2.2. Perilaku Petani dalam Menghadapi Risiko Produksi
Setiap aktivitas atau kegiatan yang diambil oleh pengambil keputusan atau petani selalu dihadapkan pada risiko. Setiap pengambil keputusan atau petani
memiliki perilaku yang berbeda-beda dalam menghadapi risiko. Ada petani yang berperilaku sebagai penggemar risiko, netral terhadap risiko dan menghindari
risiko. Syafaat 1990 menganalisis sikap petani dalam menghadapi risiko produksi pada usahatani padi sawah di lahan beririgasi teknis. Hasil analisisnya
menunjukkan bahwa petani pemilik dan penyewa bersifat sebagai penggemar risiko risk taker dalam penggunaan pupuk anorganik, sedangkan petani gadai
bersikap sebagai penghindar risiko produksi risk averse dalam penggunaan pupuk anorganik. Hal ini dapat dijelaskan bahwa penguasaan lahan untuk petani
pemilik dan penyewa lebih pasti sehingga mereka lebih berani mengambil risiko produksi sedangkan penguasaan lahan bagi petani gadai kurang pasti karena
sewaktu-waktu dapat diambil kembali oleh pemiliknya sehingga petani gadai kurang berani mengambil risiko produksi. Petani yang sumber pendapatannya
berasal dari pertanian dan dari luar pertanian bersikap sebagai penggemar risiko dalam penggunaan pupuk anorganik. Hal ini menunjukkan bahwa petani yang
sumber pendapatannya bukan hanya dari pertanian memiliki modal yang cukup untuk membiayai usahataninya. Sedangkan petani yang sumber pendapatannya
hanya berasal dari pertanian saja bersikap sebagai penghindar risiko sebab mereka memiliki modal yang kurang untuk membiayai usahataninya. Petani yang
menggemari risiko produksi menggunakan pupuk anorganik relatif lebih tinggi dibanding petani penghindar risiko produksi.
Luas lahan yang dimiliki oleh petani berpengaruh terhadap perilaku petani dalam menghadapi risiko. Penelitian yang dilakukan oleh Purwoto 1990 pada
usahatani padi di Jawa Tengah menunjukkan bahwa petani yang memiliki lahan yang lebih luas relatif lebih bersikap sebagai risk taker penggemar risiko. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa petani yang memiliki lahan luas menunjukkan bahwa petani tersebut memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik. Temuan lain dari
penelitian ini adalah semakin menyebar luas lahan garapan petani maka petani bersikap takut atau menghindari risiko dan akan memilih untuk menggunakan
varietas lokal atau varietas yang menunjukkan koefisien variasi hasil produksi
yang rendah sedangkan petani yang relatif berani terhadap risiko akan memilih varietas yang menunjukkan variasi hasil produksi yang tinggi atau menggunakan
varietas unggul. Khumbakar 2002 menghubungkan antara risiko produksi, pilihan risiko
dan efisiensi produksi. Menggunakan model yang dikembangkan dari Just and Pope. Data yang digunakan adalah data cross section nelayan yang
membudidayakan ikan salmon di Norwegia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar nelayan bersifat sebagai penghindar risiko risk averse. Pakan
ikan memiliki potensi untuk meningkatkan risiko produksi sedangkan tenaga kerja manusia dapat menurunkan risiko produksi karena dengan menggunakan tenaga
kerja yang lebih terampil dapat menurunkan risiko produksi pada usaha budidaya ikan.
