1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan masyarakat akan jaringan jalan semakin terdesak seiring dengan peningkatan produksi kendaraan yang tidak sebanding dengan
kapasitas jalan yang ada.
1
Terjadinya ketidakseimbangan tersebut salah satunya akibat pertumbuhan volume kendaraan roda empat yang naik
sebesar 9 per tahun, sedangkan penambahan panjang jalan dilakukan hanya sebesar 0,01 per tahun, kondisi ini menjadi pemicu terjadinya
masalah kemacetan lalu lintas. Konsep tol menjadi sebuah jawaban terhadap tingginya kebutuhan pengembangan jaringan jalan meskipun ditengah
kondisi anggaran pemerintah yang terbatas. Pembangunan infrastruktur jalan tol telah memberikan kontribusi nyata dalam mendorong dan
menggerakkan perekonomian nasional, yang manfaatnya telah banyak dirasakan bagi masyarakat luas.
Kondisi mobilitas masyarakat yang tinggi saat ini, keberadaan jalan tol tentunya tidak dapat dipisahkan dari keseharian masyarakat. Masyarakat
memanfaatkan keberadaan jalan tol sebagai jalan alternatif untuk mempersingkat jarak tempuh perjalanan dari satu tempat ke tempat lain.
Jalan tol merupakan jalan umum yang menjadi bagian dari sistem jaringan jalan nasional untuk kendaraan beroda empat atau lebih dan penggunanya
akan diwajibkan membayar tarif tol. Besarnya tarif tol yang dibayar oleh pengguna jalan tol disesuaikan dengan jarak lintasan asal gerbang tol
sampai keluar gerbang tol dan golongan kendaraannya. PT Jasa Marga Indonesia Highway Corporatama Tbk atau disingkat
PT Jasa Marga Persero Tbk merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara BUMN yang berperan sebagai pengembang sekaligus operator
jalan tol di Indonesia. Sejak awal berdiri pada tahun 1978, PT Jasa Marga Persero Tbk tetap menjadi market leader operator jalan tol yang
menguasai 80 dari seluruh jalan tol yang ada di Indonesia.
1
Frans S Sunito, Dirut PT Jasa Marga Persero Tbk. Berita Jalan Tol No.103 Hal: 6. April, 2010. Jakarta.
2
Delapan belas konsesi hak pengusahaan jalan tol sepanjang 648 km telah dimiliki PT Jasa Marga Persero Tbk sampai dengan akhir periode
2009, tiga belas konsesi diantaranya telah beroperasi sepanjang 496 km yang pengelolaannya dikelola oleh sembilan cabang dan satu anak
perusahaan yaitu, PT Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta Tabel 1. Sementara lima ruas tol lainnya menjadi bagian anak perusahaan yang merupakan
proyek kerja sama antara PT Jasa Marga Persero Tbk dengan Pemerintah Provinsi daerah setempat dan juga pihak ketiga lainnya.
Tabel 1. Konsesi Operasional Jalan Tol PT Jasa Marga Persero Tbk
Menyediakan jalan tol dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat menjadi bentuk komitmen yang kuat bagi PT Jasa Marga
Persero Tbk sebagai pelopor industri jalan tol di Indonesia. Komitmen tersebut sekaligus akan berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha dalam
jangka panjang yang selaras dengan visi dan misi perusahaan. Pelayanan transaksi di gerbang tol merupakan jasa utama dalam pelayanan jalan tol,
akan tetapi karena kondisi arus lalu lintas yang meningkat menjadi penghambat terciptanya kelancaran bertransaksi pada gerbang tol, sehingga
menyebabkan antrian panjang di gerbang tol yang sulit untuk dihindari. Pelayanan transaksi jalan tol harus dilakukan sesuai dengan Standar
Pelayanan Minimum SPM yang telah ditentukan PT Jasa Marga Persero Tbk Cabang Purbaleunyi.
No. Ruas Jalan Tol
Awal Beroperasi
Panjang Tol Km
Kantor Cabang
1 Jagorawi
1978 46
Jagorawi Jakarta-Bogor-Ciawi
2 Jakarta-Cikampek
1988 72
Jakarta-Cikampek 3
Jakarta-Tanggerang 1984
28 Jakarta-Tanggerang
4 Ulujami-Pondok Aren
2001 5,5
5 Dalam Kota Jakarta
1988 25
Cawang-Tomang-Cengkareng 6
Prof. Dr. Ir. Soedjatmo 1984
14,3 7
Padaleunyi Padalarang-Cileunyi
1990 63,9
Purbaleunyi Purwakarta-Bandung-Cileunyi
8 Cipularang Cikampek-
Purwakarta-Padalarang 2003
58,5 9
Surabaya-Gempol 1986
39,5 Surabaya-Gempol
10 Semarang
1983 35,2
Semarang 11
Belmera 1986
34 Belmera
Belawan-Medan-Tanjung Morawa 12
Palikanci 1997
28,8 Palikanci
Sumber: Laporan Tahunan PT Jasa Marga Persero Tbk 2009
3
Masalah antrian panjang menjadi karakteristik pada PT Jasa Marga Persero Tbk Cabang Purbaleunyi, karena semenjak dioperasikannya jalan
tol Cipularang yang menghubungkan ruas tol antara Cabang Jakarta- Cikampek dengan Cabang Purbaleunyi kepadatan arus lalu lintas kendaraan
terus terjadi. Waktu tempuh yang singkat dan kenyamanan Kota Bandung menjadi alasan bagi masyarakat untuk datang berwisata, sehingga puncak
kepadatan arus lalu lintas selalu terjadi menjelang akhir pekan atau pada saat hari libur nasional. Kepadatan arus lalu lintas tersebut menjadi faktor
penghambat proses transaksi jalan tol. Inovasi sistem transaksi dengan menggunakan Gardu Tol Otomatis, diharapkan menjadi solusi untuk
mengatasi masalah antrian pada saat bertransaksi, khususnya pada gerbang tol masuk. Gardu Tol Otomatis GTO merupakan gardu pelayanan
transaksi tol tanpa adanya petugas pengumpul tol yang melayani. Cara penggunaannya cukup dengan menekan tombol pada GTO maka KTM
Kartu Tanda Masuk akan keluar. Keberadaan GTO dapat digunakan juga untuk sistem pembayaran secara elektronik Electronic Toll Collection
yang bekerjasama dengan Bank Mandiri. Menyadari segala keberhasilan yang telah diraih perusahaan selama
ini ditentukan oleh kualitas dan dedikasi karyawan, maka karyawan menjadi sebuah asset berharga sekaligus mitra kerja bagi perusahaan. Pemberdayaan
karyawan melalui program pendidikan dan pelatihan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mereka diberbagai bidang, sebagai upaya
kesiapan mereka menghadapi segala tantangan yang akan terjadi. Pemberdayaan karyawan yang ada melalui pemanfaatan teknologi menjadi
prioritas perusahaan dibandingkan merekrut karyawan baru .
Pemanfaatan teknologi yang optimal melalui Gardu Tol Otomatis GTO merupakan
salah satu wujud peningkatan kualitas dan efisiensi jasa pelayanan jalan tol. Pemanfaatan teknologi terkadang menimbulkan persepsi yang berbeda
mengenai nilai kemanusiaan bagi karyawan, namun hal tersebut perlu
ditinjau kembali, karena melalui pemanfaatan dan pemberdayaan sumber daya manusia secara optimal akan meningkatkan produktivitas kerja
karyawan sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
4
1.2. Perumusan Masalah