Tenaga Kerja Sosial Kependudukan

dan usia lanjut 65 tahun keatas sebesar 6.85 persen. Hal ini menggambarkan kondisi yang positif, karena rasio beban tanggungan kelompok umur produktif terhadap kelompok umur anak-anak dan usia lanjut menjadi kecil. Penduduk Kabupaten Enrekang terdiri atas tiga etnis yaitu etnis duri, etnis enrekang dan etnis maiwa. Etnis Duri mendiami wilayah utara Kabupaten Enrekang dan wilayah penelitian ini termasuk dalam etnis duri. Budaya dan adat istiadat etnis ini hampir sama dengan suku Tana Toraja karena berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Duri. Etnis Enrekang merupakan etnis yang mendiami wilayah tengah Kabupaten Enrekang sampai dengan daerah Suppa, Letta dan Batu Lappa Kabupaten Pinrang. Bahasa dan adat istiadatnya hampir sama dengan suku Bugis karena berbatasan dengan daerah yang penduduknya dominan suku bugis. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Toponjo. Etnis Maiwa mendiami wilayah Selatan Kabupaten Enrekang dimana budaya dan adat istiadatnya menyerupai suku Bugis tetapi bahasa yang digunakan adalah bahasa Maroangin.

5.2.1. Tenaga Kerja

Sektor tenaga kerja merupakan sektor penting dalam pembangunan khususnya dalam upaya pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja merupakan modal bagi bergeraknya roda pembangunan dalam suatu wilayah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja sebanyak 82 075 orang yang terdiri dari bekerja sebanyak 76 608 orang dan mencari pekerjaan sebanyak 5 467 orang. Sedang bukan angkatan kerja sebanyak 41.212 orang yang terdiri dari yang sekolah sebanyak 4 26 orang, mengurus rumahtangga sebanyak 28 809 orang dan lainnya sebanyak 8 377 orang. Berdasarkan kondisi tenaga kerja di Kabupaten Enrekang dapat disimpulkan bahwa cukup tersedia tenaga kerja untuk usahatani kentang di daerah tersebut.

5.2.2. Sosial

Tingkat kesejahteraan penduduk Kabupaten Enrekang terdiri atas kelompok pra sejahtera, sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III dan sejahtera III plus. Di Kabupaten Enrekang terdapat 4 783 keluarga pra sejahtera pada tahun 2011 dimana terjadi penurunan dari tahun 2010 yaitu 5 380 keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah keluarga pra sejahtera di wilayah ini. Keluarga sejahtera I juga mengalami mengalami penurunan dari 8 954 keluarga pada tahun 2010 menjadi 7 793 keluarga pada tahun 2011. Sedangkan keluarga sejahtera II mengalami peningkatan yaitu 24 025 keluarga pada tahun 2010 menjadi 26 659 keluarga pada tahun 2011.Demikian pula dengan keluarga sejahtera III juga mengalami peningkatan. Adapun jumlah keluarga berdasarkan kelompok pra sejahtera, sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III dan sejahtera III plus dapat dilihat pada Tabel 8. Penduduk Kabupaten Enrekang dominan beragama Islam sebanyak 99.97 persen dan minoritas beragama Hindu yaitu sebanyak 0.002 persen. Tabel 8. Jumlah Keluarga Menurut Tahapan Keluarga Sejahtera di Kabupaten Enrkang Tahun 2006 – 2011. Tahun Tahapan Keluarga Sejahtera Jumlah Pra Sejahtera Keluarga Sejahtera I Keluarga Sejahtera II Keluarga Sejahtera III Keluarga Sejahtera III Plus Keluarga 2006 6 798 9 045 16 316 8 049 2 118 42 326 2007 7 010 8 938 17 696 8 670 2 198 44 512 2008 6 041 8 493 26 682 10 616 2 446 54 278 2009 5 848 9 107 23 225 9 589 2 387 50 156 2010 5 380 8 954 24 025 9 571 2 523 50 453 2011 4 783 7 793 26 659 9 972 2 086 51 293 Sumber: BPS Kabupaten Enrekang, 2012. Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Enrekang adalah terdapat 1 rumah sakit pemerintah yang terletak di ibukota Kabupaten Enrekang, 13 puskesmas, 17 puskesmas pemabantu, 1 rumah bersalin, 39 poskesdes dan 263 posyandu. Semua sarana kesehatan tersebut merupakan milik pemerintah. Berdasarkan uraian tentang kondisi kesejahteraan dan kesehatan penduduk Kabupaten Enrekang maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan dan kesehatan penduduk di kabupaten tersebut cukup baik. Kondisi ini sangat mendukung kegiatanpekerjaan penduduk atau petani kentang di wilayah tersebut. Menurut McConnell and Dillon 1997 bahwa risiko yang dihadapi oleh manajer usahatani terkait dengan lingkungan operasional internal usahatani adalah tingkat kesehatan petani dan keluarganya. Oleh karena itu jika petani dan keluarganya sehat maka akan dapat menurunkan risiko usahatani yang mereka kelola karena mereka dapat menjalankan usahataninya dengan baik.

5.3. Sarana dan Prasarana