Bokusheva and Hockmann 2006 menggunakan model Just and Pope dan model Kumbhakar untuk melihat dampak risiko produksi dan inefisiensi teknis
pada produsen pertanian di Rusia. Wilayah sampel yang dipilih adalah Krasnodar, Oroel dan Samara. Hasil yang diperoleh dari analisis dengan menggunakan data
panel sebanyak 443 menunjukkan bahwa inefisiensi teknis meningkatkan variabilitas produksi pertanian di Rusia. Selain itu, risiko produksi juga
berkontribusi terhadap volatilitas produksi pertanian di Rusia. Hampir pada semua wilayah sampel Krasnodar, Oroel, dan Samara menunjukkan bahwa variabilitas
output dapat dijelaskan oleh risiko produksi. Oleh karena itu, dengan mengabaikan risiko dapat menyebabkan estimasi efisiensi teknis yang salah atau
bias. Jadi risiko produksi memainkan peranan yang penting dalam pembangunan pertanian. Usahatani harus mencari alternatif untuk memperbaiki respon mereka
terhadap risiko produksi diantaranya dengan memperkenalkan teknologi produksi yang lebih moderen dan praktek-praktek yang dapat menurunkan ketidakstabilan
produksi dan memfasilitasi penggunaan faktor produksi yang lebih fleksibel. Risiko produksi, preferensi risiko dan efisiensi teknis usahatani padi di
dataran rendah pada sawah tadah hujan di Pilipina juga dikaji oleh Villano et al. 2005 dengan menggunakan model fungsi risiko produksi yang dikembangkan
oleh Kumbhakar 2002. Selain itu, kerangka heteroskedastis dan stochastic frontier ditambahkan dan diperluas untuk mengakomodasi preferensi risiko
petani dalam analisis risiko produksi. Menggunakan data panel selama 8 tahun dari 46 petani padi. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa inefisiensi
teknis sangat ditekankan dalam lingkungan produksi oleh petani yang berperilaku risk averse. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tenaga kerja dan pupuk
adalah input yang dapat meningkatkan risiko risk-increasing sedangkan herbisida merupakan input yang dapat menurunkan risiko risk-decreasing.
Penelitian yang dilakukan oleh Abedullah 2004 dengan menggunakan pooled data gabungan data cross section dan data time series pada usahatani
padi sawah tadah hujan di Tarlac, Pilipina menunjukkan bahwa pupuk merupakan input yang dapat meningkatkan risiko produksi. Karena penggunaan pupuk yang
berlebihan akan menyebabkan penurunan kualitas fisik dan kimia tanah. Turunnya kualitas fisik dan kimia tanah akan berakibat pada turunnya produktivitas
tanaman. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dampak dari perilaku petani yang risk averse terhadap penggunaan pupuk yang optimal pada sawah tadah
hujan adalah umumnya kecil. Hal tersebut hanya berlaku pada wilayah Tarlac di Pilipina karena didukung oleh kondisi lingkungan yang lebih baik atau
menguntungkan dimana curah hujan rata-rata selama musim pertumbuhan tanaman padi lebih tinggi dari curah hujan minimum yang diperlukan untuk
produksi padi. Sedangkan untuk wilayah dengan kondisi lingkungan yang kurang baik, efek dari risk averse mungkin lebih besar terhadap penggunaan input pada
sawah tadah hujan. Petani dengan skala usaha kecil cenderung menghindari risiko tidak sesuai
dengan hasil penelitian Ayinde et al. 2008. Penelitian ini dilakukan di Kwara, Nigeria dimana sampel diambil berdasarkan agroekologi. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa perilaku petani dengan skala usaha kecil lebih bervariasi dimana ada petani yang menghindari atau takut dengan risiko, ada petani yang
netral dengan risiko dan ada pula petani yang menggemari atau berani terhadap risiko. Petani yang menghindari atau takut dengan risiko melakukan diversifikasi
tanaman untuk mengurangi risiko produksi. Penulis menyarankan perlu adanya asuransi pertanian crop insurance untuk sharing risiko dan kelompok tani atau
koperasi yang menjadi fasilitas bagi petani untuk saling berinteraksi dan berbagi pengalaman yang dapat mengurangi ketakutan terhadap risiko produksi.
Hasil penelitian Ayinde et al. 2008 didukung oleh hasil penelitian Aye and Oji 2004 tentang pengaruh kemiskinan terhadap perilaku risiko petani di
Nigeria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanian di Nigeria dicirikan dengan produktivitas yang rendah, adopsi teknologi yang rendah dan penggunaan
teknik produksi yang inefisien. Kemiskinan petani di Nigeria berkaitan dengan perilaku petani dalam menghadapi risiko terhadap adopsi teknologi yang baru,
risiko produksi dan lingkungan sosial ekonomi. Sebagian besar petani 71.7 persen berperilaku risk averse. Berdasarkan analisis regresi berganda ditunjukkan
bahwa umur, ukuran rumahtangga, tingkat pendidikan, intensitas pertemuan dengan sesama petani, dan keanggotaan dalam kelompok tani merupakan faktor
yang mempengaruhi perilaku risiko petani. Liu 2008 melakukan penelitian tentang preferensi risiko dan keputusan
adopsi teknologi pada petani kapas di Cina kerjasama dengan Center for Chinese Agricultural Policy CCAP, suatu lembaga riset afiliasi pemerintah di Beijing.
