
4578 3680
7677324312 14271
6.53 2020
5058 4134
8482286232 14274
7.09 2021
5581 4646
9359359324 14278
7.72 2022
6147 5206 10308543588
14282 8.4
2023 6760
5823 11336547040 14287
9.13 2024
7420 6561 12443369680
14294 9.91
2025 8129
7245 13632365516 14301
10.76
7.3.2 Strategi pengembangan moderat
Strategi moderat mengandung pengertian bahwa keadaan pada masa depan diperhitungkan dengan penuh pertimbangan yang disesuaikan dengan keadaan
dan kondisi sumberdaya yang dimiliki baik itu sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya keuangan pemerintahan daerah. Strategi ini disusun
dengan harapan bahwa konteks pengembangan ekowisata pada kawasan Mampie lampoko diharapkan dapat dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan
dengan pelibatan seluruh stakeholder. Adapun strategi yang disusun berdasarkan faktor faktor kunci penting dengan kondisi sebagai berikut:
1. Pembuatan tata aturan yang jelas bagi kawasan sebagai kawasan konservasi yang dipergunakan untuk dilakukan wisata terbatas. Regulasi yang dibentuk
dalam peraturan daerah PERDA tetap mengikat berdasarkan: Undang-Undang no. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya; Undang Undang no. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang; UU no 41 tentang Kehutanan; dan UU no. 32 tentang pemerintahan daerah.
Sehingga dengan penetapan tapal batas kawasan yang jelas maka pengembangan kegiatan kegiatan yang berada pada masing masing blok dalam
kawasan Suaka Margasatwa dan pada daerah penyangga dapat dilakukan dengan teratur. Perencanaan pengembangan infrastrutur menjadi penting
mengingat keterbatasan sumber daya daerah, sehingga dibutuhkan kerjasama antara pemerintah daerah, BKSDA, pihak swasta, berbagai pihak terkait, baik
dalam pendanaan maupun sinkronisasi program untuk dapat menjaga kelesatarian kawasan.
2. Diperlukan sebuah upaya terpadu dengan menguatkan kelembagaan adat pada masyarakat lokal dimana batas batas norma dan tata aturan adat diangkat
menjadi tata aturan yang universal dalam kegiatan wisata. Kondisi pelestarian lingkungan dengan menerapkan kearifan lokal menjadi penting untuk dapat
dikelola dengan baik termasuk didalamnya penerapan aturan dan sanksi adat. 3. Dampak minimum terhadap lingkungan menjadi perhatian utama, yang
berimplikasi terhadap pengelolaan jumlah wisatawan dan kendaran yang masuk kedalam kawasan, penunjukan lokasi tempat buangan sampah, serta pengaturan
sistem buangan air limbah dan air hujan menjadi penting untuk diperhatikan. Pembangunan bertahap terhadap sarana dan prasarana tersebut akan berdampak
terhadap jumlah wisatawan yang dapat diterima oleh kawasan. Disamping itu
dampak minimum terhadap perubahan pola budaya juga masyarakat menjadi perhatian yang lebih khusus.
4. Upaya menjaga kondisi keamanan internal dari kawasan dengan bekerjasama dengan pihak keamanan seperti TNI dan POLRI. Selain itu sistem asuransi jiwa
untuk para pengunjung dan ketersediaan poliklinik , pusat kesehatan masyarakat yang mempunyai teknologi yang baik akan menjadikan nilai tambah dan
memberikan rasa keamanan terhadap wisatawan. 5. Infrastruktur transportasi seperti jalan, jembatan dan pelabuhan menuju ke
kawasan ditingkatkan kualitasnya dan kuantitasnya secara bertahap untuk dapat memberikan kenyamanan kepada wisatawan
6. Untuk mencapai kondisi tersebut, pemerintah diharapkan untuk mengambil langkah langkah strategis, diantaranya :
a. Penetapan batasan kawasan suaka margasatwa yang jelas sehingga usaha untuk merambah dalam kawasan menjadi minimal
b. Dalam pengembangannya; sosialisasi diarahkan untuk tetap menjaga eksisiting kawasan suaka margasatwa dengan penguatan kelembagaan lokal
secara bertahap sehingga dapat dihasilkan ketahanan sosial sebelum terjadinya booming
wisatawan. c. Program dan anggaran pembangunan lebih diarahkan untuk secara bertahap
mengingat penguatan elemen lokal seperti pembangunan struktur dasar masyarakat dibidang pertanian dan perikanan tetap menjadi fokus utama
disamping terus menerus memperbaiki infrastruktur transportasi menuju ke kawasan.
d. Usaha wisata terus dikembangkan walaupun dalam skala kecil dan terbatas. Pelatihan pelayanan wisata, bahasa asing, manajemen usaha kecil, penguatan
finansial masyarakat lokal, dengan membentuk koperasi wisata akan memberikan alternatif lapangan kerja pada masyarakat lokal
e. Program pendidikan dan sosialisasi wisata dengan memasukkan pariwisata, lingkungan hidup kedalam kurikulum lokal terus menerus dilakukan sehingga
tidak terjadi culture shock terhadap masyarakat. f. Pembuatan buku penuntun wisata dan web-site sebagai usaha promosi
7. Implikasi terhadap strategi moderat :
a. Pertumbuhan wisatawan belum dapat memberikan konstribusi maksimum terhadap perekonomian kawasan, akan tetapi secara berkesinambungan
proses ini akan merujuk pada pertumbuahan wisatawan yang konstant. b. Kesiapan masyarakat dalam menerima wisatawan akan lebih baik.
c. Implikasi dari strategi ini dapat dilihat perkembangannya dalam Tabel 43.
Tabel 43. Implikasi terhadap strategi moderat
Time wisatawan Tenaga kerja
pendapatan kebutuhan lahan
indeks polusi 2000
570 125
955892280 2001
634 196 1063220536
14256 0.218
2002 705
275 1182287820 14256
0.444 2003
783 364 1313094132
14256 0.678
2004 868
462 1455639472 14256
0.92 2005
961 571 1611600844
14257 1.17
2006 1063
691 1782655252 14257
1.44 2007
1175 825 1970479700
14257 1.75
2008 1295
972 2171720180 14257
2 2009
1427 1134 2393084708
14258 2.3
2010 1568
1313 2629542272 14258
2.61 2011
1722 1510 2887800888
14258 2.95
2012 1886
1726 3162829544 14259
3.29 2013
2062 1962 3457982248
14259 3.66
2014 2251
2221 3774936004 14260
4.05 2015
2452 2502 4112013808
14260 4.47
2016 2664
2810 4467538656 14261
4.9 2017
2887 3144 4841510548
14261 5.37
2018 3122
3506 5235606488 14262
5.86 2019
3366 3897 5644795464
14262 6.39
2020 3620
4319 6070754480 14263
6.95 2021
3880 4773 6506775520
14264 7.54
2022 4145
5259 6951181580 14265
8.18 2023
4413 5778 7400618652
14266 8.86
2024 4680
6333 7848378720 14267
9.58
2025 4999
6918 8383342996 14268
10.35
7.3.3 Strategi pengembangan pesimis