Survey dilakukan pada rumahtangga petani kapas sebanyak 320 orang pada empat propinsi di Cina selama musim dingin tahun 2006. Berdasarkan hasil penelitian
ini ditemukan bahwa petani yang takut terhadap risiko akan mengadopsi kapas Bt belakangan lebih lama artinya bahwa petani tersebut akan mengadopsi teknologi
kapas Bt setelah melihat hasil dari teknologi tersebut. Petani yang lebih sensitif terhadap kerugian juga mengadopsi kapas Bt belakangan sedang petani yang
menunjukkan probabilitas lebih kecil mengadopsi kapas Bt lebih cepat. Petani yang berani dengan risiko lebih cepat mengadopsi teknologi baru sedangkan
petani yang menghindari risiko lebih lambat mengadopsi teknologi baru. Kajian tentang perbedaan produksi, efisiensi produksi dan risiko produksi
pada petani dengan dan tanpa pekerjaan luar usahatani di Taiwan dilakukan oleh Chang and Wen 2008. Model yang digunakan adalah stochastic production
frontier untuk mengakomodasi inefisiensi teknis dan risiko produksi secara simultan
serta mengaplikasikan
kriteria dominasi
stochastic untuk
menggolongkan efisiensi teknis yang diduga dan risiko produksi pada petani tanpa pekerjaan di luar usahatani dan petani dengan pekerjaan di luar usahatani. Hasil
kajian menunjukkan bahwa kapital adalah input produksi yang dapat meningkatkan efisiensi teknis sedangkan pestisida adalah input produksi yang
dapat menurunkan efisiensi teknis produksi padi pada petani padi yang mempunyai pekerjaan di luar usahatani. Kajian ini juga menunjukkan bahwa
mesin dan pestisida adalah input yang dapat menurunkan risiko risk-decreasing sedangkan tenaga kerja luar keluarga dan curah hujan adalah input yang dapat
meningkatkan risiko risk-increasing pada produksi padi dari petani tanpa pekerjaan di luar usahatani. Untuk petani yang memiliki pekerjaan di luar
usahatani, pestisida adalah input risk-decreasing sedangkan suhu adalah input risk-increasing.
Temuan lain dari kajian Chang and Wen 2008 adalah tingkat efisiensi teknis pada petani padi yang mempunyai pekerjaan di luar usahatani lebih rendah
dibandingkan dengan petani padi yang tidak mempunyai pekerjaan di luar usahatani. Hal ini dapat dijelaskan bahwa petani padi yang mempunyai pekerjaan
di luar usahatani tidak serius dalam mengelola usahataninya sedangkan petani padi yang tidak mempunyai pekerjaan di luar usahatani lebih serius mengelola
usahataninya karena mereka tidak mempunyai sumber pendapatan lain selain dari usahatani. Selain itu, petani padi yang mempunyai pekerjaan di luar usahatani
menghadapi risiko produksi lebih tinggi dibandingkan dengan petani padi yang tidak mempunyai pekerjaan di luar usahatani.
Penelitian perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kabupaten Bandung dilakukan
oleh Fariyanti 2008. Komoditi sayuran yang diteliti dalam penelitian ini adalah kentang dan kubis. Model pendekatan yang digunakan dalam mengukur risiko
produksi adalah model GARCH 1.1 sedangkan untuk risiko harga menggunakan ekspektasi dan variance harga sayuran. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
bahwa risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibanding kubis, dan sebaliknya risiko harga kentang lebih rendah dari pada kubis. Besarnya risiko produksi
kentang diindikasikan oleh fluktuasi produksi kentang yang disebabkan oleh risiko produksi pada musim sebelumnya dan penggunaan input pupuk dan tenaga
kerja sedangkan luas lahan, benih, dan obat-obatan merupakan faktor yang mengurangi risiko. Sementara itu, pada komoditas kubis justru sebaliknya dimana
lahan dan obat-obatan merupakan faktor yang dapat menimbulkan risiko produksi sedangkan benih, pupuk, dan tenaga kerja menjadi faktor yang mengurangi risiko
produksi. Oleh karena itu, diversifikasi usahatani kentang dan kubis menjadi alternatif untuk mengurangi risiko produksi dibandingkan jika petani melakukan
spesialisasi usahatani kentang atau kubis. Perilaku rumahtangga petani dengan adanya risiko produksi dan harga
produk termasuk risk averse. Hal ini dapat dilihat dari perilaku rumahtangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan baik keputusan produksi, konsumsi
dan alokasi tenaga kerja. Keputusan produksi yang diambil oleh rumahtangga petani dalam menghadapi risiko produksi adalah mengurangi penggunaan lahan,
benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Untuk keputusan konsumsi, rumahtangga petani sayuran mengurangi pengeluaran untuk konsumsi pangan,
non pangan, kesehatan, pendidikan, tabungan dan investasi produksi. Pengambilan keputusan tenaga kerja dilakukan dengan meningkatkan penggunaan
tenaga kerja pada kegiatan off farm dan non farm. Petani tembakau dengan sistem produksi yang berbeda-beda mitra,
swadaya dan agroekosistem yang berbeda memiliki perilaku risiko produksi yang berbeda-beda. Penelitian Fauziyah 2010 tentang pengaruh perilaku risiko
produksi petani terhadap alokasi input usahatani tembakau di Kabupaten Pamekasan Jawa Timur dengan mengunakan pendekatan fungsi produksi frontir
stokastik. Petani tembakau pada pegunungan dengan sistem kemitraan tergolong sebagai risk taker. Sedangkan petani tembakau pegunungan dengan swadaya,
petani tembakau tegalan dengan sistem kemitraan, petani tembakau sawah dengan sistem kemitraan dan swadaya, semuanya memiliki perilaku risiko sebagai risk
averse. Petani tembakau tegalan dengan sistem swadaya memiliki perilaku risiko sebagai risk neutral. Selanjutnya dari hasil penelitian ini juga ditemukan bahwa
baik petani tembakau pegunungan, tegalan maupun sawah yang memilih perilaku risk averse memiliki konsekwensi terhadap alokasi penggunaan input. Semakin
takut petani terhadap risiko produksi, maka semakin sedikit alokasi input yang digunakan pada usahataninya sehingga produktivitas yang diperoleh semakin
kecil. Binici et al. 2003 menyatakan bahwa menganalisis perilaku petani dalam
menghadapi risiko sangat penting untuk memahami keputusan manajerial mereka. Petani-petani membuat keputusan manajerial lebih didasarkan pada tujuan untuk
menurunkan risiko walaupun pendapatannya lebih rendah. Artinya bahwa petani- petani harus diberikan jaminan atau asuransi pada usahataninya. Strategi
manajemen yang dapat ditempuh oleh petani diantaranya : 1 melakukan diversifikasi tanaman, 2 adopsi teknologi yang memiliki potensi untuk
menurunkan risiko produksi, 3 mencari pekerjaan di luar usahatani atau pendapatan off farm, dan 4 akumulasi tabungan dalam bentuk kas daripada
menginvestasikan dalam perbaikan kapital. Penelitian yang dilakukan oleh Saptana 2011 tentang efisiensi produksi
dan perilaku petani terhadap risiko produktivitas cabai merah di Provinsi Jawa Tengah. Komoditi cabai merah yang diteliti adalah cabai merah besar dan cabai
merah keriting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perilaku petani cabai merah besar dan cabai merah keriting terhadap risiko produktivitas adalah
risk neutral. Secara relatif petani yang berperilaku netral terhadap risiko dan mengarah ke berani mengambil risiko akan mengalokasikan input yang lebih
tinggi sehingga berdampak pada tingkat produktivitas dan pendapatan petani.
2.3. Peranan Benih dalam Teknologi dan Peningkatan Produktivitas